BAB VI
PROSPEK DAN TANTANGAN
KEHUTANAN SULAWESI UTARA
(2014 - KEDEPAN)
Sektor kehutanan berkembang dari masa ke masa. Pembangunan sektor kehutanan pada masa mendatang dipandang sangat penting tidak saja bagi dunia kehutanan namun juga bagi pembangunan wilayah Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat, pembangunan KPH sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan lestari dipandang sebagai trend pengelolaan hutan efektif pada masa yang akan datang. Pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan pelibatan masyarakat dalam kegiatan kehutanan. Pada masa mendatang masyarakat tidak hanya berperan sebagai stakeholder dari pembangunan kehutanan, namun telah menjadi salah satu pilar penting agar kelestarian hutan tetap terjaga dan pemanfaatan hutan optimal dapat dilakukan. Peran KPH sebagai unit pengelolaan terkecil yang efisien akan menjadi solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kehutanan. Kerusakan hutan dan penurunan produktivitas lahan hutan akan dapat dikendalikan, lapangan kerja dan pendapatan daerah akan dapat ditingkatkan. Seiring penataan birokrasi dan organisasi lingkup Kementerian dan Pemerintah Daerah, KPH akan menjadi alternatif bagi aparatur Kehutanan dalam pengembangan karir dan peningkatan profesionalisme teknis kehutanan. Dengan demikian sumber daya manusia kehutanan akan lebih banyak bersentuhan dengan obyek pekerjaan dan masyarakat di tingkat tapak dan tidak terlalu disibukkan oleh persoalan-persoalan administrasi.
Pembangunan KPH model tahun 2013 sebanyak 1 (satu) unit dan tahun 2014 ditambah 1 (satu) unit lagi. Kalau trend tersebut terjadi, maka dalam 5 tahun kedepan minimal ada 5 KPH model. KPH dipandang sangat ideal dalam pengelolaan hutan lestari karena rencana pengelolaan dan seluruh aktivitasnya dilakukan oleh KPH secara mandiri. Penyusunan rencana pengelolaan KPH selain berorientasi konservasi, rehabilitasi, reklamasi, rencana pengelolaan hutan lestari serta kesejahteraan masyarakat. Pengembangan produksi dapat berupa peningkatan produktivitas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu diantaranya jasa wisata, getah serta aneka usahan kehutanan lainnya.
Orientasi dari pembangunan KPH adalah agar KPH dapat menjadi Badan Layanan Umum sehingga secara mandiri dapat membiayai dirinya sendiri. Pada awal pembangunannya, KPH tentunya mendapat bantuan pendanaan dari Kementerian Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis di jajarannya. Provinsi Sulawesi Utara didorong agar terjadi percepatan dalam pembangunan sehingga pembangunan kehutanan dapat berperan dan mewujudkan
kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan.
Adanya pengelolaan kehutanan secara terpadu dengan pemberdayaan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian serta pengelolaan hutan dengan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan mampu mendorong peningkatan produktivitas sehingga menjadi bagian dalam peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan. Dibawah kelembagaan KPH, diharapkan agar kelestarian hutan dapat tercapai.
Pandangan tradisional bahwa sumberdaya hutan hanya berupa kayu, rotan, dan sebagai tempat penggembalaan sudah harus berubah, karena kawasan hutan selain menghasilkan kayu juga penghasil hasil hutan bukan kayu yang nilainya sangat besar. Beberapa jenis HHBK adalah tanaman obat, bambu, rotan, aren (minuman tradisional), murbei, burung, mamalia, jamur, madu dan air. Fungsi lain dari sumberdaya hutan adalah sebagai tempat penyerap dan penyimpan karbon, wisata alam dan keanekaragaman hayati baik pada tingkat ekosistem, spesies, dan gen. Peranan kawasan hutan sebagai penyedia obyek dan daya tarik wisata sangat prospektif dimasa depan.
Sejalan dengan semakin berkembangnya isu perubahan iklim, yang dikhawatirkan akan berdampak pada pola iklim global khususnya Provinsi Sulawesi Utara, sektor kehutanan diharapkan dapat berperan dalam pengurangan laju degradasi dan deforestasi lahan. Salah satu upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan adalah melakukan moratorium pengusahaan hutan di lahan hutan primer dan menata kembali kawasan hutan yang open akses serta melakukan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi serta restorasi kawasan hutan. REDD+ yang telah dilakukan ini diharapkan dapat mengurangi laju emisi sekitar 25 % melalui kegiatan BAU dan sektor kehutanan diharapkan dapat menyumbang pengurangan emisi sebesar 14 %. Di Provinsi Sulawesi Utara dimana kegiatan rehabilitasi dan reklamsi lahan sangat intensif diharapkan dapat berperan dalam laju penurunan emisi gas rumah kaca.
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu kebijakan prioritas Kementerian Kehutanan. Aneka Usaha Perhutanan Berbasis Konservasi dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kegiatan ini terus dilanjutkan setiap tahunnya dan diharapkan dapat menjadi model dalam pembangunan kehutanan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepemerintahan yang baik di bidang kehutanan (good forestry governance) dicirikan dengan semakin efektif dan efisiennya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan keseimbangan peran dan tanggungjawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani. Peraturan yang dibuat dan kebijakan yang diambil dapat dipertanggung-gugatkan dan dilaksanakan secara berkeadilan.
