(Di Kelur ahan Kedung Bar uk, Kecamatan Rungkut, Kota Sur abaya)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Per syar atan Memperoleh Gelar Sar jana Ilmu Administr asi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awaTimur
Oleh :
IVA ASFIANA NPM. 0841010036
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul PEMBERDAYAAN KOMUNITAS WANITA PESISIR YANG TERGABUNG
DALAM “KOPERASI KAMPUNG UNGGULAN MANGROVE” (Di
Kelur ahan Kedung Bar uk, Kecamatan Rungkut, Kota Sur abaya)
Dalam penulisan skripsi ini dibuat guna memenuhi persyaratan sesuai dengan kurikulum yang ada pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar dan tidak akan terwujud tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Sri Wibawani, Msi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga terselesainnya skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Susi Harjati, MAP, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Drs. Lulut Sri Yuliani,MM, selaku Kepala Koperasi Kampung Unggulan Mangrove Kota Surabaya.
6. Doa restu Orangtua Bp.Sardjono, Almh.Hj. Zuliasih, saudara-saudaraku yang selalu memberikan motivasi dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini guna mendapatkan gelar sarjana.
7. Teman - temanku yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dan semua mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Administrasi Publik, banyak terima kasih atas bantuannya.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman tentang Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung Dalam “Koperasi Kampung Unggulan Mangrove” (Di Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya)serta menambah pengetahuan bagi pembaca.
Surabaya, 16 Januari 2015
HALAMAN J UDUL ... i
LEMBAR PERSETUJ UAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR REVISI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAKSI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 11
1.3.Tujuan Penelitian ... 11
1.4.Manfaat Penelitian ... 12
BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 13
2.1. Penelitian Terdahulu ... 13
2.2. Landasan Teori ... 17
2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat ... 17
2.2.1.1. Pengertian Pemberdayaan ... 18
2.2.1.2. Tahapan Pemberdayaan ... 18
2.2.1.3. Tujuan Pemberdayaan ... 19
2.2.1.4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 20
2.2.1.5. Pendekatan ... 25
2.2.1.6. Upaya Pemberdayaan ... 26
2.3. Pengertian Pelatihan ... 28
2.3.5. Bentuk Latihan ... 32
2.3.6. Kualitas Pelatihan ... 33
2.3.7. Prinsip-prinsip Pelatihan ... 36
2.3.8. Metode Pelatihan ... 40
2.3.9. Pendekatan Pelatihan ... 44
2.4. Masyarakat ... 44
2.4.1. Syarat Timbulnya Masyarakat ... 45
2.4.2. Kriteria Masyarakat ... 45
2.4.3. Faktor-faktor Bermasyarakat ... 46
2.4.4. Tipe-tipe Masyarakat Setempat ... 47
2.5. Sistem Manajemen Lima Jari-Jari Dalam Membangun UKM Mandiri Berbasis Lingkungan Guna Konservasi Hutan Mangrove di Indonesia ... 48
2.5.1. Komponen Menajemen Lima Jari-Jari ... 48
2.5.2. Produk Ungulan Inovasi Keragaman Hayati Dan Kultur Budaya Setempat ... 48
2.5.3. Manajemen ... 49
2.5.4. Jaringan Pemasaran Dan Publikasi Yang Benar ... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 66
4.1.1. Profil Koperasi Kampong Unggulan Mangrove ... 66
4.1.2. Visi Dan Misi Koperasi Kampong Mangrove ... 68
4.1.3. Persyaratan Calon Anggota Koperasi Kampong Unggulan Mangrove ... 69
4.1.4. Deskripsi Kebutuhan Anggota ... 69
4.1.5. Prinsip Program ... 69
4.1.6. Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial ... 70
4.1.7. Tujuan Koperasi Kampung Unggulan Mangrove ... 70
4.1.8. Struktur Organisasi Koperasi Kampung Unggulan Mangrove ... 70
4.1.9. Anggota Koperasi Kampung Unggulan Mangrove ... 71
4.2. Hasil Penelitian ... 72
4.3.2. Pelatihan Keterampilan ... 110
xiii
Dalam memberdayakan komunitas wanita pesisir melalui pelatihan ketrampilan olahan mangrove. Koprerasi kampung unggulan mangrove berharap dapat lebih berkerja sama dengan lembaga lain dan terutama dapat menularkan ilmu berbudidaya mangrove dan memanfaatkan mangrove sebagai bahan olahan dan batik kepada masyarakat lain sehingga tujuan dari kampung unggulan olahan mangrove ini berdiri yaitu Mensejahterakan masyarakat sekitar dapat tercapai.
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan maksud ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam mengenai Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung Dalam Koperasi Kampung Unggulan Mangrove Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.. Adapun Penelitian ini dengan fokus yang pertama adalah Simpan Pinjam yang didalamnya terdapat simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela dan pinjaman. Fokus kedua adalah Pelatihan Keterampilan dengan membentuk individu menjadi mandiri dan termotivasi untuk maju. Fokus ketiga adalah Pemasaran dengan memberikan wadah bagi masyarakat yang aktif dalam pelatihan dan memasarkan hasil kerajinan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data dalam Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif. Keabsahan data pada penelitian ini meliputi Derajat Kepercayaan (Credibility), Keteralihan (Transferability), Kebergantungan (Dependability), Kepastian (Conformability).
Hasil penelitian ini adalah. Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung Dalam Koperasi Kampung Unggulan Mangrove Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. 1). Simpan Pinjam yang didalamnya terdapat simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela dan pinjaman. Dimana koperasi tetap berjalan selama masih ada anggota yang masih bergantung tapi sebisa mungkin koperasi akan mendidik anggotanya supaya tidak tergantung di koperasi simpan pinjam. 2). Pelatihan Keterampilan dengan membentuk individu menjadi mandiri dan juga memberikan pelatihan kepada anggota untuk mendaur ulang tumbuhan mangrove menjadi keterampilan yang bernilai dan termotivasi untuk maju setelah mengikuti program pemberdayaan. 3). Pemasaran dengan memberikan wadah bagi masyarakat yang aktif dalam pelatihan dan memasarkan hasil kerajinan yang diambil dari semua anggota binaan dalam pameran maupun gallery. Membentuk komunitas wanita pesisir individu menjadi mandiri dan termotivasi untuk maju setelah mengikuti program pemberdayaan.
1.1Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan lingkungan mempunyai
hubungan timbal balik yang sangat erat. Kemampuan mengolah yang dimiliki
manusia, dimanfaatkan untuk meningkatkan kelebihan maupun
potensi-potensi yang ada di lingkungan sekitarnya, untuk kehidupan mereka.
Keragaman upaya atau cara yang timbul dari usaha manusia untuk
meningkatkan dan memanfaatkan potensi alam di sekitarnya, tak lain dan tak
bukan adalah sebuah usaha sistematis guna meningkatkan kesejahteraan.
