• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Puskesmas

2.7.1 Pengertian Puskesmas

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat, puskesmas adalah fasilitas layanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi diwilayah kerjanya.

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan pada suatu masyarakat yang tinggal pada wilayah tersebut (Azwar, 1996).

2.7.2 Fungsi Penyelenggaraan Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan fungsi dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama, yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat diwilayahnya yang meliputi 10 fungsi (Kemenkes RI, 2014) yaitu:

1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan

2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat: menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan penderita, petugas dan pengunjung

5. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prisif koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi

6. Melaksanakan rekam medis

7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan

8. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan

9. Mengkoordinasi dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama diwilayah kerjanya.

10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.

2.7.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip penyelenggaraan Puskesmas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 meliputi:

1. Berdasarkan prinsip paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan berkomitmen dalam mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. 2. Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan

dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 4. Berdasarkan prinsip pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan

Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

5. Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP

lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas (Kemenkes RI, 2014).

2.7.4 Azas Pertanggungjawaban Wilayah

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan Puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi Puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi Puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan Puskesmas yang dimaksud diantaranya adalah azas pertanggungjawaban wilayah. Hal ini dimaksudkan Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).

Untuk ini Puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014).

1. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga berwawasan kesehatan

2. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

3. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

4. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya

2.7.5 Jejaring Laboratorium Mikroskopis Tuberkulosis

Jejaring laboratorium mikroskopis Tuberkulosis di Indonesia terlihat pada gambar 2.2.

Keterangan :

:Pembinaan dan Pengawasan Mutu : Mekanisme Rujukan

Gambar 2.2 Jejaring Laboratorium TB di Indonesia Laboratorium mikroskopis TB minimal terdiri dari : 1. Ruang pendaftaran/ruang tunggu

Ruang ini harus memiliki fentilasi yang cukup melalui pengaturan sirkulasi udara yang baik

LAB. RUJUKAN NASIONAL LAB. RUJUKAN PROVINSI/ LAB. RUJUKAN UJI SILANG II

LAB. RUJUKAN UJI SILANG I FASYANKES MIKROSKOPIS TB 1. Puskesmas 2. Rumah Sakit 3. Laboratorium Swasta FASYANKES SATELIT (LS) 1. Puskesmas (PS) 2. Rumah Sakit 3. Laboratorium Swasta

2. Lokasi pengumpulan dahak

Lokasi harus memiliki ventilasi yang baik dan terkena paparan sinar matahari langsung untuk menghindari infeksi. Sebaiknya tidak berada di dekat kumpulan orang banyak, agar memberikan rasa nyaman kepada pasien untuk berdahak dengan bebas. Prosedur tetap pengumpulan dahak harus dipasang di lokasi pengumpulan dahak agar pasien dapat membacanya terlebih dahulu. Harus tersedia sarana cuci tangan: air mengalir dan sabun cair agar pasien mencuci tangannya setelah pengumpulan dahak.

3. Ruang kerja laboratorium

Akses ke ruang ini hanya terbatas untuk petugas laboratorium, pintu harus selalu tertutup untuk mencegah turbulensi udara yang dapat mencemari lingkungan. Pencahayaan harus cukup terang baik bersumber dari sinar matahari maupun aliran listrik. Letak meja kerja harus dipertimbangkan agar aliran udara tidak mengarah kepada petugas. Sebaiknya udara mengalir dari arah belakang petugas laboratorium.

4. Ruang administrasi

Dalam keadaan keterbatasan ruang, ruangan administrasi dapat bersatu dengan ruang kerja laboratoium tetapi harus memiliki meja terpisah (Depkes RI, 2007).

Peralatan dan Fasilitas di Laboratorium Mikroskopik TB

1. Baju laboratorium. Terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan kuat, tertutup di bagian depan dengan panjang melewati lutut, lengan sepanjang pergelangan tangan dengan ujung berkaret. Baju ini wajib dipakai pada saat

bekerja dan ditanggalkan apabila petugas meninggalkan ruang kerja laboratorium. Pencucian baju laboratorium dilakukan di tempat kerja dengan terlebih dahulu didekontaminasi. Baju kerja yang kotor tidak boleh dibawa pulang.

2. Wadah penampung alat bekas pakai (lidi, pot dahak dan alat tercemar lain) harus cukup kuat, tidak mudah bocor dan tertutup. Sebaiknya wadah diberi alas plastik sehingga mudah dipindahkan. Larutan desinfektan dalam wadah harus cukup untuk merendam limbah.

