• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan penelitian ini, yaitu :

1. Donny Darmawan, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Mengelolah Sampah Dalam Program Surabaya Green And Clean 2008 Di Kelurahan Kali Rungkut Surabaya, skripsi 2008. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan memperhatikan fenomena awalnya sangat sulit mengajak warga mau memilah sampah karena warga sudah bayar iuran sampah. Tapi, melalui pertemuan demi pertemuan, warga mulai memahami pentingnya mempunyai sistem pengolahan sampah yang baik. Meski sudah konsensus, tak mudah menjalankannya. Pernah, seorang penggiat sistem pengolahan sampah tersebut dipukul warga sendiri. Gara-garanya, ada seorang warga yang bersikeras tak mau memilah sampahnya. Otomatis, sampahnya pun tak pernah diangkut. Marah, warga tersebut mendatangi salah seorang penggiat sampah, kemudian memukulnya. Tapi, sampahnya tetap tidak kami angkut. Demi sebuah konsensus. Kalau dipukul, terus kami angkut, tentu menjadi contoh buruk bagi warga lain. Tujuan dari penelitian Pemberdayaan Masyarakat

Melalui Pelatihan Mengelolah Sampah Di Kelurahan Kali Rungkut Surabaya adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan bagaimana pelatih memberikan pelatihan pengelolahan sampah, mengetahui metode pelatihan yang diberikan kepada masyarakat, dan mengetahui prinsip-prisip pelatihan yang diterapkan Dalam Program Surabaya Green And Clean 2008 di Kelurahan Kali Rungkut Surabaya Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Mengelolah Sampah Dalam Program Surabaya Green And Clean 2008 Di Kelurahan Kali Rungkut Surabaya. Fokus pertama, Bagaimana pelatih memberikan pelatihan pengelolahan sampah. Fokus kedua, Metode pelatihan yang dipergunakan selama pelatihan. Fokus ketiga Prinsip-prinsip pelatihan, jadi bagaimana partisipasi, pendalaman, relevansi, pengalihan, umpan balik dan memperhatikan suasana nyaman. Hasil dari penelitian di Kelurahan Kali Rungkut dalam hal ini Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan mengelolah sampah yang dilihat dari bagaimana pelatih memberikan pelatihan pengelolahan sampah, metode pelatihan yang dipergunakan dan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam pelatihan masih ada beberapa kekurangan.

2. Anggi Novian Pratama, Progam pelatihan ketrampilan berbasis masyarakat dinas tenaga kerja sebagai upaya pemberdayaan masyarakat di kota Surabaya (studi tentang pelatihan otomotif).Penelitian ini dilatar belakangi dengan memperhatikan fenomena besarnya angka pengangguran

di Surabaya hal ini dilatar belakangi kurangnya kemampuaan atau skill yang dimiliki masyarakat untuk penyerapan tenaga kerja Perumusan masalah yang digunakan adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat Dinas Tenaga Kerja Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Di Kota Surabaya”. Sesuai dengan masalah tersebut maka dapat diketahui Tujuan dari penelitian Progam Pelatihan Ketrampilan Berbasis Masyarakat Dinas Tenaga Kerja Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Kota Surabaya adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan bagaimana Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat tentang pelatihan otomotifMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang memiliki satu variabel yaituProgram Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat tentang pelatihan otomotif. Fokus penelitian ini antara lain peserta pelatihan, tenaga pelatih (instruktur), sarana dan prasarana pelatihan, metode pelatihan, dan materi pelatihan. Hasil penelitian ini sesuai fokus penelitian yang telah ditetapkan,dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat di Dinas Tenaga Kerja tentang pelatihan otomotif untuk peserta pelatihan adalah warga berKTP surabaya yang sedang menganggur berpendidikan SMA sederajat, umur 18-30 tahun setelah dimana peserta memperoleh pengalaman baru berupa penambahan skill atau ketrampilan. Pelatih atau instruktur yang memberikan pelatihan dalam program otomotif sepeda motor dinilai cukup berhasil untuk dapat memberikan pelatihan otomotif

sepeda motor, Sarana dan prasarana yang disediakan dalam progam pelatihan otomotif ini terbilang cukup, mulai dari alat tulis sampai alat-alat yang diperlukan pada waktu pelaksanaan praktek maupun saat pemberian teori, metode pelatihan yang diberikan berupa praktek dan teori, Materi pelatihan yang disampaikan dalam progam pelatihan otomotif meliputi komponen-kompnen sepeda motor.Kesimpulan dari Program Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakattentang pelatihan otomotif ini peserta memperoleh pengalaman baru berupa penambahan skill atau ketrampilan dengan demikian masyarakat sudah berdaya dalam bentuk skill.

