i
KOTA SALATIGA TAHUN 2006-2014
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Disusun oleh:
Alwan Hazmi 3211410006
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
iv
saya sendiri, bukanlah jiplakan dari karya orang lain , baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini
dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 31 Agustus 2015
v
Rencana kadang tak sesuai yang di harapkan. Kadang sesuai, kadang meleset…
Kadang mujur, kadang ancur.
Bagaikan permainan catur. Jalan sudah terlihat…
Namun susah ditebak.
This life nothing is impossible.
( Sumber : Alwan Hazmi)
PERSEMBAHAN :
Kupersembahkan teruntuk
Kedua Orang tuaku, Ayahku Sultoni dan Ibuku Anif
Muawanah.
kedua Saudaraku, Diana Saefi dan Basik Muawan.
Keluarga, Sahabat...
vi
dan kemudahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi
untuk meraih gelar sarjana yang berjudul “Perubahan Spasial Akibat
Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga” pada Jurusan Geografi
Universitas Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari
beberapa pihak-pihak terkait. Oleh sebab itu, penulis meyampaikan ucapan
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah mengijinkan penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas
yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini.
4. Drs Hariyanto, M.Si. Ketua Program Prodi Studi Geografi Universitas Negeri
Semarang dan Dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu,
memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan motivasi demi
vii
pengarahan dan masukan sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini,
7. Bapak Sultoni dan Ibu Anif Muawanah yang selalu memberikan dukungan dari
masuk perguruan tinggi hingga akhir penyusunan skripsi.
8. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan Jurusan Geografi, terimakasih untuk ilmu
yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
9. Pemerintah Kota Salatiga yang telah memberikan izin penelitian.
10.Kepada BAPPEDA Kota Salatiga Bagian Bidang Perencanaan Wilayah yang
telah banyak memberikan informasi dan data-data sekunder.
11.Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga Bagian Bidang Binamarga atas
informasinya mengenai Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga.
12.Segenap SKPD Kota Salatiga dari Kecamatan dan Kelurahan yang wilayahnya
dilewati Jalan Lingkar Selatan Salatiga, atas informasinya.
13.Teman-teman GIS Unnes 2010, kalian teman seperjuangan yang memberiku
inspirasi.
14.Teman-teman Kos Muhziani yang telah memberikan kenangan dan
pengalaman selama saya tinggal semasa kuliah
15.Seluruh pihak yang tidak dapat satu per satu, terimakasih atas dukungan dan
viii
sangat kami harapkan demi peningkatan manfaat skripsi ini. Akhir kata semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan berguna bagi
pembaca pada umumnya.
Semarang, 31 Agustus 2015
ix
Kata Kunci: Masyarakat, Dampak pembangunan, Jalan Lingkar Selatan Salatiga.
Panjang Jalan Lingkar Selatan Salatiga dibangun sepanjang ± 11,3 kilometer dan lebar 21 meter yang melewati 3 kecamatan meliputi 7 kelurahan. Pembangunan jalan tersebut, akan mengakibatkan perubahan keruangan antara sebelum dan sesudah dibangunnya JLS. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah dibangunnya JLS (2) Mengidentifikasi proses perkembangan wilayah secara fisik disekitar JLS (3) Dampak pembangunan JLS terhadap aspek geografi ekonomi masyarakat sekitar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Populasi pada penelitian ini adalah wilayah kelurahan yang dilewati JLS Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel area. Ada 3 kecamatan meliputi 7 kelurahan sampel dan 100 responden. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan interpretasi citra. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis spasial dan analisis statistic deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Luas lahan terbangun pada tahun 2006 sebesar 25.8%, dan tahun 2014 sebesar 28.2%. Sedangkan lahan non terbangun pada tahun 2006 sebesar 74.2%, dan tahun 2014 sebesar 71.7%. Hal ini menggambarkan dengan dibangun JLS, pemanfaatan lahan di sekitar jalan tersebut sangat terpenguruh. (2) Terdapat dua tipe proses perambatan lahan terbangun di wilayah sekitar wilayah JLS Salatiga berdasarkan teori Urban Sprawl yaitu tipe linear development dan tipe leap frog development. Tipe perambatan linear development dapat dijumpai di kelurahan Pulutan dan sepanjang JLS Salatiga Kelurahan Cebongan. Sedangkan tipe perambatan leap frog development, dapat dijumpai di Kelurahan Kumpulrejo (3) Aspek geografi ekonomi masyarakat yang ada di sekitar JLS Salatiga berpengaruh baik setelah dibangunnya JLS Salatiga. Seperti penghasilan 81,75%, kepemilikan kendaraan 77%, kondisi bangunan rumah 93,50%, harga lahan 92,25%, itensitas perjalanan 72,25% dan waktu tempuh perjalanan 83%. Sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitar setelah dibangunnya JLS Salatiga yaitu kemudahan dalam mendapatkan angkutan 59,25 dan ongkos transport 58%. Batas pengaruh yang digunakan 2,40 atau 60%.
x
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATAPENGANTAR ... vi
SARI ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTARTABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.4Manfaat Penelitian ... 5
1.5Batasan Istilah ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1.Sistem Transportasi ... 8
2.1.1. Pengertian Transportasi ... 9
2.1.2. Pengertian Jaringan Jalan ... 10
2.1.3. Jalan Lingkar (Ring Road) ... 12
2.1.4. Transportasi dan Pembangunan Wilayah ... 14
2.2.Perubahan Lahan dan Transportasi... 15
2.2.1. Pengertian Lahan ... 15
2.2.2. Jenis Penggunaan Lahan ... 17
2.2.3. Sistem Transportasi dan Perubahan Guna Lahan ... 18
xi
2.4.2. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap
Aspek Ekonomi ... 30
2.5.Penelitian yang Relevan ... 32
2.6.Kerangka Pikir Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN... 37
4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 49
4.1.2. Kondisi Topografi ... 53
4.1.3. Kependudukan... 53
4.1.4. Prasarana dan Sarana Transportsi ... 54
4.1.5. Perubahan Penggunaan Lahan/ Landuse Time Series ... 55
4.1.6. Proses Perkembangan Wilayah Kota Secara Fisik... 61
4.1.6.1.Proses perkembangan spasial secara horisontal ... 61
4.1.7. Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat ... 64
4.1.7.1.Itensitas Melakukan Perjalanan... 64
4.1.7.2.Jarak dan Waktu Perjalanan Menuju Ibu Kota ... 68
4.1.7.3.Waktu Tunggu Angkutan Umum ... 71
4.1.7.4.Pengeluaran Ongkos Transport ... 77
4.1.7.5.Penghasilan ... 80
4.1.7.6.Kepemilikan Kendaraan ... 84
xii
Fisik ... 94
4.2.3. Analisis Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat ... 96
BAB V PENUTUP ... 100
5.1.Simpulan ... 100
5.2.Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 102
xiii