3. Otoklaf (kalau tersedia) harus diletakkan di dalam ruang kerja laboratorium sehingga memastikan seluruh bahan yang terkontaminasi tidak lagi infeksius ketika keluar dari ruang kerja laboratoium.

4. Bahan habis pakai : Sabun cair yang mengandung desinfektan untuk cuci tangan, Towell Tissue/ Lap untuk mengeringkan tangan setelah cuci tangan. Larutan desinfektan : Lysol, larutan hypoclorite 1-5 % (Misnadiarly, 2006). 2.8 Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis

Tujuan pemeriksaan dahak adalah menegakkan diagnosis, menilai kemajuan pengobatan, menentukan tingkat penularan.Daftar tersangka penderita TB yang akan diambil dahaknya harus dicatat dalam formulir TB 06. Harus mencantumkan nomor urut, nomer identitas sediaan dahak, nama tersangka, umur dan jenis kelamin, alamat lengkap, tanggal dan hasil pemeriksaan dahak, serta nomor registrasi laboratorium. Pencatatan tersebut mempunyai tujuan yaitu:

a. Mengetahui jumlah suspek yang diperiksa

c. Memudahkan pelacakan bila hasil pemeriksaan dahak positif dan penderita tersebut tidak kembali (Depkes RI, 2007).

2.9 Pengumpulan Dahak 1. Persiapan pasien

Pasien diberitahu bahwa uji dahak sangat bernilai untuk menentukan status penyakitnya, karena itu anjuran pemeriksaan SPS untuk pasien baru dan SP untuk pasien dalam pemantauan pengobatan harus dipenuhi. Dahak yang baik adalah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah, berupa lendir yang berwarna kuning kehijauan (mukopurulen).

Pasien berdahak dalam keadaan perut kosong, sebelum makan/minum dan membersihkan rongga mulut terlebih dahulu dengan berkumur air bersih. Bila ada kesulitan berdahak pasien harus diberi obat ekspektoran yang dapat merangsang pengeluaran dahak dan diminum pada malam sebelum mengeluarkan dahak. Olahraga ringan sebelum berdahak juga dapat merangsang dahak keluar. Dahak adalah bahan infeksius sehingga pasien harus berhati-hati saat berdahak dan mencuci tangan. Pasien dianjurkan membaca prosedur tetap pengumpulan dahak yang tersedia di tempat/ lokasi berdahak.

2. Persiapan Alat

Pot dahak bersih dan kering, diameter mulut pot ≥3,5 cm, transparan, berwarna bening, dapat menutup dengan erat, bertutup ulir minimal 3 ulir, pot kuat, tidak mudah bocor. Sebelum diserahkan kepada pasien, pot dahak harus sudah diberi identitas sesuai identitas/nomor register pada form TB05. Pot dahak yang ideal terlihat pada Gambar 2.2.

Sumber: Depkes RI, 2011. Gambar 2.3. Pot dahak 3. Cara Pengeluaran Dahak yang Baik

a. Waktu Pengambilan Dahak: S (Sewaktu, pertama): Dahak dikumpulkan saat datang pada kunjungan pertama ke laboratorium fasyankes. P (Pagi): Dahak dikumpulkan pagi segera setelah bangun tidur pada hari ke-2, dibawa langsung oleh pasien ke laboratorium fasyankes. S (Sewaktu, kedua): Dahak dikumpulkan di laboratorium fasyankes pada hari ke-2 saat menyerahkan dahak pagi.

b. Tempat Pengumpulan Dahak: pengumpulan dahak harus dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung atau di ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi kemungkinan penularan akibat percikan dahak yang infeksius. Dahak adalah bahan yang infeksius, pada saat berdahak aerosol/percikan dapat menulari orang yang ada di sekitarnya, karena itu tempat berdahak harus berada di

tempat yang jauh dari kerumunan orang, misalnya di depan ruang pendaftaran, ruang pemeriksaan, ruang obat dll. Harus diperhatikan pula arah angin pada saat berdahak. Maka jangan mengambil dahak di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, misal : kamar kecil,ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium), ruang tunggu dan ruang umum lainnya.

c. Cara Berdahak: beri petunjuk pada pasien untuk kumur dengan air bersih sebelum mengeluarkan dahak, Bila memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur, tarik nafas dalam (2-3 kali) dan setiap kali hembuskan nafas dengan kuat letakkan pot yang sudah dibuka dekat dengan mulut dan keluarkan dahak ke dalam pot, batukkan dengan keras dari dalam dada, tutup pot dengan rapat dengan cara memutar tutupnya, setelah mengeluarkan dahak bersihkan mulut dengan tisue, buang tisue di tempat sampah yang tertutup kemudian cuci tangan (Widoyono, 2011).

