• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Produksi Mi Telor

Dalam dokumen Proses produksi dan analisis mutu proses (Halaman 44-63)

II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

3.4 Proses Produksi Mi Telor

Dalam pembuatan mi telor digunakan bahan baku terigu dengan ditambah bahan lainnya. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk memproduksi mi telor, antara lain: pencampuran bahan baku, pembuatan larutan alkali, pencampuran pada DCM (dough compound machine), sheeting dan slitting, steaming, cutting, pencetakan, drying, cooling, dan pengemasan. Persyaratan pada setiap prosesnya dapat dilihat pada tabel 3.3

36

Tabel3.3 Peryaratan Pada Setiap Proses Pembuatan Mi Telor

No Parameter Standar

1 Screw

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Fisik kemasan Standar

Warna Normal

Aroma Normal

Jumplah terigu/ adonan Sesuai standar 2 Pembuatan larutan alkali

Kelarutan Homogen sempurna

Camaran benda asing Tidak ada

3 Mixing

Camaran benda asing Tidak ada

Waktu mixing 20-25 menit

Jumlah larutan alkali Sesuai standar Jumlah penambahan air putih Sesuai standar Jumlah penambahan bahan baku lain

/adukan

Sesuai standar

Camaran benda asing Tidak ada

Warna Kuning mengkilat

Kondisi adonan Kompak, elastis, tidak lengket, tidak mudah terberai, lunak, serta lembut

Suhu adonan 25-40oC

Kadar air adonan ± 20%

4 Roll Sheeting dan Slitting

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Ketebalan untaian 1,04 mm

Jumlah jalur 5

Jumlah untaian 60

Bentuk untaian Normal

Bantuk gelombang Normal dan tidak putus

Kecepatan 30 rpm

5 Steaming

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Warna kuning gading muda

Kematangan a. Bila puller putus tak ada warna putih tepung

b. Mi jika dipegang tidak lengket dan tidak kaku

No Parameter Standar

Waktu 158 detik

Kondisi proses Normal

Tekanan (mpa) 0,05 mpa

Suhu 90-100oC

6 Cutting

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Berat mi basah ± 80 gr

Kecepatan 45 rpm

7 Drying

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Suhu depan 100-110 oC

Suhu belakang 140-150 oC

Waktu 130-140 detik

8 Colling

Cemaran bahan najis Tidak ada Camaran benda asing Tidak ada

Bentuk mi Normal Suhu mi <32oC Waktu 120-130 detik Organoleptik Normal Tekstur Normal Kadar air 8-10%

Warna Kuning gading cerah

Berat kering ± 60 gram

9 Pengemasan

Kondisi proses Normal

Suhu pisau 170oC

Suhu long sealer 182oC

Kecepatan 80 rpm

Mutu etiket Sesuai standar

Berat per kemasan ± 180 gram

10 Kelengkapan Produk

Kode Produksi Sesuai (contoh:1161) Kode produksi karton Sesuai (contoh:E.23.03.15)

Isi /dus 20 pcs

Kondisi sealing 3

38

a. Proses Pencampuran Bahan Baku

Tahap awal pembuatan mi telor adalah penuangan tepung ke dalam hopper screw. Fungsi dari hopper screw adalah untuk memindahkan tepung dari gudang raw material ke dalam mixer. Tepung terigu, tepung tapioka, dan bahan tambahan lainnya di campur dan diaduk dalam mixer berkapasitas besar dengan waktu sekitar 2 menit. Setelah tepung masuk ke dalam hopper screw kemudian dialirkan dengan screw conveyor yang digerakkan oleh motor dan masuk ke mixer untuk proses mixing.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses ini agar produksi pembuatan mi menghasilkan produk yang optimal dan menghasilkan limbah yang minimal. Bahan baku utama pembuatan mi instan adalah tepung terigu. Kemasan tepung terigu umumnya menggunakan sak plastik dan penyimpanannya ditumpuk di atas palet kayu. Kondisi palet menjadi penting, baik kebersihan maupun kondisi kayu (kayu harus halus). Palet yang tidak baik, memungkinkan terbawanya serpihan kayu palet dalam tepung terigu yang berakibat merusak produk maupun mesin.

