• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)"

Copied!
298
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)

MUHAMMAD NOOR EFANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa semua pernyataan, hasil pengolahan informasi dan sumber informasi dalam laporan tugas akhir yang berjudul :

Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor).

Merupakan hasil gagasan dan karya saya sendiri atas bimbingan komisi pembimbing. Laporan tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang dikutip dari referensi lain atau karya yang telah diterbitkan dari penulis lain, telah dicantumkan dalam Daftar Pus-taka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, 21 April 2011

(3)

MUHAMMAD NOOR EFANSYAH. Business Prospects For Revenue Sharing of plants Jati Unggul Nusantara (A Case Study of Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara in Bogor). Supervised by H. Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie as Chairman of the supervising committee, and Wilson Halamoan Limbong as a Member of the commission supervising.

Planting crops clones Jati Unggul Nusantara (JUN) in the area of Bogor Regency, is a business model that was developed for the Koperasi Perumahan Wana-bhakti Nusantara (UBH-KPWN), involving investors, landowners, community mana-ger of the plant (farmers) and the village officials. The activity aims to distribute capital to the community, land use has not been productive, providing a source of teak wood supply for industry and as a provider of employment for the community. JUN investment in Cogreg Village, Parung District, Bogor regency, has been carried out since three years ago (starting in 2007). Offsetting JUN plants will be harvested in the fifth year (year 2012), promising to five parties, will receive revenue sharing from the sales value of timber harvest JUN.

JUN three years old plant in Bogor regency, totaling 6075 trees, potential measurements in a sampling plant 2.5% of the total population. The result of the potential crop average diameter of 0.11 m/tree and average branch free height 4.74 m/tree, calculate the average volume of 0.044 m3/tree or 44 m3/ha, bringing the total potential of the plant three years 266.28 m3. Appropriate considering the growth potential and risk of death of plants, the projected average volume increment 0.021 m3/year or 21 m3/ha/year. Harvest prospects in the fifth year calculated in the range 86 up to 100 m3/ha, or an average of 91 m3/ha. Base on projection teak wood basic sale prices (sortiment A1 tipe D quality P - M), in the fifth year from Rp 2,135,000 up to Rp 2,408,000. So the prospect of selling the timber JUN between Rp 988.630.584 up to Rp 1.462.925.329, or an average selling of Rp 1.279.294.179. Based on the prospect for timber harvest and JUN timber sale values, then the appropriate financial analysis (NPV, IRR, and B/C) is very reasonable business activities are managed. Calculated value for the outcome of each the party, according to the average revenue outlook; (1) Investors Rp 591.376.022, (2) Land Owners Rp 147.844.005, (3) Farmers Rp 270.-037.076, (4) UBH KPWN Rp 162.022.246, (5) Village Officials Rp 108.014.830.

Keywords :

(4)

MUHAMMAD NOOR EFANSYAH. Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan H. Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie sebagai ketua dan Wilson Halamoan Limbong sebagai anggota.

Kebutuhan pasokan bahan baku kayu jati untuk industri furniture dan kera-jinan, rata-rata sebesar 2,5 juta m3/tahun. Kondisi ini baru bisa dipenuhi sebesar 750 ribu m3/tahun, yang hampir seluruh kebutuhan dipasok oleh Perum Perhutani. Kondisi kekurangan pasokan tersebut mengancam keberlangsungan kontinuitas usaha Industri Kecil Menengah (IKM) pengolahan kayu jati.

Penanaman pohon jati unggul berdaur pendek di lahan masyarakat atau lahan terlantar merupakan alternatif sumber pasokan kayu jati untuk industri pengolahan kayu jati skala usaha kecil dan menengah. Penanaman tersebut diyakini dapat men-jadi sumber pasokan tambahan bagi IKM. Pasokan dari sumber jati unggul relatif lebih cepat tersedia dibandingkan dari sumber jati biasa (daur panjang), yang membu-tuhkan siklus panen rata-rata 40 puluh tahun.

Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) sebagai salah satu jenis jati unggul yang berasal dari 69 klon Jati Plus Perhutani (JPP). Klon tersebut dikembangkan dari benih stek pucuk menjadi bibit tanaman JUN. Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) telah merealisasikan program penanaman pohon JUN secara intensif. Tanaman tersebut diperhitungkan dapat dipa-nen dalam lima tahun. Usaha penanaman dilakukan dengan pola bagi hasil, yang melibatkan pihak investor atau pemodal, pemilik lahan, petani penggarap dan pihak pamong desa.

Pengembangan tanaman JUN yang dikelola UBH-KPWN saat sekarang mencapai usia tanam tiga tahun. Pola usaha ini menjanjikan prospek tanaman dapat di panen 5 tahun, sehingga membutuhkan kajian prospek usaha tersebut. Tujuan pene-litian ini untuk mengkaji dan menganalisis tanaman JUN usia tiga tahun yang ditanam di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, yaitu ; (1) Mengkaji hasil pengukuran potensi riap pertumbuhan rata-rata kayu JUN dan prospek potensi volume tahun kelima, (2) menganalisis prospek nilai jual kayu JUN dan kualitas kayu usia lima tahun, (3) menganalisis peluang dan strategi model usaha bagi hasil UBH-KPWN, (4) menganalisis prospek investasi penanaman JUN sesuai riap dan pertum-buhan harga pasar kayu jati volume kecil, (5) menganalis prospek pengembalian dana investasi dan proporsi nilai pendapatan bagi hasil, (6) menganalisis persepsi pihak investor terhadap prospek usaha.

(5)

pihak sesuai tingkat resiko dari kematian tanaman. Analisis persepsi pihak investor dengan menggunakan metode IPA (Importance Perfomance Analysis).

Hasil pengukuran sample potensi tanaman JUN usia tiga tahun, didapatkan rata diameter 0,11 m/pohon, rata tinggi 4,74 m/pohon, dan perhitungan rata-rata volume 0,044 m3/pohon atau 44 m3/ha. Perhitungan potensi total volume tanaman tiga tahun di Kelurahan Cogreg sebesar 266,28 m3. Hasil perhitungan riap rata-rata tanaman selama tiga tahun sebesar 0,021 m3/pohon/tahun atau 21 m3 /ha/-tahun.

Berdasarkan bisnis plan UBH-KPWN prospek tanaman JUN pada tahun ke lima dapat mencapai 0,20 m3/pohon atau 200 m3/ha. Hasil perhitungan proyeksi riap rata-rata tanaman JUN ditahun ke lima 0,095 m3/pohon atau 95m3 /ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai tahun ke sepuluh. Hasil perhitungan proyeksi riap terting-gi tahun ke lima 0,10 m3/pohon atau 100 m3/ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai pada tahun ke delapan. Hasil perhitungan proyeksi riap terkecil potensi tahun ke lima 0,086 m3/pohon atau 86 m3/ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai tahun kesebelas.

Prospek panen JUN pada kelurahan Cogreg pada tahun ke lima tersebut, pada rentang potensi 463,06 m3 - 607,53 m3, potensi rata-rata 577,15 m3. Prospek panen tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasokan kayu jati untuk Industri Kecil Menengah (IKM) furniture berbahan baku kayu jati di Kabupaten Bogor, serta prospek tersebut dapat dijual pada pasar kayu jati untuk kebutuhan wilayah Jabotabek.

Hasil analisis harga jual dasar (HJD) kayu Bulat Jati untuk seluruh kelompok kayu bulat kecil (Sortimen A1) diproyeksikan pada tahun kelima menunjukkan kenaikan rata-rata Rp 254.000/m3/tahun atau 14,40 %/tahun (HJD Perum Perhutani 2005 - 2009). Prospek harga jual JUN ditahun kelima pada rentang Rp 2,135.000/m3 - Rp 2,408.000/m3, dengan harga rata-rata Rp 2,314.000/m3. Sesuai harga tersebut maka prospek nilai jual panen atau pendapatan ditahun kelima pada rentang Rp 988.630.584 (23,31% resiko tanaman mati) sampai dengan Rp 1.462.925.329 (13,47% resiko tanaman mati). Prospek nilai jual rata-rata kayu JUN Rp1.279.294.179 (13,47% resiko tanaman mati). Hasil analisis finansial UBH-KPWN, prospek nilai keuntungan usaha pada rentang nilai jual terendah Rp 770.461.00 sampai dengan Rp 1.245.363.000. Hasil perhitungan Net Present Value (NPV) dengan Discount Factor (DF15%) pada rentang terendah Rp 351.970.000 sampai dengan tertinggi Rp 588.081.000. Nilai NPV terendah menunjukkan lebih besar dari Nol (NPV > 0), sehingga usaha layak dikelola. Perhitungan IRR (DF 15%) pada rentang nilai teren-dah 65,99% sampai dengan 67,30%. Nilai IRRterendah menunjukkan lebih dari satu (IRR > 1), sehingga kegiatan UBH-KPWN tersebut layak dikelola dibandingkan ber-investasi pada instrumen bank. Hasil perhitungan B/C (DF 15%), pada rentang 2,6 - 4,6 kali dari nilai investasi. Sesuai nilai B/C pengembalian investasi usaha penanam-an JUN lebih menguntungkpenanam-an dari nilai investasi ypenanam-ang ditpenanam-anamkpenanam-an.