Bentang alam Surabaya masih menyisakan ruang terbuka hijau di
kawasan pesisir timur, tepatnya di Wonorejo kecamatan Rungkut. Potensi
tersebut berupa kawasan hutan mangrove dan lahan pertambakan yang
menjadi sumber mata pencaharian bagi petambak, nelayan, pencari kepiting
dan dewasa ini ditingkatkan nilai prekonomiannya karena mengingat fungsi
ekologis hutan mangrove sangat penting dan tidak bisa digantikan dengan apa
pun, maka perlu dilakukan upaya untuk mewujudkan kondisi ideal hutan
mangrove, baik ditinjau dari aspek zonasi, kerapatan maupun ketebalan.
Ketebalan hutan mangrove adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan
kearah darat (pasal 27 Kepres 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan
lindung). antara lain sebagai tujuan alternative wisata alam masyarakat
Surabaya, dan usaha pengolahan hasil dari tumbuhan mangrove.
Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai wilayah tropis
yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak
yang mampu tumbuh di perairan asin (Nybakken, 1993). Bengen (2004)
mendefinisikan mangrove sebagai suatu komunitas vegetasi pantai tropis dan
subtropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh
dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Tumbuhan
mangrove sebagaimana tumbuhan lainnya mengkonversi cahaya matahari dan
zat hara menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses
fotosintesis. Mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam berbagai
bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda dengan
ekosistem pesisir lainnya,
Hutan mangrove tumbuh di zona pantai yang berlumpur yang secara
teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi
tidak dipengaruhi oleh iklim. Hutan mangrove mempunyai fungsi ekonomis
dan fungsi ekologis. Salah satu fungsi ekologis adalah mencegah terjadinya
abrasi pantai dan sumberdaya yang paling banyak menghasilkan nutrien bagi
ekosistem dan beberapa biota, tempat berasosiasi berbagai organisme seperti
udang, kerang, kepiting dan lain-lain. Sedangkan fungsi ekonomisnya sebagai
getah-yaitu sebagai lahan eksploitasi, tambak udang, pariwisata dan sebagai daerah
indusri
Meskipun Kedung Baruk terletak di pinggiran kota metropolitan,
namun masyarakat di kelurahan ini mampu mengoptimalkan potensi dan
kelebihan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Seperti halnya dalam
pengembangan atau pembangunan daerah setempat, masyarakat di kelurahan
Kedung Baruk mampu berupaya mengolah dan memanfaatkan hasil hutan
bakau untuk dikembangkan menuju sektor hilir atau pasca panen, guna
meningkatkan nilai tambah produk.
Faktor pendorong untuk pengembangan potensi di wilayah Kelurahan
Kedung Baruk adalah keanekaragaman jenis tanaman penyusun hutan bakau,
didukung dengan kreatifitas yang diturunkan oleh para pendahulu mereka
dalam mengolah hasil hutan untuk ditingkatkan nilai tambahnya, menjadi
produk yang berkualitas.
Memandang Kelurahan Kedung Baruk dengan potensi pengolahan
produk hasil hutan bakau di kawasan Mangrove, sebagai basis potensial
kegiatan ekonomi haruslah menjadi paradigma baru dalam program
pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Perubahan kondisi
internal dan ekternal yang terjadi menuntut kebijakan yang tepat dan matang
dari para pembuat kebijakan dalam upaya pengembangan potensi wilayah
Kelurahan Kedung Baruk. Sudah saatnya menjadikan kelurahan Kedung
sebagai motor utama penggerak roda perekonomian melalui sektor home
industry.
Banyaknya kerusakan yang di sebabkan oleh manusia mengakibatkan
hutan mangrove telah banyak beralih fungsi yaitu di antaranya keinginan
manusia untuk mengkonversi areal hutan bakau (mangrove) menjadi areal
pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial dan industri, selain
itu juga meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu menyebabkan
eksploitasi berlebihan terhadap hutan bakau (mangrove) pengambilan kayu
yang membabi buta, pembukaan tambak-tambak untuk budidaya perairan,
permasalahan ini banyak di hadapi sebagian besar wilayah pesisir pantai
khususnya di daerah Wonorejo ini di muat dalam berita berikut ini :
untuk menjaga ekosistem hutan mangrove yang sudah mulai rusak. Apabila limbah organik mangrove dimanfaatkan sebagai sasaran penghasilan tambahan mereka, maka dengan sendirinya akan timbul rasa memiliki terhadap hutan tersebut dan fungsi utama hutan mangrove dalam ekosistem secara tidak langsung juga akan berjalan dengan baik. (sumber : www.surabayapagi.com tanggal 04 April 2014).
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan kawasan hutan
mangrove di Kota Pahlawan terus menyusut seiring keluarnya izin dari
pemerintah pusat untuk kepentingan pembangunan. "Kita akan membeli 2.500
hektare lahan untuk menambah luasan konservasi. Tapi mayoritas lahan itu
dikuasai pengembang dan masyarakat,"kata Tri Rismaharini disela-sela
workshop konservasi bakau internasional di Surabaya, Senin. Menurut dia,
luas kawasan mangrove di Surabaya sebelum tahun 1985 pernah mencapai
3.300 hektare, namun sejak tahun 1985, kawasan tersebut susut seiring
keluarnya izin dari pemerintah pusat untuk kepentingan pembangunan. Tahun
1990, lanjut dia, pemkot memasukan kawasan mangrove dalam masterplan
untuk kembali dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kendati demikian,
kendala tetap saja ada karena pada tahun 2005, pemerintah pusat lagi-lagi
menjadikan kawasan tersebut sebagai areal terbangun. Menyikapi hal ini,
lanjut dia, mulai tahun 2012 pemkot ngotot untuk menyelamatkan kawasan
tersebut. Terlebih pemkot kini telah memiliki perda tentang mangrove.
(www.antaranews.com)
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan
hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
1. Dengan adanya penjelasan UUD 45 pasal 1 “koperasi berkedudukan
sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dalam system perekonomian nasional”.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi
ekonomi yang berusaha menggerakan potensi sumberdaya ekonomi demi
memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut
terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan
kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin
dan mengikuti prinsip – prinsip koperasi dan kaidah – kaidah ekonomi.
Koperasi kampung unggulan mangrove dibentuk untuk memajukan
perekonomian dan mempersatukan warga di wilayah pesisir dan membentuk
binaan pelatihan dalam pengelolaan tumbuhan mangrove seperti makanan,
minuman, bahan – bahan tekstil, dan lain – lain.
Sebelum koperasi kampung unggulan berdiri Bu Lulut telah membina
para warga khusunya permpuan yang berada atau tinggal di pamurbaya
(Pantai Timur Surabaya). Yang meliputi mulai dari wilayah Gunung Anyar,
wonorejo sampai dengan wilayah kenjeran. Sekali binaan kurang lebih 20
anggota dan dibina 0 – 12 tahun di monitoring dari daerah masing – masing
dan tidak lepas dari binaan sampai mandiri. Program yang di gunakan oleh
Koperasi kampung unggulan mangrove bekerja sama dengan dinas
kementrian hasil dari keterampilan tidak di jual bebas atau umum namun di
jual melalui tamu yang berkunjung atau dinas kementrian.