Ketika penuangan terigu, harus dipastikan tidak ada benda asing yang menempel di sak terigu. Sangat disarankan adanya proses pengayakan (screening) pada proses ini, sehingga mencegah benda asing terikut. Benda asing yang umumnya terikut dalam terigu adalah serpihan kayu dan benang jahit sak.

Pastikan pada saat penuangan tepung terigu benar-benar telah tertuang semua, dengan cara menggoyang-goyang sak plastik. Pendataan yang pernah dilakukan terhadap sisa terigu yang menempel di sak (tidak teruang), yang penuangannya dilakukan dengan cara biasa, diperoleh sisa tepung sebesar 100 gram per sak ( 0.4%).

b. Pembuatan larutan alkali

Larutan alkali adalah larutan yang bersifat basa. Larutan alkali terdiri dari zat pewarna, CMC dan bahan tambahan lain, garam, air dan bahan tambahan lain. Larutan alkali berfungsi membentuk membentuk adonan sekaligus memberi warna produk. Pada proses ini, premiks harus homogen dan tidak mengandung benda asing.

c. Mixing

Mixing adalah proses pencampuran dan pengadukan bahan baku dan bahan penunjang, bahan baku dari mesin screw dalam bak mixing dengan larutan alkali yang ditampung dalan tangki alkali sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Mixing diakukan sampai homogen dan cukup kadar airnya untuk membentuk struktur gluten.

Mixing dilakukan dua tahap. Pertama mixing kering selama 2 menit, proses ini adalah pencampuran tepung dari mesin screw agar bisa homogen. Mixing yang kedua adalah mixing basah yaitu pencampuran bahan baku dengan larutan alkali. Mixing basah ini dilakukan selama 20 menit. Total waktu dari mixing adalah 22 menit. Setelah 22 menit mesin mati secara otomatis kemudian dilakukan pengujian tehadap adonan sebelum adonan diturunkan ke tabung feeder (alat perantara untuk mengalirkan adonan yang telah di mixing sebelum masuk ke tabung DCM (Dugh Compound Machine) untuk di padatkan.

Pengujian yang dilakukan meliputi uji warna, homogenitas dan tingkat kering. Untuk uji warna dan homogenitas hanya secara visual sedangkan untuk uji tingkat kering dengan menggukur kadar air adonan ±20%. Adonan ini di campur hingga

40

matang yang dicirikan dengan struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah terberai, lunak, serta lembut.

Suhu adonan dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dengan pengaduk.Suhu adonan yang baik sekitar 25-40oC. Suhu di atas 40oC menyebabkan adonan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis. Suhu kurang dari 25oC menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses ini agar produksi pembuatan mi menghasilkan produk yang optimal dan menghasilkan limbah yang minimal. Proses pencampuran (mixing) adalah titik kritis pertama dalam pembuatan mi instan. Waktu, temperatur dan jumlah air alkali yang ditambahkan harus benar-benar diperhatikan. Selain penambahan air alkali, perlu dilakukan penambahan air putih yang jumlahnya disesuaikan dengan kondisi adonan.

Temperatur mixer yang tinggi dan umur terigu yang terlalu muda menyebabkan rendahnya daya serap air, sehingga partikel terigu belum mengembang optimal, dan kondisi adonan menjadi lembek. Pengaturan temperatur mixer dapat dilakukan dengan dua hal, yang pertama menurunkan temperatur ruangan dan yang kedua adalah memasang chiller pada tanki air alkali. Temperatur mixer yang diharapkan adalah tidak melebihi 30oC. Sedangkan aging terigu dapat dilakukan dengan menyimpan terigu minimal satu minggu di gudang penyimpanan sebelum digunakan.

