• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Perkembangan Spasial Secara Horisontal

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Proses Perkembangan Spasial Secara Horisontal

Di dalam studi kota proses ini menjadi penentu bertambah luasnya areal kekotaan dan makin padatnya bangunan di bagian dalam kota sehingga secara definitif dapat dirumuskan sebagai suatu proses penambahan ruang yang terjadi secara mendatar dengan menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah bagian dalam kota (Yunus, 2005; 59).

Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan peggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya ( Yunus, 1999;107).

Pengambilan proses perkembangan spasial secara horizontal di lakukan untuk mengetahui pola atau proses perubuhan penggunaan lahan terbangun. Sumber analisis proses perkembangan spasial secara horizontal menggunakan citra. Karena keterbatasan informasi yang ada di dalam citra mengenai kondisi penggunaan lahan terbangunan terutamanya yaitu proses perkembangan spasial secara vertikal (kondisi bangungunan bertingkat) maka, dalam penelitian ini peneliti hanya mengkaji proses perkembangan spasial secara horizontal saja.

Berdasarkan pengertiannya, jalan lingkar luar merupakan jalan radial yang terletak di luar kota. Tujuan dari dibangunnya jalan lingkar luar yaitu untuk mengalihkan pergerakan lalu lintas ke luar kota serta dapat merangsang

pertumbuhan perumahan/pemukiman maupun kegiatan-kegiatan ekonomi karena ada kemudahan prasarana transportasi. Sehingga dalam proses perkembangan spasial horizontal, proses ini tidak lain merupakan sentrifugal. Makin banyak dan kuat faktor-faktor penarik yang ada di daerah pinggiran kota terhadap penduduk dan fungsi-fungsi, makin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.

Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005; 60-68) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara sentrifugal ini dan sekaligus akan mencerminkan variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota. 1. Faktor aksesibiltas

Aksesibilitas yang dimaksud dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal. aksesibilitas fisikal tidak lain merupakan tingkat kemudahan suatu lokasi dapat dijangkau oleh berbagai lokasi lain. Visualisasi nilai aksesibilitas dapat dihitung berdasarkan time cost value/distance, money cost value/distance maupun physical distance.

2. Faktor pelayanan umum

Merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan untuk dating ke arahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkosentrasi pada suatu wilayah, maka akan makin besar daya tarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan. Pusat pelayanan mum sangat banyak macamnya antara lain, kampus pendidikan, pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, kompleks industry, pusat rehabilitasi, rumah sakit,

tempat ibadah, tempat rekeasi dan olah raga, stasiun kereta api, stasiun bus, bandara dan lain sejenisnya.

3. Faktor karakteristik lahan

Sebagian besar bangunan baru di daerah pinggiran kota akan digunakan untuk permukiman maupun tempat mengakomodasikan parasarana penunjang kegiatan, maka lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografinya relative datar, atau mempunyai kemiringan yang kecil, air tanahnya relative dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah akan mempunyaidaya tarik yang lebih besar terhadappenduduk maupun fungsi-fungsi lain kekotaan di bandingkan dengan daerah yang skor komposit variable karakteristik lahannya lebih rendah. Demikian pula bentuk pemanfaatan lahan yang berbeda akan mempunyai daya tarik yang berbeda pula dan faktor keamanan menjadi bahan pertimbangan pula bagi seseorang yang akan membangun.

4. Faktor karakteristik kepemilikan lahan

Pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi kuat akan berbeda dengan pemilik lahan yang bersetatus ekonomi lemah. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi lebih lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat untuk menjual lahannya dibandingkan dengan mereka yang mempunyai status ekonomi kuat (Yunus, 2001).

5. Faktor keberadaan peraturan yang mengatur tata ruang

Pada daerah tertentu dimana diberlakukan peraturan yang membatasi pembangunan permukiman maupun pembangunan fisik lainnya karena wilayahnya telah ditentukan sebagai daerah terbuka hijau, maka selama peraturan yang adadilaksanakan secara konsisten dan konsekuen maka disana tidak akan terjadi perkembangan fisikal yang berarti.

6. Faktor prakarsa pengembang

Pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup luas maka keberadaan kompleks yang dibangun akan mempunyai dampak yang cukup besar pula terhadap lingkungan sekitar. Daerah tertentu yang mungkin sebelum dibeli oleh pengembang merupakan lahan yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat rendah, setelah dibeli dan dimanfaatkan oleh pengembang untuk pembangunan kawasan pemukiman elit dengan sarana dan prasarana lengkap dan baik, maka daerah yang bersangkutan akan berubah menjadi daerah yang sangat menarik pemukiman-pemukima baru maupun bentuk kegiatan ekonomi. Daerah semacam ini akan mempunyai akselerasi perkembangan spasial yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak dijamah oleh pengembang.

Menurut Yunus (1999;124-129) dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya

kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Pengambilan alihan lahan non urban oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota disebut sebagai invasion. Perambatan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut urban sprawl. Secara garis besar ada 3 macam proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl), yaitu: a. Tipe pertama oleh Clark ( 1971 ) disebut sebagai “lowdensity, continous

development” dan oleh Wallace ( 1980 ) disebut “concentric development”. Jadi ini merupakan jenis perambatan areal kekotaan yang paling lambat. Perambatan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar penampakan fisik kota. Berikut Gambar 2.2. merupakan model penjalaran fisik kota secara konsentris.

Gambar 2.2. Model penjalaran fisik kota secara konsentris (Yunus, 1999:126)

b. Tipe perambatan memanjang (ribbon development/linear development/axial development) menunjukan ketidak meratan perambatan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perambatan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Berikut ini Gambar 2.3. merupakan model penjalaran fisik kota secara memanjang/linear.

Gambar 2.3. Model penjalaran fisik kota secara memanjang/linier (Yunus, 1999:128)

c. Perambatan yang meloncat ( leap frog development/checkerboard development ), tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan, tidak efisiensi dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi perpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Tipe ini sangat cepat menimbulkan dampak negatife terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi. Berikut ini Gambar 2.4. merupakan model penjalaran fisik kota secara meloncat.

Gambar 2.4. Model penjalaran fisik kota secara meloncat (Yunus, 1999:129).

Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005:60) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara sentrifugal ini dan sekaligus akan mencerminkan

variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota. Keenam faktor tersebut ialah (a) faktor aksesibilitas (accessibility); (b) faktor pelayanan umum (public services); (c) karekteristik lahan (land characteristics); (d) karakteristik lahan (land owners characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang (developers initiatives).

Dokumen terkait