• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. PRODUKSI DAN OUTGOING QUALITY CONTROL (UMUR SIMPAN) CUP

7.1. Proses Produksi Cup Noodle

Menurut SNI 3551-1994 mie instan merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan air yang rendah dan terbuat dari bahan dasar tepung terigu, baik dengan atau tanpa adanya bahan tambahan makanan lain yang diperbolehkan. Selain itu bahan pangan ini berbentuk mie yang siap disajikan setelah melalui proses pemasakan atau penyeduhan maksimal selama 4 menit. Astawan (2008) menambahkan bahwa umumnya kadar air mie instan berkisar antara 5 hingga 8% sehingga mie ini memiliki umur simpan yang lama. Ada berbagai jenis variasi mie instan, seperti bag noodles dan cup noodles. Keduanya diproses melalui tahapan yang hampir sama namun ada beberapa titik perbedaan, yaitu adanya tahap penyemprotan air pada cup noodle.

Proses produksi Cup Noodle Pop Mie meliputi:

 Pengayakan

Pada tahap ini tepung terigu mengalami pengayakan dengan menggunakan shifter yang memiliki ukuran lubang 20 mesh. Menurut Sutomo (2008) tepung terigu mengandung protein gluten yang tinggi. Gluten berkontribusi pada sifat elastis, kenyal, dan tidak mudah putus, sehingga tepung terigu ini cocok dijadikan bahan baku mi. Munarso dan Haryanto (2009) menambahkan bahwa gluten merupakan faktor utama penentu elastisitas dan kestabilan mie yang dihasilkan. Gluten dapat mengubah adonan menjadi kenyal karena sifatnya yang kedap udara (dapat mempertahankan udara dalam adonan).

Proses pengayakan tepung ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminan seperi logam, cemaran plastik, serpihan kayu atau benda-benda asing lainnya. Serpihan kayu bisa jadi ada di dalam tepung karena tepung diletakkan di atas pallet kayu. Ketika ada serpihan kayu yang mulai mencuat maka akan bisa masuk ke dalam tepung. QC field

akan memeriksa jumlah tepung yang ditambahkan apakah sudah sesuai atau belum, bagaimana keadaan tepung terigu yang akan digunakan dan kontaminasi yang ada di dalam tepung. Tahapan ini termasuk di dalam titik kritis, yang mana perlu diamati ada tidaknya cemaran dalam tepung yang diayak.

 Pencampuran

Pada tahap ini tepung yang sudah diayak akan dimasukkan dan dibawa menuju ke

mixer, tempat dimana tepung dicampur dengan larutan alkali dan air. Larutan alkali ini berwana kuning dan merupakan campuran dari bahan-bahan penyusunnya. Banyaknya larutan alkali yang ditambahkan adalah sekitar 70 liter. Kemudian larutan alkali ini cenderung bersifat basa. Menurut Suyanti (2008) larutan alkali mengandung beberapa komponen yang salah satunya adalah garam. Larutan ini pada umumnya berwarna kuning dengan pH yang cenderung basa, sekitar 9-11. Adanya penggunaan larutan alkali membuat mie menjadi berwarna kuning akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada kondisi basa. Air digunakan untuk membantu pengembangan serat-serat glutein sebagai akibat dari penyerapan air oleh glutein. Selain itu air dapat melarutkan garam dan pembentuk sifat elastis dan kenyal dari gluten Air yang digunakan sebaiknya berada pada kisaran pH 6-9. Peningkatan pH menghasilkan mie yang tidak mudah patah akibat absorbsi air meningkat. Selain itu air yang digunakan harus sesuai dengan standar air minum, yaitu tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa (Astawan, 2008).

Menurut Mudjajanti dan Yulianti (2004) proses mixing akan menghidrasi tepung dengan air dan karbohidrat dengan protein, meningkatkan homogenitas adonan dan membentuk dan melunakkan jaringan glutein melalui peremasan hingga adonan kalis. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini adalah jumlah air (28-38%), lama mixing (15-25 menit), dan suhu adonan (24-40ºC). Proses pencampuran ini berlangsung selama 13 hingga 15 menit. Penentuan waktu tersebut didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, sehingga selama pencampuran dengan kisaran waktu tersebut tepung terigu dan larutan alkali akan menjadi campuran adonan Pop Mie yang siap untuk diolah lebih lanjut. QC

field akan melakukan pengecekkan terhadap larutan alkali yang ditambahkan, bagaimana adonan yang terbentuk, dan kontaminasi yang ada serta waktu mixing.

