• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama ini produk olahan kelapa yang dihasilkan masih terbatas baik dalam jumlah maupun jenisnya. Padahal, sebagai the tree of life banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari setiap bagian pohon kelapa. Gambar 3 memperlihatkan pohon industri kelapa di Indonesia.

Produk-produk yang dapat dihasilkan dari buah kelapa dan banyak diminati karena nilai ekonominya yang tinggi diantaranya adalah VCO, AC, CF, CP, CC, serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metil ester, fatty alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyserol, dan lain-lainnya. Demikian pula batang kelapa juga merupakan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furniture) yang masih prospektif untuk dikembangkan.

5.7.1. Prospek Pasar

Produk kelapa nasional sebagian besar merupakan komoditi ekspor, dengan pangsa pasar sekitar 75 persen, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh pasar domestik. Pada tahun 2005, total ekspor aneka produk kelapa Indonesia

mencapai US$ 460 juta dengan volume ekspor 827 ribu ton yang dikirim ke negara-negara USA, Belanda, Inggeris, Jerman, Perancis, Spanyol, Italia, Belgia, Irlandia, Singapura dan ke negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, China, Bangladesh, Sri Lanka, Taiwan, Korea Selatan dan Thailand. Belakangan ini mulai dibuka penetrasi pasar aneka produk kelapa ke pasar-pasar baru seperti

Gambar 3. Pohon Industri Kelapa di Indonesia Sumber : Mahmud, et al., 2005

negara-negara yang termasuk kelompok Asia Pasifik, Eropa Timur dan negara- negara Timur Tengah.

Permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar DC Indonesia terhadap ekspor DC dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir.

BUAH BATANG LIDI DAGING TEMPURUNG SABUT AIR KERAJINAN FURNITURE BANGUNAN NATA VINEGAR KECAP MINUMAN DC COCOMIX PARUT KULIT COCO CAKE SEMI VCO KOPRA M. GORENG OLEOKIMIA PAKAN CCO BUNGKIL SKIM MILK

CONCENTR SKIM MILK VCO COCO SHAKE ARANG TEPUNG SERAT COCOPEAT BERKARET AKTIF TEPUNG GEOTEXTILE KAYU

Kecenderungan yang sama terjadi pada arang aktif. Sebaliknya pangsa ekspor CCO mengalami penurunan. Situasi ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan produk olahan pada produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat (demand driven).

Pengolahan lanjut CCO menjadi oleokimia yang selama ini banyak dihasilkan di negara maju memiliki peluang untuk dikembangkan di dalam negeri agar nilai tambah yang berlipat dapat diambil alih di dalam negeri. Bila hal ini bisa dilakukan maka impor oleokimia dapat dikurangi.

5.7.2. Potensi Kelapa

Dengan produksi buah kelapa rata-rata 15.5 milyar butir per tahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh 3.75 juta ton air, 0.75 juta ton arang tempurung, 1.8 juta ton serat sabut, dan 3.3 juta ton debu sabut. Industri pengolahan komponen buah kelapa tersebut umumnya hanya berupa industri tradisional dengan kapasitas industri yang masih sangat kecil dibandingkan potensi yang tersedia. Besaran angka-angka di atas menunjukan bahwa potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun industri masih sangat besar. Perkembangan luas areal dan produksi kelapa per propinsi tahun 2001-2005 disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

Daerah sentra produksi kelapa di Indonesia adalah Propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Pangsa produksi masing-masing propinsi pada tahun 2005 berturut-turut adalah 15.1 persen, 7.3 persen, 8.7 persen, 9.4 persen, dan 6.3 persen. Sedangkan laju pertumbuhan selama 2001-2005 untuk masing-masing propinsi berturut-turut sebesar - 4.7 persen, 1.1 persen, 3.8 persen, 5.5 persen, dan 2.4 persen.

