EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA
PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK
NILAM
Oleh:
IVON WIDIAHTUTI F 34104028
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
RINGKASAN
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.
Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.
Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler
didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.
Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe
boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.
penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.
Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler
77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.
Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.
SUMMARY
Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).
The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.
There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.
Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).
the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.
Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.
EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
IVON WIDIAHTUTI
F 34104028
Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985
di Jakarta
Tanggal lulus : 12 Desember 2008
Menyetujui,
Bogor, Januari 2009
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 12 Desember 2008
Yang memberi pernyataan
Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti.
Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di
Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah
bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah
Bandiah.
Pendidikan formal penulis dimulai di Taman
Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun
1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri
Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada
tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang.
Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta
Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program
studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai
staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester
delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi
Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.
Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi,
Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang
dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan
Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis
menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat
Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli,
MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta
penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak
atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan
Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa,
dan kasih sayang.
2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik
ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama
masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang
telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan
penelitian.
4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai
dosen penguji skripsi ini.
5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan
Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.
6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi
ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.
7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.
8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto,
Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.
9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima
kasih atas kebersamaannya selama ini”.
Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan
skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi
pembacanya.
Halaman
D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10
1. Ketel Uap (Boiler) ... 10
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18
EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA
PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK
NILAM
Oleh:
IVON WIDIAHTUTI F 34104028
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
RINGKASAN
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.
Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.
Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler
didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.
Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe
boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.
penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.
Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler
77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.
Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.
SUMMARY
Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).
The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.
There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.
Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).
the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.
Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.
EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
IVON WIDIAHTUTI
F 34104028
Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985
di Jakarta
Tanggal lulus : 12 Desember 2008
Menyetujui,
Bogor, Januari 2009
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 12 Desember 2008
Yang memberi pernyataan
Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti.
Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di
Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah
bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah
Bandiah.
Pendidikan formal penulis dimulai di Taman
Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun
1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri
Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada
tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang.
Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta
Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program
studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai
staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester
delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi
Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.
Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi,
Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang
dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan
Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis
menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat
Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli,
MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta
penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak
atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan
Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa,
dan kasih sayang.
2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik
ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama
masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang
telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan
penelitian.
4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai
dosen penguji skripsi ini.
5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan
Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.
6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi
ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.
7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.
8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto,
Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.
9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima
kasih atas kebersamaannya selama ini”.
Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan
skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi
pembacanya.
Halaman
D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10
1. Ketel Uap (Boiler) ... 10
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. STUDI KINERJA PENYULINGAN MINYAK NILAM IKM ... 30
1. Kondisi Proses dan Disain Alat Penyulingan IKM Secara Umum ... 30
3. Kinerja dan Efisiensi Alat Penyulingan Berdasarkan Proses ... 42
a. Boiler Skala IKM ... 42
b. Ketel Suling Skala IKM ... 43
c. Kondensor Skala IKM ... 47
B. UJI KOSONG PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN ... 49
C. PENELITIAN UTAMA ... 50
3. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe ... 72
Halaman 1. Komponen-komponen terpen-O dalam minyak nilam ... 5
2. Persyaratan mutu minyak atsiri ... 6
3. Data luas permukaan pindah panas dan uap air yang dihasilkan
penyulingan IKM ... 33
4. Keterkaitan luas permukaan pindah panas dengan kehilangan panas
ketel ... 37
5. Kebutuhan kayu bakar terhadap jumlah uap air yang terbentuk ... 43
6. Keterkaitan tingkat kerapatan bahan dengan laju destilat ... 45
7. Kehilangan energi di ketel suling skala IKM ... 46
8. Data luas permukaan pindah panas boiler dan uap air yang dihasilkan
dalam prototipe penyulingan ... 52
9. Pengaruh penggunaan glasswool terhadap total kehilangan panas ... 58 10.Keterkaitan jumlah kehilangan panas dengan luas permukaan pindah
panas ketel ... 58
11.Data efisiensi energi dalam prototipe boiler ... 63 12.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap efisiensi prototipe ketel ... 70 13.Perbedaan penggunaan boiler skala IKM dengan prototipe boiler ... 73 14.Perbandingan efisiensi ketel skala IKM dengan prototipe ... 75
15.Perbandingan efisiensi kondensor skala IKM dengan prototipe ... 76
16.Perbedaan mutu minyak hasil skala IKM dengan prototipe ... 84
Halaman 1. Tanaman nilam ... 3
2. Skema peralatan penyulingan ... 15
3. Alur kegiatan penelitian utama ... 23
4. Skema pemurnian minyak nilam ... 29
5. Sketsa disain boiler skala IKM (tampak depan) ... 31 6. Fenomena pemasakan air dalam boiler IKM (tampak depan) ... 32 7. Sirkulasi oksigen dalam tungku skala IKM (tampak atas) ... 34
8. Fluktuasi jumlah destilat terhadap waktu ... 35
9. Ketel suling skala IKM ... 36
10.Fluktuasi kehilangan panas pada ketel suling skala IKM ... 38
11.Fenomena arah penetrasi uap dalam ketel IKM ... 39
12.Separator skala IKM ... 41
13.Fenomena jalur uap dalam ketel skala IKM ... 44
14.Efisiensi energi kondensor IKM ... 48
15.Akumulasi destilat terhadap lama waktu proses penyulingan skala IKM . 49
16.Sketsa boiler prototipe (tampak depan) ... 51 17.Sirkulasi udara dalam tungku dengan blower (tampak samping) ... 53 18.Kestabilan tekanan uap air dalam prototipe boiler ... 54 19.Fenomena aliran uap prototipe ketel suling ... 56
20.Perbandingan kehilangan panas di dinding ketel prototipe dengan IKM .. 57
21.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap kehilangan panas dinding ketel prototipe ... 58
22. Perbandingan kehilangan panas di tutup dan bodem ketel ... 60
23. Disain prototipe separator ... 61
24. Fenomena penetrasi uap tanpa rat hole ... 63 25. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap total kehilangan panas ketel ... 65
26. Hubungan peningkatan tekanan terhadap kehilangan panas di tiap bagian
ketel ... 66
30. Efisiensi prototipe ketel... 71
31. Efisiensi prototipe kondensor ... 72
32. Neraca energi proses penyulingan IKM ... 80
33. Neraca energi proses penyulingan prototipe ... 81
34. Daun dan batang nilam kering ... 83
35. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap jumlah minyak ... 86
36. Perbandingan minyak hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe ... 87
37. Perbandingan minyak nilam per tahapan tekanan ... 87
38. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai indeks bias minyak nilam 89
39. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai bobot jenis minyak nilam 90
40. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai putaran optik ... 92
41. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan asam ... 93
42. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan ester ... 95
1. Data-data yang diukur di penyulingan IKM ... 104
2. Form data-data di penyulingan Prototipe ... 110
3. Perhitungan efisiensi dan kehilangan energi ... 117
4. Prosedur analisis karakterisasi minyak atsiri ... 128
5. Analisa kadar air dan kadar minyak ... 134
6. Hasil analisa mutu minyak nilam skala IKM dengan prototipe ... 135
7. Gambar peralatan penyulingan ... 137
I. PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki kekayaan alam berupa flora dan fauna yang sangat
beragam. Diantara keragaman flora tersebut terdapat tanaman-tanaman yang
mengandung minyak atsiri dan tanaman yang menjadi bahan baku dalam
pembuatan produk di berbagai industri.
Berdasarkan perkembangan industri minyak atsiri di dunia, tanaman yang
sangat potensial sebagai tanaman penghasil minyak atsiri adalah tanaman
nilam (Pogostemon cablin Benth). Kebutuhan minyak nilam di pasar dunia semakin meningkat sesuai dengan peningkatan penggunaannya di industri
kosmetik, obatan-obatan, dan antibiotik. Penggunaan minyak nilam di industri
kosmetik dipusatkan sebagai bahan fiksatif dalam pembuatan parfum.
Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $
52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok
utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia
berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 % (Ferry dan Emmyzar,
2004). Oleh karena itu, peluang pasar minyak nilam bagi Indonesia masih
cukup besar. Hal tersebut merupakan salah satu peluang Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para petani dan penyuling
nilam serta meningkatkan devisa negara.
Pada umumnya minyak nilam yang dihasilkan para petani dan penyuling
di Indonesia masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun
produktivitas serta efisiensi produksi. Peningkatan produktivitas minyak nilam
dapat dilakukan dengan memperhatikan kinerja sistem penyulingan dalam
proses produksi minyak nilam yang terkait dengan disain alat-alat penyulingan.
Peningkatan kualitas minyak nilam dapat dilakukan dengan pengendalian dan
pengontrolan selama proses produksi minyak nilam.
Proses produksi yang efisien tentunya dapat meningkatkan keuntungan
dan mengurangi biaya produksi. Pengefisienan dalam produksi minyak nilam
dapat dilakukan dengan penggunaan bahan bakar (kayu bakar) dan air
efisiensi waktu penyulingan telah dilakukan oleh Lesmayanti (2004).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, proses penyulingan dengan tekanan
bertahap terbukti dapat mengefisienkan waktu penyulingan.
B.Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini yaitu meningkatkan kinerja dan efisiensi
sistem penyulingan minyak nilam agar mendapatkan rendemen yang tinggi
dengan kualitas yang cukup baik. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Menentukan faktor-faktor penentu kinerja dan efisiensi proses pada
prototipe minyak penyulingan.