d. Bila dahak sulit dikeluarkan, lakukan olah raga ringan kemudian menarik nafas dalam beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nafas ditahan selama mungkin lalu disuruh batuk. Malam hari sebelum tidur, perbanyak minum air ( Depkes RI, 2011).

e. Pengumpulan Dahak: Pot berisi dahak diserahkan kepada petugas laboratorium, denganmenempatkan pot dahak di tempat yang telah disediakan.

f. Penilaian Kualitas Dahak Secara Makroskopis

Petugas laboratorium harus melakukan penilaian terhadap dahak pasien. Tanpa membuka tutup pot, petugas laboratorium melihat dahak melalui dinding pot yang transparan. Hal-hal yang perlu diamati adalah: Vol 3,5 - 5 ml, Kekentalan : mukoid, Warna : Hijau kekuningan (purulen) Bila ternyata air liur, petugas harus meminta pasien berdahak kembali, sebaiknya dengan pendampingan. Perhatian : pada saat mendampingi pasien berdahak, petugas harus berada dibelakang pasien dan hindari arah angin menuju petugas.

4. Pemberian Identitas Sediaan Dahak: Aturan pemberian identitas uji dan sediaan dahak.

5. Pembuatan dan penyimpanan sediaan apus dahak

Cara pembuatan sediaan dahak: Ambil dahak pada bagian yang purulen dengan lidi, sebarkan diatas kaca sediaan dengan bentuk oval ukuran 2x3 kemudian ratakan dengan gerakan spiral kecil. Jangan membuat gerakan spiral bila sediaan dahak sudah kering karena akan menyebabkan aerosol. Keringkan pada suhu kamar, masukkan lidi bekas ke dalamwadah berisi desinfektan.

6. Fiksasi

Fiksasi dilakukan dengan memegangkaca sediaan dengan pinset, pastikankaca sediaan menghadap ke atas.Lewatkan sediaan di atas api bunsenyang berwarna biru 2- 3 kali selama1-2 detik.

7. Penilaian Ketebalan Sediaan Apus

Untuk menilai ketebalan sediaan sebelum dilakukan pewarnaan dapat dilakukan dengan meletakkan sediaan yg kering 4-5 cm di atas kertas koran. Sediaan yang baik apabila kita masih dapat melihat tulisan secara samar. sediaan yang benar, tulisan di koran masih terbaca secara samar. Sediaan yang terlalu tebal, tulisan di koran tidak terbaca. Sediaan yang terlalu tipis, tulisan di koran terbaca dengan mudah (Kemenkes RI, 2012).

2.10 Uji Silang Metode Lot Quality Assurance System (LQAS)

Uji silang merupakan pemeriksaan ulang sediaan mikroskopis oleh laboratorium rujukan tanpa mengetahui hasil pemeriksaan oleh laboratorium sebelumnya (blinded rechecking) yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan tujuan untuk peningkatan mutu. Pemeriksaan ulang sediaan BTA sputum dari laboratorium mikroskopis TB di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4 dan Laboratorium Swasta).

Tujuan dariuji silang adalah untuk mengevaluasi laboratorium dalam jejaring TB serta mengetahui kinerja dari laboratorium mikroskopis TB. Manfaat dari kegiatan uji silang untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium mikroskopis. Metode pengambilan sediaan selama ini mengunakan konvensional yaitu 10% sediaan BTA negatif dan seluruh sediaan BTA positif. Namun pada tahun 2007 telah diterapkan uji silang dengan metode LQAS (Lot Quality

Tabel 2.1 Perbedaan uji silang metode Konvensional dengan LQAS

Konvensional LQAS

Sampling : 100% slide positif

ditambah 10% slide negatif Sampling : semua slide mendapat kesempatan yang sama Pemilihan slide tergantung dari minat

petugas Pemilihan secara acak dengan menggunakan statistika sederhana Formulir TB05, TB04 dan TB12 Formulir TB05, TB04 dan TB12 yang

disempurnakan Penyimpanan dipisahkan antara slide

positif dan slide negatif Penyimpanan slide digabung sesuai dengan TB04 Analisis uji silang adalah Error Rate Berdasarkan derajat kesalahan

Errir Rate >5%= jelek Satu kesalahan besar atau tiga kesalahan kecil = jelek

Kualitas : sediaan dan pewarnaan Kualitas : spesimen, kebersihan, ukuran, ketebalan dan rata rata.