5.7.3. Arah Pengembangan Produk

Data Asia Pasific Coconut Community (APCC) menunjukkan bahwa konsumsi kelapa segar penduduk Indonesia sekitar 36 butir/kapita/tahun atau 7.92 milyar butir (51.1 persen). Bila produksi buah kelapa nasional sebanyak 15.5 milyar butir/tahun, maka buah kelapa yang dapat diolah di sektor industri adalah 7.57 milyar butir (48.9 persen). Jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan 29 unit industri dengan kapasitas 1 juta butir/hari.

Dari buah kelapa dapat dikembangkan berbagai industri yang menghasilkan produk pangan dan non pangan mulai dari produk primer yang masih menampakkan ciri-ciri kelapa hingga yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri kelapa. Dengan demikian, nilai ekonomi kelapa tidak lagi berbasis kopra. Keadaan tersebut sudah berkembang di negara-negara lain, seperti di Philipina. Dari total ekspor produk kelapa Philipina (US$ 920 juta), sekitar 49 persen diantaranya adalah berupa produk bukan CCO. Terkait hal itu, secara nasional promosi program diversifikasi di pedesaan untuk menghasilkan produk kelapa setengah jadi yang terkait dengan industri berteknologi tinggi perlu dikembangkan.

Produk kelapa yang sudah berkembang di dalam negeri adalah CCO dan turunannya, DC, VCO, CM, CF, AC, dan CCL. Sekitar 90 persen dari bahan baku daging kelapa digunakan untuk menghasilkan CCO dan sisanya terbagi untuk produk lainnya, tetapi kecenderungan untuk menghasilkan CCO tersebut semakin menurun, sedangkan produk lainnya semakin meningkat. Sesuai dinamika pasar produk, kecenderungan untuk menghasilkan produk oleokimia (OC) turunan dari CCO tampak semakin tinggi.

Produk-produk turunan daging buah selain (OC) yang sangat prospektif untuk berkembang adalah VCO, DC, CM dan CC. Keempat produk ini memiliki

konteks pengembangan yang sangat baik. VCO memiliki konteks produk yang dapat meningkatkan kesehatan (daya imunitas tubuh terhadap berbagai penyakit degeneratif) dan bahan baku kosmetik alami yang bernilai tinggi. DC adalah produk campuran makanan yang higienis dan praktis. CM adalah minuman kesehatan yang dapat mensubstitusi susu dan CC adalah bahan yang praktis dan hiegenis untuk keperluan memasak pengganti santan parut manual.

Produk-produk turunan tempurung yang prospektif adalah AC, CCL, tepung tempurung (CP) dan kerajinan. Activated carbon antara lain dapat digunakan untuk industri minyak dan gas, pemurnian air, pengolahan pulp, pupuk dan tambang emas. Produk-produk turunan sabut yang prospektif untuk bahan jok mobil mewah, springbed, dan geotextile (GT). Ada empat komponen dasar dari buah kelapa, yaitu sabut, tempurung, daging buah dan air yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti uraian berikut ini.

5.7.3.1. Daging Buah

Daging dari buah adalah komponen kelapa yang paling luas penggunaannya, baik untuk produk pangan maupun non pangan. Pengolahan pemanfaatan daging buah kelapa dapat berupa segar atau lewat kopra (kering). Hasil penting dari pengolahan daging kelapa segar adalah desiccated coconut

(DC), coconut cream (CC), coconut milk (CM) dan coconut crude oil (CCO). Pada tahap lebih lanjut dari produk-produk ini dapat diturunkan menjadi beberapa produk hilir lainnya seperti disajikan pada Gambar 4.

Perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang telah mengakomodasi isu lingkungan dan kesehatan, telah mendorong industri kelapa berkembang makin beragam dan mendalam. Industri yang paling jauh berkembang saat ini adalah pengolahan minyak kelapa menjadi senyawa

oleokimia (OC) dan produk turunannya yang populer dengan sebutan industri oleokimia.

Gambar 4. Produk-produk Oleokimia dari Minyak Kelapa Sumber : Mahmud, et al., 2005

Industri hilir minyak kelapa ini hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan raksasa trans nasional yaitu: Unilever, Henkel, Procter and Gamble, dan Colgate Palmolive. Hanya Philippina dari negara produsen kelapa yang tercatat sebagai eksportir produk oleokimia dari kelapa (APCC).