Selain prospek pengelolaan hutan di atas, tantangan pengelolaan kawasan hutan kedepan tidaklah ringan antara lain 1) Penyediaan lahan untuk kepentingan pertumbuhan penduduk, 2) Makin pesatnya kegiatan pertambangan dan energi, 3) Penyediaan energi terbarukan, 4) Peningkatan kebutuhan kayu, 5) Perdagangan flora dan fauna secara ilegal, 6) Pemekaran wilayah, 7) Perubahan iklim global, 8) Bencana alam (kebakaran hutan, lahan, tanah longsor, dan erupsi gunung berapi), serta 9) Kedaulatan pangan. Sebagai akibat dari tantangan pengelolaan hutan itu akan menyebabkan semakin tingginya laju deforestasi dan degradasi lahan. Oleh karena itu penyusunan tata ruang yang handal berdasarkan data dan informasi terbaru mutlak diperlukan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034. Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia Timur ke kawasan Asia Timur dan Pasifik yang produktif dan berdaya saing, yang berbasiskan kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian, dengan memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Terkait bidang Kehutanan, penetapan RTRW Provinsi Sulawesi Utara 2014 – 2034 akan ditindaklanjuti dengan pertimbangan-pertimbangan dan usulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Utara, luas kawasan hutan ditetapkan sebagai berikut : kawasan hutan Konservasi 315.064,86 ha, hutan Lindung 161.808,82 ha dan hutan produksi 288.185,74 ha. Dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 734/Menhut-II/2014 maka perlu dilakukan sinkronisasi kembali agar diperoleh data acuan yang akurat dan mutakhir.
2. Mengusulkan pembangunan 16 (enam belas) Kesatuan Pengelolaan Hutan, baik di hutan lindung (KPHL) maupun hutan produksi (KPHP) ke Kementerian Kehutanan. 3. Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan konservasi (Cagar Alam Gunung Ambang)
menjadi hutan lindung atau hutan produksi terbatas, antara lain untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mendukung percepatan pembangunan perekonomian di Sulawesi Utara. 4. Pembangunan Kebun Raya di Lokasi eks reklamasi Newmont Minahasa Raya dan
penetapan pembangunan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, pembangunan wisata rohani Bukit Kasih Kanonang di kawasan hutan lindung Gunung Soputan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK).
BAB VII
PENUTUPBAB VII
PENUTUP
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 74
Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno
Gambar 35. Keindahan Pantai Pulau Sara Kab. Kep. Talaud Foto : Johanes Wiharisno
BAB VII
PENUTUP
Usia 50 tahun merupakan perjalanan panjang pembangunan sebuah daerah. Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan pembangunan disemua sektor. Kehutanan telah menjadi salah satu sektor penting dalam dinamika pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Dalam setengah abad perjalannnya, kehutanan telah mempersembahkan berbagai capaian yang dapat dinikmati bersama. Potensi hasil hutan baik kayu dan hasil hutan bukan kayu telah dirasakan manfaatnya oleh semua lapisan masyarakat. Jasa lingkungan, pariwisata berbasis ekologi, pemberdayaan masyarakat serta penelitian-penelitian dalam bidang kehutanan telah mewarnai perjalanan pembangunan 50 tahun Provinsi Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan KPH menjadi pilihan sektor kehutanan untuk berkiprah dalam pembangunan di masa yang akan datang. Pembangunan KPH dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, menyejahterakan masyarakat disekitar dan di dalam kawasan hutan serta menjaga kelestarian hutan.
Periode panjang pembangunan sektor
kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dibagi kedalam 3 (tiga) masa pemerintahan yaitu 1) Pemerintahan Orde Lama 1964 – 1968, periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Pada zaman ini aktivitas pembangunan kehutanan di daerah masih kurang. 2) Masa Pemerintahan Orde Baru periode 1968-1998, tercatat sebagai masa kejayaan kehutanan, yang dimotori oleh HPH.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 89
Foto : Johanes Wiharisno
Foto : Johanes Wiharisno
Sektor kehutanan sebagai penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas, dan 3) Masa Pemerintahan Reformasi tahun 1998 – 2014. Pengelolan hutan dan kehutanan memasuki konservasi dan rehabilitasi. Pada periode tersebut ditandai pula sebagai masa kebangkitan kedua dimana KPH sebagai ujung tombak pembangunan kehutanan. Selain itu masa ini adalah masa emas pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan secara berkeadilan dan pengelolaan hutan secara lestari. Sungguh sebuah kebanggaan telah menjadi bagian dari perjalanan peradaban sebuah provinsi, dan menjadi sebuah harapan untuk dapat terus berkiprah pada masa yang akan datang. Kontribusi kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara juga tidak dapat dilepaskan dari dukungan sumber daya manusia yang semakin handal dan terlatih baik dari unsur pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang menangani bidang kehutanan, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Kerjasama dan kontribusi perusahaan swasta sebagai stakeholder, akademisi terutama pada bidang kehutanan, pertanian serta Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra kerja instansi pemerintah semakin mengukuhkan kiprah nyata kehutanan dalam pembangunan.
Pada akhirnya marilah semua lapisan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara memperlakukan dan memanfaatkan sumberdaya alam dengan bijak bestari. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, jadikanlah kegiatan menanam menjadi budaya sehingga sumberdaya alam hutan dapat dinikmati sampai anak cucu kita.