Tabel 2. Estimasi Manfaat dan Resiko Pembangunan Jalan Lingkar ... 14
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas ... 29
Tabel 4. Penelitian yang Relafan ... 32
Tabel 5. Jumlah dan Sebaran Lokasi Responden ... 40
Tabel 6. Variabel Penelitian Data Sekunder ... 40
Tabel 7. Variabel Penelitian Data Primer ... 41
Tabel 8. Indikator Katagori Penelitian... 47
Tabel 9. Klasifikasi Sebutan Instrumen yang Digunakan ... 47
Tabel 10. Luas wilayah Kota Salatiga menurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2012 ... 51
Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Salatiga Tahun 2012 ... 54
Tabel 12. Panjang Jalan menrut Kelas Jalan, Tahun 2009-2012 ( m ) ... 55
Tabel 13. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 1993/1994, 2006, dan 2014 di kelurahan sekitar JLS yaituCebongan, Randuacir Kumpulrejo, Dukuh, Kecandran, Pulutan dan Blotongan ... 59
Tabel 14. Itensitas Melakukan perjalanan dalam Sehari Sebelum JLS Kota Salatiga Dibangun ... 65
Tabel 15. Itensitas Melakukan Perjalanan dalam Sehari Sesudah JLS Kota Salatiga Dibangun ... 67
Tabel 16. Jarak dari Kelurahan ke Ibu Kota Salatiga ... 68
Tabel 17. Waktu Perjalanan ke Ibu Kota Sebelum JLS Kota Salatiga Dibangun ... 69
Tabel 18. Waktu Perjalanan ke Ibu Kota Sesudah JLS Kota Salatiga Dibangun ... 70
xiv
Dibangun ... 78 Tabel 23. Ongkos Transport dalam SehariSesudah JLS Kota Salatiga
Dibangun ... 80 Tabel 24. Jumlah penghasilan per bulan Sebelum di bangunnya JLS Kota
Salatiga ... 81 Tabel 25. Jumlah penghasilan per bulan sesudah di bangunnya JLS Kota
Salatiga ... 82 Tabel 26. Tingkat kepemlikan kendaraan warga JLS sebelum di bangunnya
JLS Kota Salatiga ... 85 Tabel 27. Tingkat kepemilikan kendaraan warga JLS sesudah di bangunnya
JLS Kota Salatiga ... 86 Tabel 28. Kondisi rumah Sebelum di bangunnya JLS Kota Salatiga ... 88 Tabel 29. Kondisi rumah sesudah di bangunnya JLS Kota Salatiga ... 89 Tabel 30. Presentase nilai harga lahan sebelum di bangunnya JLS Kota
Salatiga ... 91 Tabel 31. Presentase nilai harga lahan Sesudah di bangunnya JLS Kota
Salatiga ... 92
xv
Gambar 2.2. Model penjalaran fisik kota secara konsentris ... 25
Gambar 2.3. Model penjalaran fisik kota secara memanjang/linier ... 26
Gambar 2.4. Model penjalaran fisik kota secara meloncat ... 26
Gambar 2.5. Keterkaitan Aksesibilitas, Tata Guna Lahan Pola Kegiatan dan Transportasi ... 29
Gambar 2.6. Kerangka Pikir Penelitian... 36
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 48
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Salatiga ... 50
Gambar 4.2. Peta Lokasi Penelitian Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga ... 52
Gambar 4.3. Peta Perubahan Penggunaan Lahan di Wilayah Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga tahun 2006-2014 ... 57
Gambar 4.4. Beberapa jenis penggunaan lahan yang ada di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 60
Gambar 4.5. Peta Perkembangan Spasial Secara Horizontal JLS Salatiga dari Tahun 2006-2014 ... 63
Gambar 4.6. Peta Rute Angkutan Umum Kota Salatiga ... 74
Gambar 4.7. Angkutan kota yang melitas di wilayah sekitar Jalan Lingkar Selatan Salatiga... 77
Gambar 4.8. Kondisi tempat-tempat usaha yang ada di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 83
Gambar 4.9. Kondisi bangunan rumah di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga... 90
Gambar 4.10. Landuse Time Series Sebelum dan Sesudah dibangunnya Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 93
xvi
dibangunnya Jalan Lingkar Selatan Salatiga Menurut
xvii
1 1.1.Latar Belakang
Fungsi transportasi salah satunya adalah sebagai pendorong, yaitu
berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan
daerah terisolasi atau terpencil dengan daerah berkembang yang ada diluar
wilayah, sehingga terjadi interaksi pembangunan antar kedua daerah tersebut,
yang selanjutnya akan mendorong terjadinya pertumbuhan perekonomian yang
setrategis.
Menurut Fidel (2011) secara umum, tujuan transportasi adalah
memberikan kemudahan dalam segala kegiatan masyarakat. Kemudahan
aksesibilitas ini diartikan sebagai mudahnya lokasi tujuan itu dicapai (tampa
memandang jauh atau dekatnya lokasi tersebut) kemudahan ini dapat menyangkut
berbagai aspek, seperti mudahnya faktor-faktor produksi yang didapatkan,
mudahnya informasi menyebar, mudahnya pergerakan (mobilitas) penduduk, dan
lain-lain.
Kota Salatiga merupakan satu dari lima kota yang berada di Jawa Tengah.
Terletak di lereng timur Gunung Merbabu menjadikan daerah Salatiga menjadi
lebih sejuk dan memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah seperti tanah
yang subur dan potensi wisata alam. Selain itu kota Salatiga juga terletak di antara
nasional yang menghubungkan jalur perekonomian dan jasa. Jalan tersebut
mempunyai kepadatan arus lalu lintas yang sangat tinggi, dan merupakan jalan
utama yang menghubungkan kota Semarang dan Solo.
Perkembangan perekonomian yang berpusat di kota, menjadikan
ketidakmerataan pembangunan perekonomian di sejumlah wilayah yang berada di
sekitar wilayah kota Salatiga. Permasalahan kemacetan dan pertumbuhan
ekonomi yang ada di pusat kota membuat Pemerintah Kota Salatiga membuat
sebuah rencana yang dapat memecahkan masalah tersebut yaitu dengan
membangun jalan lingkar luar.
Pembangunan tersebut didasari oleh kebutuhan masyarakat akan
transportasi yang mudah dan cepat yang menghubungkan Kota Salatiga dengan
kota-kota kecil disekitarnya dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan
perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitar Jalan Lingkar Selatan
Salatiga (JLS). Menurut hasil wawancara dengan (Staf BAPPEDA Bidang Perencanaan Wilayah Kota Salatiga, 2014), mengatakan “Panjang Jalan Lingkar
Selatan Salatiga ini dibangun sepanjang ± 11,3 kilometer dan lebar 21 meter yang
membentang dari sebelah Selatan sampai Utara Salatiga dan melewati 3
kecamatan terdiri 7 kelurahan. Pembangunan Jalan Lingkar Salatiga sudah
direncanakan sejak tahun 1999 kemudian mulai dibangun pada tahun 2005 dan
selesai tahun 2011. Jalan lingkar selatan Salatiga diharapkan nantinya dapat
Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Salatiga pada
tahun 2013 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 2,48 trilyun, dan atas dasar
konstan sebesar RP. 1,08 trilyun. Perkembangan nilai PDRB Kota Salatiga atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2011-2013
Tahun
2011 2.029.266,37 353,47 961.024,62 167,39 2012* 2.235.711,12 389,42 1.018.1045,45 177,34 2013** 2.482.283.70 432,37 1.080.656,98 188,23
Catatan : *) Angka Sementara **) Angka sementara sekali
Sumber : Produk Domestik Regionel Bruto Kota Salatiga 2013 ( BPS Kota
kegiatan perekonomian di Kota Salatiga telah meningkatkan produksi barang dan
jasa 1,88 kali dibandingkan tahun 2011. Pencapaian ini tidak lepas dari peran serta
masyarakat yang ada di sekitar wilayah JLS Salatiga.
