• Tidak ada hasil yang ditemukan

KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KIPRAH KEHUTANAN

50 TAHUN SULAWESI UTARA

1964 - 2014

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara

Balai Penelitian Kehutanan Manado

Balai KSDA Sulawesi Utara

BPKH Wilayah VI Manado

BPDAS Tondano

Balai TN Bunaken

Balai TN Bogani Nani Wartabone

Universitas Sam Ratulangi

(4)

KIPRAH KEHUTANAN

50 TAHUN SULAWESI UTARA

1964 - 2014

Pengarah:

Ir. Herry Rotinsulu (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara) Ir. Muh. Abidin, M.Si (Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado) Ir. Sudiyono (Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara)

Ir. Zahari Sipayung, M.Si (Kepala BPKH Wilayah VI Manado) Ir. Noel Layuk Allo, MM (Kepala Balai TN Bogani Nani Watabone) Ir. Aris Sutjipto, MM (Kepala BPDAS Tondano)

Ir. Ari Subiyantoro, MP (Kepala Balai TN Bunaken)

Penanggungjawab:

Ir. Muh. Abidin, M.Si

Penyusun:

Margaretta Christita Johanes Wiharisno

Kontributor:

Abdul Latif, Arif, Nurhayati Samsudin, Rinto Hidayat, Suhandi, Taufik Hamzah, Tribudi

Editor:

Ir. Muh. Abidin, M.Si Dr. J S Tasirin

Desain Sampul dan Tata Letak:

Johanes Wiharisno

Sumber Foto:

Giyarto, Johanes Wiharisno, Margaretta Christita, BPDAS Tondano, BPKH Wil. VI Manado, BTN Bunaken, BTN Bogani Nani Wartabone,

BPK Manado, BKSDA Sulut, Dinas Kehutanan Provinsi Sulut

Balai Penelitian Kehutanan Manado Manado, 2014

ISBN : 978-602-96800-7-2

(5)

v

Hai perwira rimba raya mari kita bernyanyi

Memuji hutan rimba dengan lagu yang gembira

Dan nyanyian yang murni

Meski sepi hidup kita jauh di tengah rimba

Tapi kita gembira sebabnya kita bekerja

Untuk nusa dan bangsa

Rimba raya rimba raya

Indah permai dan mulia

Maha taman tempat kita bekerja (2x)

Rimba raya maha indah, cantik molek dan perkasa

Penghibur hati susah, penyokong nusa dan bangsa

Rimba raya mulia

Disitulah kita kerja disinar matahari

Gunung lembah berduri haruslah kita arungi

Dengan hati yang murni

Rimba raya rimba raya

Indah permai dan mulia

Maha taman tempat kita bekerja (2x)

Pagi petang siang malam rimba kita berseru

Bersatulah bersatu tinggi rendah jadi satu, bertolongan selalu

Jauhkan sifat kamu, yang mementingkan diri

Ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela

Oleh kamu semua

Rimba raya rimba raya

Indah permai dan mulia

Maha taman tempat kita bekerja

(6)

vi

Dr. Sinyo Harry Sarundajang Gubernur Sulawesi Utara

(7)

SAMBUTAN

Gubernur Sulawesi Utara

Secara geografis, geopolitik dan geostrategi, Provinsi Sulawesi Utara berada di lintasan sangat strategis yang sangat berpotensi menjadi pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik. Letak geografis Sulawesi Utara berada di tengah kawasan Barat dan Timur Indonesia dan menempati Tepian Pasifik (Pacific Rim) yang sangat prospektif dalam konteks perdagangan regional dan internasional. Nilai strategis tersebut ditopang faktor internal berupa besarnya potensi sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif (comparative

advantages) berupa perikanan, pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK 734/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, Kawasan hutan Sulawesi Utara memiliki luas hutan konservasi 314.965 ha, hutan lindung 161.784 ha, dan hutan produksi 287.990 ha. Berbagai potensi sumber daya alam hutan yang tersimpan di dalam kawasan hutan sangat beragam dan tak ternilai, berupa kayu maupun non kayu, keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna, plasma nutfah dan potensi jasa lingkungan, termasuk oksigen serta potensi sebagai pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Potensi ini saya harapkan mampu menjadi trigger guna memicu tumbuhnya sentra-sentra ekonomi di seluruh pelosok Sulawesi Utara. Pada sisi lain sektor kehutanan saya harapkan mampu menjaga daya dukung dan keseimbangan lingkungan agar pembangunan yang kita laksanakan bersama tidak menimbulkan dampak negatif atau bencana di masa depan.

Saya menyambut baik inisiatif jajaran Rimbawan Sulawesi Utara untuk menerbitkan buku ini. Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara menjadi semakin bermakna kala penerbitannya bertepatan dengan momentum Hari Ulang Tahun ke – 50 (Tahun Emas) Provinsi Sulawesi Utara pada Tahun 2014. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi atas inisiatif penerbitan buku ini oleh jajaran Dinas Kehutanan dan UPT Kementerian Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara. Semoga buku ini memberikan kontribusi berharga bagi kemajuan pembangunan Sulawesi Utara untuk mewujudkan masyarakat berbudaya, berdaya saing dan sejahtera menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

vii

Manado, September 2014 Gubernur Sulawesi Utara

(8)

Ir. Herry Rotinsulu Kepala Dinas Kehutanan

Sulawesi Utara

(9)

SEKAPUR SIRIH

Menyongsong usianya yang memasuki setengah abad, Provinsi Sulawesi Utara terus melakukan terobosan-terobosan (break-through) guna menjadikan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik serta mewujudkan masyarakat yang berbudaya, berdaya saing dan sejahtera memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

Visi Gubernur Sulawesi Utara Dr. Sinyo Harry Sarundajang tersebut perlu mendapat apresiasi serta dukungan konkret semua pihak, khususnya aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang mengabdi di Bumi Nyiur Melambai.

Kehutanan adalah sektor yang telah turut serta berkiprah dan menjadi bagian penting dalam perjalanan lima puluh tahun hingga memasuki Tahun Emas (Golden Year) Provinsi Sulawesi Utara.

Buku ini memuat perjalanan sejarah dan kiprah Kehutanan mewarnai dan berkontribusi dalam pembangunan Sulawesi Utara dari waktu ke waktu. Periode panjang pembangunan sektor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dibagai dalam 3 peiode pembangunan. Pertama, periode pemerintahan orde lama 1964 – 1968 yang ditandai dengan kondisi sumber daya alam hutan dan lahan masih berupa hutan primer. Kelembagaan kehutanan masih belum tertata dan pelaksanaan pembangunan kehutanan mengikuti peraturan pemerintah yang ada pada saat itu. Peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman pegurusan hutan pada saat ini antara lain 1) Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I; 2) Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan.

Kedua, periode pemerintahan orde baru 1968 – 1998, merupakan era pemanfaatan hutan secara besar-besaran. Pada peride ini sektor kehutanan mampu menyumbang devisa terbesar setelah migas. Kayu merupakan basis utama industri kehutanan (wood-based industry). Investasi besar-besaran dilakukan di berbagai usaha kehutanan, terutama di HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Produksi kayu bulat/log pada periode ini mencapai 2.960.424,01 m³.

(10)
(11)

Manado, September 2014

Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Utara

Ir. Herry Rotinsulu Pembina Utama Madya NIP. 19591018 198903 1 007

Seiring dengan berkurangnya luas kawasan hutan, pada periode ini dimulai penataan kawasan dan kelembagaan sektor kehutanan. Ketiga, periode pemerintahan reformasi 1998 – 2014, merupakan periode kehutanan dengan paradigma yang berorientasi pada konservasi dan rehabilitasi, pemanfaatan jasa lingkungan, mulai dikembangkan penelitian berbasis kehutanan, penerapan iptek pada bidang kehutanan, pemberdayaan masyarakat dan dikukuhkannya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai model pengelolaan kehutanan masa depan yang lestari dan berkeadilan. Tantangan kehutanan ke depan semakin kompleks dan menantang. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lahan. Krisis air, energi dan pangan akan menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang. Kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lahan akibat polusi, pencemaran serta pemanfaatan lahan tidak sesuai kaidah konservasi akan menjadi isu yang mengglobal. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya di sektor kehutanan untuk mengurangi atau mengendalikan dampak-dampak negatif pembangunan.

Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara ini disusun sebagai salah satu sumbangsih sektor Kehutanan menyongsong HUT ke – 50 (Tahun Emas) Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 September 2014. Buku ini kami harapkan dapat memotret sebagian perjalanan pengelolaan kehutanan, para pelaku sejarah dan capaian yang telah diraih selama lima puluh tahun Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini diharapkan mampu memberikan keyakinan akan jati diri Kehutanan sekaligus introspeksi, evaluasi, rasa syukur dan bangga atas apa yang telah diperbuat sektor Kehutanan.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai pembangunan kehutanan bagi masyarakat luas.

Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan buku ini, baik dari Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan maupun Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi. Tak lupa juga terima kasih kepada seluruh kontributor yang telah menyumbangkan koleksi foto, gambar atau tulisan sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Lima puluh tahun (1964-2014) adalah suatu perjalanan panjang menuju tahun emas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk mengisi perjalanan panjang pembangunan tersebut, sektor kehutanan melalui jajaran Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan telah berperan penting sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan peraturan perundangan turunannya, telah meletakkan dasar penting pengelolaan hutan dimana basis pengelolaan hutan telah didesentralisasi kepada pemerintah daerah. Mandat pengelolaan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota yang menangani kehutanan beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan.

Peran yang diemban UPT adalah dalam rangka mensinergikan dan mendukung pemerintah daerah dalam sektor kehutanan dengan melengkapi data dan informasi terbaharui dalam rangka penyusunan kriteria, standar, norma dan indikator pengelolaan hutan lestari sebagai acuan pengelolan hutan di Provinsi Sulawesi Utara. Selama periode 50 tahun Sulawesi Utara, pembangunan sektor kehutanan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Penyusunan buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, telah diselesaikan bekerjasama antara Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota, UPT Kementerian Kehutanan, Unsrat, LSM dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, selaku kordinator UPT, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kepada teman-teman Tim penyusun buku ini dari BPK Manado, saya mengucapkan terima kasih atas dedikasinya.

Semoga buku ini menjadi inspirasi pembangunan sektor kehutanan dimasa mendatang.

Manado, September 2014

Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado Selaku Kordinator UPT Kementerian Kehutanan

Ir. Muh. Abidin, MSi

NIP. 19600611 198802 1001 xiii

(14)
(15)

xv

Sambutan Gubernur...

vii

Sekapur Sirih...

ix

Kata Pengantar...

xiii

Daftar Isi...

xv

Daftar Tabel...

xvi

Daftar Gambar...

xvii

I Pendahuluan...

1

II

Periode Pemerintahan Orde Lama (1964-1968)... 11

III

Periode Pemerintahan Orde Baru (1968-1998)... 15

IV

Periode Pemerintahan Reformasi (1998-2014)... 25

V

Pendapatan Daerah Dari Sektor Kehutanan... 75

VI

Prospek dan Tantangan Kehutanan Sulawesi Utara (2014 - Kedepan)... 81

VII Penutup...

87

Daftar Pustaka...

91

Lampiran...

95

(16)

xvi

Tabel 1. Penutupan Lahan Prov. Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran

Citra Satelit Tahun 1994-1995... 21

Tabel 2. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara Tahun 1970-1997... 22

Tabel 3. Perusahaan HPH Yang Masih Aktif s.d. Juli 2001... 23

Tabel 4. Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara... 35

Tabel 5. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)... 39

Tabel 6. Luasan Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara... 40

Tabel 7. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2003-2006 ... 42

Tabel 8. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara... 43

Tabel 9. Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro) Sulawesi Utara ... 46

Tabel 10. Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara... 47

Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara... 50

Tabel 12. Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken... 51

Tabel 13 Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara... 63

Tabel 14. Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014... 70

Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi 2014... 70

Tabel 16. Besaran Anggaran Dinas dan UPT Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014... 79

(17)

xvii

Gambar 1. Bentang Alam di S ulawesi Utara... 4

Gambar 2. Cagar Alam Tangkoko salah satu site keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara... 6

Gambar 3. Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara... 9

Gambar 4. Hutan Alam di Kotamobagu... 12

Gambar 5. Pohon tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko... 16

Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak... 20

Gambar 7. Persemaian milik masyarakat... 26

Gambar 8 Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken dilihat dari puncak Tahura Gunung Tumpa... 30

Gamabr 9. Kantor-kantor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara... 35

Gambar 10. Pola Ruang... 36

Gambar 11. Diagram Pembagian Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014.. 37

Gambar 12 Kegiatan Penataan Batas Kawasan ... 38

Gambar 13. Semai di Permaian Permanen BPK Manado... 41

Gamabr 14. Persemaian Permanen di Manado dan TN Bogani Nani Wartabone... 42

Gambar 15. Seminar, Kebun Bibit Rakyat dan Hutan Kota... 48

Gambar 16. Pesona Matahari Tenggelam di TN Bunaken... 52

Gambar 17 Keragaman Terumbu Karang di TN Bunaken... 53

Gambar 18. Maleo di TN Bogani Nani Wartabone... 54

Gambar 19. Air Terjun di TN Bogani Nani Wartabone... 55

Gambar 20 Peta Tahura Gunung Tumpa... 56

Gambar 21 Kegiatan Pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa... 57

Gambar 22. Keindahan Alam TWA Batuangus... 58

Gambar 23. Flora dan Fauna TWA Batuputih... 60

Gambar 24. Anoa di BPK Manado... 65

Gambar 25. Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama... 66

(18)

Gambar 26. Arboretum BPK Manado... 68

Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Atas Tahun 2014... 69

Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor... 69

Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , Dipimpin oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara , Dr. Djouhari Kansil, M. Pd... 72

Gambar 30 Aktivitas Perlindungan dan Pengamanan Hutan... 74

Gambar 31. PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014... 78

Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara... 78

Gambar 33. Listrik Yang Berada di Dalam Kawasan Hutan... 82

Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara... 88

Gambar 35. Keindahan Pulau Sara di Kab. Kep. Talaud... 88

Gambar 36. Cardinal Fish... 88

(19)

BAB I

(20)
(21)

Pulau Sulawesi dan kepulauan disekitarnya telah lama dikenal dan merupakan tempat yang melegenda, yang memikat Alfred Russel Wallace saat menjelajah pulau ini pada tahun 1856, 1857, dan 1859. Memiliki posisi khusus dalam peta keragaman hayati dunia, dengan tingkat keanekaragaman dan endemisitas tinggi yaitu sebagai kawasan peralihan dan percampuran antara flora-fauna Oriental (Asia) dan Australia (Australo-Papua).

Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang terletak di bagian utara pulau Sulawesi dengan ibukota di Kota Manado. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara terletak pada 0ᴼLU-3ᴼLU dan 123ᴼBT-126ᴼBT. Provinsi Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000, tentang Daerah Otonomi Baru, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua daerah otonomi setingkat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Utara 15.069 km² yang terbagi menjadi sebelas kabupaten dan empat kota. Berdasarkan sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Sulawesi Utara sebanyak 2.270.596 jiwa.

Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sekilas Sulawesi Utara

(22)
(23)

B. Kondisi Topografi

Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam mulai dari daerah dengan kemiringan landai sampai curam dan daerah datar, berbukit-bukit sampai pegunungan (dengan ketinggian 0-1995 m dpl). Terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar 1112-1995m dpl dan satu gunung di bawah laut yaitu Gunung Mangetan. Sebagian besar gunung merupakan gunung berapi aktif. Gunung berapi aktif menyebabkan sebagian besar wilayah di Provinsi Sulawesi Utara sangat subur, tetapi dilain pihak dapat menimbulkan kerawanan. Selain gunung, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat pula banyak sungai dan danau. Tercatat sebanyak 30 sungai dan 17 danau, dimana sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan perikanan.

Sebagai bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia, yang dikenal dengan garis khayal Wallacea, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun faunanya. Spesies asli (native species) atau disebut juga indigenous species dimana spesies-spesies tersebut menempati ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia. Kehadiran spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia. Diantara species asli, dijumpai species endemik, yaitu spesies flora dan fauna yang hanya bisa ditemukan di sebuah di Provinsi Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di zona, pulau atau negara lain. Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: aren (Arenga pinnata Merr), kayu eboni (Diospyros spp), cempaka (Magnolia sp), gofasa (Vitex quinata), kayu arang (Cratoxylon celebicum), kayu bugis (Koordesiodendron celebicum), kayu besi pantai (Pongamia pinnata), kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), kayu kambing (Garuga floribunda), kedondong hutan (Spondias pinnata), kemiri (Aleurites moluccana), kenari (Canarium

amboinensis), kenari hutan (Canarium vulgare), ketapang (Terminalia supitiana), nantu

(Palaqium obtusifolium), pakoba (Trycalisia minahasae) dan cempaka wasian (Elmerrillia

ovalis).

Sedangkan beberapa jenis fauna khas Provinsi Sulawesi Utara adalah: tangkasi/ tarsius (Tarsius sp), anoa (Buballus depresicornis), babirusa (Babyroussa babirussa), celepuk sulawesi (Otus manadensis), monyet hitam (Macaca nigra), maleo (Macrocephalon maleo), betet kelapa (Tanygnatus sp), rangkong (Rhyticeros cassidix), sampiri (Eos histrio), serindit sulawesi (Lorinculus exhilis).

Selain flora dan fauna, kawasan hutan juga menyimpan sumberdaya alam tidak terbarukan yaitu potensi geothermal berupa kandungan panas bumi cukup besar antara lain di Gunung Duasudara, Airmadidi, Lahendong, Tompaso, Gunung Ambang dan Kotamobagu.

C. Kekayaan Flora, Fauna dan Panas Bumi

(24)

Aren (Arenga Pinnata Merr) Cempaka (Magnolia elegans) Gofasa (Vitex quinata)

Kayu arang (Cratoxylon celebicum) Kayu bugis (Koordesiodendron celebicum) Kayu besi pantai (Pongamia pinnata) Kayu Inggris (Eucalyptus deglupta) Kayu kambing (Garuga floribunda) Kedondong hutan (Spondias pinnata) Kemiri (Aleurites moluccana)

Kenari (Canarium amboinensis)

Kenari hutan (Canarium vulgare) Ketapang (Terminalia supitiana) Nantu (Palaqium obtusifolium) Pakoba (Eugenia minahasae) Cempaka Wasian (Elmerrillia ovalis) Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain:

(25)

Foto: Giyarto

Beberapa jenis fauna khas Sulawesi Utara antara lain: Anoa (Buballus depresicornis)

Babirusa (Babyroussa babirussa) Celepuk Sulawesi (Otus manadensis) Monyet Hitam (Macaca nigra) Maleo (Macrocephalon maleo) Betet Kelapa (Tanygnatus sp) Rangkong (Rhyticeros cassidix) Sampiri (Eos histrio)

Serindit sulawesi (Lorinculus exhilis) Tangkasi (Tarsius tersier)

(26)

Berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 452/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Utara luas kawasan yang ditetapkan sebesar 814.579 ha terdiri dari kawasan hutan daratan seluas 725.514 dan taman nasional laut seluas 89.065 ha. Kawasan hutan ini memiliki berbagai potensi antara lain kayu dan hasil hutan bukan kayu termasuk potensi obyek dan daya tarik wisata. Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, maka semakin meningkat pula kebutuhan terhadap sumberdaya alam hutan dan lahan. Permintaan kayu dan non kayu secara nasional terus meningkat. Data kebutuhan kayu nasional tahun 2014 sebesar 42,3 juta m³ dan pada tahun 2050 konsumsi kayu dunia diperkirakan sebesar 6 milyar m³ per tahun. Terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran kayu secara nasional dan global. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan kayu nasional dari pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri dan hutan rakyat serta dari gerakan penanaman oleh masyarakat. Di Provinsi Sulawesi Utara kebutuhan kayu disamping sebagai perumahan, juga untuk keperluan industri perkayuan termasuk pembuatan rumah Woloan (rumah tradisional Sulawesi Utara yang banyak diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri).

Pengelolaan kawasan hutan tidak terlepas dari keberadaan instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kehutanan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing. Sesuai Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, pengelolaan kawasan hutan di daerah dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Delegasi pengelolaan kawasan hutan dimandatkan kepada Dinas Kehutanan beserta jajarannya dan unit pelaksana teknis kementerian kehutanan. Sejak tahun 2007, unit pelaksana teknis di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 6 unit yaitu ;

1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado 2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Tondano 3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara 4. Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) 5. Balai Taman Nasional Bunaken, Manado

6. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado

D. Hutan dan Kehutanan

Dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, pengelolaan hutan tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat, BUMN, perusahaan swasta sebagai stakeholder, yang didukung oleh akademisi dan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra kerja instansi pemerintah. Hutan dan kehutanan dari periode ke periode pembangunan Provinsi Sulawesi Utara mengalami pasang surut. Pada awalnya kawasan hutan secara de

E. Peran Hutan Dalam Pembangunan Sulawesi Utara

(27)

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 9

facto dan de jure mendominasi

luas wilayah, selanjutnya

memasuki era pemanfaatan, rehabilitasi dan konservasi serta

pemberdayaan masyarakat.

Perkembangan pengelolaan hutan serta sumbangsihnya

terhadap pertumbuhan

ekonomi diulang tahun emas (50 tahun) sejak lahirnya Provinsi Sulawesi Utara 23 September 1964, dibagi dalam 3 (tiga) fase pemerintahan yaitu periode pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968), periode pemerintahan Orde Baru (1968 – 1998) dan periode pemerintahan reformasi (1998 – 2014), berikut ini diuraikan dan dituangkan dalam buku Kiprah Kehutanan 50 tahun Sulawesi Utara.

Gambar 3. Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara

(28)
(29)

BAB II

PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA

(1964 - 1968)

(30)
(31)

Pada awal terbentuknya, Provinsi Sulawesi Utara telah memiliki institusi yang berwenang mengatur kebijakan-kebijakan kehutanan di daerah. Kantor Inspeksi Kehutanan berdiri pada tahun 1961, dikepalai oleh Thung Pang Sui (1961 - 1964) dilanjutkan oleh Ir. V. Tobing (1964-1968). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Kantor Inspeksi Kehutanan dengan wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah yang berdiri tahun 1961. Di Kabupaten berbentuk kantor Dinas Kehutanan Daerah (KDKD), meliputi: KDKD Minahasa, KDKD Bolaang mongondow, KDKD Gorontalo, KDKD Sangihe Talaud.

Pada masa ini, penataan dan pengelolaan hutan, baru direncanakan dan dilaksanakan di Pulau Jawa, yang dikenal dengan pengelolaan hutan jati. Sedangkan di luar Pulau Jawa belum semaju dengan di Pulau Jawa, salah satu kendalanya karena permintaan kayu rimba belum tinggi dan infrastruktur belum mamadai. Dari sisi perundang-undangan, periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor: 5 tahun 1967, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Undang-undang ini menjadi tonggak sejarah pengelolaan hutan di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam undang-undang ini telah mengatur perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan hutan. Kondisi sumberdaya

alam hutan dan lahan pada masa ini masih hutan primer, dimana sebagian wilayah masih didominasi kawasan hutan baik de facto maupun de jure. Deforestasi dan degradasi hutan dan lahan terjadi secara alamiah.

BAB II

PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA

(1964 - 1968)

Periode Pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968)

(32)
(33)

BAB III

PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU

(1968-1998)

(34)
(35)

A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan

1. Dinas Kehutanan Dati I Provinsi Sulawesi Utara

Di awal periode pemerintahan ORBA, kelembangaan pengelola hutan dan kehutanan di Daerah mengalami perubahan organisasi mengikuti perkembangan aktivitas hutan dan kehutanan. Di Provinsi Sulawesi Utara, yang mulanya Kantor Inspeksi Kehutanan Sulawesi Utara - Tengah berubah namanya menjadi Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1968 - 2001.

Dinas Kehutanan mencatat pada tingkat tapak/kabupaten, kelembagaan pengurusan hutan berbentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) atau Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang merupakan kepanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi, meliputi : a) KPH Minahasa, b) KPH Bolaang Mongondow, c) KPH Gorontalo, d) KPH Sangihe Talaud.

BAB III

PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU

(1968-1998)

2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI

Kelembagaan pengelolaan hutan dan kehutanan pada masa ORBA di tingkat pusat berada di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian sampai dengan terbentuknya Departemen Kehutanan pada tahun 1983. Di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, dibentuklah pelaksana teknis di wilayah. Bidang planologi kehutanan sejak tahun 1971, telah memiliki institusi di daerah bernama Brigade V Planologi Kehutanan, berkedudukan di Ujung Pandang (sekarang dikenal dengan sebutan Makassar), sesuai Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor : 97/Kwt/SD/1971 serta Nomor : 1943/A-2/D.A/71 dengan tugas Inventarisasi, Pemetaan, Pengukuhan Hutan dan efisiensi Tata Guna Tanah, wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi.

Pada tahun 1978 Brigade V Planologi Kehutanan berubah nama menjadi Balai Planologi Kehutanan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 430/Kpts/Org/7/1979. Untuk mempercepat pemantapan batas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1981 dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) bernama Sub Balai Tata Hutan, berkedudukan di Manado. UPT tersebut bertanggung jawab kepada Balai Planologi

(36)

Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang tertuang dalam program penyelamatan hutan, tanah dan air. Diawali dengan pembentukan pelaksana proyek dengan nama Proyek Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS) yang berada di bawah Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan tahun 1976–1981 dengan tugas utama perencanaan dan koordinasi pelaksanaan reboisasi dan penghijauan berbasis DAS. Program penyelamatan hutan tanah dan air dalam bentuk kegiatan penghijauan dan reboisasi. Kegiatan utama yang telah dilakukan adalah reboisasi, dan penghijauan serta bangunan sipil teknis dalam rangka pengendalian erosi dan sedimentasi pada sarana irigasi yang vital. Sejarah keberadaan BPDAS Tondano tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) di Indonesia termasuk di Sulawesi Utara. Selanjutnya pada Tahun 1982 - 1983 lembaga keproyekan tersebut dirubah menjadi unit pelaksana teknis RLKT dengan nama sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (sub BRLKT) yang mencakup wilayah DAS Tondano dan Bone Bolango. Pada tahun 1983 – 2000 berubah nama menjadi BRLKT wilayah X dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada Tahun 2004 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano (BPDAS Tondano) hingga saat ini.

Sungai Tondano dipilih sebagai nama lembaga berdasarkan pertimbangan sejarah dan peran ekonomi dan ekologi Sungai Tondano sebagai aset nasional. Fungsi ekonomi dan ekologis memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, melalui manfaat langsung (tangible) dan tidak langsung (intangible). Nilai jasa lingkungan sumberdaya alir ekosistem DAS Tondano diantaranya; energi listrik yang dihasilkan dari tiga unit pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada saat ini di sepanjang sungai Tondano dengan daya sebesar 51.38 MW, dan direncanakan pembangunan unit ke empat yang akan menghasilkan daya sebesar 12 MW. Mempertimbangkan peran vital tersebut maka pada tahun 2012 DAS Tondano ditetapkan sebagai DAS prioritas strategis nasional.

Wilayah kerja BP DAS Tondano mencakup seluruh wilayah Sulawesi Utara yang secara teknis terbagi atas 24 satuan wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS) yaitu: DAS Tondano, DAS Likupang, DAS Ratahan Pantai, DAS Tumpaan, DAS Ranoyapo, DAS Poigar, DAS Dumoga Mongondow, DAS Buyat, DAS Molibagu, DAS Sangkub Langi, DAS Mahena, DAS Essang, Sebagian DAS Poto Atinggola, Sebagian DAS Bone Bolango, dan Sebagian DAS Batudaa Bone Pantai, DAS Essang dan DAS Mahena serta wilayah DAS yang berupa ekosistem pulau kecil (kurang dari 15.000 ha) yaitu DAS Kepulauan Nusa Tabukan, Pulau Biaro, Pulau Bunaken, P. Kabaruan, P. Lembeh, P. Siau, P. Tagulandang, P. Talise dan Pulau Lirung.

3. Balai Pengelolaan DAS Tondano

Kehutanan V Ujung Pandang. Wilayah kerja Sub Balai Tata Hutan ini meliputi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 1984 berdiri UPT yang bernama Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Wilayah VI yang merupakan pemekaran organisasi Balai Planologi V Ujung Pandang dan Sub Balai Tata Hutan berubah namanya menjadi Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manado dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Utara.

(37)

Pada periode Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 22 Maret 1988), yang

ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Maret

1983, untuk pertama kalinya pada masa ORBA dibetuk Departemen Kehutanan.

Guna mengenang pembentukan Departemen Kehutanan, setiap tanggal 16 Maret

ditetapkan sebagai hari bakti rimbawan. Seiring dengan pembentukan Departemen

Kehutanan, pada tahun 1984 dibentuklah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan peraturan perundangan, Kanwil Kehutanan

bertugas penyusunan rencana, pengendalian, pembinaan dan pemanfaatan

kawasan hutan di daerah.

4. Kantor Wilayah Kehutanan

Pemantapan kawasan hutan diawali dengan penunjukan parsial kawasan hutan. Sebagai warisan pemerintah Hindia Belanda telah dilakukan penetapan kawasan hutan. Cagar Alam (CA) Gunung Ambang pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Bupati Bolaang Mongondow tanggal 8 Pebruari 1962 No. BKD/4.5/Otonom/62 seluas 8.638 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Bolaang Mongondow, Daerah Tk. I Sulawesi Utara. Cagar Alam Gunung Ambang ditunjuk kembali oleh Menteri Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 359/Kpts/Um/6/78 tanggal 21 Juni 1978 tentang penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ambang seluas 8.638 Ha yang terletak di daerah Tk. II Bolaang Mongondow Daerah Tk. I Provinsi Sulawesi Utara sebagai Suaka Alam/Cagar Alam. Pada tanggal 20 Desember 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 250/Kpts-II/1984 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sulawesi

B. Pemantapan Kawasan Hutan

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 19

5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam

Pada tahun 1972 terbentuklah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Provinsi Sulawesi Utara, yang mana dari tahun 1977 s/d 1979 atas dukungan World Wildlife Fund (WWF) Seksi PPA Bolaang Mongondow dipimpin oleh Dr. John Mackinnon. Pada tahun 1977, Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan Cagar Alam yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga, proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha areal vital dijadikan sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga. Pada tahun yang sama Tim Survey PPA mengusulkan 106. 640 Ha kawasan hutan untuk dijadikan sebagai Cagar Alam (CA), 58.240 Ha sebagai Suaka Margasatwa (SM), dan 1600 Ha sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Adanya tumpang tindih peruntukan kawasan dengan proposal pengusahaan hutan oleh PT. Intomast Utama, maka usulan dari PPA tersebut dikurangi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menjadi 107.000 Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25.000 Ha), sehingga inilah yang menjadi hasil akhir dari proposal yang diusulkan oleh PPA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional.

(38)
(39)

Penutupan Lahan Luas (ha) Persen Luas

Berhutan 1.106.031 41,81

Bukan hutan 903.626 34,16

Berawa 635.586 24,03

Total luas yang ditaksir 2.645.243 100

Sumber : Pusat Data dan Perpetaan 1998

Utara seluas ± 1.877.220 Ha sebagai kawasan hutan, yang merupakan pertama kalinya penunjukan kawasan hutan secara utuh untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara (termasuk Provinsi Gorontalo pada masa tersebut) dengan rincian luas kawasan hutan sebagai berikut :

1. Hutan Suaka Alam dan Wisata : ± 326.590 ha

2. Hutan Lindung : ± 285.430 ha

3. Hutan Produksi Terbatas : ± 741.200 ha

4. Hutan Produksi : ± 202.500 ha

5. Hutan Bakau : ± 28.000 ha

6. Hutan Produksi yang dapat di-Konversi : ± 293.500 ha

Potensi kawasan hutan Sulawesi pada masa itu sebagian besar masih merupakan hutan alam primer. Pada era 70-an, dimulai pengajuan ijin pengusahaan hutan oleh perusahaan swasta. Kegiatan survey potensi kawasan yang dituangkan dalam green book potensi kawasan hutan disetiap wilayah. Setelah selesainya survey potensi sebagian kawasan hutan, data tersebut menjadi base line pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Memasuki periode 1990-an, keadaan penutupan lahan Provinsi Sulawesi Utara, berdasarkan hasil penafsiran citra landsat yang berkisar dari tahun 1994 s/d 1995 diwilayah daratan Sulawesi Utara diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 41,81% dan daratan yang bukan berupa hutan (non-hutan) sebesar 34,16 %. Penutupan lahan non-hutan adalah penutupan lahan selain daratan yang bervegetasi hutan yaitu berupa semak/belukar, lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman, alang-alang dan lain-lain. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 terdapat pada Tabel berikut :

C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

Rehabilitasi lahan kritis dan konservasi tanah memberikan sumbangsih bagi sektor kehutanan dalam upaya mengurangi laju lahan kritis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1981-1982 di Gorontalo ada persemaian 40 hektar ekuivalen dengan 8000 hektar penanaman dengan total selama 10 tahun mencapai 50.000 hektar dengan tingkat keberhasilan tanaman 35%. Penanaman rotan di Gunung Potong Minahasa dan Paguyaman Gorontalo dimulai dan menjadi awal pengembangan sektor hasil hutan bukan kayu. Kegiatan Rehabilitasi lahan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu yang lain adalah kayu manis di Bolaang Mongondow seluas 250 ha, sagu baruk di Sangihe Talaud seluas 250 hektar dan aren di Minahasa seluas 250 ha.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 21 Tabel 1. Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit

(40)

Kawasan hutan tropis Sulawesi dikenal menyimpan kakayaan alam yang berupa potensi luas, jenis-jenis kayu berkualitas serta volume kayu berdiri yang sangat bermanfaat bagi pembangunan untuk kehidupan umat manusia. Tahun 1970-an sudah banyak pengajuan ijin pengusahaan hutan. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan sebelumnya dimana wilayah kerja yang cukup luas, personil dan anggaran serta infrastruktur yang masih terbatas. Pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dilaksanakan oleh PT Wana Saklar di Bolaang Mongondow, PT Temboan Baru di Bolaang Mongondow, PT Marabunta di Gorontalo. Pada masa ini pengelolaan kawasan hutan masih terbatas dilakukan pengusaha-pengusaha lokal. Meskipun pada periode ini kegiatan pengusahaan hutan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha lokal, namun telah mulai dilakukan ekspor kayu, tepatnya pada tahun 1970-1971. Pengapalan kayu log sekitar 6000 m³ per pengapalan, dan satu tahun dapat mencapai 280.000 m³ . Pemanfaatan kayu hitam di Buroko mencapai 5000 ton. Pemanfaatan rotan mencapai 2500 ton per tahun dan mencapai puncak pada 5000 ton. Produksi hasil hutan bukan kayu dari tahun 1968-1974 meliputi Rotan sebanyak 926,80 ton, kayu manis sebanyak 86.457 kg, bambu sebanyak 114.167 batang, kayu bakar bakau sebanyak 18.282,58 batang Berdasarkan Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1994/1995, potensi produksi kayu sampai dengan tahun 1998/1999 diperkirakan mencapai 8.500.000 – 13.000.000 m³.

Setelah dibukanya kran pemanfaatan hutan, tercatat 14 HPH melakukan usaha pengusahaan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pada kawasan Hutan Produksi, khususnya pada areal HPH yang masih aktif dan bekas areal HPH (Eks-HPH), telah dilakukan perhitungan kembali berdasarkan data citra satelit Landsat tahun 1997 s/d 2000. Pada kawasan hutan

produksi, sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 11 unit perusahaan HPH yang

D. Periode Pengusahaan Hutan

No Jenis Kegiatan Total luas kumulatif sejak

tahun 1970 - 1997 Keterangan

1 Penghijauan 189.071 ha

2 Demplot Pengawetan

Tanah 84.335 unit

3 Dam pengendali 181 unit

4 Hutan Rakyat 25.956 ha

5 Reboisasi 37.145 ha Khusus untuk Kabupaten

Minahasa seluas 11.155 ha Sumber: BPDAS Tondano

Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997 (termasuk Provinsi Gorontalo)

Realisasi kegiatan reboisasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 1968-1974 seluas 1.025 ha, tahun1975-1984 seluas 106.182 ha, dan tahun 1985-1994 seluas 29.737 ha.

Sedangkan data hasil kegiatan reboisasi dan penghijauan tahun 1970 – 1997 yang dilakukan oleh BPDAS Tondano ada pada tabel di bawah ini.

(41)

Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry, meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³.

Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai ke daerah.

Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan kurangnya sarana dan prasarana.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 23 Tabel 3. Perusahaan HPH yang Masih Aktif s/d Juli 2001

No Nama HPH Surat Keputusan Tanggal SK dalam ribu (000)Luas Areal

1 PT. Centralindo Panca Sakti 663/Kpts-II/92 30-6-1992 87.85

2 PT. Sapta Krida Kita 1046/Kpts-II/92 10/9/1992 57

3 PT. Taiwi III 929/Kpts-II/91 17-12-1991 66.5

4 PT. Lembah Hijau Semesta 622/Kpts-II/90 13-11-1990 34

5 PT. Inimexintra 426/Kpts-II/91 19-7-1991 50.5

6 PT. GULAT II 70/Kpts-II/93 1/11/1993 21.5

7 PT. Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 15-2-2001 26.8

8 PT. Sandi Jaya Satria 594/Kpts-II/99 2/8/1999 28.034

9 PT. Wenang Sakti 292/Kpts-II/99 7/5/1999 98.2

10 PT Inhutani I 797/Menhut-IV/93 29/04/1993 131

11 PT Bina Wana Sejahtera - Tidak Aktif sejak 1991/1992

Sumber: BPKH Wilayah VI Manado

(42)
(43)

BAB IV

PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI

(1998 - 2014)

(44)
(45)

BAB IV

PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI

(1998 - 2014)

Sejalan dengan tuntutan desentralisasi pengelolaan kawasan hutan pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, disektor kehutanan telah melakukan kebijakan yang sangat substansial dalam pengelolaan kawasan hutan. Pemikiran dan implemantasi kebijakan tersebut mendorong lahirnya Undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999. Inti dari diterbitkannya undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan turunannya adalah pemberian mandat yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola kawasan hutan untuk meningkatkan fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar secara berkeadilan yang diikuti oleh kelestarian kawasan hutan. Kementerian Kehutanan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berupa membuat kriteria, standar, indikator dan norma pengelolaan hutan yang berfungsi ekonomi dan kelestariannya. Kementerian Kehutanan melalui jajaran UPT di bawahnya telah dengan konsisten dan konsekwen menyusun data dan informasi dalam rangka penyusunan kriteria, indikator, standar dan norma yang secara terus menerus terbarui sesuai dengan kondisi kawasan hutan dan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunan daerah sudah mulai dirasakan masyarakat sejalan dengan era otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Pada jaman otonomi daerah, arah kebijakan pembangunan kehutanan bergeser dari era pemanfaatan hutan menjadi era konservasi dan rehabilitasi. Sejalan dengan perubahan arah tersebut, maka kelembagaan pengelolaan hutan berkembang pesat di Provinsi Sulawesi Utara yaitu :

1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

Pada era reformasi, sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Kanwil Kehutanan telah mengalami disorientasi fungsi. Beberapa mandat yang sebelumnya diemban oleh Kanwil Kehutanan berangsur dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi sampai akhirnya personil Kanwil dilikuidasi menjadi aparatur Dinas Kehutanan Provinsi tahun 2001.

A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan

(46)

2. Dinas Kehutanan Provinsi

Dengan dilikuidasinya Kanwil Kehutanan, maka Dinas Kehutanan Provinsi (dulunya Dinas Kehutanan Dati I) merupakan satu-satunya institusi yang mengembang sebagian fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan hutan di daerah. Desentralisasi dan dekonsentrasi pengelolaan hutan memberikan mandat yang luas kepada Dinas Kehutanan melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Penyiapan data dan informasi dalam penyusunan kriteria, indikator, norma dan standar pengelolaan hutan, sebagian dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutanan). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara yang dibentuk berdasar Perda 10 tahun 2003 dan berubah dengan terbitnya Perda 3 tahun 2008. Berdasar Peraturan Daerah Sulawesi Utara nomor 10 tahun 2003 maka terdapat jabatan Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas, sedangkan berdasarkan Perda 3 tahun 2008 maka jabatan Wakil Kepala Dinas dihapus.

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara.

2.1. Balai Perbenihan dan Persuteraan Alam

Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang perbenihan dan persuteraan alam.

2.2. Balai Sertifikasi Pengujian dan Peredaran Hasil Hutan

Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang balai sertifikasi pengujian dan peredaran hasil hutan.

2.3. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Poigar

Dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur Nomor 4 tahun 2011. UPTD KPHP Model Poigar mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan hutan. KPHP Model Piogar secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara, yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dengan luas kawasan hutan 25.014 ha (60,13 %) dan Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas kawasan hutan 16.583 ha (39,87 %). Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 788/ MENHUT-II/2009, wilayah KPH Poigar terbagi kedalam fungsi kawasan Hutan Produksi/Hutan Produksi Terbatas (HP/HPT) seluas 36.332 ha (87,34 %), dan kawasan Hutan Lindung (HL) termasuk hutan bakau seluas 5.265 ha (12,66 %).

(47)

2.4. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa

Dibentuk pada tahun 2012 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur Nomor 48 tahun 2012. UPTD Tahura Gunung Tumpa mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa.

3. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.6188/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI dibentuk berkedudukan di Manado. Wilayah kerjanya meliputi 3 (tiga) Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.25/Menhut–II/2007 Tanggal 6 Juli 2007 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, wilayah kerja BPKH Wilayah VI meliputi Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Maluku Utara.

Balai pemantapan Kawasan Hutan adalah pengembangan dari institusi sebelumnya, bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. Tugas BPKH adalah melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan fungsi hutan serta penyajian data dan informasi sumber daya hutan. Sebagai UPT Kementerian Kehutanan, BPKH menyelenggarakan fungsi ; a) Pelaksanaan identifikasi lokasi dan potensi kawasan hutan yang akan ditunjuk, b) Pelaksanaan penataan batas dan pemetaan kawasan hutan konservasi, c) Pelaksanaan identifikasi fungsi dan penggunaan dalam rangka penatagunaan kawasan hutan, d) Penilaian hasil tata batas dalam rangka penetapan kawasan hutan lindung dan hutan produksi, e) Pelaksanaan identifikasi dan penilaian perubahan status dan fungsi kawasan hutan, f) Pelaksanaan identifikasi pembentukan unit pengelolaan hutan konservasi, serta hutan lindung dan hutan produksi lintas administrasi pemerintahan, g) Penyusunan dan penyajian data informasi sumber daya hutan serta neraca sumber daya hutan, h) Pengelolaan sistem informasi geografis dan perpetaan kehutanan dan i) Pelaksaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

4. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano

Balai Pengelolaan DAS Tondano sebagai Unit pelaksana teknis (UPT) pengelolaan DAS di Sulawesi Utara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian Kehutanan. Tugas Pokok dan Fungsi BPDAS Tondano dipertegas melalui Kepmen Kehutanan No. P.15/Menhut-II/2007 yaitu Balai Pengelolaan DAS Tondano mempunyai fungsi untuk; a) Penyusunan rencana Pengelolaan DAS, b) Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS, c) Pengembangan Model Pengelolaan DAS, d) Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan Pengelolaan DAS dan e) Pemantauan danEvaluasi Pengelolaan DAS.

Balai Pengelolaan DAS Tondano memberikan fasilitas dan supervisi teknis pada Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya, sehingga upaya-upaya Pengelolaan DAS dan termasuk didalamnya upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat berjalan dengan baik serta mencapai hasil yang optimal.

(48)
(49)

Foto: Dinas Kehutanan

(50)

5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara

Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (selanjutnya disebut BKSDA) statusnya ditingkatkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Sebelum menjadi BKSDA, namanya Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (UKSDA) yang dulunya dikenal dengan nama Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA).

Adapun tugas pokok BKSDA Sulut adalah penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar diluar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan tugas pokok, dijabarkan fungsi BKSDA Sulut sebagai berikut; a) Penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi, b) Pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, c) Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung, d) Penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan, tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, e) Pengendalian kebakaran hutan, f) Promosi, informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, g) Pengembangan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, h) Kerja sama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, i) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi, j) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam dan k) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Balai KSDA Sulut secara struktur organisasinya Kepala Balai membawahi 3 (tiga) pejabat Eselon IV, yaitu :

• Kepala Sub Bagian Tata Usaha.

• Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Utara yang meliputi Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sitaro.

• Kepala Seksi Konservasi Wilayah II dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Propinsi Gorontalo yang meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone Bolango.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.

(51)

6. Balai Taman Nasional Bunaken

Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang sudah diakui dunia akan keindahan alam bawah lautnya dan merupakan salah satu ikon Sulawesi Utara. TN Bunaken secara yuridis ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dengan luas 89.065 ha yang meliputi Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Mantehage, Pulau Nain, Pesisir Molas-Wori serta pesisir Arakan–Wawontulap. Peresmian Taman Nasional Bunaken ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 21 Desember 1992 di Manado, dilanjutkan dengan penetapan Balai Taman nasional Bunaken pada bulan Januari 1998. TN Bunaken dikelola oleh otoritas yaitu Balai Taman Nasional Bunaken yang merupakan Unit Pengelola Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan. Kawasan TN Bunaken dalam pengelolaannya terbagi dalam 2 (dua) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah, yaitu SPTN Wilayah I di Meras seluas 75.265 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian Utara) dan SPTN Wilayah II di Tambala seluas 13.800 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian selatan). Bagian Utara TN Bunaken terdiri dari 5 (lima) pulau dan pesisir daratan Sulawesi yaitu Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, dan Pulau Siladen, serta pesisir Tanjung Pisok (Kec. Bunaken, Kota Manado), Pulau Mantehage, Pulau Naen dan pesisir Desa Tiwoho dan Desa Wori di daratan Sulawesi (Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara). Bagian Selatan TN Bunaken meliputi pesisir Tanjung Kalapa di daratan Sulawesi (mulai dari pesisir Desa Poopoh sampai Desa Pinasungkulan, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa dan dari Desa Rap-rap sampai Desa Popareng Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan). Visi pengelolaan TN Bunaken adalah terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang aman dan lestari didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaanya serta mampu memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Untuk mencapai Visi tersebut maka ditetapkan 4 (empat) Misi pengelolaan TN Bunaken yaitu; a) Meningkatkan pengelolaaan konservasi sumberdayaalamhayatidan ekosistimnya b) Meningkatkan perlindungan kawasan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan penegakan hukum, c) Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian dan d) Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan TN Bunaken memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif terbatas dan pengembangan pariwisata khusus (penyelaman).

Sesuai dengan amanat Undang-Undang, TN Bunaken dikelola dalam bentuk zonasi, dalam perkembangannya zona di TN Bunaken mengalami beberapa perubahan, adapun Zonasi terbaru berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK 13/IV-KK/2008 tanggal 4 Februari 2008 adalah Zona Inti dengan luas 1.077,6 ha, Zona Rimba dengan luas 1.528,32 ha, Zona Rehabilitasi dengan luas 142,9 ha, Zona Pemanfaatan Pariwisata dengan luas 1.233,43 ha, Zona Pemanfaatan Umum dengan luas 72.279,77 ha, Zona Tradisional dengan luas 10.460,69 ha, dan Zona Khusus Daratan dengan luas 2.342,29 ha.

(52)

7. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional. Penetapan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dikukuhkan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan nomor : P03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis Taman Nasional. Pengelolaan TN memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif terbatas dan pengembangan pariwisata.

8. Balai Penelitian Kehutanan Manado

Balai Penelitian Kehutanan Manado merupakan salah satu UPT Kementerian Kehutanan yang baru dibentuk pada masa reformasi.

Balai Penelitian Kehutanan Manado dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor : P.36/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado tanggal 2 Juni 2006 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2011 tanggal 20 April 2011, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado dengan wilayah kerja meliputi tiga provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Tugas pokoknya melaksanakan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan dan perubahan iklim dan kebijakan kehutanan. Berdasarkan Renstra BPK Manado 2010-2014, BPK Manado mempunyai Visi “Menjadi Lembaga Penyedia IPTEK Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Profesional di Indonesia Timur Bagian Utara” dengan misi antara lain; a) Menyelenggarakan kegiatan penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan secara berkelanjutan, b) Meningkatkan kemanfaatan dan desiminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan dan c) Memantapkan unsur-unsur pendukung penelitian.

Dalam bidang tertib administrasi, BPK Manado ikut berperan menorehkan prestasi dengan memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada audit BPK tahun 2013. Selain itu BPK Manado mendapat penghargaan dari KPPN Manado atas ketertibannya dalam pelaporan keuangan tahun 2013 dan 2014.

9. Universitas Sam Ratulangi

Universitas Sam Ratulangi sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan kiprahnya dari pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam bidang kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki peran dalam melahirkan sumberdaya manusia yang unggul dengan menyelenggarakan program studi kehutanan. Program Studi Kehutanan memiliki visi untuk menjadi wadah pengembangan ilmu dan pendidikan kehutanan yang maju untuk pengelolaan sumberdaya alam dalam konsep keseimbangan dan keberlanjutan. Misi yang diemban adalah untuk (1) mendidik masyarakat secara

(53)

bertanggung jawab agar menjadi pelaku pembangunan yang handal, dan (2)

mengembangkan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni bidang kehutanan untuk menunjang kemajuan dan pembangunan bangsa dan negara secara berimbang dan berkelanjutan.

Lulusan Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki kompetensi sebagai Sarjana Kehutanan yang: (1) menguasai pengetahuan dan memiliki ketrampilan bidang kehutanan, (2) mampu mengidentifikasi masalah dan merumuskan pemecahan masalah dengan pendekatan ilmiah, (3) mampu menjadi inovator dalam masyarakat untuk pelestarian sumberdaya hutan dan produksi kehutanan yang berkelanjutan, dan (4) mampu menyediakan jasa konsultasi dan supervisi serta melaksanakan kegiatan produktif di bidang kehutanan dan yang terkait.

Kelembagaan

pengelolaan

hutan berkembang

pesat

di Provinsi Sulawesi

Utara berkembang

pesat sejak era

otonomi daerah

Gambar 9. Kantor-kantor Kehutanan

di Provinsi Sulawesi Utara Foto: Instansi Bersangkutan

Dari atas ke bawah:

Kantor Dinas Kehutanan

Kantor BPK Manado

Kantor BTN Bunaken

Kantor BPKH Wil. VI Manado

Kantor BKSDA Sulut

Kantor BPDAS Tondano

(54)
(55)

Pada tahun 2013 terkait dengan Review Rencana Tata Ruang Provinsi (RTWP) Sulawesi Utara telah diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 734/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara. Berikut disajikan perkembangan penataan kawasan hutan mulai tahun 1984 hingga tahun 2014.

B. Pemantapan Kawasan Hutan

No Fungsi Hutan Luas Kawasan Hutan (ha)

TGHK /1984 SK 452/1999 SK. 434/2013 SK. 734/2014 1 KSA/KPA 227,869.01 316,880.20 315,064.86 314,965 2 HL 159,723.54 182,564.48 161,808.83 161,784 3 HPT 369,868.53 216,833.48 208,924.58 208,927 4 HP 83,516.85 66,705.40 64,559.83 64,367 5 HPK 95,823.67 15,429.82 14,701.31 14,696 Jumlah 936,801.59 798,413.39 765,059.41 764,739

Tabel 4. Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara

Gambar 11. Diagram persentase pembagian kawasan hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014

Sumber : BPKH Wilayah VI Manado

(56)
(57)

Konsentrasi kegiatan pada masa ini adalah melaksanakan percepatan penataan batas pada lokasi-lokasi yang telah ditata batas namun belum temu gelang, tata batas sebagai akibat dari perubahan fungsi maupun perubahan peruntukan kawasan hutan serta penetapan kawasan hutan yang telah ditata batas. Disisi lain pada periode yang berbeda, yaitu tahun 2001 s/d 2007 kegiatan tata batas di Sulawesi Utara menjadi stagnan, disebabkan karena pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tata batas. Selanjutnya atas dasar evaluasi dan terbitnya kebijakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2007, kewenangan tata batas ditarik kembali menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Seiring dengan kebijakan tersebut, maka BPKH Wilayah VI kembali melaksanakan prioritas tata batas kawasan hutan lindung dan produksi.

Dibandingkan antara masa ORBA dan masa reformasi, luas kawasan hutan sudah jauh menyusut dari 1.877.220 ha menjadi 764.739 ha di tahun 2014, berkurang sekitar 1.112.481 ha. Besarnya penyusutan ini antara lain karena kebutuhan terhadap lahan perkotaan, pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan juga karena pemekaran wilayah. Permasalahan lainnya antara lain adanya tumpang tindih pemanfaatan maupun penggunaan lahan kawasan hutan negara oleh kepentingan sektor lain, bahkan pada beberapa lokasi terdapat jual beli lahan kawasan hutan dan sertifikat tanah, munculnya klaim-klaim masyarakat yang mengatasnamakan tanah leluhur dan lain sebagainya. Saat ini solusi yang telah untuk menangani permasalahan tersebut antara lain sosialisasi batas-batas kawasan hutan, penegakan hukum oleh instansi yang berwenang termasuk dukungan LSM dan media cetak.

Memasuki tahun 2000, seiring dengan keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah, khususnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi euforia dalam pemberian ijin pemanfaatan hutan. Paradigma pemanfaatan hutan berubah dari sentralisasi beralih ke desentralisasi. Perijinan pengusahaan hutan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Bupati/Walikota).

Hutan dan kehutanan mengalami tekanan berat karena eksploitasi yang sangat tinggi. Pengawasan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat lemah. Hal ini berakibat kerusakan sumber daya hutan dan kerugian negara akibat tidak tertibnya administrasi. Euforia otonomi daerah mengakibatkan maraknya pencurian kayu dan illegal logging. Sampai dengan tahun 2009, pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) (sebelumya HPH atau Hak Pengusahaan Hutan) sebagai berikut :

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 39

No Nama Perusahaan No/Tgl SK Luas (Ha) Lokasi

A. IUPHHK Hutan Alam

1 PT Lembah Hijau Semesta 662/Kpts-II/1990 34.000 Bolmong

Utara 13 Nopember 1990

2 PT Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 26.800 Bolmong

Utara 15 Februari 2001

B. IUPHHK Hutan Tanaman

1 PT Kawanua Kahuripan

Pantera 153 tahun 200230 Mei 2002 (SK Bupati 7500 Bolmong Selatan

Bolmong)

Tabel 5. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)

Referensi

Dokumen terkait

Total rincian realisasi investasi PMA/PMDN Januari-Maret tahun 2022 di Sulawesi Utara Per Sektor dan per Kabupaten/Kota, yang ditanamkan oleh para investor:.. Realisasi investasi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, selanjutnya disingkat RPJPD Provinsi adalah Dokumen Perencanaan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah untuk periode

Evaluasi pertanggungjawaban pelaksanaan anggara pendapatan dan belanja daerah UPTD Balai Perbenihan dan Persuteraan Alam Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara

PPh pasal 21 pada Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dari proses perhitungan dan pemotongan Bendahara membuat bukti potong menggunakan aplikasi yang

Dari tahun 2017 sampai tahun 2021 sektor yang memiliki nilai LQ paling tinggi di Provinsi Sulawesi Utara adalah sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dengan rata-rata LQ

Rencana Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014–2018 merupakan dasar acuan perencanaan pembangunan ketenagakerjaan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun

REALISASI PRODUKSI KAYU BULAT PER JENIS IUPHHK/HPH HUTAN ALAM PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN

BAB V PENUTUP Rencana Strategis Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK 2020-2024 adalah dokumen perencanaan pembangunan KLHK untuk periode 2020-2024, yang merupakan