• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA

PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK

NILAM

Oleh:

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.

Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.

Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler

didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.

Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe

boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.

(3)

penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.

Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler

77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.

Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.

(4)

SUMMARY

Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).

The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.

There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.

Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).

(5)

the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.

Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.

(6)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IVON WIDIAHTUTI

F 34104028

Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985

di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Desember 2008

Menyetujui,

Bogor, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(7)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 12 Desember 2008

Yang memberi pernyataan

(8)

Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti.

Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di

Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah

bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah

Bandiah.

Pendidikan formal penulis dimulai di Taman

Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun

1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri

Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah

Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada

tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang.

Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta

Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program

studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai

staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester

delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi

Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.

Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi,

Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan

praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang

dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan

Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis

menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat

Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli,

MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember

(9)

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT

yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta

penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak

atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan

Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa,

dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik

ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama

masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.

3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang

telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan

penelitian.

4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai

dosen penguji skripsi ini.

5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan

Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.

6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi

ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.

7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.

8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto,

Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.

9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima

kasih atas kebersamaannya selama ini”.

Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan

kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan

skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi

pembacanya.

(10)

Halaman

D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10

1. Ketel Uap (Boiler) ... 10

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

(11)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA

PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK

NILAM

Oleh:

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.

Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.

Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler

didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.

Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe

boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.

(13)

penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.

Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler

77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.

Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.

(14)

SUMMARY

Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).

The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.

There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.

Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).

(15)

the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.

Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.

(16)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IVON WIDIAHTUTI

F 34104028

Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985

di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Desember 2008

Menyetujui,

Bogor, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(17)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 12 Desember 2008

Yang memberi pernyataan

(18)

Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti.

Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di

Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah

bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah

Bandiah.

Pendidikan formal penulis dimulai di Taman

Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun

1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri

Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah

Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada

tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang.

Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta

Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program

studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai

staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester

delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi

Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.

Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi,

Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan

praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang

dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan

Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis

menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat

Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli,

MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember

(19)

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT

yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta

penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak

atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan

Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa,

dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik

ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama

masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.

3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang

telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan

penelitian.

4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai

dosen penguji skripsi ini.

5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan

Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.

6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi

ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.

7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.

8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto,

Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.

9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima

kasih atas kebersamaannya selama ini”.

Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan

kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan

skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi

pembacanya.

(20)

Halaman

D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10

1. Ketel Uap (Boiler) ... 10

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

(21)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. STUDI KINERJA PENYULINGAN MINYAK NILAM IKM ... 30

1. Kondisi Proses dan Disain Alat Penyulingan IKM Secara Umum ... 30

3. Kinerja dan Efisiensi Alat Penyulingan Berdasarkan Proses ... 42

a. Boiler Skala IKM ... 42

b. Ketel Suling Skala IKM ... 43

c. Kondensor Skala IKM ... 47

B. UJI KOSONG PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN ... 49

C. PENELITIAN UTAMA ... 50

3. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe ... 72

(22)
(23)

Halaman 1. Komponen-komponen terpen-O dalam minyak nilam ... 5

2. Persyaratan mutu minyak atsiri ... 6

3. Data luas permukaan pindah panas dan uap air yang dihasilkan

penyulingan IKM ... 33

4. Keterkaitan luas permukaan pindah panas dengan kehilangan panas

ketel ... 37

5. Kebutuhan kayu bakar terhadap jumlah uap air yang terbentuk ... 43

6. Keterkaitan tingkat kerapatan bahan dengan laju destilat ... 45

7. Kehilangan energi di ketel suling skala IKM ... 46

8. Data luas permukaan pindah panas boiler dan uap air yang dihasilkan

dalam prototipe penyulingan ... 52

9. Pengaruh penggunaan glasswool terhadap total kehilangan panas ... 58 10.Keterkaitan jumlah kehilangan panas dengan luas permukaan pindah

panas ketel ... 58

11.Data efisiensi energi dalam prototipe boiler ... 63 12.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap efisiensi prototipe ketel ... 70 13.Perbedaan penggunaan boiler skala IKM dengan prototipe boiler ... 73 14.Perbandingan efisiensi ketel skala IKM dengan prototipe ... 75

15.Perbandingan efisiensi kondensor skala IKM dengan prototipe ... 76

16.Perbedaan mutu minyak hasil skala IKM dengan prototipe ... 84

(24)

Halaman 1. Tanaman nilam ... 3

2. Skema peralatan penyulingan ... 15

3. Alur kegiatan penelitian utama ... 23

4. Skema pemurnian minyak nilam ... 29

5. Sketsa disain boiler skala IKM (tampak depan) ... 31 6. Fenomena pemasakan air dalam boiler IKM (tampak depan) ... 32 7. Sirkulasi oksigen dalam tungku skala IKM (tampak atas) ... 34