Tahap ini merupakan salah satu titik kritis di mana saringan larutan alkali harus selalu dipantau, dibersihkan dan diganti. Larutan alkali yang siap untuk digunakan akan turun dan melewati saringan sehingga kotoran-kotoran atau kontaminan yang ada dapat terpisahkan di saringan tersebut. Salah satu penyusun larutan alkali adalah garam yang

37

mana pembuatannya berasal dari air laut. Bisa jadi garam yang digunakan mengandung pasir sehingga membuat larutan alkali mengandung pasir. Saringan ini terletak di antara pipa-pipa dan akan diganti setelah satu kali produksi dan selanjutnya dibersihkan.

 Pembentukan Lembaran-Lembaran

Setelah adonan tercampur rata, adonan akan masuk ke feeder di mana adonan akan ditampung. Setelah itu adonan akan dilewatkan di roller bertekanan untuk membentuk lembaran adonan. Pada tahap ini, pemeriksaan dilakukan terhadap kontaminan yang ada di lembaran adonan dan di alat yang digunakan. Menurut Astawan (2008) adonan yang homogen akan dimasukan ke dalam mesin pelempeng di mana adonan akan diubah menjadi lempengan-lempengan. Pada tahap ini serat gluten akan berubah menjadi halus. Suhu adonan yang dipres sebaiknya lebih dari 25ºC karena suhu yang rendah akan berakibat pada lembaran yang kasar dan pecah-pecah sehingga mie mudah patah. Suyanti (2008) menambahkan bahwa adonan mie melalui tahap pembentukan lembaran secara bertahap. Awalnya lembaran mie akan tebal, namun penggilingan akan dilakukan beberapa kali sehingga semakin tipis. Lembaran mie yang dihasilkan tidak boleh sobek, permukaan harus lembut dan kekuningan, merata dan bersih dari kontaminan.

Slitter

Setelah terbentuk lembaran adonan, proses selanjutnya adalah pembentukan lembaran menjadi untaian mie. Menurut Astawan (2008) bentuk gelombang pada mie memiliki keuntungan yaitu proses penguapan dan penggorengan semakin cepat akibat konduksi dan sirkulasi panas dari minyak yang ada di dalamnya. Ketebalan untaian Pop Mie lebih kecil daripada untaian mie instan pada umumnya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi kesesuaian ukuran slitter dengan standar yang sudah ditetapkan, kecepatan pemotong, jarak lipatan mie, dan kontaminasi yang mungkin ada. Setelah itu untaian mie akan melewati roller untuk diratakan karena terkadang ada permukaan mie yang cenderung lebih tinggi daripada sisi lainnya.

Spray air

Tahapan ini hanya khusus untuk produk cup noodle Pop Mie, di mana tahap ini tidak diberlakukan pada produk mie instan yang lain. Pada tahap ini, untaian mie akan

disemprot dengan air. Hal ini dikarenakan untaian mie Pop Mie lebih tipis daripada mie instan lainnya sehingga cenderung untuk kering dan mudah putus. Oleh karena itu perlu ditambahkan sedikit air untuk melembabkan untaian sehingga tidak mudah putus. Penambahan air ini tidak dilakukan di awal karena ketika adonan terlalu basah, bisa jadi mie tidak bisa dipotong-potong dengan baik.

Steaming

Setelah untaian mie disemprot dengan air, mie akan melalui proses pengukusan. Selama proses pengukusan ini akan terjadi proses gelatinisasi. Menurut Widya dan Anggi (2015) selama proses pengukusan bahan pangan akan terjadi gelatinisasi pati di mana granula pati mulai membengkak dan lama-kelamaan akan pecah. Selanjutnya amilosa akan keluar dan larut dalam uap air selama pengukusan (leaching). Astawan (2008) menambahkan bahwa gelatnisasi dapat melelehkan pati dan membentuk film (lapisan tipis) yang mampu menurunkan penyerapan minyak dan membuat mie yang dihasilkan menjadi lembut. Selain itu juga membuat peningkatan daya cerna pati dan perubahan struktur pada sehingga lebih mudah dimasak. Perubahan struktur ini harus tetap ada dalam mie kering dan dapat dipertahankan dengan pengeringan hingga kadar air maksimal 10%. Suyanti (2008) melanjutkan bahwa adanya pengukusan membuat mie menjadi lebih kering, keras, kuat dan kenyal serta minyak goreng tidak banyak terserap pada mie. Selain gelatinisasi pati, koagulasi gluten juga terjadi sehingga mie menjadi kenyal akibat dehidrasi air dari gluten. Hal ini dikarenakan ikatan hidrogen yang putus sehingga kompleks pati dan gluten lebih rapat. Sebelum pengukusan mie cenderung lunak dan mudah ditarik, namun setelah pengukusan mie akan menjadi keras dan kuat.

Pemeriksaan yang dilakukan pada tahap ini adalah kontrol tekanan uap masuk dan keluar serta waktu pengukusan. Setelah proses pengukusan selesai, mie akan didinginkan sebentar dengan cara melewatkannya di atas kipas. Hal ini bertujuan untuk mencegah mie lengket di net.