Pembangunan JLS Salatiga akan menimbulkan suatu dampak perubahan
positif maupun negatif. Peningatan arus transportasi akan mempengaruhi
aksesibilitas dan mobilitas penduduk JLS Salatiga, peningkatan harga lahan
disertai dengan konversi lahan dari lahan pertanian ke lahan terbangun dan
meningkatnya kondisi perekonomian masyarakat karena di sepanjang Jalan
jasa. Hal tersebut telah tercantum pada data PDRB kota Saltiga di atas bahwa
terdapat peningkatan pendapatan daerah Kota Salatiga.
Melihat adanya suatu perubahan yang timbul di sekitar JLS Salatiga
sebelum dan sesudah dibangun Jalan tersebut, maka perlu adanya suatu penelitian
yang menggambarkan perubahan spasial sebelum dan sesudah JLS Salatiga
dibangun yang didalamnya mencangkup perubahan penggunaan lahan, proses
arah perkembangan wilayah secara fisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat
sekitar jalan lingkar. Hasil dari penelitian ini merupakan gambaran umum
perubahan sebelum dan sesudah dibangun JLS Salatiga yang menggambarkan
perubahan baik dari aspek fisik maupun non fisik .
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan di kawasan jalan lingkar
luar Kota Salatiga?
2. Bagaimana kondisi perkembangan wilayah di kawasan jalan lingkar luar
Kota Salatiga secara fisik?
3. Seberapa jauh dampak pembangunan jalan lingkar luar terhadap aspek
geografi ekonomi masyarakat sekitar?
1.3Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi tingkat perubahan penggunaan lahan di sekitar kawasan
jalan lingkar luar Kota Salatiga sebelum dan sesudah dibangunnya jalan
tersebut.
2. Mengidentifikasi proses perkembangan wilayah Kota Salatiga secara fisik
3. Mengetahui seberapa jauh dampak pembangunan jalan lingkar luar
terhadap aspek geografi ekonomi masyarakat sekitar.
1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memberikan wawasan
keilmuan dibidang geografi pada umumnya dan khususnya perubahan spasial, di
mana waktu ke waktu perkembangan wilayah mengalami suatu perubahan akibat
pembangunan jalan lingkar luar baik aspek fisik yaitu perubahan penggunaan
lahan sebelum dan sesudah dibangunnya jalan lingkar luar dan proses
perkembangan wilayah di sekitar JLS Salatiga secara fisik maupun aspek non
fisik sosial ekonomi masyarakat sekitar JLS Salatiga.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi
Pemerintah Daerah Kota Salatiga khususnya Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga untuk pertimbangan perencanaan wilayah di
sekitar jalan lingkar selatan Salatiga setelah adanya jalan tersebut, sehingga
kedepannya perencanan tersebut dapat bermanfaat untuk membangun dan
memajukan wilayah kota Salatiga.
1.5Batasan Istilah
Batasan Istilah merupakan batasan dasar sebagai acuan dalam proses
penelitian. Tujuannya yaitu agar dalam melaksanakan penelitian diperoleh
pembangunan jalan lingkar luar serta untuk menghindari perbedaan presepsi.
Berikut ini beberapa batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Menurut Tarigan (2005;110) Spasial (Ruang) adalah tempat untuk suatu
benda/kegiatan atau apabila kosong bisa diisi dengan suatu benda/kegiatan.
Dalam hal ini kata "tempat" adalah berdimensi tiga dan kata benda/kegiatan
berarti benda/kegiatan apa saja tampa batas. Ruang yang dimaksud dalam
penelitian disini adalah perubahan penggunaan lahan, proses perkembangan
spasial secara horizontal dan kegiatan manusia dari segi geografi dan keadaan
ekonomi masyarakat.
2. Jalan Lingkar luar yaitu Jalan yang dibangun di pinggiran kota yang
melingkari pusat suatu kota dan berfungsi sebagai pengalih pergerakan lalu
lintas di dalam kota guna mencegah kemacetan yang terjadi di kota dan
sebagai perangsang pertumbuhan perekonomian wilayah yang berada di
pinggiran kota tersebut. Jalan lingkar luar dalam penelitian ini adalah jalan
lingkar selatan Kota Salatiga.
3. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan oleh aktifitas
terhadap suatu lahan yang berbeda dengan aktifitas sebelumnya, baik untuk
tujuan komersial maupun untuk industri (Kristiani, 2007). Perubahan
penggunaan lahan yang diteliti di JLS Salatiga merupakan penggunaan lahan
terbangun dan penggunaan lahan non terbangun dari tahun 2006 sampai
4. Menurut Yunus (2005:59), proses perkembangan spasial secara horizontal
adalah suatu proses penambahan ruang secara mendatar dengan cara
menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di daerah pinggiran kota
maupun di daerah-daerah dalam kota.
5. Geografi ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan dan
perbedaan fonomena geosfer dengan sudut pandang keruangan yang bidang
studinya struktur aktivitas ekonomi dengan manusia sebagai obyek pokoknya
yang di dalamnya meliputi bidang pertanian,
industri-perdagangan-komunikasi-transportasi dan lain sebagainya. Aspek geografi dalam
penelitian ini yaitu aksesibilitas dan dan mobilitas penduduk dan aspek
ekonomi masyarakat meliputi nilai lahan, pendapatan, kondisi bangunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka atau dapat disebut kajian literatur merupakan bagian dari
kegiatan penelitian sebagai sebuah proses mencari berbagai literatur yang
berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini agar
tepat dalam melakukan penelitian yang menunjukkan kajian dari perubahan
spasial akibat pembangunan jalan lingkar selatan Kota Salatiga dari tahun 2006
sampai 2014, pustaka atau literatur yang digunakan sebagai berikut.
2.1Sistem Transportasi
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling
berkaitan. Dalam setiap sistem organisasi, perubahan pada satu komponen dapat
menyebabkan perubahan komponen lainnya. Dalam sistem mekanis, komponen
berhubungan secara 'mekanis', misalnya komponen dalam mesin mobil. Dalam
sistem 'tidak-mekanis', misalnya dalam interaksi sistem tata guna lahan dengan
sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat berhubungan secara
mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem'kegiatan') dapat
menyebabkan perubahan komponen lainnya (sistem 'jaringan' dan sistem
'pergerakan'). Pada dasarnya, prinsip sistem 'mekanis' sama saja dengan sistem
'tidak-mekanis'. (Tamin, 2000;26).
Sistem transportasi adalah untuk menggerakan lalu lintas dari satu tempat
ke tempat lain. Seseorang penumpang bermaksud untuk pergi dari suatu tempat,
suatu tempat asal, ke tempat yang lain, suatu tempat tujuan, sama halnya dengan
angkutan barang (Adisasmita, 2011;118)
Fungsi sistem transportasi ialah untuk dapat memindahkan suatu benda.