Kontrol terhadap kualitas adonan dapat dilakukan dengan dua hal, yang pertama dengan mengukur kadar air adonan dan yang kedua dilakukan manual dengan cara menggenggam adonan. Adonan yang baik pada saat digenggam terdapat

garis telapak tangan dan dapat dipecahkan kembali dengan mudah (gembur) seperti bentuk semula, atau dengan memperhatikan ukuran butir-butir adonan. Butiran adonan yang baik memiliki ukuran antara 0.5 sampai dengan 1.0 cm. Cara ini sangat efektif karena operator dapat langsung melakukan perbaikan pada saat proses mixing sedang berjalan. Sedangkan pengukuran kadar air memang lebih akurat, namun membutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk mengetahui hasilnya. Kadar air adonan yang baik adalah minimal 32%.

Adonan yang terlalu pera (kadar air dibawah 32%) mengakibatkan pembentukan jaringan gluten pada proses pengepresan tidak sempurna, sehingga mi akan mudah patah (rapuh). Sebaliknya, jika terlalu lembek akan menyulitkan proses pengepresan (lembar adonan mudah putus) dan kerapatan gelombang mi menjadi tidak stabil (bentuk tidak standar) Keterampilan operator menjadi sangat penting dalam proses ini, karena banyak melibatkan perasaan (feeling) pada saat penambahan air putih. Begitu juga dengan pengaturan waktu mixing, namun pada umumnya 15 menit sudah mencukupi. Kehilangan bahan dalam proses ini hampir tidak terjadi, namun jika kualitas adonan tidak sesuai, maka akan banyak terjadi reject product pada proses selanjutnya.

d. Roll sheeting dan Slitting

Proses roll sheeting adalah proses dimana adonan mi mulai dibentuk menjadi lembaran mi melalui beberapa unit roller press Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penempung masuk ke dalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik ke satu arah

42

sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan dan elastisitas mi. Tujuan proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran-lembaran. Serat yang halus dan searah akan manghasilkan mi yang elastis, kenyal, dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua rol logam. Jarak antarrol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan.

Proses slitting dilakukan untuk mengubah lembaran mi menjadi untaian mi dengan lebar dan tebal tertentu (± 1,04 mm). Sheeting adalah pembentukan lembaran adonan mi melalui 7 roll press yang mempunyai perbedaan ketebalan sehingga pada proses ini akan di capai ketebalan tertentu dan lembaran siap untuk di slitting (suatu proses pemotongan lembaran-lembaran tipis menjadi untaian-untaian yang bergelombang). Tebal shetting untuk mi jenis mi telor roll press 1: 5,5±1; roll press 2: 4±1; roll press 3: 2,4±0,5; roll press 4: 1,8±0,5; roll press 5: 1,3±0,5; roll press 6: 1,1±0,2; roll press 7: 1-1,05.

Faktor yang mempengaruhi hasil shetting adalah kondisi adonan (kalis), setting rollpres dan kondisi rollpres harus benar karena jika setting rollpres tidak seimbang akan menyebabkan tingkat kematangan tidak seragam dan tingkat telor mi tidak seragam. Proses Sheeting (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat lembaran adonan. Lembaran yang tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mi yang berfungsi mengubah lembaran mi menjadi untaian mi yang bergelombang. Kerapatan gelombang mi dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net .