8. Fluktuasi jumlah destilat terhadap waktu ... 35

9. Ketel suling skala IKM ... 36

10.Fluktuasi kehilangan panas pada ketel suling skala IKM ... 38

11.Fenomena arah penetrasi uap dalam ketel IKM ... 39

12.Separator skala IKM ... 41

13.Fenomena jalur uap dalam ketel skala IKM ... 44

14.Efisiensi energi kondensor IKM ... 48

15.Akumulasi destilat terhadap lama waktu proses penyulingan skala IKM . 49

16.Sketsa boiler prototipe (tampak depan) ... 51 17.Sirkulasi udara dalam tungku dengan blower (tampak samping) ... 53 18.Kestabilan tekanan uap air dalam prototipe boiler ... 54 19.Fenomena aliran uap prototipe ketel suling ... 56

20.Perbandingan kehilangan panas di dinding ketel prototipe dengan IKM .. 57

21.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap kehilangan panas dinding ketel prototipe ... 58

22. Perbandingan kehilangan panas di tutup dan bodem ketel ... 60

23. Disain prototipe separator ... 61

24. Fenomena penetrasi uap tanpa rat hole ... 63 25. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap total kehilangan panas ketel ... 65

26. Hubungan peningkatan tekanan terhadap kehilangan panas di tiap bagian

ketel ... 66

(25)

30. Efisiensi prototipe ketel... 71

31. Efisiensi prototipe kondensor ... 72

32. Neraca energi proses penyulingan IKM ... 80

33. Neraca energi proses penyulingan prototipe ... 81

34. Daun dan batang nilam kering ... 83

35. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap jumlah minyak ... 86

36. Perbandingan minyak hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe ... 87

37. Perbandingan minyak nilam per tahapan tekanan ... 87

38. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai indeks bias minyak nilam 89

39. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai bobot jenis minyak nilam 90

40. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai putaran optik ... 92

41. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan asam ... 93

42. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan ester ... 95

(26)

1. Data-data yang diukur di penyulingan IKM ... 104

2. Form data-data di penyulingan Prototipe ... 110

3. Perhitungan efisiensi dan kehilangan energi ... 117

4. Prosedur analisis karakterisasi minyak atsiri ... 128

5. Analisa kadar air dan kadar minyak ... 134

6. Hasil analisa mutu minyak nilam skala IKM dengan prototipe ... 135

7. Gambar peralatan penyulingan ... 137

(27)

I. PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki kekayaan alam berupa flora dan fauna yang sangat

beragam. Diantara keragaman flora tersebut terdapat tanaman-tanaman yang

mengandung minyak atsiri dan tanaman yang menjadi bahan baku dalam

pembuatan produk di berbagai industri.

Berdasarkan perkembangan industri minyak atsiri di dunia, tanaman yang

sangat potensial sebagai tanaman penghasil minyak atsiri adalah tanaman

nilam (Pogostemon cablin Benth). Kebutuhan minyak nilam di pasar dunia semakin meningkat sesuai dengan peningkatan penggunaannya di industri

kosmetik, obatan-obatan, dan antibiotik. Penggunaan minyak nilam di industri

kosmetik dipusatkan sebagai bahan fiksatif dalam pembuatan parfum.

Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $

52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok

utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia

berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 % (Ferry dan Emmyzar,

2004). Oleh karena itu, peluang pasar minyak nilam bagi Indonesia masih

cukup besar. Hal tersebut merupakan salah satu peluang Indonesia untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para petani dan penyuling

nilam serta meningkatkan devisa negara.

Pada umumnya minyak nilam yang dihasilkan para petani dan penyuling

di Indonesia masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun

produktivitas serta efisiensi produksi. Peningkatan produktivitas minyak nilam

dapat dilakukan dengan memperhatikan kinerja sistem penyulingan dalam

proses produksi minyak nilam yang terkait dengan disain alat-alat penyulingan.

Peningkatan kualitas minyak nilam dapat dilakukan dengan pengendalian dan

pengontrolan selama proses produksi minyak nilam.

Proses produksi yang efisien tentunya dapat meningkatkan keuntungan

dan mengurangi biaya produksi. Pengefisienan dalam produksi minyak nilam

dapat dilakukan dengan penggunaan bahan bakar (kayu bakar) dan air

(28)

efisiensi waktu penyulingan telah dilakukan oleh Lesmayanti (2004).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, proses penyulingan dengan tekanan

bertahap terbukti dapat mengefisienkan waktu penyulingan.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini yaitu meningkatkan kinerja dan efisiensi

sistem penyulingan minyak nilam agar mendapatkan rendemen yang tinggi

dengan kualitas yang cukup baik. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Menentukan faktor-faktor penentu kinerja dan efisiensi proses pada

prototipe minyak penyulingan.

2. Menentukan keterkaitan disain alat dan disain proses dengan kinerja dan

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN NILAM

Nilam (Pogostemon sp) termasuk famili Labiateae. Indonesia memiliki tiga jenis nilam yaitu nilam Aceh (P. cablin BENTH), nilam Jawa (P. heyneanus), dan P. hortensis. Namun, kebanyakan nilam yang dibudidayakan adalah nilam Aceh. Hal ini dikarenakan nilam Aceh memiliki kadar minyak

dan kualitas yang lebih tinggi (Nuryani dan Sutjihno, 1994).

Tanaman nilam merupakan tumbuhan semak dengan tinggi 0,3 sampai

dengan 3,0 meter, pada daerah yang memiliki curah hujan 2.300 – 3.000

mm/tahun (Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), tanaman nilam dapat

tumbuh subur pada jenis tanah regosol, latosol, dan aluvial. Tanah-tanah

tersebut memiliki tekstur lempung berpasir, pH 6-7, dan tidak tergenang air.

Berikut ini gambar tanaman nilam.

Gambar 1. Tanaman Nilam

Panen pertama dilakukan terhadap tanaman nilam yang telah berumur 4 –

5 bulan. Panen berikutnya dilakukan berturut-turut dengan jarak waktu 2 – 3

bulan, sampai tanaman berumur 2 tahun dan harus diremajakan (Harris, 1993).

B. MINYAK NILAM

Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan

(30)

dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut,

maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara, yaitu penyulingan

(distillation), pengepresan (expression), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan absorbsi oleh lemak padat (enfleurasi atau maserasi) (Ketaren, 1985). Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), metode yang

digunakan untuk memproduksi minyak atsiri yaitu : ekstraksi, pengepresan,

dan distilasi. Umumnya metode yang digunakan yaitu penyulingan.

Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan

ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga

banyak digunakan sebagai pewangi parfum dan zat fiksatif (pengikat). Selain

sebagai fiksatif dalam parfum, daun nilam dapat digunakan sebagai pelembab

kulit, untuk pewangi (aroma) masakan atau kue dengan proses oksidasi dan

dihidrolisis dengan isogeunolasetat, dan untuk obat anti infeksi (Santoso,

1990). Semua bagian tanaman nilam yaitu akar, batang, dan tangkai daunnya

mengandung minyak nilam. Minyak nilam yang berasal dari akar dan batang

memiliki nilai berat jenis yang tinggi, mutu, dan rendemen yang rendah bila

dibandingkan dengan minyak dan daun, sehingga tidak dapat disuling

(Ketaren, 1985).

Kandungan minyak nilam terdapat pada waktu tunas mengeluarkan tiga

daun pertama. Minyak nilam mengandung komponen-komponen seperti :

patchouly alcohol, patchouly camphor, eugenol, benzaldehyde, cinnamic aldehyde, dan cadinene (Santoso, 1990). Kandungan ini tidak bertambah, meskipun daun bertambah lebar. Oleh karena itu, panen pertama dapat

dilakukan setelah tumbuh lima pasang daun (Harris, 1993).

Berdasarkan komponen kimianya minyak nilam dibagi menjadi dua

golongan utama, yaitu golongan terpen dan terpen-O. Komponen-komponen

golongan terpen diantaranya α-bulnesen, seychellen, α-patchoulen, dan δ

-kadinen. Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan terpen-O

disebut juga sebagai komponen-komponen berat diantaranya norpatchoulol,

patchouli alkohol, dan pogostol (Manitto, 1981). Komponen-komponen

minyak nilam lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel 1.

(31)

Tabel 1. Komponen-komponen terpen dan terpen-O dalam minyak nilam

Menurut Santoso (1990), penyinaran matahari pada daun nilam dapat

mempengaruhi warna daun dan kadar minyaknya. Nilam yang terkena sinar

matahari langsung maka daunnya berwarna merah kekuningan dan kadar

minyaknya tinggi. Nilam yang tidak terkena sinar matahari secara langsung

(32)

Mutu minyak nilam tergantung pada kondisi prapanen, saat panen, dan

pasca panen. Pasca panen menyangkut masalah warna, bobot jenis, zat asing,

dan sebagainya (Santoso, 1990). Minyak nilam hasil sulingan dapat

digolongkan menjadi empat jenis mutu yang dibedakan menurut aroma yaitu :

1. Jenis ordinary dan medium, merupakan hasil penyulingan dari Indonesia dan Singapura.

2. Jenis special dan extra special, merupakan hasil penyulingan dari Perancis dan Inggris, di mana penyulingan dilakukan secara tidak langsung dan daun

dipilih dahulu (Harris, 1993).

Berdasarkan SNI 06-2385-2006 persyaratan mutu minyak nilam

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu minyak nilam

No. Karakterisasi Satuan Standar

1. Warna

Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan

Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau

padatan dari dua macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik

uapnya. Proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air

(Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), penyulingan adalah salah satu cara

untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang

(33)

cara mengalirkan uap jenuh (saturated or supersaturated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan.

Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air selama

penyulingan ditentukan oleh tiga faktor yaitu : • Besarnya tekanan uap yang digunakan

• Berat molekul masing-masing komponen dalam minyak • Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Ketaren, 1985)

Berdasarkan hasil penelitian Racharto (1992), air merupakan sumber uap

panas pada metode penyulingan dengan uap langsung. Uap panas yang

dihasilkan terdapat di dalam ketel uap (boiler) yang letaknya terpisah dari ketel

suling. Uap yang dihasilkan adalah uap jenuh atau uap lewat panas

(superheated steam) pada tekanan lebih dari 101,304 kPa. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori, terletak di bawah bahan dan uap

bergerak ke atas melewati bahan yang diletakkan di atas saringan. Pada

penyulingan uap, diameter ketel suling lebih kecil dari tingginya. Hal tersebut

dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak bahan dengan uap sehingga

akan mempercepat proses penyulingan.

Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan

suhu dan tekanan atau dengan menggunakan superheated steam. Namun demikian, hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar

mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Minyak atsiri dengan

mutu tinggi akan diperoleh dengan proses penyulingan pada suhu rendah atau

suhu tinggi dengan waktu yang singkat (Ketaren, 1985). Metode penyulingan

yang tepat dan proses yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan minyak

atsiri yang bermutu tinggi dan rendemen yang tinggi pula.

Menurut Guenther dalam Racharto (1992), faktor penting pada proses

penyulingan adalah pengaruh suhu (panas). Tekanan pada penyulingan dapat

diatasi, akan tetapi suhu uap atau campuran yang menerobos bahan dalam ketel

suling dapat berfluktuasi. Pada umumnya minyak atsiri bersifat labil pada suhu

tinggi. Minyak bermutu tinggi dapat diperoleh dengan cara penyulingan pada

(34)

Menurut Guenther dalam Racharto (1992), penyulingan dengan uap

langsung sebaiknya dimulai dari tekanan uap yang rendah (sekitar 1 atm),

kemudian secara bertahap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Jika

permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia

dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Apabila minyak dalam bahan

diperkirakan telah habis tersuling, maka tekanan uap ditingkatkan lagi.

Peningkatan tekanan uap tersebut dimaksudkan untuk menyuling komponen

minyak yang bertitik didih lebih tinggi.

Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), penyulingan terdiri atas :

penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan

air yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri

mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan.

Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang

mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses

penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang

mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang

dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan.

Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling

yang dihasilkan dengan waktu (kg destilat/m2 jam). Laju penyulingan harus

diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju

penyulingan terlalu rendah, maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang

padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung sempurna.

Jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui

bahan dengan membentuk jalur uap (rathole), serta mengangkut partikel bahan ke dalam kondensor. Laju penyulingan dapat diukur dengan menampung dan

menimbang kondensat yang dihasilkan per satuan waktu (Ketaren, 1985).

1. Sifat Termal Uap

Menurut Kulshrestha (1989), uap merupakan bagian cairan yang

diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung

partikel-partikel cairan di dalamnya. Partikel-partikel-partikel cairan akan teruapkan dengan

(35)

memiliki sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Beberapa

metode pemanasan dan ekspansi dari uap adalah sebagai berikut :

a. Volume konstan.

b. Tekanan dan suhu konstan.

c. pv konstan atau hiperbolik. d. pvn konstan.

e. Entropi konstan.

f. Ekspansi bebas.

2. Pindah Panas

Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang

dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik,

energi potensial, energi mekanis, dan panas. Pengetahuan tentang

mekanisme perpindahan panas mutlak diperlukan untuk dapat memahami

peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam pemanasan, pendinginan,

pendidihan, pengeringan, distilasi, evaporasi, kondensasi, dan lainnya

(Utomo, 1984).

Menurut Utomo (1984), ada tiga cara perpindahan panas yaitu : • Secara molekular, disebut konduksi.

• Secara aliran, disebut konveksi. • Secara gelombang, disebut radiasi.

Zat yang tidak bergerak, contohnya padatan, panas pindah hanya

secara konduksi. Panas berpindah karena getaran molekul dari satu molekul

ke molekul lainnya. Pada fluida terjadi juga konduksi panas, akan tetapi di

samping itu panas lebih banyak dipindahkan secara konveksi. Panas di

dalam fluida berpindah karena terbawa massa fluida yang bergerak sebagai

aliran. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi

alami dan konveksi paksa. Konveksi alami pada fluida disebabkan oleh

adanya perbedaan densitas antara beberapa tempat, terkait dengan adanya

selisih temperatur antara tempat-tempat itu. Konveksi paksa disebabkan

adanya usaha dari luar terhadap fluida, contohnya oleh pompa atau

(36)

Menurut McCabe (2005), perpindahan kalor terjadi apabila dua

benda yang memiliki suhu berbeda mengalami kontak, maka kalor akan

mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.

Aliran kalor tersebut akan selalu mengarah kepada penurunan suhu.

Pengaliran kalor tersebut dapat dibedakan menjadi tiga mekanisme yaitu :

konduksi, konveksi, dan radiasi.

Perhitungan perpindahan kalor didasarkan atas luas penukaran

pemanasan. Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam

penampang arus itu akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami

pemanasan, suhu maksimum terdapat pada dinding permukaan pemanas,

dan berangsur-angsur ke arah pusat arus. Oleh karena itu diperlukan suhu

rata-rata (McCabe, 2005).