Lantaran ingin mempertahankan kelestarian hutan bakau di Rungkut,
Surabaya, komunitas wanita pesisir yang di ketuai oleh Lulut Sri Yuliani
menciptakan batik mangrove. Batik ini menggunakan pewarna alami dari
olahan limbah bakau. Tak hanya berkecimpung di kerajinan batik, dia juga
mengembangkan berbagai usaha kecil berdasarkan potensi yang dimiliki suatu
daerah di seluruh Indonesia. Selama ini, tanaman bakau yang terdapat di
kawasan Rungkut menjadi salah satu bahan baku bagi beragam usaha kecil
yang ada di Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut, Surabaya, antara lain,
digunakan sebagai ragi dan pembungkus tempe, bahan pembuat kerupuk,
sirup, dan pewarna batik. Pohon bakau memang tidak langsung memproduksi
pewarna batik, melainkan dari limbah usaha kecil yang mengolah tanaman ini.
Warna-warna yang dihasilkan limbah bakau antara lain hitam, coklat, merah,
biru, ungu dan hijau. Beragam warna inilah yang kemudian menginspirasi
Lulut Sri Yuliani untuk membuat batik mangrove (bakau) pada tahun 2007. Ia
pun menyematkan nama Batik Seru pada batik mangrove buatannya. Baru dua
tahun kemudian, wanita yang pernah menjadi pengajar ini mulai
mensosialisasikan batik mangrove di Kecamatan Rungkut. Ia mengajak
ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya turut serta membatik dengan menggunakan
pembatik di Kecamatan Rungkut. Mereka mengerjakan batik ini di rumah
masing-masing, dan pewarnaan berpusat di Wisma Kedung Asem Indah.
Saat ini, kurang lebih ada sekitar 100 pakem batik yang dipakai perajin.
Para pembatik juga bisa mengembangkan atau mengombinasikan
pakem-pakem itu. Lulut bilang, satu desain batik tak boleh dibuat hingga dua kali.
Alhasil, batik mangrove benar-benar eksklusif karena setiap desain hanya
dijual kepada satu orang. Bahkan, Lulut juga menyiapkan sertifikat yang
menulis nama pemilik serta motif kain batik itu. Selain memanfaatkan bakau
sebagai pewarna batik, Lulut menggunakan bagian dari bakau sebagai sabun
untuk mencuci batik mangrove. Maklum, batik ini tidak bisa dicuci dengan
deterjen biasa yang lebih keras. Rumah Batik Seru memiliki kapasitas
produksi hingga 150 helai batik tulis dan 50 lembar batik kombinasi per bulan.
Lulut mematok harga jual batik kombinasi Rp 100.000-Rp 200.000.
Sedangkan harga batik tulis antara Rp 300.000 hingga Rp 1 juta per lembar
kain. Saat ini, Batik Seru baru membidik pasar kalangan menengah ke atas.
Namun, lanjut Luluk, bila sudah memiliki batik cap, Batik Seru juga
akan mengembangkan ke pasar kelas menengah bawah. Tak hanya berbentuk
kain, rencananya usaha ini juga akan memproduksi baju-baju batik untuk
pasar kelas tersebut. Meski baru menyasar segmen tertentu, penjualan batik
mangrove sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Bahkan ada pembeli yang
berasal dari Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Australia. Biasanya, para
omzet antara Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per bulan. "Uang hasil penjualan
ini digunakan untuk membuka usaha baru, gaji karyawan, dan penanaman
bakau," imbuhnya. Memang, ada alokasi dana sendiri untuk penanaman
bakau. Dari setiap lembar kain batik mangrove yang terjual, Batik Seru akan
menanam satu pohon bakau atas nama pembeli.
Di Surabaya, Batik Seru sudah menanam 1.000 pohon bakau.
Sedangkan di Medan 100 pohon, dan di Jakarta 300 pohon bekerjasama
dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hingga kini, Lulut masih terus
membuka pelatihan gratis untuk ibu-ibu dari keluarga miskin. Dengan
pelatihan gratis ini, dia mengharapkan batik mangrove mampu meningkatkan
taraf hidup keluarga miskin. Selama ini, Lulut memang lebih fokus pada
pemberdayaan perempuan dan keluarga miskin yang ingin maju. Ia juga
menerima karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), tapi
ingin belajar dan berusaha.
"Kami memberikan pengetahuan untuk membangun usaha tanpa modal
dan UKM mandiri berbasis lingkungan," imbuhnya. Pelatihannya ini tak
hanya diberikan untuk masyarakat miskin di sekitar Surabaya. Lulut
melakukan hal yang sama di seluruh Indonesia, seperti di Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sumatra Utara dan Aceh. Di masing-masing daerah itu, dia
menciptakan produk unggulan yang sesuai dengan potensi budaya setempat.
Baik itu berupa kerajinan atau produk makanan serta minuman. Misalnya di
"Sebelumnya, kami melakukan survei budaya dan potensi sekitar terlebih
dahulu, baru membuat resep unggulan, praktek dan buat olahannya,"
Selain itu, Kelurahan Kedung Baruk menjadi kampung unggulan dan
percontohan. Tak hanya batik, Kedung Baruk pun memiliki beberapa olahan
yang lebih berkualitas dengan bahan baku mangrove. Sejak 2009, Lulut
mengembangkan usaha tempe. "Tempe dari sini lebih gurih dan lebih tahan
lama dari pada tempe biasa," ujar perempuan 45 tahun ini. Selain itu, dia
memulai usaha pembuatan sirup dari mangrove sejak tahun ini. Dari sisi
kesehatan, Lulut juga memproduksi rempah-rempah yang berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan sakit mag, dan antiradang.
Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah
menciptakan kemudian mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan terhadap manusia dan keberlanjutan pemanfaatan dan keberadaan
sumberdaya alam (Asdak:2002). Karena yang terjadi pada saat ini adalah
pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebihan telah menyebabkan semakin
berkurangnya sumber daya alam (hutan bakau). Sampai saat ini pengelolaan
sumber daya alam masih belum memberikan nilai yang cukup berarti bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Degradasi sumber daya alam sebagian
besar disebabkan oleh menguatnya krisis persepsi yang bersumber pada
paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan terlalu memanjakan kepentingan
Dalam proses pemberdayaan salah satu faktor yang bisa digunakan
sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya sebuah proses pemberdayaan dapat
dilihat dari dampak atau hasil yang diterima objek yang diberdayakan yaitu
masyarakat di kawasan pesisir untuk membentuk individu menjadi mandiri.