(6)

prospek nilai bagi hasil rata-rata dari penjualan kayu JUN ditahun kelima, nilai diterima untuk 16 investor Rp 591.376.022 (40%), nilai diterima pemilik lahan Rp 147.844.005 (10%), nilai diterima untuk 24 petani Rp 270.037.076 (resiko mati 18,27%), nilai diterima UBH-KPWN Rp 162.022.246 (resiko mati 10,96%), nilai diterima pamong desa Rp 108.014.830 (resiko mati 7,31%).

Sesuai proporsi bagi hasil setelah dikurangi nilai resiko kematian, maka prospek nilai bagi hasil tertinggi dari penjualan kayu JUN ditahun kelima, nilai diterima untuk 16 investor Rp 676.262.720 (40%), nilai diterima pemilik lahan Rp 169.065.680 (10%), nilai diterima untuk 24 petani Rp 308.798.465 (resiko mati 18,27%), nilai diterima UBH-KPWN Rp 185.279.079 (resiko mati 10,96%), diterima pamong desa Rp 123.519.386 (resiko mati 7,31%).

Persepsi investor terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan UBH-KPWN, dari tujuh investor yang menjawab kuesioner responden, nilai rata-rata antara nilai kinerja UBH-KPWN dengan persepsi kepentingan berada pada koordinat kuadran X – Y sama dengan 4,1 - 4,2. Hasil persepsi masing-masing investor yaitu ; (1)empat investor berada pada kuadran I, (2)Satu investor berada pada Kuadran II, (3)Satu investor berada pada Kuadran III, (4)Satu investor berada pada Kuadran IV. Secara umum kinerja UBH-KPWN memuaskan pada hal yang dianggap penting dalam kegiatan usaha.

(7)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

(Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)

MUHAMMAD NOOR EFANSYAH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nama Mahasiswa : Muhammad Noor Efansyah Nomor Pokok : F 352 080 125

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.H.M.Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr Prof.Dr.Ir. WH. Limbong, MS. Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA Dr.Ir. Dahlul Syah, MSc.Agr

(11)

Penulis dilahirkan di Banjarmasin Kalimantan Selatan, pada 13 April 1965 dari Ayah Mawan Sibas dan Ibu Hamsiah Marsaid. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara.

Penulis menjalani masa pendidikan Sekolah Dasar sampai SLTA di Banjar-masin. Pada tahun 1985 penulis diterima sebagai Mahasiswa pada Universitas Lam-bung Mangkurat (UNLAM) Banjarbaru, pada Fakultas Kehutanan, Jurusan Manaje-men Hutan. Pada tahun 1990, penulis Manaje-menyelesaikan pendidikan S1 (Sarjana Kehutan-an), dengan Gelar Insinyur Bidang Ilmu Pertanian

Penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus diantaranya ; Sekretaris Maje-lis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 1985 - 1986, Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 1986 - 1988. Sekretaris Komi-sariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 1986 - 1987. Ketua Cabang Mahasis-wa Islam Indonesia (HMI) Banjarbaru. Ketua Biro Redaksi Majalah Sylva Indonesia (Himpunan Mahasiswa Kehutanan Se-Indonesia). Penulis sebagai mahasiswa berpres-tasi penerima beasiswa APHI tahun 1987 - 1990. Ketua Delegasi Fakultas Kehutanan UNLAM pada Konprensi Sylva Indonesia, sebagai Ketua Panitia Temu Pemahaman Dampak Lingkungan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri Se-Kalimantan.

Sejak lulus tahun 1991 - 1992 penulis bekerja pada industri kayu PT Gunung Meranti Timber di Banjarmasin. Tahun 1992 - 1994 bekerja pada PT Halisa, mutasi ke PT Kusuma Puspawana. Tahun 1994 penulis bekerja sebagai konsultan kehutanan pada PT Jaako Poyry (Konsultan Finlandia). Tahun 1995 - 2002 penulis bekerja pada PT Forestcitra Sejahtera (Focus QE), perusahaan konsultan sistem manajemen mutu, lingkungan dan sistem manajemen keselamatan kerja berbasis sertifikasi standard ISO. Tahun 2002 - 2003 penulis sempat bekerja sebagai Auditor ISO 9001 pada lembaga sertifikasi AJA Registrar Singapore. Tahun 2002 kembali bekerja pada PT Forestcitra Sejahtera, sebagai Direktur Operasional, dan profesi sebagai konsultan ISO ( 9001, 14001 dan 22000).

Penulis menikah pada tahun 1994 dengan Rahmi Ratur Rabbi, dikarunia empat orang anak ; Iqra Ikhwanul Ikhsan (putra), Dzikro Aulia Az’zahra (putri),

(12)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat dan makhfirahNya, tugas akhir yang berjudul Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi kasus pada Koperasi Perumahan Wana-bhakti Nusantara di Kabupaten Bogor) dapat penulis selesaikan, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelas Magister (Strata 2) pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Tugas akhir ini sebagai hasil pengalaman penulis bekerja sebagai konsultan sistem manajemen mutu pada Unit usaha bagi hasil koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (koperasi primer Departemen Kehutanan). Tugas akhir ini dibuat atas masukan, bimbingan dan dorongan dari Komisi Pembimbing, serta beberapa pihak yang membantu. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof.Dr.Ir.H.Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr, selaku pembimbing utama

2. Prof.Dr.Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS, selaku pembimbing anggota

3. Ir.Hariyono Soeroso, MS selaku Direktur Utama Unit UBH-KPWN, Bapak Ir. Rachmad Adjie, MM, Wakil Manajemen ISO 9001, dan Bapak Ir. Muhammad Rafik, MM, beserta teman-teman UBH-KPWN yang membantu mendukung data. 4. Isteriku Rahmi Ratur Rabbi, anak-anakku Iqra Ikhwanul Ikhsan, Dzikro Aulia

Az,Zahra, Rizqia Ar’ridha Haq, dan Nazwa Ar’rafiatun Nafsi yang telah

merelakan waktunya kusita untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Semua pihak yang memberikan dorongan dan referensi atas terwujudnya ide penulisan tugas akhir ini.

(13)

DAFTAR TABEl ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Kajian ... 5

1.4 Manfaat Hasil Kajian …...……….. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. ... 7

2.1 Tinjuan Sifat dan Manfaat Pohon Jati ………... 7

2.2 Tinjauan Pengembangan Tanaman Jati Unggul …………...…... 9

2.3 Tinjauan Prospek Kebutuhan Kayu Jati Untuk Industri... 14

2.4 Tinjauan Model Usahatani Berbasis Bagi Hasil ... 18

2.5 Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan... 22

2.6 Tinjauan Inventarisasi Potensi Tanaman ... 24

2.7Analisis Kelayakan Usaha ... 30

2.7.1Pay Back Period ... 30

2.7.2Net Present Value ... 31

2.7.3Internal Rate return ... 31

2.7.4Benefit Cost Ratio (BC/R) ... 32

2.7.5 Indeks Performance Analysis (IPA) ... 33

III. METODE KAJIAN ……….. 34

3.1Waktu Pelaksanaan Kajian ... 34

3.2 Lokasi ... 34

3.3Data dan Sumber Data ... 34

3.4 Metode Penarikan Sample... 35

3.4.1 Penentuan Blok Penelitian... 35

3.4.2 Penarikan Sample... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.6 Analisis Data... 37

3.6.1 Potensi Kayu dan Riap... 38

3.6.2 Kelayakan Usaha ...………... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 42

(14)

4.1.3 Perencanaan Lahan dan Penanaman JUN ……….. 48

4.1.4 Pengelolaan Tanaman JUN ……….. 51

4.2 Lokasi Penelitian Inventarisasi Tanaman………... 53

4.3 Inventarisasi Potensi Tanaman JUN ………. 54

4.4 Evaluasi dan Perhitungan Riap Tumbuh ...………... 59

4.5 Proyeksi Potensi Tanaman Tahun Ke lima ... 66

4.6 Kualitas dan Prospek Penggunaan Kayu JUN ……… 70

4.6.1Sifat Fisik dan Kualitas Kayu ………. 71

4.6.2 Prospek Penggunaan Kayu JUN ………... 72

4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN ……….. 74

4.8 Prospek Usaha Secara Finansial ……… 78

4.8.1 Pembiayaan Usaha Penanaman JUN ……….. 79

4.8.2 Analisa Nilai NPV …………..……… 80

4.8.3 Analisa Nilai IRR ………. 81

4.8.4 Analisa Cost Benefit Ratio (BC/R ……….. 82

4.9Pendapatan Bagi Hasil Para Pihak ………. 83

4.10 Persepsi prospek usaha dari Investor ………….………. 85

4.11. Nilai Manfaat Bagi Lingkungan dan Masyarakat ……….……….. 88

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 91

5.1 Kesimpulan ………. 91

5.2 Saran-saran ……….. 92

(15)

Tabel Uraian Tabel Halaman

1. Perkiraan Hasil Panen Kayu Jati Emas ………... 10

2. Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Jati Perhutani ... 11

3 Harga kayu jati Jeblosan Non Trimming Kualitas Utama ... 17

4. Prosentasi Bagi Hasil Masing-masing Pihak UBH-KPWN ... 20

5 Kelas diameter Pengukuran kayu Jati Bundar ... 29

6 Jumlah Batang Sample Pengukuran Kayu Jati Bundar ... 29

7 Penetapan Harga Investasi JUN Periode Tahunan ………... 44

8 Lokasi dan Jumlah Tanaman JUN Siap Ditawarkan kepada Investor …….... 51

9 Jumlah Tanaman JUN Setiap Tahun Tanam ………... 52

10 Realisasi Penanaman JUN Usia Tiga Tahun Pada Lokasi Lahan UNB …... 54

11 Potensi Tanaman JUN Usia Tiga Tahun di Beberapa Lokasi Tanam …... 57

12 Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Usia Satu Tahun 60

13 Kriteria Hasil Evaluasi Tanaman JUN Umur Satu tahun ………... 60

14 Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Dua Tahun ... 61

15 Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Dua Tahun ………... 61

16 Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Tiga Tahun ... 63

17 Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Tiga Tahun ……….... 63

18 Hasil Evaluasi Tanaman Selama Periode Tiga Tahun di Lokasi Lahan UNB Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Bogor ………... 64

19 Riap Pertumbuhan Tanaman JUN Sampai Usia Tiga Tahun ……….. 64

20 Proyeksi Pertumbuhan Riap Volume Sampai Tahun ke Lima ……….... 67

21 Perbedaan Riap Tumbuh antara Kayu JUN dan Kayu Jati konvensionil pada Usia Lima Tahun ………... 69

(16)

1. Akar Tunjang Majemuk JUN ………... 13

2. Ilustrasi Perhitungan Kubikasi Pohon JUN Usia 5 Tahun ……….. 13

3. Jati Unggul Nusantara (JUN) Pada Berbagai Umur Tanam ... 14 4. Tahapan Proses Produksi bibit Tanaman JUN dari Stek Pucuk ………….. 46 5. Media Tanam Kompak dengan Perakaran Bibit Tanaman JUN ... 47 6. Pembentukan Akar Tunjang Tanaman JUN Pada Usia Tiga Bulan ... 48 7. Tanaman JUN Usia 3 Tahun di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung.. 55 8. Kegiatan Pengukuran Potensi tanaman JUN Berusia Tiga Tahun ... 56 9. Contoh Kerusakan Tanaman Harus Dimatikan ... 66

10. Perbedaan Lebar Riap Tumbuh Pada Kayu JUN dengan Kayu Jati

Kon-vensional Umur Lima Tahun ... 69 11. Perbedaan Penampang Melintang Jati JUN dengan Jati Konvensional... 70

12. Contoh beberapa Manfaat Penggunaan Kayu JUN Tanaman Usia Lima ... Tahun ... 73 13. Diagram Analisis Kinerja UBH-KPWN Sesuai Persepsi Investor... 87

(17)

Lampiran Halaman

1. Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ……….... 99

2. Bagan Alir Tahapan Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ... 100

3. Penetapan Pengambilan Sampel Pengukuran Tanaman Tiap Lokasi Petani ………... 101

4. Petunjuk Pengisian Kuesioner Persepsi Investor ………... 102

5. Struktur Organisasi UBH-KPWN …... 105

6. Bagan Alir Kegiatan UBH-KPWN Pengelolaan JUN...…………... 106

7. Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia 3 Tahun ... 107

8. Perhitungan Volume Hasil Pengukuran Sample Tanaman JUN Usia Tiga Tahun ………... 115

9. Rekapitulasi Hasil Inventarisasi Sesuai Sampling Pengukuran Tanaman JUN Usia Tiga Tahun ………... 130 10. Perhitungan Masa Waktu Panen Mencapai Potensi 200 m3/ha (sesuai Riap Volume, Diameter, dan Riap Tinggi) ... 131

11.Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2005 -2009.. 132 12.Proyeksi Analisa Biaya dan Penerimaan UBH-KPWN Sampai Tahun 2012 (Tingkat Penerimaan Terendah, Rata-rata dan Tertinggi)... 137

13. Perhitungan Analisis Finansial (NPV, IRR dan BC/Ratio) pada Tingkat Pendapatan Nilai Jual Terendah, Rata-rata, dan Tertinggi)……….. 140

14. Perhitungan Nilai Bagi Hasil Masing-Masing Pihak Sesuai Prospek Nilai Harga Jual (Terendah, Rata-rata dan Tertinggi)………... 143

15. Daftar Investor Penanaman JUN pada UBH-KPWN Di Lokasi Tanam Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung. Bogor ………... 146

16.Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor ... 147

(18)

Benih adalah bibit tanaman hutan untuk dikembangbiakkan secara vegetatif atau generatif.

Bontos adalah potongan melintang pada kedua ujung kayu bulat.

Bebas Cabang adalah posisi panjang atau tinggi dari batang pohon, yang diukur dari pangkal pohon diatas tanah, menuju ujung pohon sampai posisi batang tidak mengalami percabangan (bercabang) secara sempurna.

Cabang adalah bagian dari pohon yang sudah dipotong dan tidak tergolong kayu bulat. Daur tanaman adalah jangka waktu yang diperlukan bagi suatu jenis tanaman sejak mulai penanaman sampai mencapai umur tebang

Finger Joint adalah adalah bentuk produk kayu olahan yang berbentuk sortimen balok atau papan yang pada bagian salah satu sisi atau ujung sortimen dibentuk pola sambung seperti sela lima jari.

Flooring adalah jenis produk kayu olahan dapat berbentuk balok atau papan kayu padat (solid) atau hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S).

Gulma adalah jenis tumbuhan pengganggu yang menghalangi perkembangan hidup pohon.

Harga Jual Dasar (HJD) adalah harga nilai jual kayu bulat jati atau jenis lainnya, yang dipasarkan Perum Perhutani, dihitung atas dasar perhitungan harga pokok produksi pengelolaan tanaman hingga masa panen, yang ditetapkan Direksi Perum Perhutani.

Hasil hutan adalah semua jenis manfaat hasil dan sumber yang berasal dari hutan baik berupa kayu maupun non kayu.

Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan peraturan sebagai hutan.

Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%.

(19)

Juvenil adalah masa transisi dari sifat kayu muda menuju sifat kayu dewasa yang dicirikan dari pembentukan kayu teras pada bagian kambium batang dan secara mikroskopis dapat ditunjukan dari panjang serat kayu.

Kayu adalah sebatang pohon yang telah ditebang setelah dipotong cabang, ranting, daun dan telah dibersihkan.

Kayu Mewah (fancy wood) adalah jenis kayu yang memiliki sifat khusus dan bernilai seni yang tinggi.

Kayu Indah (rose wood) adalah jenis-jenis kayu yang dikelompokkan untuk penggunaan tertentu karena memiliki nilai estitika dan nilai pasar yang tinggi.

Kayu Gubal adalah bagian luar dari struktur pembentukan serat kayu, yang dapat dicirikan dengan kondisi perbedaan warnanya dengan teras kayu.

Kayu Teras adalah bagian dalam (tengah) dari struktur pembentukan serat kayu kayu gubal dan hati kayu, yang dapat dicirikan dengan kondisi perbedaan warnanya dengan gubal kayu.

Kayu rimba campuran adalah kayu bulat dan olahan yang terdiri dari berbagai jenis pohon yang berasal dari hutan tropis.

Lampaquet adalah jenis produk kayu olahan dapat berbentuk balok atau papan kayu padat (solid) atau hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada empat bagian permukaannya (S4S).

Laminating Flooring adalah jenis produk kayu olahan berbentuk balok atau papan kayu dari hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S).

Mitra Usaha Hutan adalah Rakyat adalah kegiatan usaha berupa koperasi atau badan usaha yang membentuk usaha kemitraan dengan peserta usaha hutan rakyat.

Parquet Block adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen papan kayu padat (solid) atau sambungan (laminasi), umumnya berbentuk persegi empat, yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya.

Parquet Stock, adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen papan kayu padat (solid) atau sambungan (laminasi), umumnya berbentuk persegi panjang atau lembaran parquet block yang belum dipotong, yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya

(20)

Riap adalah proses pertumbuhan diameter pohon dari waktu ke waktu yang dihitung menurut jenis dan lamanya perkembangan untuk masa satu tahun.

Silvikultur Intensif (Silin) adalah sistem pembuatan tanaman kehutanan jenis unggulan dan spesifik untuk menghasilkan komoditas hasil hutan baik kayu maupun non kayu yang dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan.

Solid Flooring adalah jenis produk kayu olahan berbentuk balok atau papan kayu padat (solid), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S).

Sortimen adalah bentuk produk kayu olahan yang mencakup kelompok mutu dan berbagai ukuran sesuai standard perdagangan.

Trimming adalah proses pemotongan bagian kayu (ujung, sisi atau cacat alami kayu), untuk tujuan meningkatkan mutu kayu atau nilai jual kayu.

Sumber : Zain, SA. 2003.

(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi jumlah industri perkayuan sangat banyak dan lokasinya tersebar ham-pir diseluruh propinsi di Indonesia. Jumlah industri perkayuan terbanyak terdapat di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah industri 680 perusahaan (22,43%). Di Jawa Ti-mur ada 608 perusahaan (20,05%), DKI Jaya 131 perusahaan (4,32%), Kalimantan Barat 88 perusahaan (2,90%), Jambi 87 perusahaan (2,87%), dan sisanya masing-masing terdapat di Propinsi Kaltim, Kalsel, Jabar, Sumsel, Sumut, NTB, Maluku dan Irian Jaya berjumlah kurang dari 1% dari total industri (Ditjen IKA, 2005).

Perkembangan industri pengolahan kayu untuk produk furniture, kerajinan, dan bahan bangunan di Pulau Jawa menuntut kebutuhan bahan baku kayu yang besar. Khusus untuk produk industri yang berbahan baku kayu jati, di Pulau Jawa hampir 95% pasokannya tergantung dari tegakan tanaman Perum Perhutani (Sidabutar, 2007).

Perum Perhutani sebagai perusahaan negara mendapat hak penanaman pohon jati secara luas di Pulau Jawa. Luas lahan kawasan tanaman jati Perum Perhutani men-capai sekitar 1,5 juta hektar, luas tersebut setara dengan 11% dari total luas Pulau Jawa. Model pengelolaan tanaman jati Perum Perhutani pada umumnya memiliki ma-sa panen daur panjang, yang membutuhkan waktu rata-rata mama-sa panen 40 tahun. Model tersebut sebagai kelanjutan dari usaha perkebunan masa pemerintah Belanda sejak lebih seratus tahun yang lalu (Iskak et al., 2005)

Industri pengolahan kayu jati sebagian besar merupakan perusahaan swasta berskala Kecil dan Menengah, yang pasokan kayu jatinya sangat tergantung dari Perum Perhutani. Saat ini industri-industri tersebut menghadapi berbagai kendala pro-duksi dan pemasaran, yang disebabkan semakin berkurangnya sumber pasokan bahan baku kayu jati dari tanaman produksi Perum Perhutani.

(22)

Kondisi kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku kayu jati, menuntut indus-tri furniture serta kerajinan kayu jati skala kecil dan menengah mengurangi kapasitas produksinya. Sebagian industri harus mengurangi jumlah karyawannya, bahkan ada yang menggunakan bahan baku kayu jati bekas dan terpaksa menerima pasokan kayu jati ilegal.

Kebutuhan pasokan produk berbahan kayu jati untuk pasar internasional saat sekarang baru bisa dipenuhi Indonesia hanya 20% dari total kebutuhan yang dapat di-pasok Indonesia. Kondisi tersebut karena terbatasnya jaminan di-pasokan bahan baku kayu jati (Juanda, 2007).

Kondisi kekurangan antara jumlah pasokan kayu jati dari Perum Perhutani dengan kebutuhan kayu jati untuk industri furniture dan kerajinan kayu jati, membu-tuhkan alternatif sumber pasokan lain secara kontinyu. Kebutuhan pola usaha tanam-an jati berdaur pendek di lahtanam-an masyarakat atau lahtanam-an non Perhuttanam-ani, merupaktanam-an alter-natif strategis bagi upaya menjaga kontinuitas sumber pasokan bahan baku kayu jati untuk industri furniture dan kerajinan skala Kecil dan Menengah.

Upaya pengembangan tanaman pohon jati (Tectona grandis L.f.) masa panen daur pendek, telah lama dilakukan oleh berbagai peneliti. Saat ini telah dilakukan berbagai hasil penelitian klon tanaman jati yang dapat menghasilkan kayu jati masa panen daur pendek. Diantaranya klon yang telah banyak dibudidayakan, seperti tanaman Jati Emas dari Thailand, Klon Jati Plus Perhutani (JPP) dari hasil pengem-bangan Puslitbang Perum Perhutani, dan klon Jati Unggul Nusantara (JUN) yang telah dikembangkan PT Setyamitra Bhaktipersada bersama Koperasi Perumahan Wana-bhakti Nusantara, Departemen Kehutanan.

Untuk memenuhi model penanaman pohon jati berdaur pendek pada lahan masyarakat atau lahan non Perhutani, tentunya membutuhkan luasan lahan yang cu-kup. Salah satunya dengan upaya memanfaatkan lahan-lahan masyarakat yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan dapat memanfaatkan lahan-lahan terlantar dari alih fungsi kawasan hutan yang gagal diusahakan pemiliknya.

(23)

juta ha, lahan kayu-kayuan 9,4 juta ha, lahan sawah 7,7 juta ha, dan 10,08 juta ha men-jadi peruntukan lain (P2BN, 2006).

Sesuai data tersebut terlihat jumlah lahan terlantar sebesar 12,4 juta ha, yang merupakan potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan produktif. Salah satunya dengan upaya memanfaatkan dengan pola usahatani intensif. Pola usaha ter-sebut prospektif untuk mengendalikan kondisi lahan kritis guna mengurangi masalah lingkungan.

Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) sangat cocok ditanam pada hampir seluruh kawasan lahan di Pulau Jawa. Pilihan pola usahatani tanaman jati unggul daur pendek atau jati cepat panen merupakan alternatif usaha yang dapat menjawab kebutuhan untuk menambah pasokan kayu jati untuk industri kayu jati.

Pola usahatani jati unggul yang ramah lingkungan, dapat dilakukan dengan pemanfaatan pupuk organik, dan penerapan prinsip keseimbangan penggunaan kimia pengendali hama. Pola tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak buangan limbah organik dan masalah kesuburan tanah.

Upaya mendorong keterlibatan masyarakat dalam program penanaman pohon di lahan masyarakat, di beberapa kabupaten di Jawa telah disediakan model alternatif pembiayaan tanam. Diantaranya model pembiayaaan investasi penanaman pohon jatin unggul, Albazia dan pohon Mahoni. Penanaman tersebut dilakukan dilahan masya-rakat dan dibiayai oleh pihak investor atau lembaga swadaya masyamasya-rakat. Pola usaha-tani bagi hasil dengan model pembiayaan dari investor, telah banyak diminati masya-rakat sekitar hutan untuk penanaman pohon jati pola tumpang sari dengan tanaman semusim.

Secara strategis pola usahatani tersebut, merupakan alternatif yang mendukung program pemerintah dalam melakukan rehabilitasi lahan, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GNRL). Pola usahatani tersebut juga menyediakan sumber tegak-an kayu jati daur pendek serta sebagai alternatif laptegak-angtegak-an usaha masyarakat.

(24)

tersebut diperhitungkan dapat memenuhi pasokan kebutuhan kayu jati dengan masa panen lima tahun.

Model usahatani UBH-KPWN merupakan pola penanaman dan pengelolaan tanaman JUN yang melibatkan lima pihak, yaitu pihak UBH-KPWN (pengelola usa-ha), Investor (penyedia modal usausa-ha), petani penggarap, pemilik atau penyedia lahan dan unsur perangkat Kelurahan. Masing-masing pihak akan mendapatkan proporsi bagi hasil setelah masa panen lima tahun.

Program UBH-KPWN tersebut saat sekarang telah memasuki masa tanam tahun ketiga pada beberapa lokasi tanamnya. Penanaman tersebar pada tujuh kabupa-ten yaitu : (1) Kabupakabupa-ten Bogor, (2) Kabupakabupa-ten Purwakarta, (3) Kabupakabupa-ten Madiun, (4) Kabupaten Ponorogo, (5) Kabupaten Ngawi, (6) Kabupaten Magetan dan (7) Kabupaten Gunung Kidul. Pada Kabupaten Bogor lokasi tanaman di wilayah Keca-matan Ciampea dan KecaKeca-matan Parung. Khusus untuk tanaman telah berumur tiga tahun berada di wilayah Kecamatan Parung.

Program penanaman di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor telah melibatkan investor (perusahaan dan perorangan), petani penggarap (masyarakat sekitar lahan tanam), dan pemilik lahan (milik lembaga dan perorangan). Para pihak tersebut hingga tahun ketiga sekarang, masih belum memiliki data kajian prospek nilai panen mendekati nilai riel pertumbuhan tanaman yang sudah berjalan.

1.2 Perumusan Masalah

Penanaman pohon jati daur pendek di lahan masyarakat atau lahan terlantar merupakan alternatif sumber pasokan kayu jati untuk industri pengolahan kayu jati skala usaha Kecil dan Menengah. Penanaman tersebut diyakini dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dari sumber pasokan kayu jati daur panjang. Program tersebut juga sebagai alternatif menyediakan sumber pendapatan masyarakat, sekaligus pemanfaatan lahan belum produktif dan untuk mengendalikan dampak lingkungan dari kondisi lahan yang tidak ada tanamannya (lahan kritis).

(25)

secara tidak langsung menjadi media penyaluran modal usaha kemasyarakat, peman-faatan lahan belum produktif dan sekaligus menyediakan kegiatan usaha masyarakat.

Realisasi pertumbuhan tanaman UBH-KPWN di Kecamatan Parung Kabupa-ten Bogor pada tahun ketiga, membutuhkan data dan informasi nilai prospek penda-patan yang akan diterima para pihak setelah panen di tahun kelima. Pendekatan hasil kajian potensi jumlah volume pohon tahun ketiga, riap pertumbuhan sampai tahun ketiga, prospek potensi volume panen ditahun kelima dikaitkan dengan kecenderungan nilai harga kayu jati daur pendek. Sesuai potensi panen tersebut dapat memberikan gambaran prospek nilai pendapatan usaha dan proporsi bagi hasil masing-masing pihak.

Berdasarkan kajian tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan sebagai berikut :

1) Bagaimana analisis hasil volume tumbuh dan riap pertumbuhan tanaman jati unggul tahun ketiga di lokasi wilayah Kabupaten Bogor ?

2) Bagaimana analisis kecenderungan nilai harga kayu jati daur pendek dan nilai penggunaan kayu jati unggul daur pendek ?

3) Bagaimana hasil analisis finansial UBH-KPWN dapat meyakinkan tingkat keber-langsungan pengelolaan usaha, sesuai strategi yang telah dijalankan.

4) Bagaimana hasil analisis pertumbuhan investasi dikaitkan riap pertumbuhan tanam-an jati, dtanam-an prospek nilai jual sesuai trend harga pasar ?.

5) Bagaimana persepsi pihak investor terhadap kegiatan pengelolaan UBH-KPWN. ? 6) Bagaimana analisis angka prognosa trend harga pasar kayu jati tahun ke lima, untuk

memprediksi tingkat pengembalian dari nilai bagi hasil para pihak, sesuai propor-sinya ?

1.3 Tujuan Kajian

Sesuai Perumusan masalah tersebut maka kajian tugas akhir ini bertujuan : 1) Mengkaji hasil pengukuran potensi riap pertumbuhan rata-rata kayu Jati Unggul

Nusantara pada lokasi tanam di Kabupaten Bogor, khususnya tanaman usia tiga tahun untuk mengkaji prospek panen tanaman di tahun kelima.

(26)

3) Menganalisis peluang dan strategi usaha untuk menjamin keberlangsungan model usaha bagi hasil UBH-KPWN ini.

4) Menganalisis prospek investasi, sesuai riap pertumbuhan dan nilai harga pasar kayu jati volume kecil.

5) Menganalisis prospek pengembalian dana investasi dan proporsi nilai pendapatan bagi hasil masing-masing pihak (investor, petani, pemilik lahan, UBH-KPWN dan pamong desa).

6) Menganalisis persepsi investor terhadap prospek usaha UBH-KPWN.

1.4 Manfaat Hasil Kajian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak posistif dan manfaat bagi berbagai pihak yaitu :

1) Sebagai dasar strategi pengelolaan penanaman jati unggul nusantara sebagai model usaha yang kompetitif dikembangkan, bagi UBH-KPWN sebagai pihak penang-gungjawab pengelola dana investasi.

2) Sebagai dasar keyakinan bagi investor untuk meraih nilai tambah dari dana investasi yang telah ditanamkan.

3) Memberikan data prospek pertumbuhan kepada petani penggarap, terkait tanaman jati yang mereka kelola akan memiliki nilai tambah dari penjualan produk kayunya. 4) Memberikan data prospek pertumbuhan tanaman jati kepada pemilik lahan, tentang

nilai tambah lahan yang dikelola UBH_KPWN.

5) Memberikan informasi kepada pihak pamong Kelurahan, tentang tingkat keberhasilan tanaman jati tanpa resiko kematian atau gangguan keamanan.

(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Sifat dan Manfaat Kayu Jati

Pohon Jati (Tectona grandis Linn F.)atau Teak (bahasa Inggris) adalah sejenis pohon penghasil kayu, berdaun besar, yang daunnya gugur pada musim kemarau. Profil pohon umumnya besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 40 – 45 m, dan dapat tumbuh selama ratusan tahun. Diameter pohon dapat mencapai 1,8 - 2,4 m. Rata-rata pohon jati mencapai ketinggian 9-11 m, dengan diameter 0,9 - 1,5 m. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun (Iskak et al., 2005)

Tanaman Jati tumbuh menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos. Kamboja, Thailand sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan yang menggugurkan daunnya di musim kemarau. Saat ini sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perum Perhutani, sebagai perusahaan milik negara di sektor kehutanan.

Kayu Jati sejak dulu digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut dan sebagai bahan konstruksi berat, seperti bangunan rumah, jembatan dan bantalan rel kereta api. Kayu jati di Indonesia dulu umumnya digunakan dalam struktur bangunan rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah. Hampir semua struktur bangunan rumah tradisional dan tempat ibadah di Jawa, seperti tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir mengunakan kayu jati.

Ranting-ranting jati yang tidak dapat lagi dimanfaatkan biasanya digunakan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati jika dibakar akan menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar yang baik untuk lokomotif uap. Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus makanan atau nasi. Contoh di daerah Cirebon dikenal nasi jamblang yang memiliki cita rasa yang sedap dan aroma yang khas karena menggunakan bungkus daun jati. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.

(28)

musim hujan, ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Ungkrung). Setalah menjadi kepom-pong, ulat jati kerap pula dikumpulkan untuk dimakan.

Kayu Jati termasuk kayu yang mewah dengan kelas awet I ~ II dan sangat tahan terhadap serangan rayap. Kelompok kayu jati termasuk dalam kelas kuat II, karena perubahan dimensinya relatif stabil dan tidak mudah mengembang atau menyusut. Kelompok kelas kuat II tersebut sangat sesuai untuk keperluan bahan baku industri meubel, kayu pertukangan (untuk rangka pintu dan jendela), untuk kayu konstruksi dan untuk bahan Veneer (Muslich et al., 2008).

Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu jati yang telah diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak.

Kayu jati memiliki tekstur dekoratif yang indah dengan lingkaran tahun yang jelas. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Bagian teras (bagian tengah/inti) kayu jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Bagian kayu gubal (bagian lapisan luar) berwarna putih dan kelabu kekuningan.

Berdasarkan kehalusan tekstur dan keindahan warnanya kayu jati digolongkan sebagai kelompok kayu mewah (fancy wood). Sesuai nilai tekstur dan kekuatannya maka kayu jati banyak diolah menjadi produk mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel kayu, dan untuk dibuat anak tangga pada bangunan-bangunan mewah.

Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa istilah jati (Siswamartana et al., 2005) yaitu :

1) Jati Lengo atau Jati Malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak bercak atau noktah dan bergaris.

2) Jati Sungu, berwarna hitam, padat dan berat (sungu, tanduk). 3) Jati Werut, memiliki kayu yang keras dan serat berombak.

4) Jati Doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.

(29)

6) Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.

Dalam industri kayu sekarang kayu jati diolah menjadi produk lembar kayu tipis (veneer) untuk melapisi permukaan luar kayu lapis, dan dijadikan keping papan persegi (kayu parquet) untuk penutup lantai. Saat sekarang kayu telah menjadi komo-ditas ekspor bernilai tinggi untuk di jual berbagai negara dalam bentuk produk furni-ture dan kerajinan kayu jati. Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.

2.2 Tinjauan Pengembangan Tanaman Jati Unggul

Kayu jati sangat terkenal untuk berbagai penggunaan karena kekuatan dan keawetannya. Namun karena pertumbuhannya sangat lambat menyebabkan kebangan antara penyediaan kayu jati dan kebutuhan industrinya menjadi tidak seim-bang. Upaya pemenuhan kebutuhan kayu jati telah dilakukan untuk mengatasi konti-nuitas pasokan produk kayu jati yaitu :

1) Melakukan penelitan untuk menghasilkan klon unggul tanaman pohon Jati yang tumbuh lebih cepat

2) Membudidayakan klon unggulan tersebut untuk dapat dipanen dalam masa daur pendek.

Beberapa penelitian untuk menghasilkan klon jati unggul telah dilakukan bebe-rapa negara yang memiliki kawasan tumbuh pohon jati. Klon Jati emas salah satu klon unggul hasil budidaya sistem kultur jaringan yang pertama kali dikembangkan di- laboratorium di Thailand. Klon tersebut tanaman induknya berasal dari negara Myan-mar.

Hasil penelitian Klon Jati emas dengan sistem kultur jaringan, menghasilkan riap pertumbuhan yang dapat dipanen pada masa sepuluh tahun. Hasil penelitian tersebut merupakan terobosan baru dalam mengantisipasi kelangkaan bahan baku industri kayu jati dan penyediaan bibit untuk rehabilitasi lahan kritis.

(30)

emas telah ditanam secara luas di daerah Indramayu sebanyak satu juta pohon (Siswa-martana et al., 2005)

Tanaman jati emas dapat dipanen antara umur tanaman 5 - 15 tahun. Kelebihan klon tersebut selain memiliki pertumbuhan yang cepat, juga dapat tumbuh seragam dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Jati Emas pada usia 5 - 7 tahun, sudah mencapai diameter 27 cm dan tingginya 16 m. Dibandingkan dengan jenis kayu pertukangan lain, kualitas kayu jati emas lebih baik, lagipula volume penyusutan hanya 0,5 kalinya (Siswamartana et al., 2005).

Tanaman Jati emas cocok ditanam pada daerah tropis, akan tumbuh baik pada daerah dataran rendah (< 50 m dpl) sampai daerah dataran tinggi pada ketinggian 800 m dpl. Jenis jati emas baik ditanam pada jenis tanah aluvial yang banyak mengandung kapur, dengan pH antara 4,5 - 7.0. Tanaman jati emas sangat tidak tahan ditanam pada kondisi tanah tergenang air, atau pada lokasi tanam yang tidak memiliki sistem draina-se yang baik (Siswamartana et al., 2005)

Tabel 1 : Perkiraan hasil panen kayu Jati Emas.

Uraian Jumlah pohon Setiap masa panen (Pohon/ha) Tahun ke-5 Tahun ke-10 Tahun ke-15

Panen (pohon) 1.000 350 650

Sisa (pohon) 1.000 650 0

Tinggi (m) 12 15 17

Diameter (cm) 20 27 37

Volume (m3) 300 238 949

Sumber : Siswamartana et al (2005). Keterangan 2.000 pohon/ha atau 1.470 m3/ha dalam 15 tahun.

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani sejak tahun 1990 telah melakukan penelitian untuk menghasilkan benih jati unggul asli Indonesia. Pengembangan benih unggul berasal dari pohon plus tanaman jati Perum Perhutani di pulau jawa. Hasil pengembangan ini disebut Klon Jati Plus Perhutani (JPP).

(31)

dari pertumbuhan riap akan terus berkurang. Jika masa penanaman JPP ditetapkan dalam rentang 15 tahun, maka secara teknis paling ideal tanaman tersebut dipanen pada usia tanam lima tahun.

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani telah melakukan beberapa percobaan pertumbuhan terhadap Jati Plus Perhutani, dengan berbagai perlakuan penanaman dengan menggunakan berbagai asal tegakan benih. Setelah masa tanam lima tahun, telah dihasilkan data rata-rata pertumbuhan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 : Perbandingan Pertumbuhan tanaman Jati Plus Perhutani (JPP) Pada Umur yang Sama.

Asal Bibit Dan Perlakuan Diameter Pohon (cm) Tinggi Pohon (m)

JPP + Silin 17,2 17

JPP KBK + silin 14 13

JPP 9,5 9,3

APB 9,5 6,3

WvW 5.5 9,5 11,4

Sumber : Anisah et al., 2005.Keterangan JPP = Jati Plus Perhutani, KBK = Kawas-an Budidaya KehutKawas-anKawas-an, APB = Areal Produksi Benih, WvW 5.5 = Nilai klas kesuburan tanah hutan menurut Wolf Von Wulfing (WvW).

Sesuai data tersebut penggunaan bibit unggul Klon JPP dengan perlakuan penanaman atau teknik budidaya secara Silvikultur Intensif (Silin), pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang signifikan. Untuk bibit unggul JPP berasal dari Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dengan perlakukan Silvikultur intensif, menun-jukkan pertumbuhan yang relatif lebih baik. Penanaman JPP pada berbagai lokasi percobaan, menunjukkan pertumbuhan diameter relatif sama dengan Jati biasa yang ditanam pada Areal Produksi Benih (APB). Tanaman Jati biasa yang ditanam pada lahan kelas kesuburan tanah terbaik (kelas bonita WvW 5.5), menunjukkan pertum-buhan yang relatif sama dengan pertumpertum-buhan klon JPP pada kelas kesuburan tanah biasa (Anisah et al.,2005).

(32)

dengan bibit klon jati biasa yang ditanam pada lahan yang memiliki kelas kesuburan terbaik. (Siswamartana, 2009).

Kelebihan Klon Jati Unggul Jati Plus Perhutani yang telah dikembangkan yaitu :

1) JPP klon terbaik berasal dari program seleksi yang teruji secara sistimatik dan secara ilmiah dibeberapa tempat tumbuh ( multi lokasi ).

2) Pengujian multilokasi dilaksanakan secara sistimatik sehingga memudahkan untuk melacak dan melihat kembali asal usul induk aslinya dari klon unggul tersebut. Sementara klon jati unggul yang beredar dipasaran tidak mungkin bisa dilakukan pelacakan kembali kepada induk aslinya.

3) JPP merupakan klon jati unggul asli berasal dari Indonesia (P.Jawa), sehingga daya adaptasinya lebih baik dari klon yang lain yang berasal dari luar negeri.

4) Teknik perbanyakan masal dengan tehnologi tepat guna, dapat menggunakan bibit dari stek pucuk atau bibit dari tissue cultur. Teknik perbanyakan tersebut sangat sesuai untuk memproduksi bibit tanaman dalam jumlah besar.

Benih Pohon Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah dikembangkan Perum Perhutani, kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh pihak PT Setyamitra Bhakti-persada bekerjasama dengan Koperasi Perumahan Perumahan Wanabhakti Nusantara Departemen Kehutanan. Pengembangan dilakukan dengan melakukan penelitian kualitas bibit jati yang berasal dari stek pucuk. Penelitian dilakukan dengan meng-induksi (menstimulasi dengan hormon tumbuh) sistem perakaran calon tanaman. Penelitian tersebut menghasilkan bibit tanaman jati dengan akar tunjang majemuk pada usia dini. Sesuai hasil penelitian tersebut menunjukkan sifat klon jati baru, yang kemudian disebut klon Jati Unggul Nusantara (JUN).

(33)

pertum-buhan tanaman JUN pada kisaran curah hujan antara 1500 - 2000 mm/tahun, dan sebaiknya ditanam pada area tanam yang memiliki sistem drainase yang baik

Hasil penelitian penanaman JUN pada usia sembilan bulan menunjukkan pertumbuhan perakaran yang kuat dan telah membentuk akar majemuk, seperti pada Gambar 1.

. .

Sesuai hasil penelitian PT Setyamitra diproyeksikan riap pertumbuhan sampai usia lima tahun dapat mencapai tinggi 10 m dengan diameter 28 cm. Ilustrasi proyek-si perhitungan pertumbuhan pohon JUN sampai tahun ke lima seperti pada Gambar 2 (Setiaji, 2009).

Penanaman JUN dilakukan secara monokultur, dengan jarak tanam 5 m x 2m, dengan perlakuan intensif (sistem pemupukan dan pemeliharaan terjadwal). Sesuai jarak tanam tersebut maka dalam satu hektar lahan dapat ditanam 1000 pohon.

(34)

Dalam masa lima tahun potensi tanaman dapat mencapai volume rata-rata 0,20 m3 /-pohon atau setara 200 m3/hektar/5 tahun yang dapat dipanen (Adjie et al., 2008).

Hasil beberapa percobaan penanaman Jati Unggul Nusantara pada lokasi penanaman di wilayah Madiun dan Bogor, menunjukkan hasil pertumbuhan tanaman pada berbagai kondisi usia tanam, seperti pada Gambar 3.

Sesuai dengan perhitungan volume tersebut, jika diasumsikan terdapat 20% jumlah tanaman mengalami kematian, maka potensi pohon yang dapat dipanen 160 m3/ha/5thn. Jika diperhitungkan asumsi harga jual kayu jati saat panen Rp.500.000/-m3, maka nilai jual pohon JUN 160 m3/ha/5thn x Rp 500.000/m3 akan menghasilkan nilai pendapatan Rp 80.000.000/ha/5 tahun (Adjie et al., 2008).

2.3 Tinjauan Prospek Kebutuhan Kayu Jati Untuk Industri

Sektor industri kehutanan pada pada periode tahun 1985 - 2002 telah memberi-kan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan nasional. Namun sejak tahun 2003 sektor industri perkayuan mengalami penurunan kontribusi yang cukup signifikan. Sampai akhir tahun 2003, secara global produk industri kehutanan hanya memberikan kontribusi kurang dari 10%. Penurunan produktivitas industri kehutanan tersebut sejalan makin berkurangnya produksi kayu dari hutan alam, sementara produksi kayu dari hutan tanaman tidak dapat menggantikan secara langsung terhadap kebutuhan bahan baku kayu (Ditjen IKA, 2005) .

(35)

Produk industri perkayuan mencakup kelompok industri kayu hulu dan industri kayu hilir. Industri kayu hulu terdiri atas produk plywood, sawn timber, veneer, chipwood, moulding dan industri pulp. Industri kayu hilir terdiri atas produk perme-belan atau furniture, partikel board, parquet board, MDF, industri kertas dan produk kerajinan berbahan baku kayu.

Secara umum semua jenis kayu dapat dimanfaatkan dalam industri kayu, termasuk jenis kayu jati yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk dari Indus-tri kayu. Nilai manfaat kayu jati secara teknis ditentukan komposisi bagian kayu teras (bagian tengah/inti) dan bagian kayu gubal (bagian lapisan luar inti).

Kayu teras mempunyai nilai lebih dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi, sedangkan kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam kambium yang berfungsi sebagai saluran cairan dan sebagai tempat penimbunan zat-zat makanan. Secara fisiologis kayu teras tidak berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009).

Proses pembentukan kayu teras dan kayu gubal ditentukan dari kondisi peru-bahan kayu juvenil (fase muda) menuju fase dewasa. Sesuai hasil pengujian pada sampel tanaman yang terdiri atas lima kelas umur, menunjukkan proses pembentukan kayu jati dewasa dimulai padaumur tanaman kayu antara tahun ke 11 dan tahun ke 12. Sampel pengujian tersebut dianalis pada posisi penampang melintang dari batang kayu Jati (Darwis et al., 2005).

Secara umum dari sampel lima kelas umur tersebut, pembentukan kayu gubal dan kayu teras terjadi secara seimbang pada periode kelas umur III atau pada usia tanaman 25 tahun. Pada kelas umur III tersebut terbentuk kayu teras 48,73% dan kayu gubal 51,27%. Pada kelompok tanaman kelas umur I (usia kurang dari sepuluh tahun), pembentukan kayu dewasa rata-rata pada usia tanaman sembilan tahun. Pada usia tersebut terjadi pembentukan kayu teras 9,09%, dan kayu gubal 90,91%. (Darwis et al., 2005).