2. Menentukan keterkaitan disain alat dan disain proses dengan kinerja dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN NILAM
Nilam (Pogostemon sp) termasuk famili Labiateae. Indonesia memiliki tiga jenis nilam yaitu nilam Aceh (P. cablin BENTH), nilam Jawa (P. heyneanus), dan P. hortensis. Namun, kebanyakan nilam yang dibudidayakan adalah nilam Aceh. Hal ini dikarenakan nilam Aceh memiliki kadar minyak
dan kualitas yang lebih tinggi (Nuryani dan Sutjihno, 1994).
Tanaman nilam merupakan tumbuhan semak dengan tinggi 0,3 sampai
dengan 3,0 meter, pada daerah yang memiliki curah hujan 2.300 – 3.000
mm/tahun (Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), tanaman nilam dapat
tumbuh subur pada jenis tanah regosol, latosol, dan aluvial. Tanah-tanah
tersebut memiliki tekstur lempung berpasir, pH 6-7, dan tidak tergenang air.
Berikut ini gambar tanaman nilam.
Gambar 1. Tanaman Nilam
Panen pertama dilakukan terhadap tanaman nilam yang telah berumur 4 –
5 bulan. Panen berikutnya dilakukan berturut-turut dengan jarak waktu 2 – 3
bulan, sampai tanaman berumur 2 tahun dan harus diremajakan (Harris, 1993).
B. MINYAK NILAM
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan
dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut,
maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara, yaitu penyulingan
(distillation), pengepresan (expression), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan absorbsi oleh lemak padat (enfleurasi atau maserasi) (Ketaren, 1985). Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), metode yang
digunakan untuk memproduksi minyak atsiri yaitu : ekstraksi, pengepresan,
dan distilasi. Umumnya metode yang digunakan yaitu penyulingan.
Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan
ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga
banyak digunakan sebagai pewangi parfum dan zat fiksatif (pengikat). Selain
sebagai fiksatif dalam parfum, daun nilam dapat digunakan sebagai pelembab
kulit, untuk pewangi (aroma) masakan atau kue dengan proses oksidasi dan
dihidrolisis dengan isogeunolasetat, dan untuk obat anti infeksi (Santoso,
1990). Semua bagian tanaman nilam yaitu akar, batang, dan tangkai daunnya
mengandung minyak nilam. Minyak nilam yang berasal dari akar dan batang
memiliki nilai berat jenis yang tinggi, mutu, dan rendemen yang rendah bila
dibandingkan dengan minyak dan daun, sehingga tidak dapat disuling
(Ketaren, 1985).
Kandungan minyak nilam terdapat pada waktu tunas mengeluarkan tiga
daun pertama. Minyak nilam mengandung komponen-komponen seperti :
patchouly alcohol, patchouly camphor, eugenol, benzaldehyde, cinnamic aldehyde, dan cadinene (Santoso, 1990). Kandungan ini tidak bertambah, meskipun daun bertambah lebar. Oleh karena itu, panen pertama dapat
dilakukan setelah tumbuh lima pasang daun (Harris, 1993).
Berdasarkan komponen kimianya minyak nilam dibagi menjadi dua
golongan utama, yaitu golongan terpen dan terpen-O. Komponen-komponen
golongan terpen diantaranya α-bulnesen, seychellen, α-patchoulen, dan δ
-kadinen. Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan terpen-O
disebut juga sebagai komponen-komponen berat diantaranya norpatchoulol,
patchouli alkohol, dan pogostol (Manitto, 1981). Komponen-komponen
minyak nilam lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komponen-komponen terpen dan terpen-O dalam minyak nilam
Menurut Santoso (1990), penyinaran matahari pada daun nilam dapat
mempengaruhi warna daun dan kadar minyaknya. Nilam yang terkena sinar
matahari langsung maka daunnya berwarna merah kekuningan dan kadar
minyaknya tinggi. Nilam yang tidak terkena sinar matahari secara langsung
Mutu minyak nilam tergantung pada kondisi prapanen, saat panen, dan
pasca panen. Pasca panen menyangkut masalah warna, bobot jenis, zat asing,
dan sebagainya (Santoso, 1990). Minyak nilam hasil sulingan dapat
digolongkan menjadi empat jenis mutu yang dibedakan menurut aroma yaitu :
1. Jenis ordinary dan medium, merupakan hasil penyulingan dari Indonesia dan Singapura.
2. Jenis special dan extra special, merupakan hasil penyulingan dari Perancis dan Inggris, di mana penyulingan dilakukan secara tidak langsung dan daun
dipilih dahulu (Harris, 1993).