Senyawa oleokimia dasar yang dihasilkan dari pengolahan minyak kelapa terdiri atas asam lemak, asam lemak ester, asam lemak beralkohol dan asam lemak amina. Selanjutnya dari senyawa dasar tersebut dapat diturunkan sebagai derivat senyawa oleokimia untuk berbagai penggunaan dan/atau bahan baku produk-produk akhir. Asam lemak metil ester Gliserin Senyawa oleokimia Asam Lemak Asam lemak amina Asam lemak beralkohol CCO Derivat oleochemical Amina ethoxylates

Quatemary ammonium componds Pelargonic, azelaic, sebagic, brassylic andecylinic acid

Soap, metal soap, fatty acid alkanol amides, ferry acid chorides, eaters Guerbert alcohols, Guerbert acids (isopalmitic acid)

Alkyl chorides, guatemary ammonium chlorides, fatty alcohols sulfater, fatty alcohols sulfates fatty alcohol ester sulfosuccinates, ester phosphates, polyglycol esters

Ester

Polylkymethacrylates

a-Sulfo fatty acid methyl esters, fatty acid alkanal amides

Alkyd resins, glycerides Sopas

Epoxides

Fatty acid alkanol amides Hydrogenation products Ethoxylates

5.7.3.2. Sabut

India dan Sri Lanka adalah produsen terbesar produk-produk dari sabut dengan volume ekspor tahun 2005 masing-masing 55 352 ton dan 127 296 ton dan masing-masing terdiri atas enam dan tujuh macam produk. Pada saat yang sama, Indonesia hanya mengekspor satu jenis produk (berupa serat mentah) dengan volume 165 ton. Angka ini menurun tajam dibandingkan ekspor tertinggi pada tahun 1996 yang mencapai 866 ton. Gambar 5 memperlihatkan cabang- cabang industri dari pohon industri sabut kelapa.

Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat sabut (serat panjang) bristle (serat halus dan pendek), dan debu sabut (dust). Serat sabut dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk- produk kerajinan atau industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Debu sabut dapat diproses menjadi kompos, cocopeat, dan particle board/hardboard. Cocopeat

Gambar 5. Produk Turunan dari Pengolahan Sabut Kelapa di Indonesia

Sumber: Mahmud, et al., 2005

Serat Berkaret Matras Kerajinan - Keset - Karpet - Tali, dll Genteng Hardboard Geotekstil Cocopeat Kompos Hardboard Isolator listrik Serat Pendek Debu Sabut Serat Panjang Sabut

dapat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle, cocopeat ini dapat diolah lebih lanjut menjadi hardboard.

Permintaan terhadap cocopeat di pasar internasional diperkirakan akan meningkat tajam karena di samping tekanan isu lingkungan yang terkait dengan penggunaan gambut alam juga karena mutu produk yang dihasilkan ternyata lebih baik daripada gambut alam.

5.7.3.3. Tempurung

Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar, sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang, arang aktif, tepung tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan. Selain digunakan dalam industri farmasi, pertambangan, dan penjernihan, arang aktif sekarang sudah dibuat untuk penyaring atau penjernih ruangan untuk menyerap polusi dan bau tidak sedap dalam ruangan. Berdasarkan data ekspor tahun 2005, Indonesia ternyata lebih banyak mengekspor dalam bentuk arang tempurung (56 persen), sedangkan negara lain dalam bentuk arang aktif.

5.7.3.4. Kayu Kelapa

Jika rata-rata kepadatan kelapa diasumsikan 100 pohon/ha, maka jumlah tanaman kelapa dari 3.74 juta hektar adalah 374 juta pohon. Jika dilakukan penebangan secara teratur berdasarkan siklus umur peremajaan (60 tahun), maka setiap tahun dapat ditebang sekitar 6.23 juta pohon/tahun. Oleh karena hanya 0.2 m3 dari rata-rata 1.18 m3 kayu kelapa yang tergolong kualitas satu dan

dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, berarti dapat diproduksi 1.25 juta m2 kayu pertukangan dan sekitar 6.0 juta m3 limbah kayu setiap tahun.