Perpindahan kalor ke zat cair mendidih merupakan suatu langkah

yang perlu dilakukan dalam satuan operasi evaporasi (penguapan) dan

distilasi (penyulingan). Kondensasi (pengembunan) uap di atas permukaan

tabung yang lebih dingin dari suhu kondensasi uap sangat penting dalam

pengolahan uap seperti air, hidrokarbon, atau zat atsiri (mudah menguap)

lainnya (McCabe, 2005).

D. PERALATAN PENYULINGAN

Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam

penyulingan terdiri atas : ketel uap (steam boiler), ketel suling, bak pendingin (kondensor), dan labu pemisah minyak (florentine flask). Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri.

1. Ketel Uap (Boiler)

Uap boiler umumnya digunakan untuk keperluan proses pengolahan dan keperluan sanitasi pabrik serta pembersihan alat-alat pengolahan

(Wiraatmadja, 1989). Menurut Guenther (1947), boiler diperlukan pada

penyulingan dengan uap langsung. Namun terkadang diperlukan sejumlah

(37)

Menurut Ketaren (1985), ketel uap (boiler) dapat dibedakan

berdasarkan tekanannya yaitu boiler tekanan tinggi dan boiler tekanan

rendah. Boiler bertekanan tinggi akan menghasilkan uap dengan tekanan dan suhu tinggi. Pada tekanan dan suhu tinggi, uap mudah berpenetrasi ke

dalam bahan yang mengandung minyak atsiri. Bila uap mudah berpenetrasi

maka peristiwa kondensasi dalam boiler berkurang sehingga proses penyulingan akan semakin efisien. Boiler bertekanan rendah akan menghasilkan volume uap yang cukup besar. Pada proses penyulingan

dalam hal-hal tertentu, tekanan uap yang rendah diinginkan karena

menghasilkan minyak yang lebih mudah larut dalam alkohol dan tidak

mengandung resin.

Boiler yang ada umumnya dapat menggunakan bahan bakar kayu, gas alam, minyak, dan batu bara. Berdasarkan konfigurasinya, boiler dapat dibedakan menjadi boiler Haycock, boiler pipa air, boiler pipa api, dan

boiler tipe pipa api dan pipa air (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free encyclopedia.htm).

Boiler Haycock atau Pot boiler merupakan boiler kuno yang dibuat pada abad 18. Ukuran boiler Haycock sangat besar tapi hanya dapat menghasilkan uap dengan tekanan rendah. Boiler pipa air merupakan boiler

di mana air berada di dalam pipa dan lingkungan di sekitar pipa adalah gas

panas. Boiler pipa api merupakan boiler di mana air berada di luar pipa sedangkan di dalam pipa berupa gas panas. Boiler pipa air dan pipa api merupakan boiler yang sistemnya merupakan gabungan dari sistem boiler

pipa air dengan pipa api (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free

encyclopedia.htm).

Menurut Wiraatmadja (1989), boiler yang paling aman digunakan adalah boiler pipa air. Boiler pipa air dianggap aman karena resiko penggunaan yang ditimbulkan tidak tinggi bila dibandingkan penggunaan

pipa api. Hal tersebut terkait dengan jumlah air yang relatif lebih sedikit

(38)

pada instalasi besar mencapai 2.000 psig. Hal ini berarti bahwa boiler pipa air dapat dioperasikan pada tekanan 10 kali tekanan boiler pipa api.

2. Ketel Suling

Menurut Ketaren (1985), ketel suling adalah tempat bahan yang

akan disuling, di mana bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau

dengan uap. Ketel suling umumnya berbentuk silinder dan terbuat dari seng

tebal (galvanized sheet metal), dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat. Prinsip kerja penyulingan dengan uap langsung adalah bahan

baku diletakkan di atas saringan di dalam ketel dan dialirkan uap dari

tempat yang berbeda (dari boiler) (Santoso, 1990).

Konstruksi ketel suling dengan metode uap langsung memiliki

kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan ketel suling pada metode

kukus. Perbandingan diameter ketel suling pada metode uap langsung

dengan tingginya sebaiknya 1 : 1,5 (Rusli, 2003). Hal ini dimaksudkan agar

uap dapat kontak lebih lama dengan bahan yang disuling. Hubungan antara

tinggi dan diameter ketel yang digunakan tergantung dari sifat porositas

bahan yang diolah. Ketel yang berukuran tinggi, baik digunakan untuk

menyuling bahan yang bersifat kamba. Ketel berukuran kecil lebih cocok

untuk menyuling bahan yang bersifat kompak. Pengisian ketel pun

sebaiknya tidak terlalu penuh atau sekitar 2/3 dari kapasitas ketel (Ketaren,

1985).