3. Stefanus Stanis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur Sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini mengalami degradasi sebagai akibat dariperilaku pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Pemanfaatan cenderung bersifatdestruktif dan merusak, serta tidak mempertimbangkan aspek konservasi dan keberlanjutansumberdaya. Masyarakat memegang peranan penting, karena itu pengelolaan dengan berbasispemberdayaan sumberdaya lokal. Tradisi dan hukum adat yang mempunyai kaitan danbermanfaat terhadap upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten LembataPropinsi Nusa Tenggara Timur.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif denganteknik pengambilan sampel secara purposive pada narasumber dan tokoh-tokoh kunci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi lestari penangkapan 12.813 ton/thndan rata-rata produksi

penangkapan selama lima tahun untuk ikan pelagis sebesar 91,56%dan ikan pelagis sebsar 40,92%, serta tingkat pemanfaatan baru mencapai 19,88%. Potensi dan luas areal budidaya sebesar 886 Ha, dengan tingkat pemanfaatan 180 Ha (20,32%). Nilai kearifan lokal yang mempunyai peranan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah Badu, Muro, Kolo

Umen Bale Lamaq, Poan Kemer Puru Larang, Toto, Bito Berue, Lepa Nua Dewe, Bruhu Bito dan Leffa Nuang. Ketaatan masyarakat terhadap nilai

kearifan lokal sangat tinggi, karena mereka memiliki kesadaran dan persepsi bahwa eksistensi kehidupan mereka tidak terlepas dengan eksistensi kehidupan makhluk lainnya dalam kebersamaan di bumi yang satu dan sama ini.

2.2 Landasan teori

2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat

Masalah kemiskinan di perkotaan saat ini menjadi prioritas utama pembangunan pemerintah, program pemberdayaan tentang kemiskinan selama ini cenderung menjadikan masyarakat sebagai obyek, tetapi akhir-akhir ini konsep tersebut di ubah dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek, dengan kata lain masyarakat diberdayakan dengan segala potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang sekarang ini dikenal dengan konsep pemberdayaan masyarakat.

2.2.1.1Pengertian Pemberdayaan

Pengertian pemberdayaan masyarakat menurut Suharto (2006 : 58) pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpatisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengarui terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga serta mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan menurut Rappaport (1984) dalam Suharto (2006 : 59) adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.

Sedangkan menurut Hulme dan Turner (1990 : 62) dalam Prijono bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses terjadinya perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk mampu mengusai kehidupan.

2.2.1.2Tahapan Pemberdayaan.

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 2-6) ada tiga tahapan dalam pemberdayaan yaitu :

1. Penyadaran

Adalah pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai “sesuatu”.

2. Pengkapasitasan

Pengkapasitasan ini disebut capacity building atau dalam bahasa yang lebih sederhana yaitu memampukan atau enabling. Pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu mapun kelompok yaitu dengan training (pelatihan), workshop (loka latih), seminar,dan sejenisnya.

3. Pemberian daya

Pemberian daya ini disebut empowerment, pada tahap ini target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.

2.2.1.3Tujuan Pemberdayaan

Menurut Sumodiningrat dalam Onny (1995 : 101) menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki tujuan kemanusiaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin dengan jalan sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal/setempat dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

2) Merumuskan kegiatan untuk mencapai sasaran. 3) Menyiapkan dana dan kondisi.

4) Memobilisir sumber daya setempat atau dari luar untuk kegiatan pembangunan setempat.

Menurut Sumodiningrat, dalam Mashoed (2004 : 40) mengatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan adalah :

1) Bantuan dana sebagai modal usaha

2) Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan sosial ekonomi rakyat

3) Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi dan jasa masyarakat

4) Pelatihan bagi aparat dan masyarakat

5) Penguatan kelembagaan sosial ekonomi rakyat.

Menurut Ife dalam Suharto (2006 : 58) pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

2.2.1.4 Str ategi Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu prasyarat bagi pengembangan pemberdayaan rakyat adalah perlunya kondisi keterbukaan yang lebih besar dalam masyarakat. Peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat menurut Onny (1995 : 106) antara lain dapat di rumuskan melalui pendidikan kemandirian dengan berperan sebagai berikut :

1. Fasilitator dan katalisator, yaitu melalui para pembina yang tinggal di tengah-tengah kelompok menyertai proses perkembangan masyarakat, membantu memecahkan masalah dan ikut menentukan alternatif pemecahan.

2. Pelatih dan pendidik, yaitu mencarikan dan menyalurkan informasi dan pengalaman dari luar ke dalam kelompok melalui berbagai metode belajar mengajar.

3. Pemupukan Modal antara lain dengan mendorong upaya-upaya penghematan, menabung, dan usaha produktif.

4. Penyelenggaraan proyek-proyek stimulant dalam meningkatkan kemandirian kelompok-kelompok swadaya seperti proyek teknologi tepat guna, produksi dan pemasaran.