Kayu kelapa kualitas pertukangan (kelas I dan II) dapat digunakan untuk industri mebel eksotik, souvenir/benda seni, bahan bangunan rumah seperti dinding, kusen, dan tegel. Gambar 6 memperlihatkan contoh mebel dan rumah yang berasal dari pohon kelapa. Sedangkan sisa-sisa kayu dapat diproses untuk kebutuhan packing, arang, particle board, dan pulp.

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung, D. 1992. Kendala Pengembangan Kelapa di Lahan Gambut Pasang Surut. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Kelapa Pasang Surut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

___________. dan D. D. Tarigans. 2003. Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Berbasis Agribisnis Kelapa. Prosiding Hari Perkelapaan Keempat Tahun 2002. Bandung, 20 - 22 September 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

___________. dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan Kebijakan Iptek dalam Pemberdayaan Komoditas Kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22 – 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

APCC. 2005. Coconut Statistical Year Book 2004, Jakarta. APCC. 2006. Coconut Statistical Year Book 2005, Jakarta.

Arifin, B. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Telaah Struktur, Kasus dan Alternatif Strategi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Balai Penelitian Kelapa dan Palma. 2001. Establishing a Framework and Selecting Project Sites for a Nation Wide Development of Cococnut Based Poverty Reduction Intervention in Coconut Growing Communities Using COGENT 3 Pronged: Strategy in Indonesia. Implementing Agency: Research Institute for Coconut and Palmae, Manado.

Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia Tahun 1999. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia Tahun 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Bavappa, K.V.A., Darwis and D.D. Tarigans. 1995. Coconut Production and Productivity in Indonesia. Asian and Pacific Coconut Community, Jakarta.

Beattie, B.R. and R. C. Taylor, 1985. The Economic of Production. John Willey and Sons Inc., New York.

Budianto, J. dan D. Allorerung. 2003. Kelembagaan Perkelapaan Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22 – 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Chambers, R.G. 1988. Applied Production Analysis. A Dual Approach. Cambridge University Press, Cambridge.

Chand, R. and J.L. Kaul. 1986. A Note on The Use of Cobb Douglas Profit Function. American Journal of Agricultural Economics, (68) : 162 - 164 Coelli, T., D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and

Productivity Analisys. Kluwer Academic Publishers, Boston.

Darwis, S.N. 1995. Penelitian Sistem Usahatani Tanaman Industri dengan Dasar Kelapa pada Lahan Pasang Surut Bergambut. Prosiding Evaluasi Hasil Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

_________. and D.D. Tarigans. 1990. Coconut Based Farming System in Indonesia. Proceeding of XXVII Cocotech Meeting. Asian Pacific and Coconut Community, Jakarta.

Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economic. McMillan Publishing Company, New York.

Djaimi. 2001. Dampak Kebijakan Harga Input dan Output Terhadap Penawaran Output dan Permintaan Input Komoditas Karet dan Kelapa Sawit. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doll, J.P. and F. Orazem. Production Economics: Theory with Application.

Second Edition. Johns Wiley and Sons, New York.

Dradjat, T.S. B. 2004. Kinerja Subsektor Perkebunan: Evaluasi Masa Lalu (1994 – 1998) dan Prospek pada Era Perdagangan Bebas Dunia (2003 – 2008). Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

FAO. 2005. Production and Trade Year Book. FAO, Roma.

Farrel, M.J. 1957. The Measurement of Production Efficiency. Journal of the Royal Statistical Society, 120 (3): 253 - 290.

Garcia, P., S.T. Souka and M.S. Yoo. 1982. Farm Size, Tenure and Economic Efficiency in A Sample of Illinois Grain Farms. American Journal Agricultural Economics, (64) : 119 – 123.

Hendratno, S. 1989. Analisis Pasar Karet Alam TSR dan RSS Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herman, M., D. Pranowo, H.T. Luntungan, dan H. Tampake. 1998.

