• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awal kelahiran Pancasila sebagai dasar negara dimulai pada saat terakhir pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tahun 1942. Disaat tentara jepang di Asia tenggara sudah mulai terdesak oleh tentara sekutu.

Dalam kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk mendesak pemerintah Jepang juga memberikan kemerdekaan kepada indonesia. Dan desakan seperti ini ditanggapi secara serius oleh pemerintah jepang Untuk mewujudkan kesediaanya itu, pada tanggal 7 september 1944 diumumkan di depan resepsi istimewa “The Imperial Diet” yang ke 85 oleh Perdana Menteri Koiso berkaitan dengan di umumkannya kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari. Dan untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan janji tersebut, langkah pertama pelaksanaan janji ini ialah dengan dibentuknya sebuah badan yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar jepang. Badan Penyelidik yang beranggotkan 62 orang ini termasuk Radjiman Wedyodiningrat dan Raden pandji Soeroso sebagai Ketua dan Wakil Ketua.

BPUPKI di lantik pada 28 Mei 1945 dan menyelesaikan tugasnya di Gedung Pejambon dalam dua sidang; yang pertama berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, dan yang kedua berlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1924, dua kali masa sidang telah dapat menyelesaiakan tugas berat. Yaitu berkenan dengan Dasar Negara dan Bentuk Negara.

Dalam setiap sidang bukannya berjalan dengan mulus-mulus saja tapi mereka juga mengalami rintangan-rintangan dalam diskusinya namun dapat diselesaikan karena mereka berpegang teguh pada prinsip demi persatuan dan kesatuan dengan jiwa yang amat besar demi kepentingan bangsa dan negara.

Perdebatan terjadi antar dua golongan besar yaitu Ir. Soekarno menyebutnya dengan golongan Kebangsaan dan golongan islam. Sebutan seperti ini rasanya kurang enak maka akan lebih pas jika disebut saja golongan Nasionalis Kebangsaan dan golongan Nasionalis Islam. Tidak di ragukan lagi pembicaraan selama persidangan Badan Penyelidik itu dengan jelas mencerminkan adanya dua posisi kelompok. Pada tanggal 31 Mei 1945 Supomo berkata :

Memang benar disini terlihat ada dua faham, ialah : faham dari anggota- anggota ahli agama, yang menganjurkan supaya Indonesia didirakan atas Dasar Agama dan “urusan negara” tidak bisa dipisahkan dari “urusan agama”, dan anjuran lain, sebagai telah di anjurkan oleh tuan Mohammad Hatta, ialah negara persatuan nasional yang memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan kata lain perkataan : bukan negara Islam.

Perbedaan pendidikan kedua golongan tersebut juga mempengaruhi pola pikir masing-masing golongan. Sehingga sering terjadi perbedaan sampai pada saat perumusan dasara negara. Kalangan Islam mengusulkan bahwa Negara

disertai alasan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Diantara yang mengusulkan hal ini adalah seorang tokoh Muhammadiyah yaitu Ki Bagus Hadikusumo (ketua umum Muhammadiyah) mengusulkan bahwa Islam harus dijadikan dasar negara Republik Indonesia.

Dilain pihak golongan nasionalis kebangsaan, menyatakan bahwa negara indonesia harus diletakkan diatas dasar kebangsaan, yang oleh supomo dapat dikatakan dapat mengatasi segala golongan dan mempersatukan diri dengan lapisan rakyat seluruhnya. Dan mereka berpendapat bahwa antara urusan agama dan urusan negara harus dipisahkan secara tegas sebagaimana seperti yang diusulkan oleh Mohammad Hatta.

Menanggapi usulan dari golongan nasionalis tersebut, Ki Bagus Hadikusuma menangkisnya dengan telak dengan mengutip salah satu kata-kata seorang anggota-anggota BPUPKI yang secara terang-terangan memperlihatkan ketidak setujuan terhadap usulan negara yang berdasarkan asas Islam. Sidang BPUPKI Pada 31 Mei 1945 pukul 15.00, Ki Bagus Hadikusumo mengeluarkan pernyataan yang intinya “membangun negara di atas dasar ajaran Islam” sebagai respon atas pidato yang di keluarkan oleh kelompok kebangsaan sebelumnya pada tanggal 29, 30, dan 31 Mei 1945. Dengan penuh keyakinan Ki Bagus Hadikusumo mengusulkan kepada sidang agar Islam dijadikan dasar negara Republik Indonesia. (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2013:305) Dalam satu pidatonya yang di sampaikan di depan sidang BPUPKI itu Ki Bagus menyatakan:

“Tuan-Tuan dan sidang yang terhormat. Dalam negara kita niscaya tuan- tuan menginginkan berdirinya satu pemerintahan yang adil dan bijaksana, berdasarkan budi pekerti yang luhur bersendikan permusyawaratan dan

putusan rapat, luas berlebar dada, serta tidak memaksakan agama. Kalau benar demikian, dirikanlah pemerintah itu atas Agama Islam, karena ajaran Islam mengandung kesampaiannya sifat-sifat itu. Oleh karena itu tuan-tuan, saya sebagai seorang bangsa Indonesia tulen, bapak dan ibu saya bangsa Indonesia, nenek moyang saya-pun bangsa Indonesia yang asli dan murni, belum ada campurannya, dan sebagai seorang muslim yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan Merdeka, maka supaya Negara Indonesia itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan berdirinya Negara Indonesia ini berdasarkan agama Islam. Sebab itulah yang sesuai dengan keadaan jiwa rakyat yang terbanyak sebagaimana yang sudah saya terangkan tadi. Janganlah hendaknya jiwa yang 99% dari rakyat itu diabaikan saja tidak dipedulikan”.

Ki Bagus Hadikusumo dalam pidatonya itu mengeluarkan dua pernyataan; “(1) Islam itu cakap dan patut untuk menjadi sendi pemerintahan kebangsaan di negara kita Indonesia; dan (2) Umat Islam adalah umat yang mempunyai cita-cita yang luhur dan mulia sejak dahulu hingga sekarang ini, seterusnya pada masa yang akan datang, yaitu dimana ada kemungkinan dan kesempatan pastilah umat Islam akan membangunkan negara atau menyusun masyarakat yang didasarkan atas hukum Allah dan agama Islam.

Menurut Nugroho (2011:88) Islam cocok sebagai dasar negara Indonesia karena menurut Ki Bagus Hadikusumo agama ini memiliki latar belakang sosiologis-historis. Menurutnya agama Islam paling tidak sudah enam abad menjadi agama bangsa Indonesia, atau setidaknya tiga abad sebelum Belanda menjajah. Telah banyak hukum Islam yang telah menjadi adat istiadat bangsa Indonesia. Oleh karena itu menurut Ki Bagus Hadikusumo, dasar negara Indonesia harus menyesuaikan dengan jiwa rakyatnya.

Ada 3 tokoh yang mengusulkan rancangan Dasar Negara Republik Indonesia diantaranya Mr. Muh Yamin, Prof. Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno.

Dokumen terkait