Dengan mengacu pada strategi yang dikemukakan oleh Korten, Elliott dan Brodhead dalam Onny (1995 : 103) memberdayakan masyarakat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut :

1) Pendekatan Kemanusiaan, tujuan pendekatan ini adalah membantu secara spontan dan sukarela kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan bantuan karena terkena musibah, atau kurang beruntung. Pendekatan ini dilakukan oleh lembaga penyandang dana seperti Yayasan Dana Gotong- Royong.

2) Pendekatan Pengembangan Masyarakat, bertujuan

mengembangkan, memandirikan, dan menswadayakan masyarakat seperti Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS) yang merintis pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang kemudian menjadi salah satu program pemerintah.

3) Pendekatan Pemberdayaan Rakyat, bertujuan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap

kekuatan-kekuatan penekanan di segala bidang dan sektor kehidupan.

Menurut Kartasasmita dalam Onny (1995 : 105), untuk meraih keberhasilan dalam proses pemberdayaan masyarakat tersebut, diupayakan langkah pemberdayaan masyarakat :

1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan potensi yang dimiliki untuk mengembangkan usahanya.

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dengan diadakannya program untuk menggali potensi yang ada dalam masyarakat.

3) Pemberdayaan mengandung pula arti melindungi (protecting) dengan adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi masyarakat yang lemah.

Hal-hal yang berkaitan dengan strategi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1) Enabling

Adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat terus berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan artinya tidak ada

masyarakat yang sama sekali tanpa daya karena sudah punah, pemberdayaan adalah untuk membangun daya. Itu yang mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan

potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya. 2) Empowering

Adalah memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam kaitan ini diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu diperlukan program, khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program yang umum, yang berlaku untuk semua tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

3) Protecting

Adalah mengandung arti pula melindungi dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya menghadapi yang kuat. Oleh karena itu dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya, dalam rangka ini adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi golongan yang lemah sangat diperlukan,

melindungi harus dilihat sebagi upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada pada berbagai program pemberian, karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri dan hasilnya dapat di pertukarkan dengan pihak lain.

Menurut Suharto (2006 : 66) pemberdayaan dapat dilakukan dengan tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting) yaitu :

1. Aras Mikro

Pemberdayaan dilakukan melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.

2. Aras Mezzo

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar

memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang

3. Aras Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (largesystem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas.

2.2.1.5 Pendekatan

Menurut Suharto (2006 : 67) pelaksanaan proses pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui beberapa pendekatan yaitu: 1. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan : memperkuat pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis

diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

2.2.1.6 Upaya Pemberdayaan

Menurut Mashoed (2004 : 44), dilihat dari profil kemiskinan (proverty profile) masyarakat, terdapat beberapa masalah kemiskinan yang menjadi perhatian, diantaranya :

1) Masalah kemiskinan tidak hanya masalah kesejahteraan (welfare) akan tetapi juga masalah kerentenan. Disini berarti bahwa penanganan terhadap masalah kemiskinan masyarakat disamping diarahkan untuk manangani masalah kesejahteraan dengan memberikan sejumlah program peningkatan kesejahteraan, juga diarahkan untuk kemandirian masyarakat.

2) Masalah kemiskinan adalah masalah ketidakberdayaan (powerlessness) karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, tidak mendapat kesempatan untuk ikut menentukan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

3) Masalah kemiskinan adalah masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap peluang kerja, karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat kualitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan kerja.

4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses masyarakat pada pasar lantaran aksesibilitas yang rendah dan karena kondisi alam yang miskin.

5) Masalah kemiskinan yang teridentifikasi karena penghasilan masyarakat sebagian besar dihabiskan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas, sehingga produktifitas mereka menjadi rendah.

Masalah kemiskinan juga ditandai dengan tingginya depency

ratio karena besarnya anggota keluarga sehingga berpengaruh terhadap

kemampuan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Akibatnya kualitas sumber daya manusianya menjadi rendah.

2.3 Pengertian Pelatihan

Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 199) merupakan suatu proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yuang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak.

Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk mentranfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut Samsudin (2006 : 110) pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang yang dilakukan. Praktis dan segera berarti yang sudah dilatih dapat dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat (pendek).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah upaya untuk membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan, sehingga para peserta dapat menerima dan melakukan pelatihan pada saat melakukan pekerjaan.

2.3.1 Peserta pelatihan

Menurut Hamalik (2001 : 35) Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain :

1. Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian.

2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.

3. Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaa.

4. Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya. 5. Pribadi, menyangkut aspek moral, moril dan sifat-sifat yang

diperlukan untuk pekerjaan tersebut.

6. Intelektual, tingkat berpikir, dan pengetahuan, diketahui melalui tes seleksi.

2.3.2 Pelatih (Instr uktur)

Pelatih atau instruktur menurut Hasibuan (2007 : 73) yaitu seseorang atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan.

