• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat a.Duduk Perkara a.Duduk Perkara

TINJAUAN FIQH TERHADAP PENETAPAN NAFKAH HADANAH

A. Kronologis Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Pengadilan Agama Jakarta Pusat

1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat a.Duduk Perkara a.Duduk Perkara

Pada tanggal 23 Februari 2009 di Pengadilan Agama Jakarta Barat telah diajukan gugatan seorang istri yang telah dicatat dan didaftarkan pada Nomor 207/Pdt.G/2009/PA.JB. Penggugat adalah seorang istri dari tergugat yang telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 20 Juni 1998 sebagaimana tercatat dikutipan akta nikah nomor : 439/76/VI/1998 tanggal 22 Juni 1998 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Duren Sawit, kota Jakarta Timur DKI Jakarta.

Penggugat yang bernama HC1 yang berumur 35 tahun, beragama Islam,

pekerjaan karyawati swasta, bertempat tinggal di Jalan Mandala Tengah No. 53 RT. 015, RW. 004, Kelurahan Tomang Kecamatan Grogol Petamburan, Kota Jakarta

Barat telah menggugat tergugat yang bernama MWC2 umur 36 tahun, agama Islam,

pekerjaan tidak ada, bertempat tinggal di Jalan Latumanten III No. 23 RT. 013, RW. 011 Kelurahan Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Kota Jakarta Barat. Setelah

1

Penulis memberi nama dengan inisial singakatan untuk menjaga kerahasiaan

2

menikah keduanya bertempat tinggal bersama sebagai suami-istri di Jalan Makaliwe I No. 5 RT. 001, RW. 07 Jakarta Barat. Selama pernikhan penggugat dan tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dan telah dikaruniai 2 orang anak masing-masing bernama AAQ umur 11 tahun dan SAA umur 4 tahun.

Awalnya kedua pasangan tersebut hidup rukun, namun sekitar bulan Maret 2005 ketentraman rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dikarenakan tergugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan tidak memberi nafkah lahir kepada penggugat sejak Juli 1998 sampai dengan sekarang. Puncak perselisihan dan pertengkaran terjadi pada bulan Maret 2007 yang akibatnya penggugat dan tergugat pisah tempat tinggal.

Sehubungan dengan itu pada tanggal 23 Februari 2009 HC mengajukan gugat cerai terhadap MWC selaku tergugat di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Barat.

Dalam surat gugatan tersebut berisikan tuntutan (petitum) agar majelis hakim

mengambil keputusan sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan penggugat

2. Menjatuhkan talak satu bain sugro tergugat terhadap penggugat.

3. Menetapkan seorang anak yang bernama SAA umur 4 tahun diasuh dan dipelihara

oleh penggugat

4. Menghukum tergugat untuk memberikan nafkah anak kepada penggugat sebesar

Rp. 1.000.000,- perbulan sampai anak dewasa dan mandiri diluar biaya kesehatan dan pendidikan.

39

b. Temuan Fakta

Penggugat dalam gugatannya mengajukan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan. Juga telah diperkuat dengan mengajukan alat-alat bukti surat yaitu :

- Fotokopi buku Kutipan Akta Nikah No. 439/76/VI/1998 dikeluarkan kepala

KUA kecamatan Duren Sawit, Kota Jakarta Timur tanggal 22 Juni 1998 untuk dapat memperkuat dalil hukum telah terjadi suatu perikatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang berperkara.

- Fotokopi Kutipan Akta kelahiran No. 4.709/DISP/JB/2002/1998, atas nama

AAQ dikeluarkan oleh Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Barat.

Data tersebut diperkuat lagi dengan keterangan dari satu orang saksi keluarga penggugat yaitu DC adalah ayah kandung penggugat berumur 74 tahun. Keterangan saksi di persidangan mendukung berkesesuaian dengan pernyataan dan dalil-dalil dalam gugatan.Namun penggugat tidak dapat mengajukan lagi saksi atau alat bukti

lain, kemudian penggugat mengucapkan sumpah pelengkap (sumpah supletoir) untuk

menguatkan dalil-dalil gugatannya.

Selama persidangan suami selaku tergugat tidak mau menghadirinya, sehingga tidak ada dokumen hukum yang diserahkan ke hadapan majelis hakim. Namun tergugat harus menerima kekalahan di persidangan. Dan majelis hakim akan

menjatuhkan putusan secara verstek karena tergugat tidak hadir. Hal ini dapat

dan patut dengan bukti adanya relaas panggilan yang disampaikan oleh petugas (juru sita) pada tanggal 4 dan 18 Maret 2009.

c. Pertimbangan Hukum

Didalam putusan pada perkara No. 207/Pdt.G/2009/PA.JB. majelis hakim memutus dengan pertimbangan hukum sebagai berikut ;

1. Memutus tanpa kehadiran dari tergugat (verstek) karena tergugat telah dipanggil

dengan sah dan patut sesuai dengan relaas panggilan pada tanggal 4 dan 18 Maret 2009 dan sesuai dengan pasal 125 (1) HIR dan 126 HIR.