Obyek yang akan dipindahkan mungkin mencangkup benda benda tak bernyawa
seperti sumber alam, hasil produksi pabrik, bahan makanan dan benda hidup
seperti manusia, binatang dan tanaman (Marlok, 1984;79).
Penulis sependapat dengan pernyataan Adisasmita, yakni system
transportasi adalah untuk menggerakan lalulintas dari satu tempat ke tempat lain.
Seseorang penumpang bermaksud untuk pergi dari suatu tempat, suatu tempat
asal, ke tempat yang lain, suatu tempat tujuan, sama halnya dengan angkutan
barang.
2.1.1 Pengertian Transportasi
Transportasi adalah permintaan turunan, artinya seseorang biasanya
melakukan perjalanan bukan hanya dengan tujuan untuk melakukan perjalanan
semata melainkan untuk tujuan yang tertentu seperti pergi bekerja, atau pergi
berbelanja, atau pergi ke sekolah dan sebagainya umumnya (Khisty, 2003;76).
Menurut Salim (1993;6), Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang
(muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi
terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu
a. Pemindahan / pergerakan (movement)
b. Secara fisik mengubah tempat dari barang (komotiti) dan penumpang ke
Transportasi secara umum dapat diartikan sebagai usaha pemindahan atau
pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal, ke lokasi
lain, yang biasa disebut lokasi tujuan untuk keperluan tertentu dengan
mempergunakan alat tertentu pula (Miro, 2012;1).
Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pemindahan barang maupun
orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan media perantara.
2.1.2 Pengertian Jaringan Jalan
Menurut (Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004),tentang jalan, Jalan
adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan pelengkapnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori
dan jalan kabel. Sedangkan jalan umum menurut fungsinya (Pasal 8) di
kelompokan menjadi :
a. Jalan Alteri
Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan Kolektor
Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri pejalanan jarak sedang, kecepatan rata - rata sedang, dan
c. Jalan Lokal
Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata - rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak di batasi.
d. Jalan Lingkungan
Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata - rata rendah.
Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin
dalam hubungan hierarki. Jaringan jalan berdasarkan sistem ( pelayanan
penghubung ) terbagi atas (Peraturan Pemerintah Nomer 34 Tahun 2006) :
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tataruang dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujut pusat-pusat kegiatan sebagai berikut :
1) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai kepusat kegiatan lingkungan ; dan
2) Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan sekunder di susun berdasarkan rencana tataruang
wilayah kabupaten/ kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus
kawasan yang mempunyai funsi primer, funsi sekunder ke satu, fungsi sekunder
Jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan primer dan jaringan jalan
sekunder. Jaringan jalan primer berfungsi sebagai pelayanan distribusi barang dan
jasa dengan skala tingkat nasional. Sedangkan jaringan jalan sekunder, merupakan
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa hanya berada
dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan sifat dan fungsinya jalan umum
debedakan atas jalan alteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan.
2.1.3 Jalan Lingkar (Ring Road)
Dalam Kamus Tata Ruang (Direktorat Jenderal Cipta Karya Depertemen
Pekerjaan Umum) di sebutkan Jalan Lingkar adalah semua jalan yang melingkari
pusat suatu kota yang fungsinya agar kendaraan dapat mencapai bagian kota
tertentu tanpa harus melalui pusat kota atau bagian kota lainnya untuk
mempercepat perjalanan dari satu sisi kota ke sisi kota lainnya. Menurut Tamin
(2000) dalam Oktora (2011;16), Jalan Lingkar yaitu jalan yang melingkari suatu
wilayah yang pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengalihkan pergerakan
lalu lintas agar jangan memasuki wilayah yang bersangkutan sehingga kemacetan
yang timbul karena pembebanan yang terlalu banyak pada jalan arteri radial dapat
dihindari.
Terdapat tiga bentuk jalan lingkar, yaitu sebagai :
a. Jalan Lingkar Dalam Kota.
Jika kita bayangkan bentuk dasar jalan kota sebagai roda pedati, lalu jari -
jarinya sebagai rute - rute radial. Poros dari roda pedati sebagai jalan lingkar
b. Jalan Lingkar Outer
Jalan lingkar outer dapat dianggap sebagai velg roda. Walaupun biasanya
digunakan untuk lalulintas langsung yang memotong kota, kegunaan aslinya
adalah untuk melayani lalu lintas kota itu sendiri dengan menghubungkan
masyarakat dan kegiatan luar sebagai distributor diantara radial.
c. Jalan Lingkar Intermediate
Jalan lingkar intermediate melayani kebutuhan lalu lintas yang di inginkan
untuk mencapai titik antara jalan - jalan lingkar inner dan outer.
Manfaat lain dari pembangunan jalan lingkar di pinggiran kota adalah
berupa rangsangan tumbuhnya perumahan/pemukiman maupun kegiatan-kegiatan
ekonomi karena ada kemudahan prasarana transportasi, maka lebih sedikit waktu
yang digunakan oleh penduduk di daerah yang dilalui jalan raya tersebut dalam
mengangkut hasil produksinya ke pasar atau ke daerah lain untuk dijual dengan
demikian pendapatan serta produktivitas masyarakat tersebut akan meningkat dan
dapat diharapkan keutuhan dan masa depan keluarga yang terjamin. Selain itu
dapat merangsang tumbuhnya atau berkembangnya daerah baru bahkan dengan
dibangunnya jalan raya di pinggir kota nilai atau harga tanah di sekitar atau
sepanjang jalan tersebut akan meningkat karena desa yang dilalui relatif mudah
dijangkau dibanding dengan keadaan sebelumnya, disamping usaha untuk
mengurangi kemacetan jalan raya yang sudah ada (Suparmoko, 2002; Gayatri,
2012;25). Berikut ini merupakan estimasi manfaat dan resiko pembangunan jalan
Tabel 2. Estimasi Manfaat dan Resiko Pembangunan Jalan Lingkar
Jalan lingkar luar di bangun di pinggiran kota yang melingkari pusat suatu
kota. Fungsi dari jalan lingkar luar yaitu sebagai pengalih pergerakan lalu lintas di
dalam kota guna mencegah kemacetan yang terjadi di kota dan sebagai
perangsang pertumbuhan perekonomian wilayah yang berada di pinggiran kota
tersebut.
2.1.4 Transportasi dan Pembangunan Wilayah
Black, J.A (1981) dalam Wahab (2009;42), tumbuh dan berkembangnya
suatu wilayah dapat dianalisa dengan pendekatan transportasi, dimana sistem
dalam berbagai kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah
tersebut. Dengan kata lain macetnya sistem transportasi wilayah akan
menghambat mobalitas investasi dan kegiatan perekonomian masyarakat.
Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan
kedudukan bagi masyarakat guna kelangsungan pembangunan suatu wilayah.
Sering kali kita mendengar bahwa transportasi merupakan alat penggerak
perekonomian. Majunya suatu kota ditentukan dari baik buruknya kondisi
transportasi wilayah tersebut. Fungsi transportasi yaitu sebagai usaha penyediaan
fasilitas, baik sarana maupun prasarana transportasi dalam jumlah yang cukup
untuk menunjang kelangsungan pembangunan wilayah.
