• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Diagnosis TB Paru a. Gejala Klinis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2006). Lihat Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tanda dan Gejala TBC

b. Pemeriksaan Jasmani

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

c. Pemeriksaan foto thorax

- Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.

- Pada kavitas bayangan berupa cincin.

- Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Sebagai contoh lihat Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Contoh Toraks TBC

Indikasi pemeriksaan foto toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

i. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru BTA positif.

ii. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

iii. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

d. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

i. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

ii. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. iii. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak

e. Diagnosis TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai denganindikasinya.

2.5 Pengobatan TB

Tujuan pengobatanTB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2006).

Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua kelompok yaitu kelompok pertama dan kelompok kedua. Kelompok obat pertama yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Kelompok obat ini memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Jenis dan dosis OAT dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis dan Dosis OAT Obat Dosis (Mg/Kg BB/Hari) Dosis yg dianjurkan DosisMaks (mg) Dosis (mg) / berat badan (kg) Harian (mg/ kgBB / hari) Intermitten (mg/Kg/BB/kali) < 40 40-60 >60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 750 1000 1500 E 15-20 15 30 750 1000 1500 S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Sedangkan kelompok obat kedua yaitu antibiotik golongan fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin, etionamid, kanamisin, kapreomisin, dan para aminosalisilat. Penggunaan OAT kelompok kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT kelompok pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT kelompok kedua(Depkes RI, 2006).

a. Prinsip Pengobatan

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. i. Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

ii. Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

b. Panduan OAT yang Digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia (Dirjen PPM dan PL, 1999):

i. Kategori 1

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Paduan ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diminum setiap hari, diteruskan dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), 3 kali dalam seminggu.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: a. Pasien baru TB paru BTA positif.

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif c. Pasien TB ekstra paru

ii. Kategori 2

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Paduan ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diminum setiap hari, setiap kali selesai minum obat langsung diberi suntikan streptomisin. Dilanjutkan 1 bulan pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diminum setiap hari. Diteruskan dengan fase lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E) diminum 3 kali dalam seminggu. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

Pasien yang menderita TB yang cukup berat membutuhkan streptomisin dalam kombinasinya untuk prevensi resistensi (Amin,1989).

iii. Kategori 3

Kategori 3 : 2(HRZ)/4(HR)3

Paduan ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diminum setiap hari, diteruskan dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), 3 kali dalam seminggu.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: a. Pasien baru BTA negatif/rontgen positif. b. Pasien ekstra paru ringan.

BAB III

Dokumen terkait