(36)

keawetan kayu. Pada kayu teras jati terdapat zat ekstraktif tectaquinon, yang bersifat racun bagi serangga, sehingga menjadi daya awet bagi kayu jati (sifat preservative)

Untuk memenuhi kebutuhan pasokan industri kayu, hasil penanaman kayu jati seharusnya mempertimbangkan masa kelas umur tersebut guna menentukan masa panen. Kayu jati yang dipanen sesuai pertimbangan kelas umurnya, akan memberikan manfaat bagi nilai teknis kayu (kelas kuat dan kelas awet kayu) untuk kebutuhan industri.

Kebutuhan pasar internasional akan produk kayu jati baru terpenuhi lebih kurang 20% dari total kebutuhan yang dapat dipasok Indonesia. Hal tersebut merupa-kan potensi pasar yang sangat prospektif bagi upaya penanaman kayu jati secara intensif (Juanda, 2007).

Kebutuhan riel kayu jati untuk industri permebelan diIndonesia sebesar 2.500.000 m3/tahun. Sesuai kebutuhan tersebut baru dipenuhi dari pasokan Perum Perhutani sebesar 1.750.000 m3/tahun. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlu-kan penanaman baru pohon jati, yang dapat tumbuh relatif lebih cepat untuk dipanen. Untuk penanaman tersebut diperhitungkan kebutuhan lahan untuk penanaman pohon jati seluas 29.000 ha/tahun (Juanda, 2007).

Penjualan produk kayu jati untuk industri mebel atau furniture, sebagian besar dipasok dari tanaman Perum Perhutani dalam bentuk kayu jeblosan (batang kayu bentuk persegi empat) atau produk kayu gergajian (sawn timber). Sebagian dipasok dalam bentuk kayu balok yang sudah dibuang cacat alaminya (trimming), dengan berbagai ukuran sortimen (tebal, lebar dan panjang kayu).

Untuk penjualan produk kayu jati tujuan eksport umumnya berbentuk produk flooring atau disebut produk RST (Ring Size Timber). Hasil pengolahannya berben-tuk produk Plint Skirting, Lampaquet, Solid Flooring, Finger joint laminating flooring (FJL), Parquet Block, Parquet Stock, Reng dan bentuk Lis reng.

Harga pasar kedua produk tersebut umumnya ditentukan oleh Direktorat Pemasaran Perum Perhutani, yang berlaku pada setiap tempat-tempat penjualan kayu (TPK) Perum Perhutani, pada seluruh wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani.

(37)

dan panjang produk kayu jati. Kelas mutu kayu terdiri atas kelas utama/Top (U), kelas satu (P) sampai kelas empat (M).

Untuk penjualan kayu jati bentuk Flooring ditentukan kriteria kelas mutu dan ukuran sortimen kayu. Kelas mutu terdiri atas kelas utama/Top (UT), kelas satu (P) sampai kelas empat (M). Untuk kelompok produk Lampaquet, Block Parquet dan Reng ukuran ditentukan sesuai sortimen kayu (lebar, tebal dan panjang kayu). Penen-tuan harga dari berbagai kelompok produk tersebut seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 : Harga dasar kayu jati Jeblosan Non Trimming Kualitas Utama.

Ukuran Sortimen (mm) Harga Kayu jati pada berbagai ukuran panjang (Rp/m3) Tebal

176 - 225 12.653.000 13.033.000 13.424.000 13.826.000

226 - 275 12.905.000 13.294.000 13.692.000 14.103.000

276 - 325 13.166.000 13.558.000 13.967.000 14.386.000

> 326 13.426.000 13.830.000 14.245.000 14.672.000

20 - 39 X 70 - 125 12.769.000 13.152.000 13.546.000 13.953.000

126 - 175 13.026.000 13.416.000 13.818.000 14.233.000

176 - 225 13.287.000 13.684.000 14.094.000 14.519.000

226 - 275 13.552.000 13.959.000 14.376.000 14.808.000

276 - 325 13.823.000 14.237.000 14.664.000 15.103.000

> 326 14.099.000 14.521.000 14.957.000 15.406.000

Sumber : Biro Pemasaran Perum Perhutani (2009). Keterangan : Ukuran Sortimen ketebalan tertinggi 80 mm.

Selain pembelian produk kayu jati dari sumber pasokan Perum Perhutani, kayu jati dapat pula dibeli dari kayu yang berasal dari tegakan hutan rakyat atau petani pemilik tegakan jati. Untuk mendapatkan pasokan produk kayu jati dari non Perhutani dapat diperoleh melalui enam saluran pemasaran (Tukan et al., 2001) yaitu: 1) Pasokan dari tanaman petani yang langsung dijual ke rumah tangga lokal atau

konsumen akhir

2) Pasokan dari tanaman petani yang dijual kepenebang, kemudian penebang menjual kekonsumen akhir

3) Pasokan dari dari tanaman petani yang dijual kepenebang, kemudian di jual kepada IKM pembuat mebel atau kerajinan.

(38)

5) Pasokan dari petani untuk dijual kepenebang kayu, kemudian JUN dijual ke pedagang untuk industri mebel dan pembuat kerajinan kayu. selanjutnya dijual ke konsumen akhir pembeli produk mebel atau kerajinan kayu

6) Pasokan kayu dari petani, kemudian langsung dijual ke pedagang kayu antara di Jakarta

Sesuai alternatif model pemasaran kayu tersebut, tingkat harga jual tertinggi yang dapat diterima petani pemasok adalah melalui alternatif penjualan langsung kepada pedagang kayu jati di Jakarta. Hasil penelitian rantai pemasaran menunjukkan jika produk kayu jati dapat dipasok langsung dari petani kepasar kayu jati di Jakarta, maka petani dan pedagang kayu akan berpeluang mendapatkan keuntungan sampai sebesar 35 persen dari harga belinya dari petani (Tukan et al., 2001).

2.4 Tinjauan Model Usahatani Berbasis Bagi Hasil

Pola bagi hasil antara pemilik modal (investor) dan pengusaha (entrepreneur) dalam kegiatan ekonomi banyak diterapkan, untuk mengatasi keterbatasan modal individu dalam memenuhi pembiayaan usaha. Pembiayaan usaha dengan pola bagi hasil, umumnya untuk kegiatan usaha yang belum dapat dipenuhi sektor pembiayaan resmi. Permodalan dengan pola bagi hasil sebagai alternatif bagi masyarakat atau pengusaha untuk menghindari modal pinjaman bank yang mengharuskan membayar bunga.

Sebagian besar masyarakat meyakini pola bagi hasil merupakan merupakan model kerjasama usaha yang dianggap lebih memenuhi nilai agama, dengan model pembagian resiko kegagalan usaha atau pembagian keuntungan yang lebih adil dan terbuka (Jusmaliani, 2006)

Penerapan pola bagi hasil telah dilaksanakan dalam berbagai pola kemitraan dari lembaga pembiayaan dengan pengusaha. Kemitraan antara pelaku usaha besar dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Contoh model kemitraan seperti pola bagi hasil antara perusahaan BUMN dengan perusahaan UMKM binaannya. Selain tersebut pola bagi hasil sepeti model pembiayaan Syariah antara perusahaan modal Ventura dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UKM).

(39)

1) Pembagian hasil produksi (Production sharing)

2) Pembagian penjualan hasil usaha/produksi (revenue sharing).

3) Pembagian nilai keuntungan dari hasil usaha (profit sharing) atau disebut pembagi-an resiko keuntungpembagi-an (loss profit sharing).

Dalam konsep syariah pola bagi hasil dibedakan atas yaitu :

1) Pola Mudharabah adalah pola bagi hasil antara satu pihak yang menyediakan modal (sebagai investor dana), dengan banyak pihak lain yang memanfaatkan dana terse-but untuk kegiatan usaha. Hasil keuntungan usaha kemudian dibagi sesuai proporsi yang disepakati.

2) Pola Musyarakah adalah pola bagi hasil antara beberapa pihak yang menyediakan modal (sebagai investor dana), dengan satu pihak sebagai pengelola usaha. Hasil keuntungan usaha kemudian dibagi sesuai proporsi yang disepakati (Syahyuti, 2009).

Pola bagi hasil penjualan (revenue sharing) atau pola bagi keuntungan (profit sharing atau loss profit sharing) sangat umum diterapkan dalam kegiatan usaha disek-tor pertanian, kehutanan dan perikanan serta usaha lain dalam skala kecil. Dalam sektor pertanian, perkebunan dan perikanan pola bagi hasil yang sudah banyak diterap-kan adalah model kemitraan usaha antara nelayan atau petani pengelola lahan usaha dengan pihak investor atau usaha besar (investasi dana, bibit atau obat-obatan), yang disebut pola plasma - inti. Proporsi bagi hasil antara investor dengan pengelola usaha lazim menggunakan pola 50 : 50 atau 60 : 40 atau 70 : 30 atau 80 : 20 (Jusmaliani, 2006).

(40)

Pengelolaan usaha pola bagi hasil yang dilaksanakan Unit Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN), mencakup pengelolaan dana Investor yang digunakan untuk biaya operasional kegiatan penyediaan bibit, penanam-an, pemeliharaan tanaman dan biaya pemanenan tegakan pohon jati. Saat pemanenan pada tahun kelima yang telah disepakati. Manajemen UBH-KPWN akan membayar-kan kembali dana hasil penjualan pohon jati kepada para pihak sesuai proporsi bagi hasil yang telah disepakati.

Para Pihak tersebut adalah pihak-pihak yang terikat hubungan kerjasama usaha bagi hasil tanaman jati unggul nusantara, yang terdiri atas pihak investor, Petani Penggarap, pemilik lahan tanam, dan pihak UBH-KPWN. Proporsi bagi hasil masing-masing pihak tersebut seperti pada Tabel 4.

Tabel 4: Proporsi bagi hasil masing-masing pihak dari kegiatan UBH-KPWN

Para Pihak Beban Resiko

Kegagalan

Bagian hasil para pihak pada tingkat resiko kematian/hilang (%) petani dan pihak pamong desa, yang melaksanakan langsung kegiatan pengelolaan penanaman jati unggul tersebut, akan menerima resiko dari prosentasi kematian yang mengurangi hak penerimaan bagi hasilnya. Bagi pihak investor dan pemilik lahan sebagai pihak yang tidak dibebani resiko kematian, sampai maksimal tingkat kematian 40%.

Proporsi bagi hasil masing-masing pihak tersebut yaitu :

(41)

2) Pihak Petani Penggarap setelah masa lima tahun akan mendapat bagian hasil sebesar 25% dari hasil penjualan tanaman jati, sesuai jumlah nilai tanaman yang dikelolanya dan setelah dikurangi proporsi resiko kematian tenaman.

3) Pihak Pemilik Lahan atau tanah sebagai lokasi tanaman, setelah masa lima tahun akan menerima sebesar 10% dari hasil penjualan tanaman jati, sesuai jumlah nilai tanaman yang ditanam dilokasi tanahnya.

4) Pihak Pamong Kelurahan yang menjadi lokasi tanaman, setelah masa lima tahun akan mendapat bagian hasil sebesar 10% dari hasil penjualan kayu jati yang ditanam pada lokasi Kelurahannya, setelah dikurangi proporsi beban resiko kematian tanaman.

5) Pihak Pengelola UBH-KPWN akan mendapat manajemen fee, setelah masa lima tahun 15% dari hasil penjualan tanaman jati sesuai jumlah nilai tanaman jati yang dikelolanya pada masa tebang tersebut, dan setelah dikurangi proporsi resiko kematian tanaman.

Pengembangan usaha bagi hasil penanaman JUN akan sangat tergantung pada ketersediaan dan kesesuaian lahan. Ketersediaan lahan ditentukan oleh adanya pemilik lahan yang bersedia lahannya dikelola selama minimal lima tahun, dan memenuhi persyaratan kesesuaian lahan sesuai sifat pertumbuhan tanaman JUN.

Untuk melaksanakan penanaman dalam satu wilayah, harus tersedia lahan yang dapat dapat ditanami minimal untuk 100.000 batang pohon atau setara dengan luas 100 Ha. Persyaratan lokasi lahan harus tersedia sarana jalan untuk dapat diakses calon investor. Sarana jalan juga untuk memudahkan akses transportasi saat pemasar-an. Sesuai bisnis plan UBH-KPWN ditargetkan penanaman 500.000 pohon/tahun atau setara 500 Ha/tahun. Dalam jangka lima tahun diharapkan tercapai 2,5 juta pohon JUN yang ditanam atau setara 2500 ha. Untuk periode lima tahun pertama (2007 s/d 2011) realisasi tanam ditargetkan 2000 Ha atau setara 2 juta pohon JUN yang harus tertanam (UBH-KPWN, 2007).

(42)

maka investasi tiap investor minimal Rp 6.000.000 (enam juta rupiah). Investor yang telah membayar biaya investasi, sesuai perjanjian didasarkan akte notaris akan memiliki hak investasi bagi hasil pada UBH-KPWN. Selama masa lima tahun investor tidak dibebani lagi dengan kenaikan biaya pengelolaan, hingga masa pema-nenan pohon JUN untuk dijual (UBH-KPWN 2007).

Sampai tahun 2009 UBH KPWN telah merealisasikan penanaman di delapan kabupaten sebanyak 638.000.000 batang pohon atau seluas lebih kurang 638. Ha. Jumlah investor yang terlibat 796 pihak (perorangan atau lembaga), dengan jumlah investasi yang telah diterima lebih kurang 20 milyar rupiah (UBH-KPWN 2010.A).

Khusus di wilayah Kabupaten Bogor telah direalisasikan penanaman sebanyak 112.000 batang setara luas tanam lebih kurang 112 Ha, yang melibatkan 30 investor (perorangan dan lembaga). Pohon JUN yang telah ditanam terdiri atas tanaman usia tanam satu tahun hingga usia tanam tiga tahun.

Untuk lokasi tanaman usia tiga tahun terdapat di Kelurahan Cogreg, Kecamat-an Parung Bogor, dengKecamat-an jumlah awal tKecamat-anamKecamat-an 7120 pohon atau setara lebih kurKecamat-an 7,1 ha. Pengelolaan tanaman tersebut melibatkan sebanyak 16 investor yang terdiri atas perorangan dan lembaga dan melibatkan 24 orang petani penggarap (UBH-KPWN 2010.B).

2.5 Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan

Produk kayu jati daur pendek merupakan alternatif sumber material kayu jati untuk mendukung industri pengolahan kayu jati, yang harganya relatif dapat lebih murah dari sumber kayu jati daur panjang yang berasal dari pasokan Perum Perhutani. Hal tersebut mendorong kemampuan produksi industri pengolahan kayu jati, dan sekaligus sebagai potensi meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor industri pengolahan kayu jati

(43)

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2006), lahan terlantar di Indonesia berupa alang-alang/semak belukar seluas 12,4 juta ha. Luas lahan tersebut terdiri atas lahan terlantar di Kalimantan seluas 7,4 juta ha, di Sumatera seluas 3,0 juta ha, dan sisanya tersebar di seluruh provinsi, termasuk di Pulau Jawa seluas 2 juta Ha.

Lahan terlantar tersebut terdiri atas lahan yang belum ditetapkan status ke-pemilikannya, lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah habis masa pengelo-laannya dan lahan negara sisa kebakaran hutan (BPS, 2006).

Lahan terlantar tersebut jika tidak dimanfaatkan secara optimal, maka akan berpotensi menimbulkan masalah kelestarian lingkungan. Pada kondisi lahan terbuka atau sedikit adanya tumbuhan penutup tanah akan berpotensi menimbulkan resiko masalah lingkungan dapat meliputi :

1) Terjadi penipisan sumber biomassa tanah 2) Hilangnya potensi kesuburan tanah

3) Hilangnya fungsi lahan sebagai pengatur tata air (cathment area). 4) Berpotensi menjadi sumber banjir dan tanah longsor.

Lahan terlantar status lahan negara, di wilayah Pulau Jawa seluas 53.330 Ha. Lahan tersebut belum termasuk lahan milik (milik lembaga dan milik perorangan atau masyarakat). Lahan tersebut sebagai potensi untuk dimanfaatkan atau dikelola sebagai lokasi usahatani penanaman JUN. Upaya pengelolaan tersebut disamping dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar lahan, sekaligus sebagai penyangga munculnya resiko masalah lingkungan (P2BN, 2006).

Program UBH-KPWN disamping upaya pemanfaatan lahan secara ekonomis juga sekaligus mendorong kepada upaya kelestarian lingkungan. Bagi pemilik lahan atau masyarakat dengan pola usaha bagi hasil tersebut dapat memanfaatkan lahannya secara ekonomis tanpa harus memikirkan modal atau biaya untuk menggarap lahan-nya, sehingga akan meraih penghasilan dari lahannya yang semula tidak produktif.

Gambar

Gambar 2 :   Ilustrasi Perhitungan Kubikasi  Pohon Jati JUN Usia 5 Tahun
Tabel 5 :  Jumlah Batang Sampel Pengukuran Kayu Jati Bundar
Gambar 4 : Tahapan Proses Produksi Bibit Tanaman JUN dari Stek Pucuk
Gambar 6 : Pembentukan akar  tunjang tanaman JUN pada usia 3 Bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip Bagi hasil ini merupakan karakteristik utama dalam keuangan syariah, akan tetapi dalam kegiatan pembiayaan di koperasi masih rendah di bandingkan dengan pembiayaan lainnya

hasil usaha tersebut juga dinyatakan dalam undang-undang perkoperasian. Penggunaan sisa hasil usaha yang dibagikan tersebut diantaranya adalah untuk anggota, dana

Dari berbagai konsep Islam terkait pendelegasian tugas dan wewenang, serta tanggungjawab, maka implementasinya pada usaha bagi hasil perikanan tangkap yaitu, tiap-tiap

Prinsip Bagi hasil ini merupakan karakteristik utama dalam keuangan syariah, akan tetapi dalam kegiatan pembiayaan di koperasi masih rendah di bandingkan dengan pembiayaan lainnya