• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PERSPEKTIF HAM

B. Pelaksanaan Qanun No. 13 Tahun 2003

1. Qanun dan Hukum Perundang-undangan lainnya

Secara umum Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir

(Perjudian) tidak memiliki kontradiksi materil dengan perundang-undangan lainnya di Indonesia. Perjudian tidak hanya dilarang di Aceh, tapi di seluruh wilayah hukum Indonesia. Pelarangan judi baik dalam tatatanan hukum keindonesiaan maupun global lebih tinggi dari pelarangan khamar (minuman yang beralkohol). Landasan utama Qanun (Maisir) ini adalah al-Quran dan al-Sunnah, di samping secara tegas konsideran (pertimbangan) Qanun Maisir mencantumkan UU RI No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Tidak ada yang baru dan berbeda dari qanun ini kecuali soal jenis pidana (pencambukan) yang ditetapkan. Definisi dan larangan perjudian telah lama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 303 Ayat 3 menyebutkan: yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada

umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.358

Pasal 1 Ayat (20) Qanun Maisir menyebutkan: perjudian adalah kegiatan dan/ atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Tidak ada perbedaan prinsipil jenis kejahatan antara yang diatur dalam KUHP dan Qanun Maisir. Berbeda dengan larangan minuman beralkohol sebagaimana diterangkan di atas, praktik judi sama sekali tidak dibenarkan di bumi Indonesia, tak terkecuali di Aceh.359

Pasal 1 KUHP secara tegas menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Konsideran UU No. 7 Tahun 1974 pada bagian “menimbang” juga menyebutkan bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.360

Dalam hal ini, pemerintah Aceh dan pemerintah Pusat melakukan usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menuju pada penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah Aceh-Indonesia. Penegasan bahwa judi dilarang di semua wilayah Indonesia hingga lingkungan yang sekecil-kecilnya sampai menuju penghapusan sama sekali merupakan tujuan yang menggambarkan bahwa kejahatan umum perjudian ini jelas tidak dikehendaki kehadirannya. Dengan demikian, kehadiran qanun tentang Maisir sangat mendukung produk hukum lainnya yang melarang perjudian.

Pengaturan dan pelaksanaan “Qanun judi” juga mengingat bahwa Qanun Aceh merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Meskipun dalam hukum pidana Islam ia bukan merupakan kejahatan tertier (teratas), namun dalam hukum

358

KUHP Pasal 303 Ayat 3. 359

Qanun No. 13 Tahun 2003 Ayat 20. 360

KUHP Pasal 1. Lihat juga Komnas Perempuan tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, “Analisis terhadap Qanun No. 12, 13, dan 14 tentang Jinayat”, Kertas Kebijakan, 10 Oktober 2005, 8, dalam Analisis-terhadap-qanun-nanggroe-aceh-darussalam (Pdf), diakses tanggal 20 Januari 2011.

undangan Indonesia ia berada lebih tinggi dari khamar bila dilihat pada aspek pemidanaannya.

M. H. Syed, seorang pakar HAM dalam Islam mengatakan: “Gambling is a dishonest practice, both in act and in spirit, for it represent an effort to make money without working.”(“Judi adalah suatu praktek ketidak jujuran, baik dalam bentuk tindakan maupun dalam mental, karena judi menunjukkan usaha untuk memperoleh uang tanpa kerja”).361

2. Pandangan HAM Universal

Penjelasan di atas tentang ketentuan hukuman bagi tindak pidana judisebagaimana halnya Qanun tentang khamar di atas dan Qanun tentang khalwat (yang akan dibahas selanjutnya), memerlukan pembahasannya menyangkut dengan HAM. Penghukuman cambuk yang ditetapkan Qanun No. 13 Tahun 2003 bagi pelaku judi dalam pandangan HAM sama halnya dengan hukuman terhadap tindak pidana khamar dan khalwat, kecuali hanya volume cambukan dan penghukuman. Di dalam Qanun judi juga terdapat penghukuman ta‘zi>r pencambukan di depan masyarakat umum bagi pelaku, seperti telah dialami oleh 15 terpidana syariat (pelanggar syariat Islam) di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, yang dieksekusi hukuman cambuk sebanyak 7-8 kali yang diperlihatkan dalam contoh kasus di bab III Penelitian ini. Dalam kasus tersebut aspek kategori pengukuman dan penyiksaan memang tidak terlalu berat, namun aspek merendahkan martabat manusia dan tidak manusiawi yang dipahami sebagian orang—yang kentara terlihat pada pencambukan 6-12 kali dari qanun.

