• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Review Konsep MP3EI

2.5. Konsep MP3EI dalam Aspek Sektoral

2.5.3. Public Private Partnership (PPP)

MP3EI adalah program pembangunan ekonomi yang membutuhkan investasi besar. Di dalam rancangan awal MP3EI, kebutuhan investasi untuk mendukung semua program yang ada dalam MP3EI mencapai Rp. 4.012 triliun dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 4.354 triliun setelah dilakukan revisi di tahun 2013. Besarnya jumlah investasi untuk ini tidak akan mampu disediakan semuanya melalui APBN/ APBD. Strategi yang dilakukan adalah menciptakan proyek-proyek pembangunan dengan skema Public Private Partnership (PPP). PPP adalah skema kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam proyek pembangunan seperti pembangunan infrastruktur.

Di dalam rancangan MP3EI, jumlah kebutuhan investasi dibagi menjadi empat bagian yaitu investasi pemerintah sebesar 18%, investasi BUMN/BUMD sebesar 21%, investasi swasta sebesar 45% dan investasi melalui PPP sebesar 16%. Untuk investasi melalui PPP, MP3EI mengarahkan skema ini untuk pembangunan proyek – proyek infrastruktur seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, air bersih, persampahan dan lainnya.

Gambar 2.7. Komposisi Kebutuhan Investasi dalam Program MP3EI

Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian, 2011

Sebelum adanya MP3EI, kerja sama pemerintah dengan pihak swasta sebenarnya sudah dijalankan. Pada tahun 2005, pemerintah sudah mengeluarkan Perpres No. 67 tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang direvisi melalui Perpres No. 56 tahun 2011. Pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah merupakan proyek pertama yang dilakukan dengan konsep PPP ini.

Ada dua landasan dalam skema PPP yaitu:

1. PPP akan digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan pada kegiatan pemberian layanan dengan karakteristik layak secara keuangan dan memberikan dampak ekonomi tinggi serta memerlukan dukungan/jaminan pemerintah yang minimum. 2. PPP merupakan kerjasama dalam penyedian infrastruktur

yang meliputi desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/ rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam rangka memberikan pelayanan.

Aspek dasar dalam PPP yaitu:

1. Adanya pembagian resiko antara pemerintah dan swasta dengan memberikan pengelolaan jenis resiko kepada pihak yang dapat mengelolanya.

2. Pembagian resiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya.

3. Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek yang dibayar oleh pengguna.

4. Kewajiban penyedian layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila pihak swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih. MP3EI menjadikan skema PPP sebagai penguat basis pembangunan konektivitas melalui pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia. Untuk mendukung tercapainya skema PPP ada prasyarat yang harus dilakukan yang merupakan komitmen pemerintah dan dunia usaha berupa:

1. Dunia usaha (swasta, BUMN dan BUMD) meningkatkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

2. Dunia usaha melakukan inovasi untuk mengembangan teknologi dan metode–metode produksi dalam rangka memenangkan persaingan global.

3. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama dan adil untuk seluruh dunia usaha.

4. Pemerintah didukung oleh birokrasi yang melayani kebutuhan dunia usaha.

5. Pemerintah menciptakan kondisi ekonomi makro, politik, hukum dan sosial yang kondusif untuk berusaha.

6. Pemerintah menyediakan perlindungan dan pelayanan dasar sosial.

Bila merujuk dari kerangka dasar kebijkan program PPP di Indonesia yaitu Perpres No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyedian Infrastruktur, konsep PPP yang diartikan dalam regulasi ini sejalan dengan pengertian PPP yang di kemukan oleh E.R. Yescombe dalam bukunya yang berjudul Public

Private Partnership Priciples of Policy and Finance. Pengertian PPP

adalah bentuk kerjasama antara pemerintah sebagai pihak public dan swasta sebagai pihak private dengan elemen kunci sebagai berikut: (1) kontrak jangka panjang, (2) pembiayaan investasi oleh swasta meliputi desain, konstruksi dan operasional, (3) pembayaran selama waktu kontrak kepada pihak swasta dilaksanakan oleh pemerintah maupun pengguna secara langsung sebagai kompensasi terhadap penggunaan fasilitas infrastruktur dan (4) adanya alih kepemilikan dari pihak swasta kepada pemerintah diakhir kontrak kerjasama (Rosadin, 2011).

Tujuan dari proyek PPP antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur adalah:

1. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyedian infrastruktur melalui pengerahan dana swasta. 2. Meningkatkan kunatitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui

persaingan sehat.

3. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyedian infrastruktur.

4. Mendorong digunakannya prinsip – prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dalam hal – hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna.

Bila mengacu dari tujuan PPP ini sangat jelas sebenarnya arahnya adalah agar mobilisasi dana swasta untuk pembangunan infrastruktur perlu di perluas dengan tata kelola yang optimal karena infrastruktur merupakan barang publik yang tidak bisa di lepas seratus persen kepada swasta. Diatas juga ditekan bahwa pemerintah tidak akan optimal menyediakan infrastruktur bagi masyarakat karena keterbataasan anggaran. Selain itu pemerintah juga mendorong perbaikan terhadap kualitas pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur yang selama ini belum optimal melalui skema APBN/APBD. Targetnya adalah dengan PPP sebagian permasalahan tata kelola infrastruktur di Indonesia bisa lebih baik dan optimal.

Dalam Perpres No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyedian Infrastruktur disebutkan infrastruktur yang dikelola melalui PPP meliputi:

1. Infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, Bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api.

2. Infrastruktur jalan meliputi tol dan jembatan tol.

3. Infrastruktur pengairan meliputi saluran pembawa air baku. 4. Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan

air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air minum.

5. Infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolahan air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan.

6. Infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi 7. Infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi

atau distribusi tenaga listrik.

8. Infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi atau distribusi minyak dan gas bumi.

Dalam praktek PPP di Indonesia, ada beberapa skema yang dilakukan yaitu (Utama, 2010):

1. Build, Operate, Transfer (BOT) yaitu swasta membangun,

mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

2. Build, Transfer, Operate (BTO) yaitu swasta membangun,

menyerahkan asetnya ke pemerintah dan mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir.

3. Rehabilitate, Operate, Transfer (ROT) yaitu swasta memperbaiki,

mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelh masa konsesi/kontrak berakhir.

4. Build, Own, Operate (BOO) yaitu swasta membangun, swasta

5. Operation and Maintenance (O&M) yaitu untuk kasus khusus,

pemerintah membangun, swasta mengoperasikan dan memilihara.