Ketel suling ini dilengkapi pula dengan saringan yang berfungsi

untuk menahan daun dan ranting nilam yang akan disuling. Uap air

dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa di bawah saringan penahan

bahan yang akan disuling. Pipa yang digunakan dapat berbentuk “+” atau

lingkaran dan diberi lubang-lubang kecil pada bagian atasnya (Rusli, 2003).

3. Pendingin (Kondensor)

Menurut Ketaren (1985), kondensor adalah alat yang berupa bak

atau tabung silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk

(39)

Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli, 2003).

Perubahan fase uap menjadi fase cair disebut kondensasi. Saat

kondensasi terjadi perpindahan (pengeluaran) sejumlah panas dari fase uap.

Panas yang dikeluarkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dapat

dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :

Q = U x A x ∆T

Keterangan :

Q = panas yang dikeluarkan per satuan waktu (Btu/jam)

U = overall heat transfer coefficient (Btu/ft² jam °F) A = luas permukaan pipa yang dilalui uap (ft²)

∆T = beda antara suhu uap dan suhu air pendingin (°F)

Harga U tergantung dari bentuk pipa. Jika pipa berbentuk coil maka nilai U-nya = 40 Btu/ft² jam °F. Bila berbentuk tubular maka nilai U-nya =

200 Btu/ft² jam °F (Ketaren, 1985).

Pada sistem kondensor, suhu udara di sekeliling kondensor sangat

mempengaruhi suhu air dan panjang pipa dibuat antara 10 sampai 30 meter.

Cara pencairan uap yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air

pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak (Harris, 1993).

4. Pemisah Minyak (Separator)

Menurut Lutony dan Rahmawati (1994), penampung hasil

kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari

kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam

separator penguapan dan kehilangan minyak dicegah dengan

mempertahankan suhu destilat dalam separator berkisar antara 20 ºC sampai

dengan 25 ºC (Ketaren, 1985). Namun demikian, menurut Santoso (1990),

suhu destilat hasil penyulingan diperbolehkan mencapai 40 – 45 °C. Hal

tersebut dikarenakan minyak nilam tidak terlalu volatil dibandingkan

(40)

Separator pada sistem penyulingan dengan metode uap langsung

biasanya terdiri atas tiga ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pemisahan

minyak dapat dilakukan dengan sempurna (Rusli, 2003).

5. Bahan Peralatan Penyulingan

Cara penyulingan dan penanganan bahan baku tentunya dapat

mempengaruhi rendemen minyak nilam hasil sulingan. Namun demikian

bahan yang digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan penyulingan

juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi mutu minyak hasil sulingan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peralatan penyulingan

adalah logam yang digunakan untuk tempat bahan dan pipa pendingin coil

(Harris, 1993).

Logam yang digunakan untuk bahan peralatan penyulingan harus

tidak bereaksi dengan uap air dan uap minyak. Bila bereaksi atau

bersenyawa, hasil minyak akan rusak dan tidak laku dijual. Logam yang

terbukti tidak bereaksi atau bersenyawa dengan minyak atsiri adalah baja

tahan karat (stainless steel) dan kaca tahan panas. Logam-logam lainnya seperti : alumunium, tembaga, timah putih, besi (Fe), dan seng ada yang

bereaksi dengan minyak atsiri tertentu, ada yang tidak, bergantung pada

(41)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan dan Alat Uji Kinerja serta Efisiensi Sistem Penyulingan

a. Bahan

Bahan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi

sistem penyulingan adalah :

• Nilam kering dari Kuningan, Jawa Barat dengan umur simpan ≤ 7 hari sebagai bahan baku uji coba pada penelitian utama. Nilam

tersebut dipanen saat usia 4-6 bulan.

• Air pendingin digunakan untuk mengubah fase uap campuran minyak dan air menjadi fase cair campuran minyak dan air.

• Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar di boiler.

b. Alat

Peralatan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi

sistem penyulingan terdiri dari peralatan proses penyulingan dan

peralatan pengukuran dalam proses penyulingan. Berikut ini skema

peralatan penyulingan :

Gambar 2. Skema peralatan penyulingan

(42)

Peralatan pengukuran selama proses penyulingan di skala IKM

terdiri dari :

• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.

• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan

alat-alat dalam sistem penyulingan.

• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.

• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.

• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.

• Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter pipa. • Pencatat waktu (Stopwatch).

• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.

Peralatan pengukuran selama proses penyulingan menggunakan

alat penyulingan prototipe terdiri dari :

• Manometer/pressure gauge boiler digunakan untuk mengukur dan mengontrol tekanan di boiler dengan kapasitas 5 bar gauge.

• Manometer/pressure gauge di ketel suling digunakan untuk mengukur dan mengatur tekanan yang masuk ke dalam ketel suling

dengan kapasitas 2,5 bar gauge.

• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.

• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan

alat-alat dalam sistem penyulingan.

• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.

• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.

• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.

(43)

• Pencatat waktu (Stopwatch).

• Labu pemisah digunakan untuk memisahkan minyak dengan air pada saat setelah proses penyulingan.

• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.