Sebagian kalangan mengatakan bahwa penghukuman seperti itu bertentangan dengan The Universal Declaration of Human Rights Pasal 5. Karena hal itu termasuk ke dalam kategori penyiksaan yang merendahkan martabat manusia menjadi seperti hewan--yang bisa dicambuk bila melanggar aturan. Namun menurut konteks Islam bahwa tidak berdosa menegakkan hukum cambuk sebagaimana yang digariskan hukum Islam (atau telah diqanunkan). Bahkan penghukuman ta‘zi>r

361

(berupa cambuk atau lannya) merupakan kewajiban uli al-amr

(penguasa) dalam rangka mencegah praktek kejahatan di dalam masyarakat yang dipimpinnya dengan mendelegasikan kewenangannya kepada qadi/hakim.Walaupun demikian Islam masih membuka hukuman alternative selain cambuk terhadap pelaku judi.362

Sebagaimana ditunjukkan table 4.2 bahwa selain aspek pencambukan terhadap penjudi, penghukuman yang diatur Qanun mendapat dukungan The Universal Declaration of Human Rights. Dengan meninjau pada proses pra-peradilan pelaku, misalnya, Qanun telah sesuai Pasal 11 The Universal Declaration of Human Rights

sebagaimana telah disebutkan di atas. Tersangka menjalani proses penyelidikan dan tahap-tahap peradilan lainnya, tidak langsung dihukum. Penetapan hukuman hanya setelah menjalani proses pra-peradilan dan pra-penuntutan dalam rangka menghargai hak tersangka.363

Dikatakan di dalam Pasal 22 Qanun judi bahwa Penuntut umum mempunyai wewenang: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik; b. Mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; c. Memberi perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; d. Membuat surat dakwaan; e. melimpahkan perkara ke Mahkamah; f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; g. melakukan penuntutan; h. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut hukum yang berlaku; dan i. Melaksanakan putusan dan penetapan hakim.364

Ketentuan Pasal 22 Qanun Aceh ini juga merupakan hasil konsensus (kesepakatan) Legslatif dan Eksekutif Aceh dalam

362

M. H. Syed, Human Rights in Islam: the Modern Perspective, 174 363

Lihat Pasal 11 UDHR Tahun 1948. Lihat juga Pasal 22 Qanun No. 13 Tahun 2003.

364

pengesahannya pada tahun 2003. Qanun ini disahkan untuk menjadi pedoman Mahkamah Syariah Aceh sampai dengan saat sekarang ini dalam memutuskan hukum pada perkara yang terkait. Pihak yang berwenang dalam penyusunan Qanun ini telah melakukan ijtihad (kajian yang mendalam) berdasarkan konsideran-konsideran hukum perundang-undangan yang berlaku dan HAM. Faktor yang mempengaruhi konsideran demikian adalah penerapan Syariat Islam di Aceh masih berada dalam lingkup otoritas Negara bangsa (Indonesia).365

Bila melihat dari sudut pandang HAM lebih lanjut, praktek judi ada dua sisi (sudut pandang), yakni (1) aspek permainan, dan (2) aspek ekonomi. Aspek yang pertama dapat dilihat pada sikap dan tujuan individu yang menggunakan judi sebagai suatu aktifitas yang menyenangkan (rileks dan asah otak). Bahkan ada unsur senda gurau dalam perlombaan dan taruhan. Perlombaan dan mainan bukan judi, namun ia menjadi judi jika menggunakan system taruhan dan undian uang. Maka praktek kebebasan individu untuk relaks (menghilangkan ketegangan jiwa) tidak dimaksudkan sebagai suatu praktek perjudian oleh Qanun/Fiqh Islam. Jadi selain dalam Qanun, judi juga dilarang dalam The Universal Declaration of Human Rights 1948 yang tercantum dalam pasal-pasalnya yang terkait dan di dalam pasal-pasal ICCPR sebagai penjabaran dari UDHR juga.