Menurut Hamalik (2001 : 35) pelatih-pelatih memegang peran penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu dipilih pelatih yang ahli, yang berkualifikasi profesional.

Beberapa syarat sebagai pertimbangan adalah :

1. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam bidang spesialisasi tertentu .

2. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai pelatih.

3. Pelatih berasal dari dalam lingkungan organisasi/lembaga sendiri lebih baik dibandingkan dengan dari luar.

4. Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil. Menurut Hasibuan (2007 : 73) pelatih yang akan melaksanakan pengembangan (development = training education) adalah pelatih internal, eksternal, serta gabungan internal dan eksternal.

a. Pelatih internal adalah seseorang atau sesuatu tim pelatih yang ditugaskan dari perusahaan memberikan latihan atau pendidikan kepada karyawan.

b. Pelatih eksternal adalah seseorang atau suatu tim pelatih dari luar perusahaan diminta untuk memberikan pengembangan kepada karyawan, baik pelatihnya didatangkan atau karyawannya ditugaskan untuk mengikuti lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan.

c. Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim gabungan pelatih internal dan eksternal yang memberikan pengembangan kepada para karyawan. Cara ini paling baik karena dasar teotitis dan praktisnya untuk melakukan pekerjaan akan lebih mantap.

Pengembangan yang ditangani tim internal dan eksternal akan lebih baik karena pelatih akan saling isi-mengisi dalam memberikan pengembangan kepada karyawan.

2.3.3 Lamanya Pelatihan

Menurut Hamalik (2001 : 35) lamanya masa pelaksanaan pelatihan berdasarkan perimbangan tentang :

1. Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih banyak dan lebih tinggi bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan.

2. Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar tentu memerlukan waktu pelatihan yang lebih lama.

3. Media pengajaran, yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran, yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut.

2.3.4 Bahan Latihan

Menurut Hamalik (2001 : 36) bahan latihan seyogianya disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari oleh para peserta. Penulisan bahan dalam bentuk buku paket materi pelatihan hendaknya memperhatikan faktor-faktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta latihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan, dan lamanya pelatihan. Cara penulisannya agar disesuaikan dengan pedoman/petunjuk penulisan

karya ilmiah yang berlaku. Untuk melengkapi bahan pelatihan sebaiknya disediakan sejumlah referensi terpilih yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan.

2.3.5 Bentuk Latihan.

Menurut Hamalik (2001 : 36) bentuk-bentuk pelatihan yang digunakan untuk mengembangkan kemapuan ketenagakerjaan antara lain:

1. Belajar sambil bekerja (learning on the job)

2. Belajar melalui observasi (asisten yang diperbantukan) 3. Tugas khusus

4. Kuliah (lectures)

5. Pemecahan masalah (problem solving) 6. Latihan (coaching)

7. Penyuluhan (counceling)

8. Bacaan-bacaan khusus yang direncanakan 9. Kursus studi (studi course)

10.Konferensi dan seminar

11.Pengajaran dengan mesin (teaching machine) 12.Permainan bisnis (business game)

13.Kepanitiaan (committee) 14.Team kedua (second team)

15.Dewan komisaris yunior (junior board of directors) 16.Pertemuan-pertemuan khusus

17.Rotasi jabatan

18.Penggunaan jabatan-jabatan strategik

19.Program pengembangan manajemen oleh perguruan tingggi 20.Satuan-satuan tugas (task force)

21.Form system (penempatan calon pada cabang-cabang organisasi/lembaga)

22.Disentralisasi struktur organisasi

23.Keanggotaan dalam asosiasi profesional 24.Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan 2.3.6 Kualitas Pelatihan.

Kualitas pelatihan pada saat di implementasikan di lapangan di pengaruhi oleh beberapa hal termasuk fasilitas kelas, kreatifitas instruktur. Agar implementasi ini berjalan lancar ada baiknya memperhatikan saran yang diberikan Keller dalam Irawan (2003 : 107) yang disebut sebagai ARCS (Attention, Relevance, Confidence dan Satisfaction).

a. Attention (perhatian)

Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang secara fisik maupun emosional dan intelektual menarik perhatian para siswa yang menghadirinya. Karena itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Instruktur menggunakan media atau alat bantu mengajar yang memudahkan siswa memahami apa yang tengah jelaskan.

2. Instruktur memberikan banyak contoh-contoh konkret untuk memperjelas teori-teori yang sedang dibahas.

3. Instruktur harus menujukkan secara tegas dan jelas bahwa dirinya sendiri juga menaruh perhatian besar terhadap ilmu yang sedang diajarkannya kepada siswa.

b. Relevance (Relevansi)

Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang menurut siswa relevan (terkait) dengan apa yang telah atau akan dipelajari siswa, dan terutama relevan dengan tugas dan pekerjaan sehari-hari

Dokumen terkait