Pengembangan Kelapa Polikultur di Lahan Pasang Surut. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar Lampung, 21 – 23 April 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Intriligator,M., R. Bodkin and C. Hsiao. 1996. Econometrics Models, Tecniques, and Applications. Prentice Hall Inc., New Jersey.

Kalirajan, K. 1981. The Economic Efficiency of Farmers Growing High Yielding, Irrigated Rice in India. American Journal Agricultural Economics, (63): 566-570.

Kasryno, F., Z. Mahmud dan P. Wahid. 1998. Sistem Usaha Pertanian Berbasis Kelapa. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar Lampung, 21 - 23 April 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. Second Edition. The Macmillan Press Ltd., United Kingdom.

Lau, L.J. 1978. Application of Profit Functions. In Fuss and McFadden (eds), Production Economics: A Dual Approach to Theory and Application. North-Holland Publishing Co., Amsterdam.

Lau, L.J. and P.A. Yotopaulus. 1972. Profit, Supply and Factor Demand Function. American Journal of Agricultural Economics, 54(1): 11-18. Lopez, R.E. 1984. Estimating Substitution and Expansion Effect Using a Profit

Function Framework. American Journal of Agricultural Economics, (66): 358 – 357.

Mahmud, Z. 1999. Pengembangan Diversifikasi Usahatani Kelapa dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani. Makalah pada Seminar Perkelapaan Indonesia. Coconut Day di Jakarta, 2 September 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

__________. 2003. Sintesa Kebijakan Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

__________. , A. Wahyudi, G.S. Hardono, H. Novarianto, H. Luntungan dan D.S. Effendi. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Manurung, J. 1993. Model Ekonometrika Industri Komoditi Kelapa Sawit Indonesia: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nair, A.B. 2003. Towards a Successful Coconut Industry Trhough the Strengthening of International Structure: Lesson From The Philippines, India and Sri Lanka Experience. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22 – 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Nurung, M. 1997. Efisiensi Alokatif dan Respon Penawaran Usahatani Kopi Rakyat di Propinsi Bengkulu. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pakpahan, A. 2003. Reinventing Agribisnis Perkelapaan Nasional. Prosididng Hari Perkelapaan Keempat Tahun 2002. Bandung, 20 - 22 September 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Pasour, E.G. 1981. A Further Note on The Measurement of Efficiency and Economic of Farm Size. Journal of Agicultural Economics. 32 (2) : 105 - 119.

Pasour, E.G., dan J. B. Bullock. Implication of Uncertainty for The Measurement of Efficiency. American Agriculture Economic, 17 (1) : 83 – 115.

Saefudin, D. Pranowo, dan D. Listyati. 2002. Penggunaan Dua Model Polatanam Padi dan Kacang Tanah dengan Dasar Kelapa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 8 (4): 132 - 139. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Santoso, B. 1987. Analisis Efisiensi Ekonomi Relatif serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keuntungan pada Usahatani Kopi Rakyat (Studi Kasus pada Beberapa Desa di Lampung). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saragih, B. 1980. Economic Organization, Size and Relatif Efficiency: The Case of Oil Palm Plantations in Northerm Sumatera, Indonesia. PhD. Thesis. North Carolina State University, Raleigh.

_________. 1998. Prospek Agribisnis Perkebunan Sebagai Jalan Keluar Krisis Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kedepan. Prosiding Lokakarya Kemitraan Pertanian dan Ekspose Teknologi Mutakhir Hasil Penelitian Perkebunan, Semarang, 20-21 Oktober 1998. Balai Pegkajian Teknologi Pertanian Ungaran dan Sekretariat Dewan Pembina Pusat Penelitian Perkebunan, Bogor.

Siagian, V. 1999. Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi Biaya Multi Input Multi Output. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Simanjuntak, S. B. 1992. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah Terhadap Daya Saing Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Simatupang, P. 1998. Penentuan Ekonomi Skala Usaha dengan Fungsi Keuntungan: Landasan Teoritis dengan Contoh Fungsi Cobb Douglas dan Translog. Jurnal Agro Ekonomi, (7) : 1 - 16. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor.