39

Cutting

Proses pemotongan yang ada di line produksi Pop Mie ini berbeda dengan alat pemotong mie instan lainnya. Pada umumnya mie akan dipotong menggunakan cangkul. Namun pada produk Pop Mie, mie akan diturunkan dari atas ke bawah dan kemudian selama perjalanan itu mie akan dipotong dan akan jatuh ke dalam mangkuk-mangkuk. Setelah mie dipotong, mie akan disemprot dengan spray air lagi untuk lebih membuka atau mengembangkan untaian mie karena jika mie terlalu padat dan rapat maka pada saat penggorengan akan ada bagian yang belum matang sempurna.

Frying

Setelah mie masuk ke dalam mangkuk-mangkuk, mie akan dibawa menuju ke tempat penggorengan dengan suhu minyak sekitar 130ºC hingga 150ºC. Hal ini sesuai dengan Suyanti (2008) bahwa penggorengan mie instan dilakukan selama 100 detik pada suhu 150ºC. Penggorengan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air mie instan melalui dehidrasi air yang menguap dan dihasilkan pori-pori halus pada permukaan mie. Minyak yang digunakan juga bukan sembarang minyak, namun minyak yang digunakan ini merupakan minyak baru RBDPO yang cenderung tidak cair. Menurut Suyanti (2008) penggunaan minyak padat ini supaya mie yang dihasilkan memiliki permukaan yang tidak berkilau seperti ketika digoreng menggunakan minyak biasa. Minyak padat ini akan kembali padat ketika berada pada suhu ruang. Titik kritis di tahapan ini adalah suhu minyak, banyaknya minyak yang digunakan, tekanan minyak, lama penggorengan, dan penghitungan presentase kesusutan mie.

Cooling

Setelah mie digoreng dengan suhu yang tinggi, blok mie yang dihasilkan akan memiliki suhu yang tinggi pula. Oleh karena itu perlu didinginkan terlebih dahulu sebelum dikemas dan didistribusikan ke konsumen. Namun sebelum proses pendinginan, blok mie akan ditiriskan terlebih dahulu agar kadar lemak tidak terlalu tinggi. Tahapan ini dilakukan di dalam kotak pendingin di mana di dalamnya terdapat beberapa kipas angin dan blower yang dapat memindahkan panas ke luar sehingga proses pendinginan menjadi lebih cepat. Menurut Suyanti (2008) pendinginan ini bertujuan supaya sisa uap panas dapat hilang dan mengurangi terjadinya kontaminasi jamur saat dikemas.

Astawan (2008) menambahkan juga bahwa mie akan didinginkan menggunakan fan

dalam kotak pendingin yang dapat membuat minyak dalam mie menjadi keras dan menempel pada mie sehingga mie yang dihasilkan juga keras.

Packing

Menurut Suyanti (2008) pengemasan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan pangan dari kerusakan fisik karena adanya tekanan, untuk mengurangi kontaminasi, dan mempermudah penyimpanan, transportasi dan distribusi pangan. Selain itu dengan adanya kemasan, konsumen bisa jadi tertarik untuk membeli produk tersebut.

Pada tahap ini blok mie yang sudah mengalami penurunan suhu dan sudah tercetak di wadah Pop Mie akan ditambahi dengan bumbu pelengkap, saos, dan garpu secara manual. Setelah itu Pop Mie akan menuju ke tempat pengepresan cover atau penutup kertas, dikemas diplastik dan mengalami proses shrinking atau pengerutan kemasan plastik. Selama proses ini berlangsung, perlu diamati letak penambahan bumbu karena bisa jadi bumbu ikut dengan sealer penutup dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bumbu. Pengendalian di tahapan ini juga memperhatikan penutup atau cover yang mana diharapkan tidak mudah rusak ketika diberi tekanan dari luar. Ketika pada proses pengerutan plastik, plastik mengalami kerusakan atau sobek, maka Pop Mie akan diambil dan dibungkus ulang kembali.

Seluruh pengendalian dan pengawasan mutu selama proses produksi dilakukan secara

detail dan per tahapan. Pengawasan mutu proses produksi ini dianggap penting karena mencangkup seluruh aspek mulai dari bahan baku hingga produk jadi. Tujuan akhirnya yaitu untuk memproduksi pangan yang aman dikonsumsi dan berkualitas tinggi.