Adonan yang telah menjadi lembaran-lembaran tipis dicetak oleh mesin roll sliting dengan tujuan agar lembaran-lembaran tadi menjadi untaian yang bergelombang. Pembentukan gelombang untaian mi dilakukan dengan cara melewatkan untaian mi sesudah slitter ke atas waving conveyor yang kecepatannya lebih rendah dari slitter, sehingga untaian mi melengkung dan membentuk gelombang yang rapat. Kerapatan gelombang mi dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan bed RC(roll cutter) atau net steam conveyor. Pada saat untaian mi berpindah ke net steam conveyor yang kecepatannya lebih tinggi dari pada waving conveyor maka gelombang untaian mi menjadi lebih renggang. Alat yang digunakan untuk slitting adalah sliter, untaian mi diterima oleh waving conveyor. Sebelum masuk waving conveyor untaian mi akan melewati alat pembagi untaian (devider) menjadi 5 jalur. Pada waving conveyor terjadi penggelombangan untaian mi. Jumlah untaian per jalur 60 untaian untuk mi telor dengan lebar 1,04 mm dengan kecepatan 30 rpm. Mutu sisir pinggiran jalur mi halus, ulet dan tidak putus-putus. Untaian mi yang bergelombang pada net steam conveyor kemudian masuk ke dalam steam box.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses ini agar produksi pembuatan mi menghasilkan produk yang optimal dan menghasilkan limbah yang minimal. Kondisi permukaan roller press harus mulus untuk mencegah timbulnya serbuk adonan yang jatuh dari lembar adonan yang tertinggal di roller press. Upaya yang dilakukan untuk menjaga roller press tetap mulus adalah dengan mengolesi permukaannya menggunakan minyak goreng pada setiap kali mesin berhenti. Pengaturan ketebalan antar continous juga mempengaruhi timbulnya serbuk adonan,

44

ketebalan antar roller press harus seimbang yang dapat dilihat dari kelendutan lembar adonan antar roller press.

Lembar adonan antar roller press yang terlalu tegang menyebabkan lebar lembar adonan menyempit (kurang dari 500 mm), akibatnya mengurangi jumlah untaian mi pada jalur mi sisi paling luar. Hal tersebut meningkatkan potensi produk under weight dan mi hancur, karena bentuk mi tidak kokoh. Sebaliknya jika terlalu kendor, beban roller press tinggi dan akan timbul serbuk adonan meskipun kondisi roller press mulus.

Titik kritis kedua dalam pengendalian reject produk mi instan adalah di proses slitting. Pada proses ini juga dilakukan pengaturan berat mi dengan mengatur jumlah dan tinggi gelombang mi dalam satu satuan panjang. Semakin tinggi ukuran gelombang dan semakin banyak jumlah gelombang, berat mi semakin tinggi.

Lembar adonan yang memiliki lebar 500 mm diiris sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan dibagi menjadi lima jalur untaian mi. Slitter terdiri dari roll slitter, sisir slitter, dan mangkok pemisah jalur mi. Roll slitter berfungsi untuk membelah lembar adonan dan sisir slitter untuk mengangkat untaian yang telah terpotong agar tidak tertinggal di roll slitter. Sedangkan mangkok berfungsi untuk membagi jalur untaian dan membentuk gelombang mi. Karena fungsinya mengiris (membelah) lembar adonan, maka ketajaman roll slitter menjadi kritis. Sedangkan sisir slitter harus memiliki ketinggian tertentu (tidak terlalu pendek) dan ukuran yang sama dengan celah pisau roll slitter.

Jika kondisi di atas tidak dapat dipenuhi, maka yang terjadi adalah timbulnya serbuk adonan mi seperti halnya pada proses pressing dan jalur mi menjadi tidak rapi

(ada untaian mi yang lepas atau berkumis). Untaian yang terlepas tersebut akan jatuh atau patah pada proses selanjutnya dan menjadi mi hancur (HH).

Seperti halnya roller press, untuk menjaga agar kondisi slitter tetap prima adalah dengan menyiramkan minyak goreng setiap kali mesin berhenti dan dibersihkan setiap hari setelah proses produksi selesai.

e. Steaming

Steaming adalah proses pengukusan untaian mi secara kontinyu dengan menggunakan steam (uap air panas). Mi yang berada di atas net sekaligus dipanaskan denganm pemberian uap. Proses pemasukan uap panas dilakukan melalui pipa yang berlubang di dalam boks. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten. Gelatinisasi dapat menyebabkan ;

1. Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mi.

2. Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi.

3. Terjadi perubahan pati beta menjadi pati alfa yang berlebih mudah di masak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mi telor dengan cara dehidrasi sampai kadar air kurang dari 10%.