3. Qanun Judi dan perspektif konsep HAM Islam a. Pandangan UIDHR 1981

Islam membolehkan umatnya berdikari (mencari nafkah) dengan cara yang halal, bukan dengan cara-cara yang terlarang seperti dengan cara bermain judi agar menjadi kaya, atau praktek illegal lainnya. Dikatakan dalam Bab XV UIDHR 1981 bahwa semua orang berhak atas manfaat dari alam dan semua sumber daya yang dimilikinya. Ini adalah berkat yang dianugerahkan oleh Tuhan untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan; dan semua manusia berhak untuk mencari nafkah mereka menurut hukum; setiap orang berhak memiliki harta, baik secara individu atau dalam hubungan dengan orang lain dalam suatu Negara.366

365

Lihat http//www. List of Muslim Majority Countries.html. 366

Deklarasi HAM Islam dunia ini mengatur bahwa kepemilikan ekonomi tertentu dari sumber daya alam merupakan kepentingan masyarakat yang sah; masyarakat miskin boleh memiliki hak untuk bagian yang ditentukan dalam kekayaan orang kaya, sebagaimana ditetapkan oleh zakat, dipungut dan dikumpulkan sesuai dengan hukum. Semua alat-alat produksi harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat (ummat) secara keseluruhan, dan tidak dapat diabaikan atau disalahgunakan. Dalam rangka untuk memeningkatkan pembangunan ekonomi yang seimbang dan untuk melindungi masyarakat dari eksploitasi, hukum Islam melarang monopoli, melarang praktek perdagangan destruktif, riba, penggunaan paksaan dalam pembuatan kontrak dan penerbitan iklan yang menyesatkan. Bahkan semua kegiatan ekonomi diijinkan dengan syarat tidak merugikan kepentingan masyarakat (ummat) dan tidak melanggar hukum Islam dan nilai-nilai.”367

Senada dengan UIDHR 1981 ini, Qanun Aceh membolehkan masyarakat menghidupkan sektor ekonomi yang sesuai qaidah Islam dan hukum perundang-undangan yang berlaku. Karena itu Qanun melakukan pengaturan hukuman bagi pihak/individu yang melanggar aturan, yakni khusus bagi individu yang beragama Islam yang berdomisili di Aceh. Kebijakan Islam yang dicantumkan dalam Qanun Aceh yang melarang umatnya dari pengaruh judi, bukan untuk membuat umat non-muslim untuk merasa curiga dan takut. Bahkan umat non-muslim bebas untuk memeilih aturan hukum Qanun atau KUHP bila terlanjur atau dengan sengaja melakukan tindak pidana perjudian. Diakui Rusjdi Ali Muhammad bahwa umat non-muslim boleh memilih Pengadilan Umum atau Mahkamah Syariyah dalam proses pengadilan tindak pidana (judi) yang dilakukan. Sedangkan bagi umat Islam diwajibkan merujuk kepada Qanun.368

Dikatakan Alyasa‘ (seorang pakar hukum Islam) bahwa penerapan syariat Islam hanya berlaku bagi umat Islam sehingga mereka yang non-muslim tidak perlu merasa takut yang berlebihan mendengar

367

UIDHR 1981 Bab XV Ayat a-f Dalam Bab XVI tentang hak untuk memiliki harta (Right to Protection ofProperty) juga dikatakan, No property may be expropriated except in the public interest and on payment of fair and adequate compensation. Lihat juga ICCPR 1966 Pasal1 Ayat (1) dan (2).