2. Bahan dan Alat Uji Mutu Minyak Nilam Hasil Penyulingan

a. Bahan

Bahan yang digunakan untuk menguji mutu minyak nilam hasil

penyulingan antara lain : Na-sulfat anhidrat, etanol 90%, etanol 95 %,

indikator PP, larutan KOH 0.1 N, larutan KOH 0.5 N, dan larutan HCl

0.5 N.

b. Alat

Peralatan yang akan digunakan dalam analisa mutu minyak nilam

terdiri dari :

• Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel baik minyak nilam, kayu bakar, dan nilam kering dengan ketelitian empat

angka di belakang koma.

Clavenger digunakan untuk membaca volume minyak yang tersuling

dalam uji kadar minyak nilam kering.

Aufhauser digunakan untuk membaca volume air yang tersuling dalam pengujian kadar air nilam kering.

Oven digunakan dalam pengujian kadar air kayu bakar.

Heating Mantel digunakan sebagai pengganti penangas dalam

pengujian kadar minyak nilam kering.

• Penangas air digunakan sebagai pemanas dalam pengujian kadar air dan bilangan ester.

• Sirkulator digunakan untuk menyirkulasikan air pendingin yang digunakan dalam pengujian kadar air dan kadar minyak nilam kering

(44)

• Kondensor digunakan sebagai pendingin pada pengujian kadar air dan kadar minyak nilam kering serta pengujian bilangan ester.

• Sudip digunakan untuk menuangkan Na-sulfat anhidrat.

Alumunium foil digunakan sebagai pengganti cawan alumunium

dalam uji kadar air kayu bakar.

• Kain monel digunakan untuk menyaring minyak yang telah dimurnikan dengan Na-sulfat anhidrat.

• Polarimeter digunakan dalam pengukuran putaran optik minyak nilam.

• Refraktometer digunakan dalam pengukuran indeks bias minyak nilam.

• Piknometer digunakan untuk mengukur bobot jenis minyak nilam. • Peralatan analisis gelas minyak atsiri terdiri dari : termometer

alkohol, buret, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 50 ml,

gelas ukur 250 ml, gelas piala 250 ml, labu erlenmeyer 300 ml, labu

erlenmeyer 500 ml, pipet tetes, botol penampung, corong, labu distilasi 1000 ml, dan pipet tetes.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat yaitu penyulingan rakyat skala

IKM (Industri Kecil Menengah) di Cibeureum, Kuningan dan Laboratorium

Teknologi Industri Pertanian Leuwikopo, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan

mulai 8 Maret 2008 sampai dengan 10 Juli 2008.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu :

1. Penelitian Pendahuluan

a. Studi Kinerja Penyulingan Minyak Nilam IKM

Kegiatan studi kinerja penyulingan dilakukan untuk mengamati

proses penyulingan yang dilakukan di masyarakat. Studi kinerja

(45)

Kecil Menengah) di desa Sumur Wiru, Cibeureum, Kuningan. Kegiatan

studi kinerja juga meliputi :

1. Pengamatan kondisi proses dan disain alat penyulingan IKM secara

keseluruhan. Hal ini ditinjau dari parameter tekanan proses

penyulingan, waktu penyulingan, dan disain alat-alat penyulingan

yang digunakan.

2. Pengambilan data selama proses penyulingan di IKM. Data yang

diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam

yang disuling, suhu-suhu permukaan alat-alat penyulingan, dimensi

alat, laju penyulingan/destilat, lama waktu penyulingan, jumlah

minyak yang diperoleh, dan suhu destilat.

3. Pengamatan dan penghitungan kinerja serta efisiensi alat-alat

penyulingan berdasarkan disain dan proses.

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan

panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut : • Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :

Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)

Keterangan :

Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)

• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)

ma = Massa air yang diuapkan (kg)

cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)

Tin = Suhu air awal (K)

Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)

(46)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25

Keterangan :

Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)

dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)

c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25

Keterangan :

Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

At = Luas permukaan tutup ketel (m²)

a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K)

Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25

Keterangan :

Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)

dk = Diameter ketel suling (m²)

b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K)

(47)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25

Keterangan :

Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)

dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)

e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m²

K)

Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)

• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T

Keterangan :

Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)

U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)

∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)

• Persamaan Efisiensi Boiler :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (MJ)

Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

• Persamaan Efisiensi Ketel :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qb - QL

(48)

Keterangan :

Qb = Q dari boiler (MJ)

QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)

Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)

• Persamaan Efisiensi Kondensor :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qok - Qkk

Qout = Q yang diserap air pendingin

Keterangan :

Qok = Q keluar ketel (MJ)

Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)

• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %

Qin

Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)

Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

b. Uji Kosong Prototipe Alat-alat Penyulingan

Uji kosong dilakukan dengan dua cara yaitu uji kosong tanpa

bahan dan uji kosong dengan bahan (ampas). Masing-masing uji kosong

tersebut memiliki tujuan tertentu. Uji kosong tanpa bahan dimaksudkan

untuk memeriksa ada atau tidaknya kebocoran pada alat. Uji kosong

dengan bahan (ampas) dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi

penyulingan sesuai dengan yang diinginkan.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu

tahapan analisa kadar air dan kadar minyak nilam, proses penyulingan,

(49)

prototipe pemurnian minyak hasil penyulingan, dan analisa mutu minyak

hasil penyulingan. Kegiatan penelitian utama secara umum dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur kegiatan penelitian utama

a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam

Analisa kadar air digunakan untuk memeriksa kadar air nilam

kering pada saat sebelum dan sesudah proses penyulingan. Pengujian

kadar air digunakan untuk menentukan perhitungan kadar minyak nilam

basis kering. Menurut Santoso (1990) kadar air nilam kering yang Pengeringan

Perajangan (± 5 cm) Analisa kadar air

dan kadar minyak

Proses Penyulingan dengan P = 0,5 bar; 1 bar; 1,5 bar gauge

T = 6 jam

Pemurnian minyak dari air dengan Na-sulfat

anhidrat Analisa kadar air

dan kadar minyak

Analisa mutu minyak Nilam basah

Nilam kering

(50)

diharapkan untuk proses penyulingan 12-15 % (wb). Bila kadar air nilam

telah sesuai maka proses penyulingan dapat dilaksanakan. Gambar alat

analisa kadar air nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5

dan perhitungan serta prosedur analisa kadar air nilam terdapat dalam

Lampiran 4.

Analisa kadar minyak sebelum dan sesudah proses penyulingan

ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak yang terdapat

dalam nilam. Gambar alat analisa kadar minyak nilam yang digunakan

dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa

kadar minyak nilam terdapat dalam Lampiran 4.

b. Proses Penyulingan Minyak Nilam

Proses penyulingan minyak nilam dalam penelitian ini dilakukan

selama 6 jam. Pada saat proses penyulingan dilakukan tiga tahapan

perlakuan yang berdasarkan tekanan dalam ketel suling yaitu :

1. Menit ke-0 sampai menit ke-60, tekanan dalam ketel suling 0,5 bar.

2. Menit ke-61 sampai menit ke-180, tekanan dalam ketel suling 1 bar.

3. Menit ke-181 sampai menit ke-360, tekanan dalam ketel suling 1,5

bar.

Selama proses penyulingan dilakukan pengamatan beberapa

parameter seperti :

1. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan

disain.

2. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan

proses.

3. Pengambilan data proses penyulingan dengan perlatan prototipe per

30 menit. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang

digunakan, bobot nilam yang disuling, dimensi alat, suhu-suhu

permukaan alat penyulingan, laju penyulingan atau destilat, suhu

destilat, tekanan yang diterapkan, lama waktu penyulingan, dan

jumlah minyak yang diperoleh.

(51)

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan

panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut : • Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :

Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)

Keterangan :

Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et

al., 1989)

• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La + mu x cpu x (Tu – Td)

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)

ma = Massa air yang diuapkan (kg)

mu = Massa uap (kg)

cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)

cpu = Kapasitsa kalor jenis uap (2.010 joule/kg K)

Tin = Suhu air awal (K)

Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)

Tu = Suhu uap (K)

La = Panas laten air (2.256.000 joule/kg)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25

Keterangan :

Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)

dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)

Gambar

Gambar 2. Skema peralatan penyulingan
Gambar 3. Alur kegiatan penelitian utama
Gambar 5. Sketsa disain boiler skala IKM (tampak depan) : (a) Boiler,
Gambar 6. Fenomena pemasakan air dalam boiler IKM (tampak depan) : (a) air dalam boiler, (b) aliran panas api, (c) luas permukaan pindah panas boiler, (d) tungku, (e) ruang pembakaran di tungku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah utama yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan minyak atsiri pada umumnya dan nilam khususnya yaitu rendahnya produktivitas tanaman, mutu minyak yang

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model matematik yang dibentuk untuk keperlum prediksi dan optimasi sistem penyulingan minyak atsiri khususnya minyak nilam telah

Pemanfaatan limbah padat penyulingan minyak sereh wangi sebagai bahan aktif yang di- kombinasikan dengan limbah penyulingan minyak nilam dalam pembuatan dupa

Walaupun industri kecil penyulingan minyak nilam ini mempunyai peranan yang relatif kecil terhadap penyerapan tenaga kerja jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja

Hasil penelitian Haryanto (2008) yang berjudul Peranan Usaha Kecil Penyulingan Minyak Nilam Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes

Dalam pengolahan minyak nilam hal yang paling utama adalah pada proses penyulingan minyak nilam akhir, disini proses penyulingan menggunakan separator yang tidak

Dari hasil penyulingan batang dan daun nilam dengan perbandingan 1 : 3 (100 gr batang : 300 gr daun), maka untuk waktu selama 4 jam diperoleh penambahan volume minyak sebanyak 1

Minyak atsiri yang mudah menguap harus terus dijaga agar suhu distilat tidak terlalu tinggi akan tetapi bagi minyak nilam yang memiliki titik uap yang relatif lebih tinggi