Dalam rangkaian proses produksi tersebut, ada 4 titik kritis yang ditentukan, yaitu: a. Penambahan Antioksidan dalam Minyak Goreng

Menurut Shahidi (2005) dalam Ayucitra et al. (2011) antioksidan didefinisikan sebagai bahan atau komponen yang bermanfaat untuk mengurangi bahan mencegah terjadinya oksidasi pada substrat yang mudah teroksidasi, seperti pangan dengan kandungan karbohidrat, lemak dan protein, apabila ditambahkan dengan kadar yang rendah dan

41

tepat. Radikal bebas yang terbentuk akibat pemanasan, dekomposisi ataupun fotooksidasi akan merubah asam lemak tidak jenuh menjadi lipida (alkil) radikal akibat hilangnya atom H. Lipida radikal ini merupakan komponen yang sangat reaktif yang mampu bergabung dengan triplet oksigen membentuk peroksi radikal. Peroksi radikal akan bergabung dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroperoksida dan lipida radikal yang baru. Lipida radikal yang baru akan kembali bergabung dengan oksigen dan menghasilkan peroksi radikal baru. Reaksi tersebut terus berulang hingga terjadi siklus oksidasi minyak dan dapat berhenti jika dua radikal bebas saling bereaksi membentuk produk non radikal yang stabil pada tahap terminasi (Gunstone, 2004 dalam Ayucitra et al, 2011).

Penambahan antioksidan pada minyak goreng dilakukan oleh bagian gudang dan diawasi oleh QC RM bagian bahan baku. Penambahan antioksidan tidak sembarang dilakukan langsung, namun pihak perusahaan telah meluncurkan standar kadar antioksidan yang perlu ditambahkan ke dalam minyak goreng didasarkan pada jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Penambahan ini harus dilakukan dengan proporsi yang pas, karena ketika proporsi yang digunakan tidak sesuai dengan standar maka akan berpengaruh pada kualitas minyak yang digunakan. Menurut Trilaksmi (2003) dalam Ayucitra et al. (2011) penambahan antioksidan sebaiknya dilakukan secepat mungkin untuk menghasilkan efek yang maksimal yang dapat diperoleh ketika antioksidan ditambahkan selama periode induksi. Periode induksi merupakan tahap awal oksidasi di mana oksidasi ini berjalan lambat menuju tahap oksidasi yang lebih cepat. Periode induksi yang semakin cepat mengindikasikan bahwa minyak akan semakin cepat teroksidasi.

b. Screw Conveyor

Proses pengayakan tepung ini dilakukan oleh QC RM di gudang tepung. Menurut Fatmawati et al. (2009) dalam Ailani (2014) tahapan pengayakan merupakan tahap penting karena menentukan ukuran partikel yang terbentuk. Pengayakan sendiri merupakan pemisahan campuran partikel padat dengan ukuran yang beraga sehingga diperoleh keseragaman ukuran partikel dan bersih dari kontaminan dengan ukuran yang berbeda dengan tepung.

Pada tahapan ini tepung tidak hanya diayak saja dan tidak diamati sama sekali. Namun seorang QC akan mengamati hasil ayakan tepung tersebut apakah mengandung cemaran-cemaran yang tidak diinginkan atau bersih dari cemaran tersebut. Cemaran yang dapat masuk ke dalamnya bisa berupa kutu, serangga, serpihan kayu dari pallet, benang, dan sebagainya. Ukuran dari saringan atau shifter yang digunakan juga harus 20

mesh. Artinya, ketika lubang yang digunakan melebihi standar tersebut maka benda-benda yang tidak diinginkan bisa jadi masuk dan mengkontaminasi produk yang dihasilkan.

c. Saringan Larutan Alkali

Larutan alkali yang sudah disiapkan untuk menjadi bahan campuran dengan adonan juga perlu diperiksa. Larutan alkali yang digunakan terdiri dari beberapa komponen, yang salah satunya adalah garam. Garam yang digunakan pasti berasal dari laut dan bisa jadi pada saat proses pembuatan garam, ada pasir yang terikut sehingga mengkontaminasi larutan alkali. Maka dari itu diperlukan saringan yang diletakan di antara pipa tempat disemprotkannya larutan ke dalam tepung. Saringan yang digunakan akan menyaring benda-benda asing yang tidak diinginkan dan saringan ini diganti setiap kali produksi berlangsung. Saringan yang lama akan dicuci dan dibersihkan.

d. Penggorengan

Pada tahap ini, minyak goreng yang digunakan harus sesuai dengan standar yang ditentukan. Suhu minyak goreng harus pas untuk menghindari adanya bagian blok mie yang kurang matang ataupun terjadinya case hardening di mana permukaan blok mie menjadi sangat kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Selain itu ketinggian minyak juga merupakan parameter yang penting karena ketika minyak terlalu sedikit maka akan ada bagian yang tidak terkena minyak dan tidak tergoreng dengan baik. Waktu penggorengan juga perlu diperhatikan supaya tidak terlalu lama maupun sebentar untuk menghindari terjadinya gosong atau mentah.

43

Dokumen terkait