1.3Perubahan Lahan dan Transportasi
Aktivitas transportasi disuatu wilayah mengakibatkan berbagai interaksi
seperti antara pekerja dan tepat mereka bekerja, antara rumah tangga dan pasar,
dan antara pelajar dan sekolah. Selain adanya interaksi, aktivitas transportasi juga
mengakibatkan perubahan suatu lahan karena kemudahan aksesibilitas dan
semakin tingginya permintaan ruang untuk aktivitas manusia seperti permukiman
dan tempat kegiatan ekonomi.
2.2.1. Pengertian Lahan
Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktifitas.
Lahan merupakan sumber daya alam yang terbatas yang dalam penggunaanya
memerlukan penataan, penyediaan dan peruntukannya secara berencana untuk
maksud-maksud penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat, Sugandhy 1999
lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi,
dan termasuk vegetasi, di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Sedangkan menurut kamus tata ruang, lahan adalah lahan/tanah
terbuka yang dihubungkan dengan arti atau fungsi sosial ekonominya bagi
masyarakat yang dapat berupa tanah/lahan terbuka, tanah/lahan garapan maupun
tanah/lahan yang belum diolah atau diusahakan.
Lahan merupakan sumber daya alam yang terpenting dalam pembangunan
wilayah, akan tetapi perlu dipahami bahwa lahan mempunyai karakteristik
tertentu (Tamin, 1997; Wahab, 2009;44) yaitu:
a. Mempunyai sifat khusus yaitu permanen (tidak dapat dihancurkan atau dibuat
baru), lokasi yang pasti ( tidak dapat dipindahkan), dan tidak ada satupun
bidang tapak lahan yang mempunyai nilai lahan persis sama.
b. Persediaan lahan terbatas dan sama
c. Merupakan tumpuan harapan dari berbagai kepentingan dan keinginan (baik
yang dikuasai secara sah/legal, maupun tidak sah/ilegal menurut peraturan
perundangan yang berlaku).
Penulis sependapat dengan pernyataan FAO (1976) , bahwa lahan adalah
suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relif, hidrologi dan termasuk
vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya.
Selain itu, lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai sifat
khusus yaitu permanen dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Dilihat dari
segi geografis, pemanfaatan lahan selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu.
2.2.2. Jenis Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dibagi ke dalam dua
kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non
pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar kedalam
penggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi
dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan
atas penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi dan sebagainya
(Arsyad, 1989).
Menurut Chapin dalam sugianto (2003), penggolongan penggunaan lahan
didasarkan pada jennis aktivitas di atasnya, yaitu: kawsan perakantoaran, kawasan
permukiman, kawasan campuran, kawasan komersial, kawasan industri, lahan
kosong cadangan pengembangan, kawasan pertanian, dan kawasn konservasi.
Lebih lanjut Chapin menyatakan bahwa pola pengunaan lahan menggambarkan
suatu sistem aktivitas. Sistem aktivitas terbentuk oleh kegiatan sehari-hari
individu, rumah tangga, perusahaan, dan institusi pada suatu wilayah.
Untuk mengetahui pengggunaan lahan di suatu wilayah maka perlu di
ketahui komponen-komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis
penggunaan lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat
diketahui kompone-komponen pembentuk guna lahannya(Chapin dan
Jenis penggunaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
faktor manusia dan lingkungan fisik lahan tersebut. Faktor dari manusia
menentukan keputusan jenis penggunaan lahan dan jumlah penduduk merupakan
pendorong perubahan lahan pertanian. Sedangkan faktor lingkungan fisik
mempengarunhi pola penggunaan lahan seperti elevasi, lereng, keadaan tanah,
ketersediaan air, dan faktor iklim.
Penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu lahan terbangun
dan lan non terbangun. Lahan terbangun meliputi fasilitas sosial, industri, gedung,
pemukiman, perkantoran dan sebagainya. Lalu, lahan non terbangun meliputi
pekarangan, perkebunan, sawah non irigasi dan sawah irigasi.
2.2.3. Sistem Transportasi dan Perubahan Guna Lahan
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktifitas seperti bekerja,
sekolah, olahraga, belanja, dan yang bertamu yang berlangsung diatas bidang
tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Untuk memenuhi
keperluannya, manusia melakukan perjalanan diantara guna lahan tersebut dengan
menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan
orang, kendaraan, dan barang, pergerakan tersebut mengakibatkan berbagai
macam interaksi (Tamin, 2000;30).
Pembangunan suatu areal lahan akan menyebabkan timbulnya lalulintas
yang akan mempengaruhi prasarana transportasi yang baik akan mempengaruhi
pola pemanfaatan lahan. Interaksi antara tataguna lahan dengan transportasi
tersebut dipengaruhi oleh peraturan dan kebijakan. Dalam jangka panjang,
dengan teknologi akan mempengaruhi bentuk dan pola tata guna lahan sebagai
akibat tingkat aksesibilitas yang meningkat (Tamin,1997; Wahab, 2009;47).
Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan dan
aktivitas. Aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip
generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi apa saja, seperti jalan,
bus dan sebagainya, yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Ketika
fasilitas tambahan di dalam sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat
aksesibilitas akan meningkat (Khisty dan Lall, 2003;10). Hubungan yang
sederhana antara penggunaan lahan dan transportasi diperlihatkan dalam Gambar
2.1. Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan dan akan
mempengaruhi penggunaan lahan tersebut, misalnya perubahan lingkungan
tempat tinggal menjadi daerah niaga/komersial, maka tingkat bangkitan
perjalanan (misalnya jumlah perjalanan per luas lahan ) akan menghasilkan
perubahan pada seluruh siklus aktivitas dan akan mempengaruhi nilai (harga)
lahan (Adisasmita, 2011;67).
Hubungan antara variabel pengaruh yaitu aksesibilitas dan variabel
terpengaruh yang meliputi nilai lahan, tata guna lahan, perjalanan, kebutuhan akan
transportasi dan fasilitas transportasi. Pembangunan maupun perbaikan sarana
transportasi di suatu wilayah mengakibatkan aksesibilitas yang baik pula.
Aksesibilitas akan mempengaruhi nilai lahan atau harga lahan di sekitar wilayah
yang dekat dengan jalan. Berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, belanja dan
sebagainya yang berlangsung di atas sebidang tanah merupakan tata guna lahan.
baik jalan kaki maun naik kendaraan. Siklus hubungan yang fundamental antara
transportasi dan tata guna lahan diilustrasikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Siklus tata guna lahan/transportasi (Adisasmita, 2011;67).
Konsep yang mendasari hubungan tata guna lahan dan transportasi adalah
aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan
melakukan pergerakan di antara dua tempat. Asesibilitas meningkat-dari dari sisi
waktu atau uang-ketika pergerakan menjadi lebih lancar dan murah. Selain itu
kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat apabila biaya pergerakan
menurun (Adisasmita, 2011;70). Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari
skala aktivits sosial ekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari
tata guna lahan kemampuan atau potensinya untuk "membangkitkan" lalu lintas
(Khisty dan lall, 2003;74).