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Berpijak pada kesenjangan diatas, maka penulis memperoleh dasar
alasan dalam menyusun laporan skripsi yang berjudul, Pemberdayaan
Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung Dalam ”Koperasi Kampung
Unggulan Mangrove” (Di Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut,
Surabaya)
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
Bagaimana Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung
Dalam ”Koperasi Kampung Unggulan Mangrove” ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk mendeskripsikan
Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir Yang Tergabung Dalam ”Koperasi
1.4Manfaat Penelitian
1. Bagi Koperasi Kampung Unggulan Mangrove
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan saran bagi Koperasi Kampung Unggulan Mangrove sebagai
bahan penimbangan dalam mengembangkan Pemberdayaan Komunitas
Wanita Pesisir di Kota Surabaya.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Sebagai bahan studi perbandingan bagi mahasiswa yang mengkaji mengenai
topik Pemberdayaan Komunitas Wanita Pesisir di Kota Surabaya serta
menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang lainnya.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dalam mengkaji
pengetahuan atau teori yang diperoleh dibangku perkuliahan progam studi
Ilmu Administrasi Negara serta untuk memahami pelaksanaan sebuah
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan
penelitian ini, yaitu :
1. Donny Darmawan, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan
Mengelolah Sampah Dalam Program Surabaya Green And Clean 2008 Di
Kelurahan Kali Rungkut Surabaya, skripsi 2008. Penelitian ini
dilatarbelakangi dengan memperhatikan fenomena awalnya sangat sulit
mengajak warga mau memilah sampah karena warga sudah bayar iuran
sampah. Tapi, melalui pertemuan demi pertemuan, warga mulai
memahami pentingnya mempunyai sistem pengolahan sampah yang baik.
Meski sudah konsensus, tak mudah menjalankannya. Pernah, seorang
penggiat sistem pengolahan sampah tersebut dipukul warga sendiri.
Gara-garanya, ada seorang warga yang bersikeras tak mau memilah
sampahnya. Otomatis, sampahnya pun tak pernah diangkut. Marah, warga
tersebut mendatangi salah seorang penggiat sampah, kemudian
memukulnya. Tapi, sampahnya tetap tidak kami angkut. Demi sebuah
konsensus. Kalau dipukul, terus kami angkut, tentu menjadi contoh buruk
Melalui Pelatihan Mengelolah Sampah Di Kelurahan Kali Rungkut
Surabaya adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan bagaimana pelatih
memberikan pelatihan pengelolahan sampah, mengetahui metode
pelatihan yang diberikan kepada masyarakat, dan mengetahui
prinsip-prisip pelatihan yang diterapkan Dalam Program Surabaya Green And
Clean 2008 di Kelurahan Kali Rungkut Surabaya Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meneliti tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Mengelolah Sampah Dalam
Program Surabaya Green And Clean 2008 Di Kelurahan Kali Rungkut
Surabaya. Fokus pertama, Bagaimana pelatih memberikan pelatihan
pengelolahan sampah. Fokus kedua, Metode pelatihan yang dipergunakan
selama pelatihan. Fokus ketiga Prinsip-prinsip pelatihan, jadi bagaimana
partisipasi, pendalaman, relevansi, pengalihan, umpan balik dan
memperhatikan suasana nyaman. Hasil dari penelitian di Kelurahan Kali
Rungkut dalam hal ini Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan
mengelolah sampah yang dilihat dari bagaimana pelatih memberikan
pelatihan pengelolahan sampah, metode pelatihan yang dipergunakan dan
prinsip-prinsip yang diterapkan dalam pelatihan masih ada beberapa
kekurangan.
2. Anggi Novian Pratama, Progam pelatihan ketrampilan berbasis
masyarakat dinas tenaga kerja sebagai upaya pemberdayaan masyarakat di
kota Surabaya (studi tentang pelatihan otomotif).Penelitian ini dilatar
di Surabaya hal ini dilatar belakangi kurangnya kemampuaan atau skill
yang dimiliki masyarakat untuk penyerapan tenaga kerja Perumusan
masalah yang digunakan adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program
Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat Dinas Tenaga Kerja Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat Di Kota Surabaya”. Sesuai dengan
masalah tersebut maka dapat diketahui Tujuan dari penelitian Progam
Pelatihan Ketrampilan Berbasis Masyarakat Dinas Tenaga Kerja Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Kota Surabaya adalah untuk
mendeskripsikan pelaksanaan bagaimana Pelaksanaan Program Pelatihan
Keterampilan Berbasis Masyarakat tentang pelatihan otomotifMetode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang
memiliki satu variabel yaituProgram Pelatihan Keterampilan Berbasis
Masyarakat tentang pelatihan otomotif. Fokus penelitian ini antara lain
peserta pelatihan, tenaga pelatih (instruktur), sarana dan prasarana
pelatihan, metode pelatihan, dan materi pelatihan. Hasil penelitian ini
sesuai fokus penelitian yang telah ditetapkan,dapat disimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Berbasis Masyarakat
di Dinas Tenaga Kerja tentang pelatihan otomotif untuk peserta pelatihan
adalah warga berKTP surabaya yang sedang menganggur berpendidikan
SMA sederajat, umur 18-30 tahun setelah dimana peserta memperoleh
pengalaman baru berupa penambahan skill atau ketrampilan. Pelatih atau
instruktur yang memberikan pelatihan dalam program otomotif sepeda
sepeda motor, Sarana dan prasarana yang disediakan dalam progam
pelatihan otomotif ini terbilang cukup, mulai dari alat tulis sampai alat-alat
yang diperlukan pada waktu pelaksanaan praktek maupun saat pemberian
teori, metode pelatihan yang diberikan berupa praktek dan teori, Materi
pelatihan yang disampaikan dalam progam pelatihan otomotif meliputi
komponen-kompnen sepeda motor.Kesimpulan dari Program Pelatihan
Keterampilan Berbasis Masyarakattentang pelatihan otomotif ini peserta
memperoleh pengalaman baru berupa penambahan skill atau ketrampilan
dengan demikian masyarakat sudah berdaya dalam bentuk skill.
3. Stefanus Stanis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Melalui
Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa
Tenggara Timur Sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini mengalami
degradasi sebagai akibat dariperilaku pemanfaatan yang tidak ramah
lingkungan. Pemanfaatan cenderung bersifatdestruktif dan merusak, serta
tidak mempertimbangkan aspek konservasi dan keberlanjutansumberdaya.
Masyarakat memegang peranan penting, karena itu pengelolaan dengan
berbasispemberdayaan sumberdaya lokal. Tradisi dan hukum adat yang
mempunyai kaitan danbermanfaat terhadap upaya pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten LembataPropinsi Nusa
Tenggara Timur.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif denganteknik pengambilan sampel secara purposive
pada narasumber dan tokoh-tokoh kunci. Hasil penelitian menunjukkan
penangkapan selama lima tahun untuk ikan pelagis sebesar 91,56%dan
ikan pelagis sebsar 40,92%, serta tingkat pemanfaatan baru mencapai
19,88%. Potensi dan luas areal budidaya sebesar 886 Ha, dengan tingkat
pemanfaatan 180 Ha (20,32%). Nilai kearifan lokal yang mempunyai
peranan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah Badu, Muro, Kolo
Umen Bale Lamaq, Poan Kemer Puru Larang, Toto, Bito Berue, Lepa Nua
Dewe, Bruhu Bito dan Leffa Nuang. Ketaatan masyarakat terhadap nilai
kearifan lokal sangat tinggi, karena mereka memiliki kesadaran dan
persepsi bahwa eksistensi kehidupan mereka tidak terlepas dengan
eksistensi kehidupan makhluk lainnya dalam kebersamaan di bumi yang
satu dan sama ini.