2. Sesuai dengan bukti-bukti dan temuan fakta serta dikuatkan dengan sumpah

pelengkap pada persidangan dan masuk dalam kompetensi Pangadilan Agama Jakarta Barat untuk memutus perkara tersebut dengan mengabulkan gugatan yaitu; menjatuhkan talak bain sughro tergugat terhadap penggugat. Karena gugatan terbukti beralasan dan sesuai dengan maksud pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang KDRT sehingga tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun sebagai suami istri, hal mana telah sesuai dengan maksud pasal 39 ayat (2) Undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta telah memenuhi alasan perceraian dalam pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

3. Menetapkan anak bernama AAQ, lahir 9 Desember 2006, berada dibawah

41

4. Menghukum tergugat untuk memberikan nafkah anak kepada penggugat sebesar

Rp. 500.000,- perbulan sampai anak tersebut dewasa. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi bahwa selama berkeluarga tergugat dan penggugat mempunyai anak. Maka berdasarkan pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo pasal 105 c Kompilasi Hukum Islam, bahwa sebagai orang tua tetap berkewajiban atas pendidikan dan pemeliharaan anak sampai anak kawin atau dapat berdiri sendiri meskipun kedua orang tuanya telah putus.

Pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut untuk merespon

tuntutan (petitum) yang dimohonkan oleh penggugat. Maka majelis hakim

mengabulkan sebagian gugatan penggugat dipandang patut dan adil karena tidak

ditemukan fakta tentang penghasilan tetap tergugat.

d. Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan Nafkah Hadanah dalam Putusan Verstek

Dalam persidangan perkara No 207/Pdt.G/2009/PA.JB. Tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan dan telah dipanggil secara patut dan sah. Maka hakim dapat

memutuskan perkara tersebut tanpa kehadiran tergugat (verstek).

Karena hakim menerima gugatan tersebut secara verstek, apalagi yang

menjadi putusan hakim tersebut terkait dengan adanya penetapan nafkah pemeliharaan anak yang dibebankan kepada mantan suami yang tidak hadir dalam

hakim dituntut untuk sungguh-sungguh dalam memeriksa perkara dengan keterangan satu pihak saja.

Dalam perkara No 207/Pdt.G/2009/PA.JB yang diputus secara verstek dengan

membebankan kepada tergugat yang tidak hadir untuk memberikan nafkah pemeliharaan anak (nafkah hadanah), jika dikaitkan dengan pendapat ulama bahwa pemberian nafkah ditentukan berdasarkan kemampuan suami bukan berdasarkan kebutuhan. Maka bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapkan kemampuan suami yang tidak hadir? Hakim akan menentukan kadar pemberian nafkah berdasarkan pekerjaan suami seperti apa yang ada di dalam surat gugatan. Disamping

itu hakim mempertimbangkan dari pembuktian3. Dalam perkara tersebut tergugat

tidak diketahui pekerjaannya namun mempunyai sebuah kontrakan dan hakim menentukan jumlah nafkah berdasarkan pertimbangan dari pekerjaan dan tuntutan tergugat.

Selain hal tersebut hakim didalam proses pemeriksaan melihat dan mengamati dari keterangan pihak serta keterangan saksi bagaimana tanggung jawab suami dalam menafkahi keluarga, apakah layak untuk dibebani nafkah bagi pemeliharaan anak atau tidak. Dalam perkara ini hakim membebankan nafkah karena selain dari keterangan didalam persidangan tergugat juga tidak hadir tanpa ada alasan yang tidak

3Wawancara dengan Muhyiddin, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat Pada Hari Kamis tanggal 6 Mei 2009 di Ruang Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat.

43

jelas dalam persidangan berarti tergugat (suami) juga lalai pada kewajibannya kepada anak dan istri.

Didalam penetapan nafkah hadanah tidak dapat menentukan kesejahteraan anak dikemudian hari karena hal tersebut berkaitan dengan keadaan dan waktu, tetapi bagi hakim yang terpenting adalah :

1). Perhatian Ayah kepada anak dapat tercapai

2). Putusan pengadilan dapat dijadikan sebagai alat bagi istri untuk mendapatkan

nafkah baginya dan anak-anaknya4.

3). Dengan adanya putusan tersebut istri dapat meminta eksekusi jika dikemudian hari suami lalai dalam kewajibannya.

2. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat