• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN

Saat sekarang tanaman JUN telah mendapat prospek pemasaran dari pihak Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo). Beberapa komitmen atau nota kesepakatan, telah dibuat antara UBH-KPWN dengan pihak industri mebel atau furniture anggota ASMINDO yang siap menyerap hasil tebangan tanaman JUN, sebagai bahan baku pada industrinya. Di Jawa Timur beberapa industri furniture telah siap menyerap hasil tebang- an kayu JUN, untuk diolah sebagai produk moulding kayu jati guna memenuhi memenuhi permintaan pasar Jepang.

Prospek untuk penyediaan bahan baku untuk industri di wilayah Kabupaten Bogor, masih belum ada permintaan bahan baku kayu jati dari industri. Sesuai data indus- tri di Kabupten Bogor, terdapat 14 industri furniture skala menengah sampai besar. Sesu- ai jumlah tersebut, hanya ada tiga industri di Kabupaten Bogor, yang menggunakan bahan baku kayu jati. Sesuai potensi panen kayu tebangan Perhutani dan potensi tebang-an kayu rakyat, termasuk jenis kayu jati masih sangat tersedia untuk memenuhi industri di wilayah Kabupaten Bogor (Supriadi, 2006).

Untuk menentukan prospek potensi panen pada tahun kelima dan nilai jual kayu JUN yang dipanen, maka dapat ditentukan dari proyeksi riap tumbuh tanaman dan per- kembangan nilai harga pada tahun ke lima. Prospek pemanenan merupakan hasil perhi- tungan potensi volume kayu tegakan pohon JUN, jika ditebang untuk dimanfaatkan secara ekonomi (memiliki nilai jual kayu). Jika prospek pemanenan diperhitungkan sebelum masa panen atau sebelum masa waktu tebang, maka perhitungan potensi volume tebang dapat diperhitungkan dengan akumulasi nilai rata-rata riap pertumbuhan (Tukan et al., 2001).

Prospek pemanenan secara ekonomi, disamping nilai potensi volume pohon yang akan ditebang, juga sangat tergantung kepada nilai jual kayu setelah ditebang. Nilai jual kayu jati dapat tergantung kepada kelompok sortimen kayu dalam perdagangan, kelom-

pok kualitas kayu, kelompok dimensi kayu (diameter dan panjang kayu), serta posisi kayu terhadap akses pasar atau pembeli (Tukan et al., 2001).

BerdasarkanSNI SNI 01-5007.17-2003, tentang Produk Kayu Bundar – Bagian 1: Kayu Bundar Jati, terdapat tiga kriteria sortimen yaitu :

1. Kayu Bundar Kecil (KBK/A.I) dengan ukuran sbb : 1)Kelas diameter 4 cm (panjang batang ≥ 2 m) 2)Kelas diameter 7 cm (panjang batang ≥ 1 m)

3)Kelas diameter 10 dan 13 cm (panjang batang ≥ 0,70 m) 4)Kelas diameter 16 dan 19 cm (panjang batang ≥ 0,40 m).

2. Kayu Bundar Sedang (KBS/A.II) dengan ukuran Kelas diameter 22, 25, dan 28 cm (panjang batang ≥ 0,40 m)

3. Kayu Bundar Besar (KBB/A.III) dengan kelas diameter ≥ 30 cm dan panjang batang ≥ 0,40 m.

Pengelompokan tersebut diperoleh dari hasil pengukuran mutu kayu berdasarkan standard SNI tersebut. Berdasarkan nilai proyeksi ukuran dimensi yang dapat dicapai pada pohon JUN tahun kelima, tinggi atau panjang 7,31 m dan diameter 16 cm, maka ukuran tersebut dapat termasuk dalam katagori kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I) dengan kelas diameter 16 – 19 cm, panjang batang > 0,40 m (Biro Pemasaran Perhutani, 2009).

Prospek nilai jual pemanenan kayu JUN, dapat diasumsikan dari nilai harga kayu jati di pasaran sesuai kelompok Sortimen yang dipasarkan, dan nilai harga sesuai akses penjualan terhadap pembeli pengguna akhir, atau terhadap akses rantai pemasarannya.

Nilai harga kayu jati di pasaran wilayah Pulau Jawa umumnya berpatokan dengan penetapan harga jual dasar kayu jati dari Perum Perhutani sesuai kelompok dimensinya. Untuk penetapan harga kayu JUN asal dari Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, mengacu Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati yang ditetapkan Perum Perhutani, sesuai ke- lompok sortimen A1/tipe D (asal kayu Jawa Barat), seperti pada Lampiran 10.

Sesuai penetapan Harga Jual Dasar (HJD) lima tahun terakhir, untuk kelompok kelas diameter antara 16 – 19 cm, dan panjang lebih dari 5,90 m, harga untuk setiap ke- lompok mutu kayu, seperti pada Tabel 22.

Tabel 22 Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I).

HJD - Tahun

Harga Rp (x 1000) Tiap Kelas Mutu Pertama (P) KeDua (D) KeTiga (T) KeEmpat (M) Jumlah Rata 2 2005 1.345 1.084 985 906 4.320 1.080 2006 1.345 1.084 985 906 4.320 1.080 2008 1.480 1.356 1.233 1.134 5.203 1.301 2009 (Jan) 1.590 1.458 1.325 1.219 5.592 1.398 2009 (Des) 2.054 1.883 1.712 1.575 7.224 1.806

Kenaikan Harga Periode Per Tahun (Rp x 1000)

2006 - 2005 0 0 0 0 0 0 2008 - 2006 135 272 248 228 883 221 2009 (Jan) - 2008 110 102 92 85 389 97 2009 (Des) - 2009 (Jan) 464 425 387 356 1.632 408 Jumlah 709 1.119 1.119 1.119 4.066 1017 Rata-rata 177 280 280 280 1.017 254 Prosen (%) 8,63 14,86 16,34 17,76 58 14,40

Sumber : Biro Pemasaran Perum Perhutani (2010). Keterangan tabel telah disesuaikan.

Sesuai data penetapan HJD tahunan tersebut menunjukkan trend penetapan kena- ikan harga rata-rata dalam waktu lima tahun terakhir Rp 254.000/tahun atau 14,40%/- tahun. Jika harga rata-rata kayu jati seluruh kelas mutu pada kelas diameter 16 - 19 cm pada tahun 2010 Rp 1.806.000/m3, maka :

1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.806.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000/m3, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.060.000/m3. 2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.060.000/m3, ditambah kenaikan HJD

rata-rata Rp 254.000, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.314.000/m3.

Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Pertama (P), maka harga jual rata-rata tahun 2010 Rp 2.054.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 177.000/tahun, sehingga :

1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 2.054.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.231.000/m3.

2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.231.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.408.000/m3.

Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Empat (M), maka harga jual rata-rata pada tahun 2010 Rp 1.575.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 280.000/tahun, maka :

3) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.575.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 1.855.000/m3.

4) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 1.855.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.135.000/m3.

Sesuai rentang kelas mutu kayu tersebut maka harga kayu JUN sortimen A1 tersebut, dapat diproyeksikan pada saat panen dapat dijual pada rentang harga antara Rp 2.135.000/m3 sampai dengan Rp 2.408.000/m3, dengan harga rata-rata seluruh kelas mutu Rp 2.314.000/m3.

Harga Jual Dasar tersebut dapat diacu, jika tidak ada perubahan harga pokok produksi Perum Perhutani secara signifikan, atau adanya perubahan indikator ekonomi secara signifikan. Harga jual juga dipengaruhi tingkat permintaan kebutuhan kayu saat penjualan dan kemudahan akses rantai pemasaran kayu terhadap pembeli akhir (Biro Pemasaran Perum Perhutani, 2009).

Rantai pemasaran kayu jati di Pulau Jawa dapat di akses dalam enam alternatif penjualan (Tukan et al., 2001) sebagai berikut :

1) Pemasaran melalui Jalur 1 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke Konsumen akhir 2) Pemasaran melalui Jalur Pasar 2 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke pada Pene-

bang – kepada pembeli rumah tangga)

3) Pemasaran melalui Jalur Pasar 3 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, ke- mudian dijual kembali kepada pedagang pembuat perabotan (mebel)

4) Pemasaran melalui Jalur Pasar 4 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada industri pengo- lahan kayu atau Penggergajian Kayu

5) Pemasaran melalui Jalur Pasar 5 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, ke- mudian dijual kepada pedagang kayu antara.

6) Pemasaran melalui Jalur Pasar 6 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Pedagang Kayu di Jakarta.

Akses pemasaran kayu JUN jika diasumsikan dapat dijual langsung kepada Indus- tri pengolahan kayu jati di wilayah Jawa Barat, maka nilai harga penjualan dapat ditetap- kan lebih tinggi. Jika asumsi kayu JUN yang dijual merupakan kelompok kelas mutu utama (P), yang dijual langsung kepada pembeli akhir atau langsung kepada industri kayu akhir, maka nilai jual kayu JUN akan dapat jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi harga jual dasar dari Perum Perhutani tersebut (Supriadi, 2006).

Hasil observasi pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, para pedagang memasarkan kayu jatinya, untuk kelompok jati muda asal penjualan dari daerah Jawa Barat (Jati Cianjur, Sukabumi, dan Garut) dan Jati dari Sumatera (Jati Lampung dan Palembang), relatif lebih murah dibandingkan jati muda dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Hasil observasi harga pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, untuk kayu jati muda asal daerah Jawa Barat, kelompok diameter 16 – 19 cm, panjang > 2 m, harga beli dari pemasok kayu antara Rp 1.500.000/m3– Rp 1.850.000/m3. Harga tersebut relatif jauh lebih murah dibandingkan ketetapan HJD Perum Perhutani. Penjual kayu Klender, umumnya menjual lagi kepada pembeli pengrajin pembuatan mebel jati dengan harga antara Rp 2.300.000/m3– Rp 3000.000/m3.