Dengan adanya LQAS ini tidak mengubah sistem uji silang tetapi hanya memutakhirkan metode uji silang, menilai kinerja laboratorium secara menyeluruh, tidak untuk konfirmasi diagnosis, sediaan disimpan berdasarkan TB04, setiap sediaan memiliki kesempatan yang sama untuk di uji silang, penilaian kinerja petugas berdasarkan jumlah dan tipe kesalahan bukan prosentase dan kemungkinan penyebab kesalahan lebih mudah diketahui.

Langkah dalam melakukan uji silang LQAS adalah (Depkes RI, 2011):

1. Tentukan jumlah seluruh sediaan: jumlah seluruh sediaan yang positif dan yang negatif yang diperiksa pada tahun lalu.

2. Hitung Slide Positif Rate (SPR) = proporsi sediaan positif diantara seluruh sediaan

3. Tentukan sensitifitas, spesifisitas dan jumlah kesalahan yang masih dapat diterima

Gambar 2.4 Alur Uji Silang LAB UJI SILANG (II)

LAB UJI SILANG (I)

DINKES PROV DINKES KAB/KOTA (WASOR) UPK (1) (4) (4) (5) (6) (4) (2) (3) 1) Pengambilan sampel oleh wasor

2) Pengiriman sampel oleh wasor(blinded) 3) Hasil pembacaan lab uji silang

4) Umpan balik hasil uji silang

5) Sediaan yang di “screpancy” ke pembaca II 6) Hasil pembacaan ulang oleh lab II

LAB UJI SILANG (II)

LAB UJI SILANG (I)

DINKES PROV DINKES KAB/KOTA (WASOR) (d) (c) (d) (d) (b) (a) a) Pengambilan sampel oleh wasor

b) Pengiriman sampel oleh wasor(blinded) c) Hasil pembacaan sediaan oleh kontroler d) Umpan balik hasil uji silang

Alur Uji Silang Sediaan BTA ( Untuk UPK )

2.10.1 Indikator Keberhasilan Uji Silang

1. Cakupan 90% : Jumlah laboratorium yang mengikuti uji silang dibanding seluruh laboratorium pemeriksa mikroskopis TB.

2. Rutinitas 90% : Jumlah laboratorium peserta uji silang dengan frekuensi partisipasi 4 (empat) kali per tahun dibanding seluruh laboratorium pemeriksa mikroskopis TB.

3. Kinerja Baik 80% : Jumlah peserta uji silang dengan hasil pembacaan baik.Pembacaan baik ialah pembacaan tanpa kesalahan besar dan atau kesalahan kecil kurang dari 3.

4. Kualitas Sediaan Baik 80% : Jumlah laboratorium peserta uji silang dengan 6 unsur kualitas sediaan dahak yang baik yaitu : Ukuran, kerataan, ketebalan, pewarnaan, kebersihan dan kualitas dahak (Depkes RI, 2011). 2.10.2 Klasifikasi Kesalahan pada uji silang dengan metode LQAS

Perhitungan angka kesalahan laboratorium metode yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 2.2 Cara Penilaian Hasil Cross Check

Hasil dari Lab Hasil Lab Uji Silang

Peserta Negatif Scanty 1+ 2+ 3+ Negatif Betul NPR NPT NPT NPT

Scanty PPR Betul Betul KH KH 1+ PPT Betul Betul Betul KH 2+ PPT KH Betul Betul Betul 3+ PPT KH KH Betul Betul

Keterangan:

Betul : Tidak ada kesalahan KH ( Kesalahan Hitung) : Kesalahan kecil NPR (Negatif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil PPR (Positif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil NPT ( Negatif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar PPT ( Positif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar

Kinerja petugas laboratorium bukan hanya dilihat dari pembacaan sediaan, kualitas laboratorium juga dilihat dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran, ketebalan, kerataan, pewarnaan dan kebersihan. Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat kesalahan apabila: (Kemenkes RI, 2014).

1. Terdapat PPT atau NPT

2. Laboratorium tersebut menunjukkan tren peningkatan kesalahan kecil dibanding periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi dari rata – rata semua fasyankes di kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahan kecil terjadi beberapa kali dalam jumlah yang signifikan.

3. Bila terdapat 3 NPR

Penampilan setiap laboratorium harus terus dimonitor sampai ditemukan penyebab kesalahan. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4 dan Laboratorium Swasta) agar dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren hasil interpretasi setiap triwulan dan meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium (Kemenkes RI, 2014).

dengan benar apa yang dilihat. Kemudian dalam pencatatan harus diperiksa nomor register laboratorium dan dicocokkan dengan formulir permohonan (TB05).Hasil dicatat pada formulir permohonan Laboratorium (TB05) dan diberi tanggal dan tandatangan. Kemudian hasil pemeriksaan dicatatpada register laboratorium (TB04). Dan formulir Permohonan Laboratorium (TB05) dikembalikan kepada dokter atau UPK yang mengirim (Depkes RI, 2006).