Berdasarkan SNI 06-2385-2006 persyaratan mutu minyak nilam
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu minyak nilam
No. Karakterisasi Satuan Standar
1. Warna
Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau
padatan dari dua macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik
uapnya. Proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air
(Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), penyulingan adalah salah satu cara
untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang
cara mengalirkan uap jenuh (saturated or supersaturated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan.
Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air selama
penyulingan ditentukan oleh tiga faktor yaitu : • Besarnya tekanan uap yang digunakan
• Berat molekul masing-masing komponen dalam minyak • Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Ketaren, 1985)
Berdasarkan hasil penelitian Racharto (1992), air merupakan sumber uap
panas pada metode penyulingan dengan uap langsung. Uap panas yang
dihasilkan terdapat di dalam ketel uap (boiler) yang letaknya terpisah dari ketel
suling. Uap yang dihasilkan adalah uap jenuh atau uap lewat panas
(superheated steam) pada tekanan lebih dari 101,304 kPa. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori, terletak di bawah bahan dan uap
bergerak ke atas melewati bahan yang diletakkan di atas saringan. Pada
penyulingan uap, diameter ketel suling lebih kecil dari tingginya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak bahan dengan uap sehingga
akan mempercepat proses penyulingan.
Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan
suhu dan tekanan atau dengan menggunakan superheated steam. Namun demikian, hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar
mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Minyak atsiri dengan
mutu tinggi akan diperoleh dengan proses penyulingan pada suhu rendah atau
suhu tinggi dengan waktu yang singkat (Ketaren, 1985). Metode penyulingan
yang tepat dan proses yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan minyak
atsiri yang bermutu tinggi dan rendemen yang tinggi pula.
Menurut Guenther dalam Racharto (1992), faktor penting pada proses
penyulingan adalah pengaruh suhu (panas). Tekanan pada penyulingan dapat
diatasi, akan tetapi suhu uap atau campuran yang menerobos bahan dalam ketel
suling dapat berfluktuasi. Pada umumnya minyak atsiri bersifat labil pada suhu
tinggi. Minyak bermutu tinggi dapat diperoleh dengan cara penyulingan pada
Menurut Guenther dalam Racharto (1992), penyulingan dengan uap
langsung sebaiknya dimulai dari tekanan uap yang rendah (sekitar 1 atm),
kemudian secara bertahap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Jika
permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia
dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Apabila minyak dalam bahan
diperkirakan telah habis tersuling, maka tekanan uap ditingkatkan lagi.
Peningkatan tekanan uap tersebut dimaksudkan untuk menyuling komponen
minyak yang bertitik didih lebih tinggi.
Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), penyulingan terdiri atas :
penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan
air yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri
mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan.
Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang
mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses
penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang
mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang
dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan.
Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling
yang dihasilkan dengan waktu (kg destilat/m2 jam). Laju penyulingan harus
diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju
penyulingan terlalu rendah, maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang
padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung sempurna.
Jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui
bahan dengan membentuk jalur uap (rathole), serta mengangkut partikel bahan ke dalam kondensor. Laju penyulingan dapat diukur dengan menampung dan
menimbang kondensat yang dihasilkan per satuan waktu (Ketaren, 1985).
1. Sifat Termal Uap
Menurut Kulshrestha (1989), uap merupakan bagian cairan yang
diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung
partikel-partikel cairan di dalamnya. Partikel-partikel-partikel cairan akan teruapkan dengan
memiliki sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Beberapa
metode pemanasan dan ekspansi dari uap adalah sebagai berikut :
a. Volume konstan.
b. Tekanan dan suhu konstan.
c. pv konstan atau hiperbolik. d. pvn konstan.
e. Entropi konstan.
f. Ekspansi bebas.
2. Pindah Panas
Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang
dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik,
energi potensial, energi mekanis, dan panas. Pengetahuan tentang
mekanisme perpindahan panas mutlak diperlukan untuk dapat memahami
peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam pemanasan, pendinginan,
pendidihan, pengeringan, distilasi, evaporasi, kondensasi, dan lainnya
(Utomo, 1984).
Menurut Utomo (1984), ada tiga cara perpindahan panas yaitu : • Secara molekular, disebut konduksi.
• Secara aliran, disebut konveksi. • Secara gelombang, disebut radiasi.
Zat yang tidak bergerak, contohnya padatan, panas pindah hanya
secara konduksi. Panas berpindah karena getaran molekul dari satu molekul
ke molekul lainnya. Pada fluida terjadi juga konduksi panas, akan tetapi di
samping itu panas lebih banyak dipindahkan secara konveksi. Panas di
dalam fluida berpindah karena terbawa massa fluida yang bergerak sebagai
aliran. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi
alami dan konveksi paksa. Konveksi alami pada fluida disebabkan oleh
adanya perbedaan densitas antara beberapa tempat, terkait dengan adanya
selisih temperatur antara tempat-tempat itu. Konveksi paksa disebabkan
adanya usaha dari luar terhadap fluida, contohnya oleh pompa atau
Menurut McCabe (2005), perpindahan kalor terjadi apabila dua
benda yang memiliki suhu berbeda mengalami kontak, maka kalor akan
mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.