_____________. dan A. Purwoto. 1996. Konsumsi Minyak Goreng Untuk Pangan. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. IPB Press, Bogor.

Soebiapradja, R. and P. Sudewo. 1987. Utilizations of Peatlands for Estate Crops Development in Indonesia. International Peat Society Symposium on Tropical and Peatland for Development. February, 9 -14, Yogkakarta. Soekartawi. 2002. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sondakh, L. 1993. Produsen Kelapa dalam Proses Transformasi Struktural Ekonomi Nasional. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III. Yogyakarta, 20-23 Juli 1993. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Sudaryanto, T., I.W. Rusastra, A. Syam dan M. Ariani. 2002. Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Sudjarmoko, B., D. Listyati dan D.D. Tarigans. 1999. Skala Usaha dan Efisiensi Ekonomi Relatif Polatanam Kelapa pada Tingkat Petani di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 4 (5): 140 - 145. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Sudjarmoko, B. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Petani Polatanam Kelapa dengan Pandan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Suharyono. 1996. Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi pada Komoditi Minyak Sawit dan Hasil Industri yang Menggunakan Bahan Baku Minyak Sawit di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sulistyo, R. 1998. Pemberdayaan Petani dalam Usahatani Kelapa. . Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar Lampung, 21 - 23 April 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Sumarti, T., A. Idroes dan A. Wahyudi. 2003. Dinamika Kesejahteraan Petani Kelapa dan Strategi Pengembangan Kelapa Rakyat Pasca Krisis Ekonomi. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22 - 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Sunderlin, W.D., I.A.P. Resosudarmo, E. Rianto dan A. Angelsen. 2002. Dampak Krisis Ekonomi Indonesia Terhadap Petani Kecil dan Tutupan Hutan Alam di Luar Jawa. Center for International Forestry Research, Bogor.

Suprihatini, R., B. Drajat dan B. Sulistyo. 1996. Analisis Daya Saing Teh Hitam Indonesia. Jurnal Pengkajian Agribisnis Perkebunan, 1 (2): 1-12.

Suryana, A. Keterbatasan Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Pendugaan Elastisitas Permintaan Input. Jurnal Agro Ekonomi, (6) : 19 - 28. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor.

Susila, W.R. 1999. Daya Saing Komoditas Minyak Sawit Indonesia. Jurnal Agribisnis, 2 (2): 16 - 30.

__________. 1999. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kopi Indonesia. Pelita Perkebunan: 15(2): 129-140.

Tarigans, D. D., dan Sumanto. 2002. Penelitian Pola Usahatani Berbasis Kelapa Hibrida di Cimerak. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 8 (4): 180 - 191. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. ______________. 2003. Pengembangan Usahatani Kelapa Berbasis

Pendapatan Melalui Penerapan Teknologi Berwawasan Pengurangan Kemiskinan Petani Kelapa di Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional

Kelapa V. Tembilahan, 22 - 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Wally, A. F. 2001. Analisis Keuntungan dan Efisiensi Alokatif Usahatani Kopi Rakyat di Jayawijaya, Irian Jaya. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Warokka, J.S., M.R. Wilson dan P. Jones. 2003. Skrining Serangga sebagai Vektor Penyakit Layu Kalimantan pada Tanaman Kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22 - 24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Widjaja, A.I.P.G. 1986. Pengelolaan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1) : 1- 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Yotopoulus, P.A. and J.B. Nugent. 1976. The Study of Efficiency: What Can We Learn from the Production Function in Economics of Development: Empirical Investigations. Harper International Edition. Harper and Row Publisher, New York.

_____________. and L.J. Lau. 1979. Resource Use in Agriculture Application of Profit Function to Selected Countries. Food Research Institute Studies, 13 (1): 214 - 243.

Young, D., R.C. Mittelharmmer, A. Rostamizadeh and D.W. Holland. 1985. Duality Theory and Applied Production Economics Research: A Pedagogical Treatise. Agriculture and Home Economics. Washington State University, Washington.

Zellner, A. 1962. An Efficient Method of Estimating Seemingly Unrelated

Dokumen terkait