2.11 Penyimpanan Sediaan

Sediaan yang telah diperiksa dibersihkan minyak imersi dengan hati-hati menggunakan ujung kertas tissue yang bersih. Untuk setiap sediaan digunakan satu kertas tissue. Kemudiaan sediaan disimpan dalam kotak sediaan secara berurutan menurut nomor register laboratorium untuk keperluan pemantapan mutu/uji silang (Depkes RI, 2006).

2.12 Kinerja

2.12.1 Pengertian Kerja dan Kinerja

Menurut Gomez (1997) kinerja (Job performance) sering diartikan sebagai penampilan kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk apa yang dikerjakan menghasilkan kerja yang baik. Seseorang harus mempunyai kemampuan, kemauan, usaha serta kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, kemudian setelah ada motivasi dapat menimbulkan kegiatan.

Menurut Moeheriyono (2012) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau

kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan di ukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standart keberhasilan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang telah ditetapkan maka kinerja pada seseorang tidak dapat diketahui keberhasilannya.

Menurut Gomes (1997) kenerja adalah hasil yang dicapai atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu kerja dalam suatu organisasi. untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematis dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.

Menurut Notoatmodjo (1992) kinerja adalah status kemampuan seseorang yang diukur berdasarkan kesesuaian tugas dengan uraian tugas yang diberikan. Guilbert (1977) berpendapat bahwa kinerja adalah sesuatu yang dapat diselesaikan oleh seseorang seuai dengan bidang dan fungsinya yang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah sebagian hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktifitas kerja. Informasi tantang prestasi kerja diperoleh berdasarkan penilaian prestasi kerja (performence appraisal). Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat sifat individu. Kinerja

individu pada dasarnya di pengaruhi oleh : harapan mengenai imbalan, dorongan (motivasi), kemampuan, kebutuhan, persepsi terhadap tugas (Moeheriyono, 2012). 2.12.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan tekhnik paling tua yang digunakan menajement untuk meningkatkan kinerja. Kinerja masalalu dapat dipakai sebagai unpan balik untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, pengembangan kemampuan diri dan meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi dalam mengevaluasi kerja para karyawan dalam waktu tertentu. Pemberian gaji, promosi, pemberhentian dan pelatihan merupakan pengaruh dari penilaian kinerja (Simamora, 2004).

Menurut Stoner (1982) penilaian kinerja adalah serangkaian proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap kinerja karyawan yang dipekerjakan.Dalam melakukan identifikasi dan mengukur kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan yang dilihat dari kualitas output, kuantitas output, waktu, kehadiran ditempat kerja dan sikap, untuk itu diperlukan indikator dan deskripsi terhadap pekerjaan.

2.12.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Evaluasi dan pengembangan adalah tujuan utama dari sistem penilaian kinerja. Bila ditinjau dari segi waktu, metoda, peran atasan dan bawahan maka kedua tujuan ini tidaklah sama (Simamora, 2004).

1. Evaluasi

Evaluasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar atau target yang dirunding secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan. Sasaran serta standar yang ditetapkan saat perencanaan kinerja ditulis atau di ukur secara objektif.Kelebihan teknik ini adalah mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan unit kerja, mengurangi kemungkinan terjadinya ketidaksepakatan selama pertemuan evaluasi (kalau standart dan sasaran ditulis dengan baik selama proses perencanaan kinerja).

Kekurangan tekhnik ini adalah memakan waktu yang lama. Tujuan berbasis evaluasi reguler terhadap kinerja anggota organisasi penting dilakukan untuk menilai apakah seseorang kompeten atau tidak, efektif atau tidak, dipromosi atau tidak dan seterusnya berpijak pada informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja. Eveluasi juga dapat mempengaruhi motivasi kerja, imbalan dan kinerja dimasa akan datang dari anggota organisasi (Simamora, 2004).

2. Pengembangan

Informasi hasil penilaian dimanfaatkan untuk mempermudah pengembangan pribadi anggota organisasi. Kelebihan dan kekurangan karyawan dapat dilihat dari sistem penilaian yang sehat. Informasi ini juga dipergunakan untuk umpan balik sebagai koreksi diri untuk semua unsur, sehingga diharapkan kedepan terjadi

Dokumen terkait