2.2 Landasan teori
2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat
Masalah kemiskinan di perkotaan saat ini menjadi prioritas utama
pembangunan pemerintah, program pemberdayaan tentang kemiskinan
selama ini cenderung menjadikan masyarakat sebagai obyek, tetapi
akhir-akhir ini konsep tersebut di ubah dengan menjadikan masyarakat sebagai
subyek, dengan kata lain masyarakat diberdayakan dengan segala potensi
yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang
2.2.1.1Pengertian Pemberdayaan
Pengertian pemberdayaan masyarakat menurut Suharto (2006 :
58) pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpatisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengarui terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga serta
mempengaruhi kehidupannya.
Pemberdayaan menurut Rappaport (1984) dalam Suharto (2006 :
59) adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas
mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.
Sedangkan menurut Hulme dan Turner (1990 : 62) dalam Prijono
bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses terjadinya
perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang
tidak berdaya untuk memberikan pengaruh lebih besar di arena politik
secara lokal maupun nasional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
masyarakat adalah suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan
orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk mampu mengusai
kehidupan.
2.2.1.2Tahapan Pemberdayaan.
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 2-6) ada tiga
1. Penyadaran
Adalah pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa
mereka mempunyai “sesuatu”.
2. Pengkapasitasan
Pengkapasitasan ini disebut capacity building atau dalam bahasa
yang lebih sederhana yaitu memampukan atau enabling.
Pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan manusia, baik
dalam konteks individu mapun kelompok yaitu dengan training
(pelatihan), workshop (loka latih), seminar,dan sejenisnya.
3. Pemberian daya
Pemberian daya ini disebut empowerment, pada tahap ini target
diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.
2.2.1.3Tujuan Pemberdayaan
Menurut Sumodiningrat dalam Onny (1995 : 101) menyatakan
bahwa pemberdayaan memiliki tujuan kemanusiaan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin dengan jalan sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal/setempat dengan
tujuan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
2) Merumuskan kegiatan untuk mencapai sasaran.
3) Menyiapkan dana dan kondisi.
4) Memobilisir sumber daya setempat atau dari luar untuk kegiatan
Menurut Sumodiningrat, dalam Mashoed (2004 : 40) mengatakan
bahwa upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat berpartisipasi
dalam pembangunan adalah :
1) Bantuan dana sebagai modal usaha
2) Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan sosial
ekonomi rakyat
3) Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi
dan jasa masyarakat
4) Pelatihan bagi aparat dan masyarakat
5) Penguatan kelembagaan sosial ekonomi rakyat.
Menurut Ife dalam Suharto (2006 : 58) pemberdayaan bertujuan
untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak
beruntung.
2.2.1.4 Str ategi Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu prasyarat bagi pengembangan pemberdayaan rakyat
adalah perlunya kondisi keterbukaan yang lebih besar dalam
masyarakat. Peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat
menurut Onny (1995 : 106) antara lain dapat di rumuskan melalui
pendidikan kemandirian dengan berperan sebagai berikut :
1. Fasilitator dan katalisator, yaitu melalui para pembina yang tinggal
di tengah-tengah kelompok menyertai proses perkembangan
masyarakat, membantu memecahkan masalah dan ikut menentukan
2. Pelatih dan pendidik, yaitu mencarikan dan menyalurkan informasi
dan pengalaman dari luar ke dalam kelompok melalui berbagai
metode belajar mengajar.
3. Pemupukan Modal antara lain dengan mendorong upaya-upaya
penghematan, menabung, dan usaha produktif.
4. Penyelenggaraan proyek-proyek stimulant dalam meningkatkan
kemandirian kelompok-kelompok swadaya seperti proyek
teknologi tepat guna, produksi dan pemasaran.
Dengan mengacu pada strategi yang dikemukakan oleh Korten,
Elliott dan Brodhead dalam Onny (1995 : 103) memberdayakan
masyarakat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut :
1) Pendekatan Kemanusiaan, tujuan pendekatan ini adalah
membantu secara spontan dan sukarela kelompok masyarakat
tertentu yang membutuhkan bantuan karena terkena musibah, atau
kurang beruntung. Pendekatan ini dilakukan oleh lembaga
penyandang dana seperti Yayasan Dana Gotong- Royong.
2) Pendekatan Pengembangan Masyarakat, bertujuan
mengembangkan, memandirikan, dan menswadayakan masyarakat
seperti Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS) yang merintis pos
pelayanan terpadu (Posyandu) yang kemudian menjadi salah satu
program pemerintah.
3) Pendekatan Pemberdayaan Rakyat, bertujuan memperkuat
kekuatan-kekuatan penekanan di segala bidang dan sektor
kehidupan.
Menurut Kartasasmita dalam Onny (1995 : 105), untuk meraih
keberhasilan dalam proses pemberdayaan masyarakat tersebut,
diupayakan langkah pemberdayaan masyarakat :
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling) dengan mendorong,
memotivasi dan membangkitkan potensi yang dimiliki untuk
mengembangkan usahanya.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering) dengan diadakannya program untuk menggali
potensi yang ada dalam masyarakat.
3) Pemberdayaan mengandung pula arti melindungi (protecting)
dengan adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas
melindungi masyarakat yang lemah.
Hal-hal yang berkaitan dengan strategi tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1) Enabling
Adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat terus berkembang. Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat
masyarakat yang sama sekali tanpa daya karena sudah punah,
pemberdayaan adalah untuk membangun daya. Itu yang
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
2) Empowering
Adalah memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat, dalam kaitan ini diperlukan langkah-langkah lebih
positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan
ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan
berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang
yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu
diperlukan program, khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya,
karena program yang umum, yang berlaku untuk semua tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
3) Protecting
Adalah mengandung arti pula melindungi dalam proses
pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah karena kurang berdaya menghadapi yang kuat. Oleh karena
itu dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlindungan dan
pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya, dalam
rangka ini adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan
melindungi harus dilihat sebagi upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang. Pemberdayaan masyarakat bukan
membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada pada
berbagai program pemberian, karena pada dasarnya setiap apa yang
dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri dan hasilnya dapat di
pertukarkan dengan pihak lain.
Menurut Suharto (2006 : 66) pemberdayaan dapat dilakukan
dengan tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting)
yaitu :
1. Aras Mikro
Pemberdayaan dilakukan melalui bimbingan, konseling, stress
management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah
membimbing atau melatih dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya.
2. Aras Mezzo
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
3. Aras Makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar
(largesystem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas.
2.2.1.5 Pendekatan
Menurut Suharto (2006 : 67) pelaksanaan proses pencapaian
tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui beberapa pendekatan yaitu:
1. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.
Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari
sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.