Perjalanan Tata Guna Lahan
Kebutuhan akan transportasi
Fasilitas transportasi Aksesibilitas
2.3. Proses Perkembangan Spasial Secara Horisontal
Di dalam studi kota proses ini menjadi penentu bertambah luasnya areal
kekotaan dan makin padatnya bangunan di bagian dalam kota sehingga secara
definitif dapat dirumuskan sebagai suatu proses penambahan ruang yang terjadi
secara mendatar dengan menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di
daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah bagian dalam kota (Yunus, 2005;
59).
Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya,
teknologi ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung
dengan peggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan adalah
perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya ( Yunus, 1999;107).
Pengambilan proses perkembangan spasial secara horizontal di
lakukan untuk mengetahui pola atau proses perubuhan penggunaan lahan
terbangun. Sumber analisis proses perkembangan spasial secara horizontal
menggunakan citra. Karena keterbatasan informasi yang ada di dalam citra
mengenai kondisi penggunaan lahan terbangunan terutamanya yaitu proses
perkembangan spasial secara vertikal (kondisi bangungunan bertingkat) maka,
dalam penelitian ini peneliti hanya mengkaji proses perkembangan spasial secara
horizontal saja.
Berdasarkan pengertiannya, jalan lingkar luar merupakan jalan radial
yang terletak di luar kota. Tujuan dari dibangunnya jalan lingkar luar yaitu untuk
pertumbuhan perumahan/pemukiman maupun kegiatan-kegiatan ekonomi karena
ada kemudahan prasarana transportasi. Sehingga dalam proses perkembangan
spasial horizontal, proses ini tidak lain merupakan sentrifugal. Makin banyak dan
kuat faktor-faktor penarik yang ada di daerah pinggiran kota terhadap penduduk
dan fungsi-fungsi, makin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.
Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005; 60-68)
mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap
proses perkembangan ruang secara sentrifugal ini dan sekaligus akan
mencerminkan variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota.
1. Faktor aksesibiltas
Aksesibilitas yang dimaksud dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal.
aksesibilitas fisikal tidak lain merupakan tingkat kemudahan suatu lokasi
dapat dijangkau oleh berbagai lokasi lain. Visualisasi nilai aksesibilitas dapat
dihitung berdasarkan time cost value/distance, money cost value/distance
maupun physical distance.
2. Faktor pelayanan umum
Merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan
untuk dating ke arahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan umum
yang terkosentrasi pada suatu wilayah, maka akan makin besar daya tarik
terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan. Pusat pelayanan mum sangat
banyak macamnya antara lain, kampus pendidikan, pusat perbelanjaan,
tempat ibadah, tempat rekeasi dan olah raga, stasiun kereta api, stasiun bus,
bandara dan lain sejenisnya.
3. Faktor karakteristik lahan
Sebagian besar bangunan baru di daerah pinggiran kota akan digunakan untuk
permukiman maupun tempat mengakomodasikan parasarana penunjang
kegiatan, maka lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya
tinggi, topografinya relative datar, atau mempunyai kemiringan yang kecil, air
tanahnya relative dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk
pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah
akan mempunyaidaya tarik yang lebih besar terhadappenduduk maupun
fungsi-fungsi lain kekotaan di bandingkan dengan daerah yang skor komposit
variable karakteristik lahannya lebih rendah. Demikian pula bentuk
pemanfaatan lahan yang berbeda akan mempunyai daya tarik yang berbeda
pula dan faktor keamanan menjadi bahan pertimbangan pula bagi seseorang
yang akan membangun.
4. Faktor karakteristik kepemilikan lahan
Pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi kuat akan berbeda dengan
pemilik lahan yang bersetatus ekonomi lemah. Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi lebih
lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat untuk menjual lahannya
dibandingkan dengan mereka yang mempunyai status ekonomi kuat (Yunus,
5. Faktor keberadaan peraturan yang mengatur tata ruang
Pada daerah tertentu dimana diberlakukan peraturan yang membatasi
pembangunan permukiman maupun pembangunan fisik lainnya karena
wilayahnya telah ditentukan sebagai daerah terbuka hijau, maka selama
peraturan yang adadilaksanakan secara konsisten dan konsekuen maka disana
tidak akan terjadi perkembangan fisikal yang berarti.
6. Faktor prakarsa pengembang
Pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup luas maka keberadaan
kompleks yang dibangun akan mempunyai dampak yang cukup besar pula
terhadap lingkungan sekitar. Daerah tertentu yang mungkin sebelum dibeli
oleh pengembang merupakan lahan yang mempunyai nilai ekonomis yang
sangat rendah, setelah dibeli dan dimanfaatkan oleh pengembang untuk
pembangunan kawasan pemukiman elit dengan sarana dan prasarana lengkap
dan baik, maka daerah yang bersangkutan akan berubah menjadi daerah yang
sangat menarik pemukiman-pemukima baru maupun bentuk kegiatan
ekonomi. Daerah semacam ini akan mempunyai akselerasi perkembangan
spasial yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak dijamah
oleh pengembang.
Menurut Yunus (1999;124-129) dari waktu ke waktu, sejalan dengan
selalu meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan
kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan
teknologi telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan. Oleh
kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan
mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Pengambilan alihan lahan non urban
oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota disebut sebagai invasion.
Perambatan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut urban sprawl. Secara
garis besar ada 3 macam proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl), yaitu:
a. Tipe pertama oleh Clark ( 1971 ) disebut sebagai “lowdensity, continous
development” dan oleh Wallace ( 1980 ) disebut “concentric development”.
Jadi ini merupakan jenis perambatan areal kekotaan yang paling lambat.
Perambatan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar
penampakan fisik kota. Berikut Gambar 2.2. merupakan model penjalaran
fisik kota secara konsentris.
Gambar 2.2. Model penjalaran fisik kota secara konsentris (Yunus, 1999:126)
b. Tipe perambatan memanjang (ribbon development/linear development/axial
development) menunjukan ketidak meratan perambatan areal kekotaan di
semua bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perambatan paling
cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat
menjari (radial) dari pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi utama
merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Berikut ini Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Model penjalaran fisik kota secara memanjang/linier (Yunus, 1999:128)
c. Perambatan yang meloncat ( leap frog development/checkerboard
development ), tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan
dianggap paling merugikan, tidak efisiensi dalam arti ekonomi, tidak
mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan
kekotaannya terjadi perpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah
lahan pertanian. Tipe ini sangat cepat menimbulkan dampak negatife terhadap
kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas
pertanian akan lebih cepat terjadi. Berikut ini Gambar 2.4. merupakan model
penjalaran fisik kota secara meloncat.
Gambar 2.4. Model penjalaran fisik kota secara meloncat (Yunus, 1999:129).
Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005:60) mengemukakan
bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses
variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota. Keenam faktor
tersebut ialah (a) faktor aksesibilitas (accessibility); (b) faktor pelayanan umum
(public services); (c) karekteristik lahan (land characteristics); (d) karakteristik
lahan (land owners characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang
mengatur tata guna lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang
(developers initiatives).
