• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

5.2 Proses (Process)

Manajemen logistik didefenisikan sebagai rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran yang efektif dan efisien. Manajemen menurut George Terry yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuacting (Pelaksanaan) dan Controling (Pengawasan). Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan

berkesinambungan. Perencanaan merupakan proses merumuskan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun sumberdaya yang ada dan dimanfaatkan secara efisien untuk mencapai tujuan. Pengorganisasian meliputin proses pelaksanaan. Pengawasan untuk mengamati kegiatan sesuai perencanaan yang sudah disusun.

Pembahasan manajemen pengelolaan obat menurut Aditama (2003) yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, pengawasan dan pengahapusan. Tetapi dalam penelitian ini membahas tentang perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan.

5.2.1 Perencanaan

Perencanaan adalah hal terpenting dalam proses manajemen. Karena perencanaan akan menentukan arah fungsi manajemen lainnya. Untuk itu, fungsi perencanaan merupakan landasan dasar pengembngan proses manajemen secara keseluruhan. Jika perencanaan tidak dirumuskan dan ditulis dengan jelas, proses manajemen tidak berjalan secara berurutan dan teratur. Langkah dalam penyusunan perencanaan yaitu melakukan analisis situasi, mengidentifikasi masalah dan prioritasnya, menentukan tujuan program mengkaji hambatan dan kelemahan program, menyusun rencana kerja operasional (RKO).

Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari

kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Hasil penelitian yang di lakukan kepada 5 informan yang berkaitan dengan pendistribusian alat kontrasepsi ini menunjukkan bahwa Proses perencanaan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan tidak adanya perencanaan dalam untuk alat kontrasepsi, inilah yang membuat jumlah stok alat kontrasepsi digudang sangat minim, dikarenakan hanya menerima alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN Povinsi, alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN Provinsi terkang tidak mencukupi apa yang dibutuhkan oleh BPPKB kabupaten dimana jumlah permintaan pada setiap puskesmas menjadi tidak terpenuhi, jika alat kontrasepsi berdasarkan droping dari BKKBN Provinsi sebaiknya perencanaan itu harus ada dibuat untuk menutupi dari jumlah permintaan yang banyak dapat tertutupi.

Berdasarkan penelitian Ruth dkk (2014) menyatakan bahwa kebutuhan dan ketersediaan alat kontrasepsi di BKKBN Sulawesi Utara menumpuk dikarenakan Perencanaan kebutuhan alat/obat kontrasepsi yang dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sulawesi Utara menggunakan perkiraan berdasarkan laporan F/V/KB, seperti yang ada pada tabel 3 jumlah pemesanan alat/obat kontrasepsi. BKKBN

Provinsi Sulawesi Utara tidak menggunakan rumus kebutuhan kontrasepsi sehingga permintaan alat/obat kontrasepsi dalam satu tahun dapat dilakukan lebih

dari satu kali. Hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan alat kontrasepsi di Kabupaten Asahan yang masih kekurangan stok.

Menurut Drucker dalam Azwar (2009) perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik.

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, karena dengan adanya perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa

adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004).

5.2.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, mengolongkan, dan atur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan fungsi oleh pimpinan kepada staf untuk mencapai tujuan.

Empat pilar dalam pengorganisasian yang dikemukakan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert yaitu pembagian kerja, pengelompokan pekerjaan, hirarki dan koordinasi. Pembagian kerja merupakan upaya untuk menyederhanakan dari keseluruhan kegiatan dan pekerjaan yang mungkin saja bersifat sederhana dan spesifik. Setelah pekerjaan dispesifikkan, maka kemudian pekerjaan tersebut dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu yang sejenis. Hirarki adalah proses penentuan relasi antar bagian dalam organisasi. Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif.

Hasil penelitian dari 5 informan menunjukan bahwa kerjasama dalam pendistribusian alat kontrasepsi yaitu dengan Puskesmas, Klinik KB, Rumah Sakit Umum yang tersedia klinik KB, dan KUPT Kecamatan masih kurang terkoordinasi dengan baik hal ini disebabkan karena dalam proses pencatatan pelaporan masih ada yang laporan nya diberikan tidak sesuai tanggal, sehingga ini menjadi hambatan untuk pihak BPPKB untuk merekap ulang hasil laporan yang

akan dikirim kan ke pihak BKKBN Provinsi. Disilah kurangnya koordinasi mengenai hasil laporan tersebut.

5.2.3 Pengadaan

Dalam Permenkes Nomor 58 tahun 2014 menyatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

Peraturan Presiden no 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah berlaku untuk pengadaan obat yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk menentukan sistem pengadaan dalam mempertimbangkan jenis, sifat dan nilai barang/jasa yang ada.

Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan pengadaan obat yang tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh harga yang murah, menjamin semua obat yang dibeli memenuhi standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga tidak terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang handal dengan service memuaskan, dapat menentukan jadwal pembelian untuk menekan biaya pengadaan dan efisien dalam proses pengadaan. Sebuah proses pengadaan yang efektif akan menjamin ketersediaan obat dalam

jumlah yang benar dan harga yang pantas serta kualitas obat yang terjamin (Kementerian Kesehatan RI, 2008)

Hasil penelitian dari 3 informan menunjukan bahwa Proses pengadaan yang dilakukan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam pengadaan untuk alat kontrasepsi tidak ada karena dana berasal dari APBN dalam bentuk barang yaitu alat kontrasepsi yang sudah disediakan oleh BKKBN provinsi kemudian didistribusikan ke BPPKB dalam bentuk barang yaitu berbagai macam jenis alat kontrasepsi.

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui: (1) pembelian, (2) produksi/pembuatan sediaan farmasi dan, (3) sumbangan/droping/hibah. Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk, reputasi produsen, harga, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan,dan pengemasan.

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kementerian Kesehatan RI, 2002)

Perencaanan mengenai alat kontrasepsi di BPPKB harusnya diadakan dan menggunakan provide dan match sebagai strategi permintaannya, artinya bahwa BPPKB harus mempunyai kapasitas yang dapat memenuhi permintaan terutama pada permintaan tinggi atau puncaknya, kapasitas berlebih dianggap lebih baik dibandingkan permintaan banyak tetapi jumlah yang ada tidak mencukupi atau BPPKB mempunyai kecenderungan untuk melakukan antisipasi pola permintaan yang lebih sehingga Gudang alat kontrasepsi dapat mengubah kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan, dalam hal ini peramalan mempunyai arti yang sangat penting.

5.2.4 Penyimpanan

Penyimpanan adalah kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Menurut Depkes RI (1990) dikutip dari Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang penyimpanan agar setiap kali diperlukan dapat dilayani dengan cepat serta dengan biaya yang sehemat-hematnya.

Kegiatan penyimpanan alat kontrasepsi Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan gudang alat kontrasepsi menurut persyaratan yang ditetapkan : 1) dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, 2) dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya, 3) mudah tidaknya meledak/terbakar, 4) tahan tidaknya terhadap

cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan gudang alat kontrasepsinya sesuai kebutuhan.

Hasil penelitian dari 1 informan menunjukan bahwa Proses Penyimpanan yang dilakukan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana untuk mengenai penyimpanan alat-alat kontrasepsi sudah cukup baik. Area gudang sebagai tempat penyimpanan terlihat bersih dan terawat, didalam gudang alat kontrasepsi tersimpan dengan rapi dan dikelompokkan berdasarkan mana yang duluan masa kadaluarsanya lebih awal diletak diatas kemudian yang masih lama masa kadaluarsanya diletak kan dibawah. Ruang tatanan letak alat kontrasepsi terlihat cukup baik, rapi dalam penataan dan bersih. untuk distribusi alat kontrasepsi petugas gudang badan pemberdayaan dan keluarga berencana sudah menjalankan sistem yang baik, dimana perpindahan obat selalu menggunakan FIFO, FEFO dan berita acara.

Penerimaan alat/obat kontrasepsi yang sudah dipesan dari pusat langsung diterima oleh bendahara meteril di gudang atau bisa diterima di kantor BKKBN Provinsi. Bukti bahwa alat/obat kontrasepsi sudah diterima hanya dengan surat bukti pengiriman yang tercantum tanggal kedatangan, jumlah barang yang diterima ( kotak,berat,volume ), dan tanda tangan penerima. Setalah barang diterima, alat/obat kontrasepsi langsung disimpan didalam gudang BKKBN. Gudang BKKBN terdiri dari tiga ruangan yaitu, ruangan untuk staf dan pegawai, ruangan khusus suntik dan implant dan ruangan untuk alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi. Suhu standar ruangan yang diperlukan dalam menyimpan alat/obat kontrasepsi adalah 25 C.

5.2.5 Pendistribusian

Pendistirbusian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan obat dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. BPPKB harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian obat di unit pelayanan.

Berdasarkan hasil wawancana kepada 2 orang mengenai pendistribusian alat kontrasepsi. bahwa pendistribusian oleh petugas gudang BPPKB terjadi nya hambatan karena minimnya stok alat kontrasepsi digudang, dimana jumlah stok alat kontrasepsi yang paling diminati stoknya terbatas kadang habis. sangat minim sekali stok digudang sehingga petugas UPT KB Kecamatan untuk mendapatkan barang tersebut tidak bisa terpenuhi berdasarkan kebutuhan puskesmas yang mereka tangani, kemudian menjadi kendala bagi pihak puskesmas dalam melakukan pelayanan keluarga berencana yang ingin mendapatkan alat kontrasepsi untuk ber KB.

Namun yang menjadi kendala di bidang distribusi alat kontrasepsi adalah karena alat kontrasepsi tidak tersedia dari pihak distributor sehingga akan terjadi kekurangan stok bahkan bisa stok habis. Ini akan menjadi hambatan ke unit-unit pelayanan kesehatan kb yang membutuhkan stok alat kontrasepsi.