2. Penguatan : memperkuat pengetahuan yang dimiliki masyarakat
dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu
menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri
masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat,
menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi
tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, mencegah terjadinya
eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat
kecil.
4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar
masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong
masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang
semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap
terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu
menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan
setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
2.2.1.6 Upaya Pemberdayaan
Menurut Mashoed (2004 : 44), dilihat dari profil kemiskinan
(proverty profile) masyarakat, terdapat beberapa masalah kemiskinan
yang menjadi perhatian, diantaranya :
1) Masalah kemiskinan tidak hanya masalah kesejahteraan (welfare)
akan tetapi juga masalah kerentenan. Disini berarti bahwa
penanganan terhadap masalah kemiskinan masyarakat disamping
diarahkan untuk manangani masalah kesejahteraan dengan
memberikan sejumlah program peningkatan kesejahteraan, juga
2) Masalah kemiskinan adalah masalah ketidakberdayaan
(powerlessness) karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan
untuk mengaktualisasikan diri, tidak mendapat kesempatan untuk
ikut menentukan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan
masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
3) Masalah kemiskinan adalah masalah tertutupnya akses masyarakat
terhadap peluang kerja, karena hubungan produksi di dalam
masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk
berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat kualitas sumber
daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan kerja.
4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses
masyarakat pada pasar lantaran aksesibilitas yang rendah dan
karena kondisi alam yang miskin.
5) Masalah kemiskinan yang teridentifikasi karena penghasilan
masyarakat sebagian besar dihabiskan untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi pangan dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas,
sehingga produktifitas mereka menjadi rendah.
Masalah kemiskinan juga ditandai dengan tingginya depency
ratio karena besarnya anggota keluarga sehingga berpengaruh terhadap
kemampuan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Akibatnya
2.3 Pengertian Pelatihan
Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 199) merupakan
suatu proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas
dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yuang akan datang
melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan,
kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak.
Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk
mentranfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta
pelatihan sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan
melakukan pelatihan pada saat melakukan pekerjaan.
Menurut Samsudin (2006 : 110) pelatihan merupakan bagian
dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera.
Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang yang dilakukan.
Praktis dan segera berarti yang sudah dilatih dapat dipraktikkan.
Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan
berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat
(pendek).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah
upaya untuk membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan, sehingga para peserta dapat menerima
2.3.1 Peserta pelatihan
Menurut Hamalik (2001 : 35) Penetapan calon peserta pelatihan
erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya
turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan
seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan
kriteria, antara lain :
1. Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian.
2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau
akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.
3. Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam
pekerjaa.
4. Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.
5. Pribadi, menyangkut aspek moral, moril dan sifat-sifat yang
diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
6. Intelektual, tingkat berpikir, dan pengetahuan, diketahui melalui tes
seleksi.
2.3.2 Pelatih (Instr uktur)
Pelatih atau instruktur menurut Hasibuan (2007 : 73) yaitu
seseorang atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada
karyawan.
Menurut Hamalik (2001 : 35) pelatih-pelatih memegang peran
penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu
Beberapa syarat sebagai pertimbangan adalah :
1. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam
bidang spesialisasi tertentu .
2. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya
sebagai pelatih.
3. Pelatih berasal dari dalam lingkungan organisasi/lembaga sendiri
lebih baik dibandingkan dengan dari luar.
4. Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan
berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil.
Menurut Hasibuan (2007 : 73) pelatih yang akan melaksanakan
pengembangan (development = training education) adalah pelatih
internal, eksternal, serta gabungan internal dan eksternal.
a. Pelatih internal adalah seseorang atau sesuatu tim pelatih yang
ditugaskan dari perusahaan memberikan latihan atau pendidikan
kepada karyawan.
b. Pelatih eksternal adalah seseorang atau suatu tim pelatih dari luar
perusahaan diminta untuk memberikan pengembangan kepada
karyawan, baik pelatihnya didatangkan atau karyawannya ditugaskan
untuk mengikuti lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan.
c. Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim gabungan
pelatih internal dan eksternal yang memberikan pengembangan
kepada para karyawan. Cara ini paling baik karena dasar teotitis dan
Pengembangan yang ditangani tim internal dan eksternal akan lebih
baik karena pelatih akan saling isi-mengisi dalam memberikan
pengembangan kepada karyawan.
2.3.3 Lamanya Pelatihan
Menurut Hamalik (2001 : 35) lamanya masa pelaksanaan pelatihan
berdasarkan perimbangan tentang :
1. Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam
pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih banyak dan lebih tinggi
bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih
lama diperlukan latihan.
2. Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan
pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar
tentu memerlukan waktu pelatihan yang lebih lama.
3. Media pengajaran, yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih.
Media pengajaran, yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan
pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut.
2.3.4 Bahan Latihan
Menurut Hamalik (2001 : 36) bahan latihan seyogianya disiapkan
secara tertulis agar mudah dipelajari oleh para peserta. Penulisan bahan
dalam bentuk buku paket materi pelatihan hendaknya memperhatikan
faktor-faktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta latihan, harapan
lembaga penyelenggara pelatihan, dan lamanya pelatihan. Cara
karya ilmiah yang berlaku. Untuk melengkapi bahan pelatihan sebaiknya
disediakan sejumlah referensi terpilih yang relevan dengan pokok
bahasan yang diajarkan.
2.3.5 Bentuk Latihan.
Menurut Hamalik (2001 : 36) bentuk-bentuk pelatihan yang
digunakan untuk mengembangkan kemapuan ketenagakerjaan antara
lain:
1. Belajar sambil bekerja (learning on the job)
2. Belajar melalui observasi (asisten yang diperbantukan)
3. Tugas khusus
4. Kuliah (lectures)
5. Pemecahan masalah (problem solving)
6. Latihan (coaching)
7. Penyuluhan (counceling)
8. Bacaan-bacaan khusus yang direncanakan
9. Kursus studi (studi course)
10.Konferensi dan seminar
11.Pengajaran dengan mesin (teaching machine)
12.Permainan bisnis (business game)
13.Kepanitiaan (committee)
14.Team kedua (second team)
15.Dewan komisaris yunior (junior board of directors)
17.Rotasi jabatan
18.Penggunaan jabatan-jabatan strategik
19.Program pengembangan manajemen oleh perguruan tingggi
20.Satuan-satuan tugas (task force)
21.Form system (penempatan calon pada cabang-cabang
organisasi/lembaga)
22.Disentralisasi struktur organisasi
23.Keanggotaan dalam asosiasi profesional
24.Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
2.3.6 Kualitas Pelatihan.
Kualitas pelatihan pada saat di implementasikan di lapangan di
pengaruhi oleh beberapa hal termasuk fasilitas kelas, kreatifitas
instruktur. Agar implementasi ini berjalan lancar ada baiknya
memperhatikan saran yang diberikan Keller dalam Irawan (2003 : 107)
yang disebut sebagai ARCS (Attention, Relevance, Confidence dan
Satisfaction).
a. Attention (perhatian)
Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang secara fisik
maupun emosional dan intelektual menarik perhatian para siswa
yang menghadirinya. Karena itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Instruktur menggunakan media atau alat bantu mengajar yang
2. Instruktur memberikan banyak contoh-contoh konkret untuk
memperjelas teori-teori yang sedang dibahas.
3. Instruktur harus menujukkan secara tegas dan jelas bahwa dirinya
sendiri juga menaruh perhatian besar terhadap ilmu yang sedang
diajarkannya kepada siswa.
b. Relevance (Relevansi)
Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang menurut
siswa relevan (terkait) dengan apa yang telah atau akan dipelajari
siswa, dan terutama relevan dengan tugas dan pekerjaan sehari-hari
yang dilakukan siswa.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam
meningkatkan “sence of relevance” antara lain :
1. Instruktur, di awal kelas menjelaskan relevansi pembelajaran hari
itu dengan topik yang telah dibahas di hari sebelumnya.
Instruktur juga menjelaskan relevansi hari ini dengan pekerjaan
sehari-hari yang dilakukan siswa.
2. Instruktur memberikan banyak contoh-contoh konkret tentang
hal-hal yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
3. Instruktur menerapkan metode pembelajaran yang mendorong
c. Confidence (Kepercayaan Diri)
Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang mampu
menimbulkan rasa percaya diri (confidence) yang kuat dalam diri
siswa.
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa, instruktur dapat
melakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Instruktur memberikan penguatan (reinforcement) kepada siswa,
baik ketika mereka mencapai prestasi (dengan “positive
reinforcement”), maupun pada siswa membuat
kesalahan-kesalahan (dengan “negative reinforcement”).
2. Instruktur senantiasa menyederhanakan masalah-masalah yang
kompleks, atau mempermudah materi-materi yang sulit dengan
cara yang interaktif, komunikatif, kondusif untuk belajar.
3. Instruktur sejauh mungkin menciptakan suasana agar siswa
mendapat kesempatan mempraktekkan teori-teori di kelas.
d. Satisfaction (Kepuasan)
Suatu pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang
mampu memberikan rasa puas (satisfaction) kepada para pesertanya.
Agar peserta mencapai kepuasan dalam sebuah diklat, hal-hal ini
yang perlu diperhatikan :
1. Instruktur berusaha selalu konsisten dengan rencana
pembelajaran yang ia buat dan telah diberitahukan kepada peserta
2. Instruktur harus berusaha menjadi contoh (patron) dalam
beberapa hal prinsip seperti kerapian penampilan, ketepatan
waktu, kelogisan berpikir dan menjelaskan, sampai ke sikap dan
perilaku yang baik. Sungguh sangat menjengkelkan bila
instruktur sering terlambat datang masuk kelas, penampilan
berantakan, dan cara berbicara melantur kemana-mana. Ingat,
kepuasan peserta tidak hanya pada metode pembelajaran,
manajemen kelas, sampai ke penampilan fisik intruktur.
3. Instruktur harus mampu menutup dan menyimpulkan proses
pelatihan secara baik (impresif). Untuk itu, penutupan yang baik
ini harus di persiapkan. Jangan sampai terjadi peserta
meninggalkan pelatihan dalam keadaan bingung apalagi jengkel.
2.3.7 Prinsip-Pr insip Pelatihan.
Menurut Samsudin (2006 : 110) ada beberapa prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam pelatihan yaitu :
1. Partisipatif
2. Relevan
3. Repetitif (pengulangan)
4. Pemindahan
5. Memberi umpan balik
Sedangkan menurut Mangkuprawira (2004 : 144-145) prinsip-prinsip
pelatihan merupakan petunjuk berupa cara-cara agar peserta belajar
direfleksikan dalam pelatihan, semakin efektif pelatihan yang mungkin
terjadi. Prinsip-prinsip itu berupa :
1) Partisipasi.
Bentuk pelatihan bagi karyawan hendaknya dilakukan melalui
pendekatan pendidikan orang dewasa. Partisipasi dari peserta belajar
harus proaktif, terutama ketika teknik pelatihan diluar bentuk kuliah,
seperti permainan peran, studi kasus, simulasi, praktikum, dan
sebagainya. Dengan pendekatan partisipasi, pelatihan akan
memperbaiki motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat
proses dan wawasan belajar. Hasil dari penerapan prinsip ini
(partisipasi), karyawan akan belajar lebih cepat dan akan selalu
mempertahankan proses belajar dalam kehidupannya.
2) Pendalaman
Pendalaman merupakan salah satu prinsip dari pelatihan yang
berkelanjutan. Kebanyakan orang yang pernah mengikuti pelatihan,
pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Misalnya,
pada pertengahan dan akhir proses pelatihan, peserta pelatihan akan
diuji seberapa jauh daya ingat dan kemampuan analisis atau gagasan
dalam menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah.
3) Relevansi
Keberhasilan proses pelatihan sangat dipengaruhi oleh materi/muatan
yang bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan tertentu. Dalam hal
secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan kepada seluruh peserta
pelatihan sebelum menjelaskan tugas-tugas spesifik. Kemudian
peserta pelatihan memberikan respons-respons yang biasanya baru.
Hal ini membuat karyawan/peserta pelatihan mengerti relevansi tiap
tugas dan prosedur lebih lanjut yang benar atau tepat.
4) Pengalihan
Semakin dekatnya kebutuhan sebuah program pelatihan yang
sepadan dengan kebutuhan dari pekerjaan, semakin cepat seorang
peserta pelatihan menyerapnya dalam menguasai pekerjaan.
Misalnya semakin sering seorang perencana dilibatkan dalam
simulasi penyusunan rencana pengembangan produksi sektor
agribisnis melalui komputerisasi akan semakin terbiasa dan terampil
manakala yang bersangkutan akan menyusun rencana aktual.
Kesepadanan yang dekat antara simulator lewat komputer dan
kegiatan perencanaan menyebabkan peserta pelatihan cepat
mengalihkan ilmu pengetahuannya pada kondisi kerja yang nyata.
5) Umpan Balik
Umpan balik memberikan peserta pelatihan tentang informasi
kemajuan mereka. Dengan umpan balik, peserta yang termotivasi
dapat menyesuaikan perilaku mereka untuk mencapai proses belajar
yang sangat cepat dan bermakna. Tanpa itu mereka tidak dapat
mengukur kemajuannya dan mungkin tidak terdorong untuk maju.
sebagai tanda kemajuannya selama proses belajar. Melalui umpan
balik, peserta pelatihan seharusnya terdorong untuk memperbaiki
kinerja pekerjaannya melalui diagnosis kekuatan dan kelemahan
yang dimilikinya.
6) Suasana Nyaman
Peserta pelatihan harus terbebas dari tugas-tugas dan bahkan
tekanan-tekanan pekerjaan. Mereka diasumsikan memiliki hasrat
belajar yang datang dari motivasi tinggi didukung dengan fasilitas
yang cukup. Dengan demikian, mereka benar-benar hanya
berkosentrasi pada proses belajar. Dalam prosesnya, peserta
pelatihan masih perlu bimbingan-bimbingan, tetapi tanpa harus
menciptakan ketergantungan tinggi terhadap instruktur.