2.4.Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat
Nursid (1988:54) mendefinisikan geografi ekonomi sebagai cabang
geografi manusia yang bidang studinya struktur aktivitas ekonomi sehingga titik
berat studinya adalah aspek keruangan struktur ekonomi manusia yang di
dalamnya bidang pertanian, industri-perdagangan-komunikasi-transportasi dan
lain sebagainya. Sedangkan H. Robinson (1979) mengartikan geografi ekonomi
sebagai ilmu yang membahas mengenai cara-cara manusia dalam kelangsungan
hidupnya berkaitan dengan aspek keruangan, dalam hal ini berhubungan dengan
eksplorasi sumberdaya alam dari bumi oleh manusia, produksi dari komoditi
(bahan mentah, bahan pangan, barang parik) kemudian usaha transportasi,
distribusi, konsumsi (Suharyono, 1994: 34).
Geografi ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan
dan perbedaan fonomena geosfer dengan sudut pandang keruangan yang bidang
studinya struktur aktivitas ekonomi dengan manusia sebagai obyek pokoknya
yang di dalamnya meliputi bidang pertanian,
2.4.1. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap Aspek Georafi
Menurut Tamin (2000;32) Aksesibilitas adalah konsep yang
menggabungkan sistem pengaturan tataguna lahan secara geografis dengan sistem
jaringan transportasi yang menhubungkannya. Aksebilitas adalah ukuran
kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi
satu sama lain dan 'mudah' atau' susah'nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem
jaringan transportasi (Black, 1981). Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan
pengangkutan, yang dimaksutkan adalah bila seseorang menginginkan melakukan
perjalanan senantiasa tersedia sarana angkutan yang diperlukan (Adisasnita,
2012;124).
Menurut Tamin (2000;32) Mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan
seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya
membayar biaya transportasi. Bahwa tempat yang berjarak jauh belum tentu
dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam
menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Mobilitas penduduk diartikan
sebagai suatu kondisi, dimana penduduk (orang-orang) tidak lagi terkungkung
dalam satu tata ruang wilayah, tidak terikat lagi pada suatu tempat, melainkan
memiliki banyak peluang atau kesempatan melakukan perjalanan keluar
daerahnya, yang dimungkinkan karena tersedianya transportasi yang cukup,
sehingga perjalanan penduduk dapat dilaksanakan dengan lancar dan sering
dilakukan (Adisasmita, 2012;124). Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan
antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Kondisi Prasarana
Prasarana Baik Buruk
Jarak Jauh Aksesibilitas sedang Aksesibilitas rendah Dekat Aksesibilitas tinggi Aksesibilitas sedang
Sumber: Black (1981) dalam Tamin(2000;33).
Secara umum aksesibilitas dapat diartikan sebagai system pengaturan
tataguna lahan secara geografis sebagai ukuran mudah atau susahnya berinteraksi
lokasi sutu sama lain melalui system jaringan transportasi. Sedangkan mobilitas
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dan memiliki banyak peluang
atau kesempatan melakukan perjalanan keluar daerahnya yang dinyatakan dari
kemampuan membayar biaya transportasi dan transportasi yang mudah. Berikut
Gambar 2.5. tentang keterkaitan aksesibilitas, tata guna lahan pola kegiatan dan
transportasi.
Gambar 2.5. Keterkaitan Aksesibilitas, Tata Guna Lahan Pola Kegiatan Dan Transportasi (Marlok, 1978).
Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transpotasi antar
tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi.
Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan
transportasinya jelek, maka aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya
mempunyai aksesibilitas menengah (Tamin, 2000:32-33). Transportasi
Penataan Lahan
Aksesibilita s
Perbaikan prasarana transportasi akan meningkatkan aksesibilitas orang
untuk melakukan kegiatan ekonomi. Aksesibilitas memicu perubahan lahan dan
pemakaian sumberdaya alam. Penataan lahan seperti menempatkan daerah
produksi, pemasaran dan jalur distribusi pergerakan barang dan jasa akan
membentuk pola kegiatan antara satu penggunaan lahan dengan penggunaan lahan
lainnya (Marlok, 1978). Peranan pengangkutan tidak hanya untuk melancarkan
arus barang dan mobilitas manusia, pengangkutan juga membantu terciptanya
penglokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal. Untuk itu jasa angkutan
harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat
(Nasution, 2008;7).
2.4.2. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap Aspek Ekonomi
Ekonomi adalah usaha-usaha mempertahankan dan memacu
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan
kesenambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi
kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan ke arah yang lebih baik (Mulyanto,
2008;2). Menurut Nasution (2008;4-5), transportasi menentukan biaya dan
memperbesar kuantitas keanekaragaman barang, sehingga terbuka kemungkinan
adanya perbaikan dalam perumahan, sandang dan pangan, serta rekreasi. Manfaat
ekonomi dari kegiatan transportasi dapat disebutkan, yaitu (1) memperluas pasar
(daerah pemasaran) yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan
keuntungan bagi produsen (2) mengurangi perbedaan harga antar daerah menjadi
sekecil mungkin, sehingga barang-barang menjadi stabil, (3) transportasi yang
melakukan spasialisasi produksi sesuai potensi yang dimiliki, berarti mampu
menerapkan prinsip keunggulan komperatif (comperative cost),yaitu
memproduksi barang dengan biaya murah (Adisasmita, 2011;4).
Menurut Marlok (1984;611), bahwa wajarlah kiranya perbaikan pelayanan
transport di suatu daerah akan mengakibatkan naiknya nilai lahan di daerah itu,
apabila kondisi lainya tidak berubah. Biasanya orang-orang dan pedagang
menganggap bahwa kemudahan tranpor ketempat lain biasa disebut akssibilitas,
sehingga dari sebidang tanah akan bertambah nilainya dengan meningkatnya
sistem pelayanan transportasi. Teori nilai lahan menurut Yunus (1999;88) bahwa
nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti
diketahui apabila masalah nilai lahan dikaitkan dengan pertanian misalnya maka
variasi nilai lahan banyak tergantung pada fertility (kesuburan), faktor lingkungan,
keadaan drainase, dan lokasi di mana lahan tersebut berada.
Aspek ekonomi masyarakat pada umumnya dipengaruhi aspek lingkungan
alam sekitar mereka tinggal. Gambaran umum dari aspek sosial ekonomi yang
disebabkan oleh pembangunan suatu prasarana jalan dapat dilihat dari tingkat
pendapatan masyarakat, jenis mata pencaharian ,naiknya harga lahan dan kondisi
perumahan karena terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam sandang dan
Salatiga Terhadap sosial masarakat di sekitarnya pada khususnya dan kota salatiga pada
2.6.Kerangka Pikir Penelitian
Karangka pemikiran bertujuan untuk menjelaskan sistematik alur pemikiran peniliti terkait dengan topik Perubahan Spasial Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga Kota Salatiga.
Pemusatan kegiatan perekonomian yang terjadi di pusat kota, menjadikan pembangunan wilayah kota Salatiga tidak merata. Permasalahan kota yang kompleks mulai dari kemacetan sampai kesenjangan pembangunan antar wilayah membuat Pemerintah Kota Salatiga mengupayakan pemecahan permasalahan yang terjadi di Kota tersebut. Sebuah jalan lingkar yang melewati tiga kecamantan dan tujuh kelurahan di Kota Salatiga telah dibangun. Dalam hal ini, pembangunan jalan lingkar Kota Salatiga secara keruangan bertujuan untuk mengatasi kemacetan arus lalu lintas di pusat Kota Salatiga dan merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan Jalan Lingkar tersebut.