Steam yang ada dalam steam box dihembuskan melalui pipa steam yang dihasilkan dari steam boiler, pada proses steam, suhu dari boiler dikondisikan pada suhu 100oC dengan tekanan 0.05 mpa selama 2 sampai 3 menit, sehingga diharapakn mi benar – benar telah tergelatinisasi dan matang. Tujuan proses steaming adalah untuk memasak mi mentah menjadi mi masak. Mi mentah sebelum masuk kedalam

46

steam box terlebih dahulu disemprot dengan air dari wayer mesh steaming yang berfungsi sebagai penambah kematangan sehingga mi yang dihasilkan benar – benar masak. Setelah melalui proses steam, untaian mi didinginkan oleh kipas angin kemudian masuk ke tahapan cutting dan folding.

1. Warna: Standar warna mi setelah proses steaming ialah kuning gading muda. Warna mi setelah steaming berpenngaruh ke warna pada proses drying. Jika mi di steam dengan suhu dan tekanan yang optimal maka akan diperoleh warna produk yang standar. 2. Kematangan: Tanda- tanda mi yang matang, yaitu: bila puller putus tak ada

warna putih tepung dan mi jika dipegang tidak lengket dan tidak kaku. Diuji jika tidak matang mi akan berwarna cenderung putih dan rapuh.

3. Kekenyalan: Bila di pegang tidak kaku dan tidak mudah putus (lentur). Sebagaimana memasak nasi, proses pembuatan mi juga membutuhkan pengukusan. Pada proses pengukusan ini terjadi perubahan kimia dari tepung menjadi gel (proses gelatinisasi). Semakin tinggi derajat gelatinisasi, mi akan semakin baik dan semakin instan. Untuk mi normal (yang matang dalam tiga menit), derajat gelatinisasi yang dibutuhkan minimal 80% dan untuk mi seduh (cup noodle) dibutuhkan derajat gelatinisasi minimal 90%. Semakin tinggi derajat geletinisasinya, selain menjadi lebih instan, mi juga akan menjadi semakin kokoh (tidak mudah patah).

Cara paling sederhana untuk mengetahui derajat gelatinisasi adalah dengan menarik beberapa untaian mi yang baru keluar dari proses steaming. Untaian mi yang

matang akan sangat elastis dan warnanya bening mengkilat (transparan), serta jika untaian diputus, sedikit sekali terlihat adanya bintik-bintik putih. Cara ini yang sangat memungkinkan untuk dilakukan dalam kontrol proses mengingat analisa laboratorium membutuhkan waktu cukup lama.

f. Cutting

Cutting atau pemotongan adalah suatu proses memotong lajur mi pada ukuran tertentu. Mi yang berbentuk blok akan memudahkan dalam penanganan selanjutnya, termasuk pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian. Setelah melalui proses pemasakan, mi didinginkan sementara dengan bantuan kipas angin. Selanjutnya untaian mi melewati roller kecil melintang yang lebih menonjol dibanding conveyor steam box yang berfungsi untuk melepaskan untaian mi dari conveyor steam box kemudian untaian mi dipotong oleh mesin pemotong. Pemotong dilengkapi dengan sebuah roller memanjang dengan pisau panjang (cutter) dengan kecepatan 45 rpm. Gerakan menekan potongan mi sehingga simetris berbentuk kotak, yang disebut noodle block atau blok mi. Selanjutnya blok mi menempati distributor conveyor yang mengantarkan mi masuk ke proses pengeringan (drying).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses ini agar produksi pembuatan mi menghasilkan produk yang optimal dan menghasilkan limbah yang minimal. Hal perlu diperhatikan dalam proses ini adalah ketajaman pisau dan timing yang tepat dari plat pelipat yang terletak persis di bawah pisau. Lipatan mi harus tepat di tengah sehingga mempermudah masuknya mi yang sudah dipotong ke dalam retainer (cetakan) penggorengan. Lipatan yang tidak presisi akan mengakibatkan

48

bagian mi yang terluar mudah patah pada saat berbenturan dengan mi dalam perjalanan di konveyor menuju proses packing, sehingga menimbulkan produk reject baik HH maupun HP.

g. Drying

Drying atau pengeringan adalah suatu proses mengeringkan mi yang telah dipotong dan dilipat dengan uap panas yang dihasilkan oleh heater dalam box Drying. Mi yang telah dipotong dan dilipat di atur dalam angsang kemudian diangkut menuju Dryer untuk mengeringkan mi secara sempurna, menjadikan produk kering dan renyah,serta terbentuk lapisan protein.