Pendistribusian alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi berdasarkan Push Distribution System(distribusi langsung tanpa permintaan) dan Pull Distribution System (distribusi dengan permintaan). Karena tidak semua Kabupaten dan Kota membuat surat permintaan. BKKBN Provinsi dalam

melakukan distribusi secara langsung maupun berdasarkan permintaan tidak menggunakan perhitungan minimum dan maksimum stock. Sehingga seringkali BKKBN Provinsi melakukan distribusi langsung sedangkan persediaan di gudang Kabupaten/Kota masih mencukupi. Inilah yang membuat kelebihan atau kekurangan stock didalam gudang kabupaten dan kota. Untuk menghindar dari masa kadaluarsa pemerintah Kabupaten/Kota membuat suatu program atau kegiatan yang berhubungan dengan KB agar persedian di gudang dapat dipakai untuk pelaksanaan kegiatan. (FMIPA UNSRAT, 2014)

5.2.6 Pengawasan

Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang bertujuan untuk mengamati dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Setelah pengawasan terdapat penilaian seperti hasil kerja dengan sistem pencatatan dan pelaporan. Untuk menunjang penyajian data dan informasi mengenai jumlah stok alat kontrasepsi secara cepat, tepat, dan akurat maka dilakukan suatu cara dalam pengumpulan data melalui permintaan yang dibawa oleh petugas KUPT daris etiap kecamatan suatu sistem pencatatan dan pelaporan ber kb dengan penggunaan alat kontrasepsi. (BKKBN 2013)

Sasaran dari sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi tiga hal, yaitu potensi dan kegiatan, hasil kegiatan operasional pelayanan kontrasepsi di klinik KB dan dokter/bidan praktik swasta serta keadaan alat–alat kontrasepsi.

Mekanisme sistem pencatatan dan pelaporan program KB nasional dilakukan secara berjenjang mulai dari klinik KB disampaikan ke pimpinan

daerah Kabupaten/Kota melalui SKPD–KB Kabupaten/Kota ke BKKBN Provinsi dan BKKBN pusat.

Berdasarkan hasil penelitian pengawasan pendistribuian alat kontrasepsi sudah cukup baik dan berjenjang. Adanya pengawasan dari kabupaten saat melakukan pelaksanaan program KB di lapangan. Dan Pengawasan dari BPPKB setiap ada pelaksanaan ada petugas dari BPPKB yang terjun langsung ke tempat pelaksana.

Sistem pencatatan pelaporan pun sudah dilakukan berjenjang menurut tingkatannya. Sistem pencatatan dan pelaporan di BPPKB berasal dari bidan desa dan Puskesmas tiap bulannya. Sedangkan sistem pencatatan pelaporan di tingkat BPPKB melalui KUPT Kecamatan KUPT Kecamatan berasal dari PLKB yang bekerjasama dengan bidan desa.

Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di BPPKB adalah sistem pencatatan dan pelaporan bulanan. Kemudian laporan dikirim ke BKKBN provinsi setiap bulannya diakhir bulan. Laporan bulanan pengendalian lapangan tingkat Kecamatan dibuat oleh Pengendali PLKB/Pengelola program kependudukan dan KB kecamatan sesuai dengan data dalam formulir Laporan Bulanan Pengendalian Lapangan Tingkat Kecamatan.

Menurut penelitian Ruth dkk (2014) Pencatatan dan Pelaporan dilakukan mulai dari alat/obat kontrasepsi diterima sampai dengan alat/obat dikeluarkan dari gudang dengan menggunakan Buku Barang Masuk (BBM), Buku Barang Keluar ( BBK), Kartu Persediaan Barang, kartu barang, dan Surat Bukti Barang Keluar

(SBBK) yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Keluarga Berencana Nasional.

5.3 Output

Tingkat keberhasilan program secara kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program (Muninjaya, 2011).

Salah satu keberhasilan pendistribusian alat kontrasepsi yaitu tersedianya jumlah stok alat kontrasepsi yang dibutuhkan bahkan harus lebih stoknya ketika ada permintaan yang lebih sehingga tidak terjadinya kekosongan alat kontrasepsi digudang.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan banyaknya permintaan oleh pihak puskesmas dan klinik kb tetapi jumlah ketersediaan alat kontrasepsi tidak bisa memenuhi kebutuhan yang mereka minta. Dalam hal ini dapat diketahui adanya hambatan atau kendala yang terjadi dilapangan, sehingga terjadinya hambatan dalam pendistribusian dikarenakan stok alat kontrasepsi minim sekali.

Hal yang dapat mempengaruhi penurunan peserta KB baru dan kb aktif yaitu dikarena kan tidak adanya stok alat kontrasepsi dipuskesmas, sehingga menimbulkan keenganan untuk ber KB dan kinerja petugas menjadi kurang baik dan kurangnya koordinasi antara SKPD Kecamatan atau Kabupaten/Kota.

BAB VI

Dokumen terkait