Kegiatan penduduk dan semakin bertambahnya jumlah penduduk di JLS Salatiga, berpengaruh pada tuntutan akan ruang dalam mengakomodasikan sarana atau struktur fisik yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Sebelum dan sesudahnya pembangunan JLS Salatiga, akan berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar jalan tersebut. Pembangunan JLS Salatiga seyogyanya akan berdampak perubahan keruangan Kota Salatiga pada umumnya dan wilayah sekitar JLS Salatiga pada khususnya.
Gambar 2.6. Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan : = Proses = Input = Output
Pembangunan daerah kota Salatiga
Pembangunan infrastruktur Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga
Perubahan Spasial Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga
Seberapa besar perubahan spasial akibat pembangunan JLS di kawasan jalan lingkar luar kota Salatiga
Kondisi perubahan spasial di kawasan sekitar jalan lingkar luar Kota Salatiga dari sebelum dibangun
sampai sesudah dibangunnya JLS
Analisis terhadap kondisi perubahan lahan, proses perambatan fisik kotadan kondisi geigrafi ekonomi
BAB III
METODE
PENELITIANMetode penelitian ini adalah metode survey. Menurut Sugiyono, (2009;6)
metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang
alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan
data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara tersetruktur dan
sebagainya (perlakuan tidak sama seperti dalam eksperimen). Metode survey
termasuk dalam metode kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif karena merupakan pendekatan yang digunakan untuk
memformulasasikan data-data sekunder, dan menggunakan pendekatan survai,
baik instansional maupun lapangan. Jadi, survey bukanlah hanya bermaksud
mengetahui kasus gejala, tetapi juga bermaksud menentukan kesamaan status
dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah dipilih atau
ditentukan. Studi survey adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada
umumnya digunakan untuk mengumpulkan data yang luas dan banyak, (Arikunto,
2010;153-156).
3.1.Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono,2009;80). Populasi
penelitian ini adalah warga` kelurahan yang dilewati JLS Salatiga dan memiliki
rumah disekiar jalan tersebut. Wilayahnya meliputi Kecamatan Argomulyo,
Sidomukti, dan Sidorejo yang terdiri dari tujuh Kelurahan yaitu Kelurahan
Cebongan, Randuacir, Kumpulrejo, Dukuh, Kecandran, Pulutan, dan Blotongan.
3.2.Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu,
(Sugiyono, 2009;81). Sampel penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di
sekitar jalan lingkar luar Kota Salatiga dengan batas radius daerah kelurahan yang
dilewati JLS Salatiga dan kondisi lahan di sekitar area jalan tersebut.
Pengambilan sempel ini menggunakan metode probability sampling. Tipe
yang digunakan adalah sampel area. Sampel area digunakan untuk menentukan
sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Lalu
menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan
sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan
penentuan jumlah sampel yang dianggap representif, maka besarnya sampel
diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2004)
dalam Wahab (2009;32), dengan penetapan presisi 0,1 (nilai drajat kecermatan)
yaitu sebagai berikut:
n =
Di mana :
N = jumlah populasi
d² = presesi yang ditetapkan
Nilai derajat kecermatan yang diambil dalam studi ini adalah sebesar 0,1
atau 10% sehingga menunjukan bahwa tingkat kepercayaan terhadap studi adalah
sebesar 90%. Dengan jumlah populasi 7 kelurahan Kelurahan Cebongan,
Kelurahan Randuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Dukuh, Kelurahan
Kecandran, Kelurahan Pulutan, dan Kelurahan Blotongan, yaitu sebanyak 48.785
jiwa, maka jumlah sampel dalam studi ini adalah:
n = 48.785 / ( 48.785 x (0,1)² ) + 1
n = 99,80 responden
n = 100 responden
Jumlah responden ini diperoleh berdasarkan perhitungan matematis yaitu
total jumlah penduduk dibagi jumlah penduduk per kelurahan. Kemudian hasil
dari pembagian tersebut, menjadi nilai pembagi untuk total jumlah responden.
Sehingga ketemu jumlah responden per kelurahan. Secara lebih jelas dapat dilihat
Tabel 5. mengenai jumlah dan sebaran lokasi responden.
Tabel 5. Jumlah dan Sebaran Lokasi Responden
No Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah
3.3. Variabel Penelitian
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua data yaitu
data sekunder dan data primer. Berikut Tabel 6. yaitu variabel penelitian data
2 Perubahan Lahan Dokumentasi BAPPEDA & Citra
Google Earth - Landuse Time Series
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui kajian literatur,
jurnal, peraturan perundang-undangan, peta RTRW Kota Salatiga, kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kota
Salatiga. Sedangkan pengambilan data primer dengan cara menyebarkan
kuesioner, yang merupakan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitar jalan lingkar Kota Salatiga. Berikut Tabel 7.
3.4.Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara
lain:
1.
Observasi, yaitu pengamatan langsung di lapangan untuk mengumpulkandata-data mengenai kondisi objektif sarana dan prasarana transportasi daerah
penelitian.
2. Pedoman wawancara yang digunakan adalah bentuk “semi structured”. Maka
mula-mula interviwer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah
terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan
lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bias meliputi semua
variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam, (Arikunto,
2010;270). Para ahli disini dipilih Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang terdiri dari:
a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga
b. Kepala Bappeda Kota Salatiga
c. Camat, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat.
3.
Kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan caramenyebarkan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden yang disertai
pemilihan dan alternatif yang dapat diisi sebagai jawaban lain yang telah
disediakan penulis. Penelitian ini memakai kuesioner bersifat tertutup dengan
maksud bahwa jawaban kuesioner telah tersedia dan responden tinggal
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawasan jalan lingkar luar Kota
Salatiga.
4. Dukumentasi yaitu dengan cara pengambilan data dari instansi- instansi terkait
maupun penyediaan data sekunder. Data ini merupakan dokumen-dokumen
penting dan resmi pada beberapa instansi pemerintah daerah. Seperti,
BAPPEDA , Dinas PU, Dinas Perhubungan dan BPS kota Salatiga.
5.
Interpretasi Citra, yaitu menganalisis keadaan penggunaan lahan di KotaSalatiga, khususnya pada kecamatan Argomulyo, kecamatan Sidomukti,
kecamatan Siderejo yang wilayahnya dilalui jalan Lingkar Luar.
3.5.Tahapan Penelitian
1. Tahap Persiapan penilitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat usulan penelitian yang
telah disetujui oleh dosen pembimbing. Kemudian mengumpulkan berbagai data
sekunder berupa catatan statistik, pengumpulan segala macam jenis peta yang
dibutuhkan, persiapan biaya, penentuan tenaga, akomodasi di lapangan,
tranportasi dan mempersiapkan alat-alat penelitian yang dibutuhkan. Selanjutnya
peneliti memenuhi segala pra-syarat yang harus di penuhi yaitu perijinan
penelitian. Tanpa memenuhi prasyarat ini, suatu penelitian tidak akan dapat
dilaksanakan atau mengalami hambatan yang besar. Perijinan penelitian
merupakan tanggung jawab otoritas suatu wilayah yang akan di teliti. Sehingga