Proses drying mi dilakukan selama ± 2,5 menit dengan suhu 100 – 150oC dengan menggunakan 5 kamar yang memiliki perberbedaan suhu tiap kamarnya. Uap panas yang dihasilkan oleh heater dalam box drying kemudian disebarkan ke box drying dengan bantuan blower sehingga semua mi bisa kering merata.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses ini agar produksi pembuatan mi menghasilkan produk yang optimal dan menghasilkan limbah yang minimal. Untuk itu pengecekan kadar air menjadi sangat penting pada proses ini. Cara paling mudah untuk melakukan pengecekan kadar air secara manual adalah dengan membelah lipatan mi yang baru keluar dari penggorengan. Jika pada saat dibelah semua untaian mi patah atau putus, bisa dipastikan kadar air mi di bawah 10% dan sebaliknya jika masih ada lebih dari 30% untaian mi yang tidak putus maka kadar air mi tersebut diatas 10%. Tentu analisa dengan menggunakan oven tetap diperlukan untuk memastikan angka yang tepat.

Jika adonan terlalu pera pada saat mixing, mi setelah keluar dari proses penggorengan menjadi rapuh meskipun kadar air mi sudah sesuai dengan standar. Begitu juga apabila kadar air mi setelah digoreng rendah (<8%). Di ujung mesin penggorengan dipasang alat peniris yang umumnya menggunakan sistem getar. Pada bagian ini akan banyak untaian mi yang terlepas (rontok), jika bentuk mi tidak rapi maupun rapuh (timbul mi hancur, HH).

h. Cooling

Blok mi yang keluar dari drying kemudian dikeringkan kembali dengan cooling box yang memiliki blower. Proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap panas dari produk dan membuat tekstur mi menjadi keras. Jika sisa uap panas tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan memungkinkan untuk ditumbuhi jamur. Mesin pendingin ini bekerja dengan menghembus udara dari blower kearah blok mi panas yang berada diatas cooling conveyor. Proses pendinginan mi berlangsung ± 2 sampai 3 menit sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan mi mencapai suhu kurang lebih 30 – 32oC.

Proses penurunan suhu blok mi yang rendah sebelum dikemas membuat mi menjadi lebih tahan simpan dalam kemasan etiket selama kurang lebih 8 bulan. Apabila proses pendinginan tidak sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan mi sehingga memicu tumbuhnya jamur. Dengan mi yang ditumbuhi jamur atau mikroba akan menjadi rusak sehingga umur simpan mi menjadi lebih pendek. Hasil pada proses cooling meliputi:

50

1. Tekstur

Tekstur mi setelah proses drying-cooling harus dianalisa karena tekstur sangat berpengaruh pada kualitas produk, yaitu banyak tidaknya remukannya. 2. Kadar air mi telor

Kadar air pada mi telor standar adalah 8-10%. Kadar air berpengaruh pada massa simpan berat perball dan rendemen.

3. Warna

Warna produk sangat mempengaruhi kualitasnya, warna standar yaitu kuning gading cerah dan bersih. Kualitas warna nantinyaberdampak konsumen.

4. Tingkat kering

Tingkat kering akan berpengaruh pada kadar air, berat dan daya simpan serta kekokohannya, juga mengetahui suhu pengeringnya sudah optimal atau belum.

Dalam dokumen Proses produksi dan analisis mutu proses (Halaman 44-63)

Dokumen terkait