Aliran kalor tersebut akan selalu mengarah kepada penurunan suhu.
Pengaliran kalor tersebut dapat dibedakan menjadi tiga mekanisme yaitu :
konduksi, konveksi, dan radiasi.
Perhitungan perpindahan kalor didasarkan atas luas penukaran
pemanasan. Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam
penampang arus itu akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami
pemanasan, suhu maksimum terdapat pada dinding permukaan pemanas,
dan berangsur-angsur ke arah pusat arus. Oleh karena itu diperlukan suhu
rata-rata (McCabe, 2005).
Perpindahan kalor ke zat cair mendidih merupakan suatu langkah
yang perlu dilakukan dalam satuan operasi evaporasi (penguapan) dan
distilasi (penyulingan). Kondensasi (pengembunan) uap di atas permukaan
tabung yang lebih dingin dari suhu kondensasi uap sangat penting dalam
pengolahan uap seperti air, hidrokarbon, atau zat atsiri (mudah menguap)
lainnya (McCabe, 2005).
D. PERALATAN PENYULINGAN
Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam
penyulingan terdiri atas : ketel uap (steam boiler), ketel suling, bak pendingin (kondensor), dan labu pemisah minyak (florentine flask). Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri.
1. Ketel Uap (Boiler)
Uap boiler umumnya digunakan untuk keperluan proses pengolahan dan keperluan sanitasi pabrik serta pembersihan alat-alat pengolahan
(Wiraatmadja, 1989). Menurut Guenther (1947), boiler diperlukan pada
penyulingan dengan uap langsung. Namun terkadang diperlukan sejumlah
Menurut Ketaren (1985), ketel uap (boiler) dapat dibedakan
berdasarkan tekanannya yaitu boiler tekanan tinggi dan boiler tekanan
rendah. Boiler bertekanan tinggi akan menghasilkan uap dengan tekanan dan suhu tinggi. Pada tekanan dan suhu tinggi, uap mudah berpenetrasi ke
dalam bahan yang mengandung minyak atsiri. Bila uap mudah berpenetrasi
maka peristiwa kondensasi dalam boiler berkurang sehingga proses penyulingan akan semakin efisien. Boiler bertekanan rendah akan menghasilkan volume uap yang cukup besar. Pada proses penyulingan
dalam hal-hal tertentu, tekanan uap yang rendah diinginkan karena
menghasilkan minyak yang lebih mudah larut dalam alkohol dan tidak
mengandung resin.
Boiler yang ada umumnya dapat menggunakan bahan bakar kayu, gas alam, minyak, dan batu bara. Berdasarkan konfigurasinya, boiler dapat dibedakan menjadi boiler Haycock, boiler pipa air, boiler pipa api, dan
boiler tipe pipa api dan pipa air (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free encyclopedia.htm).
Boiler Haycock atau Pot boiler merupakan boiler kuno yang dibuat pada abad 18. Ukuran boiler Haycock sangat besar tapi hanya dapat menghasilkan uap dengan tekanan rendah. Boiler pipa air merupakan boiler
di mana air berada di dalam pipa dan lingkungan di sekitar pipa adalah gas
panas. Boiler pipa api merupakan boiler di mana air berada di luar pipa sedangkan di dalam pipa berupa gas panas. Boiler pipa air dan pipa api merupakan boiler yang sistemnya merupakan gabungan dari sistem boiler
pipa air dengan pipa api (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free
encyclopedia.htm).
Menurut Wiraatmadja (1989), boiler yang paling aman digunakan adalah boiler pipa air. Boiler pipa air dianggap aman karena resiko penggunaan yang ditimbulkan tidak tinggi bila dibandingkan penggunaan
pipa api. Hal tersebut terkait dengan jumlah air yang relatif lebih sedikit
pada instalasi besar mencapai 2.000 psig. Hal ini berarti bahwa boiler pipa air dapat dioperasikan pada tekanan 10 kali tekanan boiler pipa api.
2. Ketel Suling
Menurut Ketaren (1985), ketel suling adalah tempat bahan yang
akan disuling, di mana bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau
dengan uap. Ketel suling umumnya berbentuk silinder dan terbuat dari seng
tebal (galvanized sheet metal), dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat. Prinsip kerja penyulingan dengan uap langsung adalah bahan
baku diletakkan di atas saringan di dalam ketel dan dialirkan uap dari
tempat yang berbeda (dari boiler) (Santoso, 1990).
Konstruksi ketel suling dengan metode uap langsung memiliki
kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan ketel suling pada metode
kukus. Perbandingan diameter ketel suling pada metode uap langsung
dengan tingginya sebaiknya 1 : 1,5 (Rusli, 2003). Hal ini dimaksudkan agar
uap dapat kontak lebih lama dengan bahan yang disuling. Hubungan antara
tinggi dan diameter ketel yang digunakan tergantung dari sifat porositas
bahan yang diolah. Ketel yang berukuran tinggi, baik digunakan untuk
menyuling bahan yang bersifat kamba. Ketel berukuran kecil lebih cocok
untuk menyuling bahan yang bersifat kompak. Pengisian ketel pun
sebaiknya tidak terlalu penuh atau sekitar 2/3 dari kapasitas ketel (Ketaren,
1985).
Ketel suling ini dilengkapi pula dengan saringan yang berfungsi
untuk menahan daun dan ranting nilam yang akan disuling. Uap air
dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa di bawah saringan penahan
bahan yang akan disuling. Pipa yang digunakan dapat berbentuk “+” atau
lingkaran dan diberi lubang-lubang kecil pada bagian atasnya (Rusli, 2003).
3. Pendingin (Kondensor)
Menurut Ketaren (1985), kondensor adalah alat yang berupa bak
atau tabung silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk
Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli, 2003).
Perubahan fase uap menjadi fase cair disebut kondensasi. Saat
kondensasi terjadi perpindahan (pengeluaran) sejumlah panas dari fase uap.
Panas yang dikeluarkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :
Q = U x A x ∆T
Keterangan :
Q = panas yang dikeluarkan per satuan waktu (Btu/jam)
U = overall heat transfer coefficient (Btu/ft² jam °F) A = luas permukaan pipa yang dilalui uap (ft²)
∆T = beda antara suhu uap dan suhu air pendingin (°F)
Harga U tergantung dari bentuk pipa. Jika pipa berbentuk coil maka nilai U-nya = 40 Btu/ft² jam °F. Bila berbentuk tubular maka nilai U-nya =
200 Btu/ft² jam °F (Ketaren, 1985).
Pada sistem kondensor, suhu udara di sekeliling kondensor sangat
mempengaruhi suhu air dan panjang pipa dibuat antara 10 sampai 30 meter.
Cara pencairan uap yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air
pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak (Harris, 1993).
4. Pemisah Minyak (Separator)
Menurut Lutony dan Rahmawati (1994), penampung hasil
kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari
kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam
separator penguapan dan kehilangan minyak dicegah dengan
mempertahankan suhu destilat dalam separator berkisar antara 20 ºC sampai
dengan 25 ºC (Ketaren, 1985). Namun demikian, menurut Santoso (1990),
suhu destilat hasil penyulingan diperbolehkan mencapai 40 – 45 °C. Hal
tersebut dikarenakan minyak nilam tidak terlalu volatil dibandingkan
Separator pada sistem penyulingan dengan metode uap langsung
biasanya terdiri atas tiga ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pemisahan
minyak dapat dilakukan dengan sempurna (Rusli, 2003).
5. Bahan Peralatan Penyulingan
Cara penyulingan dan penanganan bahan baku tentunya dapat
mempengaruhi rendemen minyak nilam hasil sulingan. Namun demikian
bahan yang digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan penyulingan
juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi mutu minyak hasil sulingan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peralatan penyulingan
adalah logam yang digunakan untuk tempat bahan dan pipa pendingin coil
(Harris, 1993).
Logam yang digunakan untuk bahan peralatan penyulingan harus
tidak bereaksi dengan uap air dan uap minyak. Bila bereaksi atau
bersenyawa, hasil minyak akan rusak dan tidak laku dijual. Logam yang
terbukti tidak bereaksi atau bersenyawa dengan minyak atsiri adalah baja
tahan karat (stainless steel) dan kaca tahan panas. Logam-logam lainnya seperti : alumunium, tembaga, timah putih, besi (Fe), dan seng ada yang
bereaksi dengan minyak atsiri tertentu, ada yang tidak, bergantung pada
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan dan Alat Uji Kinerja serta Efisiensi Sistem Penyulingan
a. Bahan
Bahan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi
sistem penyulingan adalah :
• Nilam kering dari Kuningan, Jawa Barat dengan umur simpan ≤ 7 hari sebagai bahan baku uji coba pada penelitian utama. Nilam
tersebut dipanen saat usia 4-6 bulan.
• Air pendingin digunakan untuk mengubah fase uap campuran minyak dan air menjadi fase cair campuran minyak dan air.
• Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar di boiler.
b. Alat
Peralatan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi
sistem penyulingan terdiri dari peralatan proses penyulingan dan
peralatan pengukuran dalam proses penyulingan. Berikut ini skema
peralatan penyulingan :
Gambar 2. Skema peralatan penyulingan
Peralatan pengukuran selama proses penyulingan di skala IKM
terdiri dari :
• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.
• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan
alat-alat dalam sistem penyulingan.
• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.
• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.
• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.
• Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter pipa. • Pencatat waktu (Stopwatch).
• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.
Peralatan pengukuran selama proses penyulingan menggunakan
alat penyulingan prototipe terdiri dari :
• Manometer/pressure gauge boiler digunakan untuk mengukur dan mengontrol tekanan di boiler dengan kapasitas 5 bar gauge.
• Manometer/pressure gauge di ketel suling digunakan untuk mengukur dan mengatur tekanan yang masuk ke dalam ketel suling
dengan kapasitas 2,5 bar gauge.
• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.
• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan
alat-alat dalam sistem penyulingan.
• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.
• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.
• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.
• Pencatat waktu (Stopwatch).
• Labu pemisah digunakan untuk memisahkan minyak dengan air pada saat setelah proses penyulingan.
• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.
2. Bahan dan Alat Uji Mutu Minyak Nilam Hasil Penyulingan
a. Bahan
Bahan yang digunakan untuk menguji mutu minyak nilam hasil
penyulingan antara lain : Na-sulfat anhidrat, etanol 90%, etanol 95 %,
indikator PP, larutan KOH 0.1 N, larutan KOH 0.5 N, dan larutan HCl
0.5 N.
b. Alat
Peralatan yang akan digunakan dalam analisa mutu minyak nilam
terdiri dari :
• Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel baik minyak nilam, kayu bakar, dan nilam kering dengan ketelitian empat
angka di belakang koma.
• Clavenger digunakan untuk membaca volume minyak yang tersuling
dalam uji kadar minyak nilam kering.
• Aufhauser digunakan untuk membaca volume air yang tersuling dalam pengujian kadar air nilam kering.
• Oven digunakan dalam pengujian kadar air kayu bakar.
• Heating Mantel digunakan sebagai pengganti penangas dalam
pengujian kadar minyak nilam kering.
• Penangas air digunakan sebagai pemanas dalam pengujian kadar air dan bilangan ester.
• Sirkulator digunakan untuk menyirkulasikan air pendingin yang digunakan dalam pengujian kadar air dan kadar minyak nilam kering
• Kondensor digunakan sebagai pendingin pada pengujian kadar air dan kadar minyak nilam kering serta pengujian bilangan ester.
• Sudip digunakan untuk menuangkan Na-sulfat anhidrat.
• Alumunium foil digunakan sebagai pengganti cawan alumunium
dalam uji kadar air kayu bakar.
• Kain monel digunakan untuk menyaring minyak yang telah dimurnikan dengan Na-sulfat anhidrat.
• Polarimeter digunakan dalam pengukuran putaran optik minyak nilam.
• Refraktometer digunakan dalam pengukuran indeks bias minyak nilam.
• Piknometer digunakan untuk mengukur bobot jenis minyak nilam. • Peralatan analisis gelas minyak atsiri terdiri dari : termometer
alkohol, buret, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 50 ml,
gelas ukur 250 ml, gelas piala 250 ml, labu erlenmeyer 300 ml, labu
erlenmeyer 500 ml, pipet tetes, botol penampung, corong, labu distilasi 1000 ml, dan pipet tetes.
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat yaitu penyulingan rakyat skala
IKM (Industri Kecil Menengah) di Cibeureum, Kuningan dan Laboratorium
Teknologi Industri Pertanian Leuwikopo, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
mulai 8 Maret 2008 sampai dengan 10 Juli 2008.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu :
1. Penelitian Pendahuluan
a. Studi Kinerja Penyulingan Minyak Nilam IKM
Kegiatan studi kinerja penyulingan dilakukan untuk mengamati
proses penyulingan yang dilakukan di masyarakat. Studi kinerja
Kecil Menengah) di desa Sumur Wiru, Cibeureum, Kuningan. Kegiatan
studi kinerja juga meliputi :
1. Pengamatan kondisi proses dan disain alat penyulingan IKM secara
keseluruhan. Hal ini ditinjau dari parameter tekanan proses
penyulingan, waktu penyulingan, dan disain alat-alat penyulingan
yang digunakan.
2. Pengambilan data selama proses penyulingan di IKM. Data yang
diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam
yang disuling, suhu-suhu permukaan alat-alat penyulingan, dimensi
alat, laju penyulingan/destilat, lama waktu penyulingan, jumlah
minyak yang diperoleh, dan suhu destilat.
3. Pengamatan dan penghitungan kinerja serta efisiensi alat-alat
penyulingan berdasarkan disain dan proses.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan
panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut : • Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :
Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)
Keterangan :
Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)
• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)
ma = Massa air yang diuapkan (kg)
cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)
Tin = Suhu air awal (K)
Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25
Keterangan :
Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)
dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)
c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25
Keterangan :
Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
At = Luas permukaan tutup ketel (m²)
a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K)
Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25
Keterangan :
Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)
dk = Diameter ketel suling (m²)
b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25
Keterangan :
Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)
dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)
e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m²
K)
Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)
• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T
Keterangan :
Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)
U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)
∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)
• Persamaan Efisiensi Boiler :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (MJ)
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
• Persamaan Efisiensi Ketel :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Di mana, Qin = Qb - QL
Keterangan :
Qb = Q dari boiler (MJ)
QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)
Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)
• Persamaan Efisiensi Kondensor :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Di mana, Qin = Qok - Qkk
Qout = Q yang diserap air pendingin
Keterangan :
Qok = Q keluar ketel (MJ)
Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)
• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %
Qin
Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
b. Uji Kosong Prototipe Alat-alat Penyulingan
Uji kosong dilakukan dengan dua cara yaitu uji kosong tanpa
bahan dan uji kosong dengan bahan (ampas). Masing-masing uji kosong
tersebut memiliki tujuan tertentu. Uji kosong tanpa bahan dimaksudkan
untuk memeriksa ada atau tidaknya kebocoran pada alat. Uji kosong
dengan bahan (ampas) dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi
penyulingan sesuai dengan yang diinginkan.
2. Penelitian Utama
Penelitian utama ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu
tahapan analisa kadar air dan kadar minyak nilam, proses penyulingan,
prototipe pemurnian minyak hasil penyulingan, dan analisa mutu minyak
hasil penyulingan. Kegiatan penelitian utama secara umum dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur kegiatan penelitian utama
a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam
Analisa kadar air digunakan untuk memeriksa kadar air nilam
kering pada saat sebelum dan sesudah proses penyulingan. Pengujian
kadar air digunakan untuk menentukan perhitungan kadar minyak nilam
basis kering. Menurut Santoso (1990) kadar air nilam kering yang Pengeringan
Perajangan (± 5 cm) Analisa kadar air
dan kadar minyak
Proses Penyulingan dengan P = 0,5 bar; 1 bar; 1,5 bar gauge
T = 6 jam
Pemurnian minyak dari air dengan Na-sulfat
anhidrat Analisa kadar air
dan kadar minyak
Analisa mutu minyak Nilam basah
Nilam kering
diharapkan untuk proses penyulingan 12-15 % (wb). Bila kadar air nilam
telah sesuai maka proses penyulingan dapat dilaksanakan. Gambar alat
analisa kadar air nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5
dan perhitungan serta prosedur analisa kadar air nilam terdapat dalam
Lampiran 4.
Analisa kadar minyak sebelum dan sesudah proses penyulingan
ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak yang terdapat
dalam nilam. Gambar alat analisa kadar minyak nilam yang digunakan
dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa
kadar minyak nilam terdapat dalam Lampiran 4.
b. Proses Penyulingan Minyak Nilam
Proses penyulingan minyak nilam dalam penelitian ini dilakukan
selama 6 jam. Pada saat proses penyulingan dilakukan tiga tahapan
perlakuan yang berdasarkan tekanan dalam ketel suling yaitu :
1. Menit ke-0 sampai menit ke-60, tekanan dalam ketel suling 0,5 bar.
2. Menit ke-61 sampai menit ke-180, tekanan dalam ketel suling 1 bar.
3. Menit ke-181 sampai menit ke-360, tekanan dalam ketel suling 1,5
bar.
Selama proses penyulingan dilakukan pengamatan beberapa
parameter seperti :
1. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan
disain.
2. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan
proses.
3. Pengambilan data proses penyulingan dengan perlatan prototipe per
30 menit. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang
digunakan, bobot nilam yang disuling, dimensi alat, suhu-suhu
permukaan alat penyulingan, laju penyulingan atau destilat, suhu
destilat, tekanan yang diterapkan, lama waktu penyulingan, dan
jumlah minyak yang diperoleh.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan
panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut : • Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :
Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)
Keterangan :
Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et
al., 1989)
• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La + mu x cpu x (Tu – Td)
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)
ma = Massa air yang diuapkan (kg)
mu = Massa uap (kg)
cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)
cpu = Kapasitsa kalor jenis uap (2.010 joule/kg K)
Tin = Suhu air awal (K)
Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)
Tu = Suhu uap (K)
La = Panas laten air (2.256.000 joule/kg)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25
Keterangan :
Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)
dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)