Menurut Yodar dalam Samsudin (2006 : 111) ada sembilan prinsip
yaitu sebagai berikut :
1. Individual defferences
2. Relation to job analysis
3. Motivation
4. Active participation
5. Selection of trainees
6. Selection of trainer
7. Trainer training
8. Training methods
Menurut Mc. Gehee dalam Mangkunegara (2001 : 44) merumuskan
prinsip-prinsip perencanaan pelatihan sebagai berikut :
1) Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan
tahapan-tahapan.
2) tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak di capai.
3) Penatar harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang
berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
4) Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang
positif dari peserta.
5) menggunakan konsep shaping (pembentukan) perilaku.
2.3.8 Metode Pelatihan
Menurut Samsudin (2006 : 111) berdasarkan sumbernya, metode
pelatihan dibagi menjadi dua kategori sebagai berikut :
1. In-house training atau on-site training
In-house training (IHT) berupa on the job training, seminar atau
lokakarya, instruksi lewat media (video, tape, dan satelit), dan
instruksi yang berbasis komputer.
2. Exsternal atau outside training
Exsternal training terdiri dari kursus, seminar, dan lokakarya yang
Sedangkan menurut Panggabean (2004 : 45-47) ada berbagai metode
yang dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan dan pada
dasarnya dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu :
1. 1.On The Job Training (latihan sambil kerja)
On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk
mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakan ditempat kerja
yang sesungguhnya.
2. Of The Job Training
Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah
dengan tempat kerja. Program ini memberikan individu dengan
keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan pada waktu terpisah dari waktu kerja
reguler mereka.
Menurut Hasibuan (2007 : 77) metode latihan yang harus
berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai
faktor, yaitu waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar
peserta, latar belakang, dan lain-lain. Metode-metode latihan menurut
Sikula dalam Hasibuan (2007 : 77) :
1) On the job
Para peserta latihn langsung bekerja di tempat untuk belajar dan
meniru suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas.
a. Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta latihan untuk
memperhatikan orang lain yang sedang pekerjaan, kemudian ia
diperintahkan untuk mempraktekkannya.
b. Cara formal yaitu supervisor menunjuk seorang karyawan senior
untuk melakukan pekerjaan tersebut, selanjutnya para peserta
latihan melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang
dilakukan karyawan senior.
On the job dapat pula latihan dilakukan dengan menggunakan
bagan, gambar, pedoman, contoh yang sederhana, demontrasi, dan
lain-lain.
2) Vestibule
Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau
bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan
industri untuk memperkenalkan kepada karyawan baru dan melatih
mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Melalui percobaan dibuat
suatu duplikat dari bahan, alat-alat, dan kondisi yang akan mereka
temui dalam situasi kerja yang sebenarnya.
3) Demonstration and example
Demonstration and example adalah metode latihan yang
dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara
mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau
Demonstrasi merupakan metode latihan yang sangat efektif
karena peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya dan
penjelasan-penjelasannya, bahkan jika perlu boleh dicoba
mempraktekkannya.
Dalam banyak hal, dengan menunjukkan bagaimana seseorang
harus mengerjakan tugasnya adalah lebih mudah daripada
menceritakan atau menyuruhnya mempelajari langkah-langkah
pengerjaannya.
Biasanya demontrasi dilengkapi dengan gambar, teks, diskusi,
video, dan lain-lain.
4) Simulation
Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan
semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya
merupakan tiruan saja. Simulasi merupakan suatu teknik untuk
mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari
pekerjaan yang akan dijumpainya.
5) Appreticeship
Metode ini merupakan cara untuk mengembangkan keahlian
pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat
6) Classroom methods
Metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran),
conference (rapat), programmed instuction, metode studi kasus, role
playing, metode diskusi, dan metode seminar.
2.3.9 Pendekatan Pelatihan.
Menurut Fathoni (2006 : 148) ada lima pendekatan yang efisien
dalam memecahkan masalah diklat, yaitu :
1) Mengembangkan dan mengidentifikasi masalah diklat.
2) Memeriksa seluruh perubahan yang terjadi sebelumnya masalah
timbul.
3) Tandai dan buat telaahan terhadap sebab-sebab yang paling mungkin
dari masalah yang timbul.
4) Lakukan penelitian melalui prioritas dan alternatif pemecahan
masalah.
5) Adakan evaluasi terhadap peranan yang paling memungkinkan
dalam diklat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
2.4 Masyarakat
Menurut soerjono (2003 : 149) masyarakat setempat (Community) adalah
suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan
sosial yang tertentu.
Menurut Shadly dalam Cholil (1997 : 11) masyarakat adalah golongan
besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan sendirinya bertalian
Menurut Bouman dalam Cholil (1997 : 12) masyarakat adalah pergaulan
hidup yang akrab antara manusia, dipersatukan dengan cara tertentu oleh
hasrat-hasrat kemasyakatan mereka.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
pengumpulan manusia yang banyak yang bersatu oleh karena adanya
hasrat-hasrat kemasyarakatan yang sama/bersama.
2.4.1 Syar at Timbulnya Masyarakat
Syarat-syarat timbulnya masyarakat menurut Cholil (1997 : 12) adalah :
1. Harus ada pengumpulan manusia yang banyak.
2. Telah bertempat tinggal di suatu daerah tertentu dalam waktu yang
lama.
3. Adanya aturan-aturan yang mengatur untuk kepentingan bersama.
2.4.2 Kriter ia Masyarakat
Menurut Levy dalam Sunarto (2000 : 56) ada 4 kriteria agar suatu
kelompok dapat disebut masyarakat yaitu :
1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu.
2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi.
3. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama.
4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
Cara terbentuk masyarakat menurut Cholil (1997 : 12) dapat dibagi
dalam :
a. Masyarakat paksaan, misal Negara.
1. Masyarakat terjadi dengan sendiri, missal menonton pertandingan.
2. Masyarakat kultur, misal koperasi.
2.4.3 Faktor-Faktor Manusia Bermasyar akat
Faktor-faktor yang mendorong manusia bermasyarakat Cholil (1997
: 12-13) ialah :
1. Hasrat Sosial.
Adalah merupakan hasrat untuk menghubungkan dirinya dengan
individu lainnya atau kelompok.
2. Hasrat Meniru.
Adalah hasrat untuk menyatakan secara diam-diam atau
terang-terangan sebagian dari salah satu gejala atau tindakan.
3. Hasrat Berjuang.
Dapat dilihat adanya persaingan mengalahkan lawan.
4. Hasrat Bergaul.
Hasrat untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok
tertentu, misal : organisasi, club dan lain-lain.
5. Hasrat Untuk Memberitahukan.
Hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kepada orang lain.
Biasanya disampaikan dengan suara, bintang jasa, bertujuan untuk
mencapai hubungan dengan orang lain.
6. Hasrat Untuk Mendapat Kebebasan.