368Rusjdi Ali Muhammad & Swa, “Melanggar Syariat, Non-Muslim Boleh Pilih Hukuman”, Serambi Indonesia, 21 Juni 2011, 2.

syariat Islam. Alyasa‘ Abu Bakar menjamin bahwa syariat Islam mengatur hak-hak non–muslim di NAD.369

Senada dengan Alyasa‘, Gamawan Fauzi, Menteri dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu (pimpinan SBY) mengatakan:

Only a religious–group majority, targeted by bylaw, must comply with them. People with different religions to those regulated by the by law must be excluded… .’’( Hanya kelompok mayoritas penganut agama, yang ditujukan Qanun, yang harus mereka patuhi. Sedangkan masyarakat yang berbeda agama bagi mereka tidak dikenakan).”370

Pandangan para pakar/tokoh tersebut dikuatkan Mawardi Islamil. Menurut Mawardi, pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, bagi pelaku judi di Aceh dari kalangan non-muslim diberikan kebebasan apakah memilih pengadilan Umum (dengan KHUP) atau menundukkan diri dengan hukum (jinayah) Islam dengan menerima uqubat sebagaimana yang diatur di dalam Qanun No. 13 Tahun 2003. Fenomena ini merupakan kekhususan bagi Aceh yang diberikan oleh UU No. 11 Tahun 2006 Pasal 125 Ayat (1) dan (2), dan Pasal 129 Ayat (2).371

b. Pandangan CDHRI 1990

Deklarasi Kairo tentang Hak-hak Asasi Manusia (Cairo Declaration on Human Rights in Islam) dilangsungkan pada 5 Agustus 1990—yang ikut dihadiri Indonesia.372 CDHRI dilandasi laporan dari

369Lihat Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 383.

370

Gamawan Fauzi, “Aceh sees Shallow Implementation of Sharia,’’ The Jakarta Post, 21 Agustus 2010, 5. Lihat juga Gamawan Fauzi, Islamic Bylaw may not Harm Tolerance and Pluralism, “The Jakarta Post,” 21 Agustus 2010, 2.

371

Mawardi Ismail, Beberapa Kekhusususan Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh /UU No. 11 Tahun 2006, 9.

372

http://www1.umn.edu/humanrts/instree/cairodeclaration.html (diakses tanggal 2 Desember 2010).

rapat panitia dari para ahli hukum yang diselenggarakan di Taheran pada tanggal 26–28 December 1989. Para ahli menyetujuinya untuk mengesahkan Deklarasi Kairo tentang hak-hak asasi manusia menurut Islam yang akan menjadi petunjuk umum bagi Negara anggota dalam hak asasi manusia, dalam rangka mengukuhkan kembali keummatan dan kodrat manusia yang diciptakan Allah sebagai umat yang terbaik dan memberikan kepada manusia peradaban yang paling seimbang.

CDHRI dikombinasikan dengan hukum menurut kenyakinan Islam di mana saja umat Islam berada. Umat Islam bebas mengikuti mazhab fiqh mereka masing-masing dalam mengamalkan syariat Islam. CDHRI memenuhi harapan dari semua masyarakat muslim agar menjadi panduan bagi mereka yang bingung karena perbedaan dan konflik kepercayaan dan ideology yang terkait dengan hak. CDHRI bertujuan untuk mengokohkan hak dan kebebasannnya dalam hidup yang bermakna sesuai dengan syariat Islam sebagiamana kitab yang diwahyukan (the revealed Books of Allah) dan yang terkandung dalam sunnah Rasul-Nya (which were sent through the last of His prophets) yang dapat mengawasi hak-hak dasar dan kebebasan-kebebasan individu setiap muslim dan tanggung jawab kolektif dari ummat secara keseluruhan. 373

Di antara sejumlah hak manusia CDHRI juga mengetengahkan hak kepemilikan (proriation rights). Setiap orang memiliki hak untuk memiliki dan mencari harta dengan cara yang halal, bukan dengan cara perampasan dan berlawanan dengan hukum dan undang-undang. Di dalam Pasal 10 Ayat (1) dan (2) dikatakan:

“Everyone shall have the right to own property acquired in a legitimate way, and shall be entitled to the rights of sownership without prejudice to oneself, others or the society in general. Expropriation is not permissible except for requirements of public interest and upon payment of prompt and fair compensation. (2) Confiscation and seizure of property is prohibited except for a necessity dictated by law” (“Setiap orang memiliki hak untuk

373Pembukaan Deklarasi Kairo 1990. Lihat juga Rusjdi Ali Muhammad,

Revitalisasi Syariat Islam di Aceh; Problem, Solusi dan Implementasi menuju Pelaksanaan Hukum Islam di NAD, 42. Lihat juga Ann Elizabeth Mayer. Islam and Human Rights Tradition and Politics, 120.

memiliki harta yang diperoleh secara halal yang dinamakan hak kepemilikan tanpa ada syakwa sangaka baik yang datang dari pribadi maupun orang lain secara umum. Pengalihan hak tidak dibolehkan kecuali dengan syarat-syarat untuk kepentingan publik dan dengan cara pembayaran ganti rugi secara adil dan segera. Penyitaan harta dilarang kecuali untuk keperluan yang ditetapkan hukum”).374

Pasal 10 Ayat (1) dan (2) dari CDHRI tersebut jelas mengharamkan berdikari yang melanggar syariat (termasuk praktek judi) yang dinyatakan melanggar hukum syariat oleh Quran Surah al-Baqarah Ayat 219.375

Semua macam hak Asasi manusia yang tidak bertentangan dengan keyakinan Islam diakui dalam Islam, termasuk hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak dan berperan serta di dalam aktifitas social kemasyarakatan. Di dalam Pasal 13 CDHRI juga dikatakan:

“Work is a right guaranteed by the State and the Society for each person with capability to work. Everyone shall be free to choose the work that suits him best and which serves his interests as well as those of the society. The employee shall have the right to enjoy safety and security as well as all other social guarantees. He may not be assigned work beyond his capacity nor shall he be subjected to compulsion or exploited or harmed in any way. He shall be entitled—without any discrimination between males and females—to fair wages for his work without delay, as well as to the holidays allowances and promotions which he deserves. On his part, he shall be required to be dedicated and meticulous in his work. Should workers and employers disagree on any matter, the State shall intervene to settle the dispute and have the grievances redressed, the rights confirmed and justice enforced without bias.” 376

374CDHRI 1990 Pasal 10. Lihat juga Al-Hageel, Human Rights in Islam and Refutation of Misconceived Allegation Associated with These Rights, 60.

375 Lihat Qs. al-Ma>idah: 91-92

.

376

Dikatakan juga dalam Pasal 15 bahwa setiap orang berhak memperoleh harta yang bukan dengan cara yang terlarang. Pengambil alihan harta seseorang kepada pihak lain tidak diperbolehkan kecuali syarat-syarat tertentu yang dibolehkan secara hukum, atau demi kepentingan umum dengan pembayaran ganti rugi.

Berdasarkan uraian-uraian yang menyangkut dengan perolehan harta yang legal yang diatur dalam konsep HAM universal dan konsep HAM Islam di atas, Qanun No. 13 Tahun 2003 ini, disamping melakukan upaya pengaturan terhadap cara berdikari yang halal, juga melakukan upaya pelarangan dan penghukuman bagi tindak pidana judi. Selain dilarang oleh Islam, judi juga dilarang oleh Negara RI melalui hukum perundang-undangan yang berlaku. Dalam merelisasikan pelarangan ini qanun menetapkan ‘uqu>ba>t (penghukuman/pencambukan) bagi pelaku yang terlibat.

Tabel 4.2.

Kesesuaian dan Ketidaksesuaian antara Qanun Maisir dengan Ketentuan HAM

No

Pelaku tindak pidana/jarimah

judi

Hukuman dan Kesesuaiannya dengan HAM

Hukuman Perspektif HAM

Ta‘zi>r cambuk Ta‘zi>r kuru-ngan Ta‘zi>r den-da U D H R I C C P R C E D A W C A T D I U H R C D H R I 1 Penjudi 6-12 kali cambuk - - Ts Ts Ts Ss Ss Ss 2 Penyedia fasilitas - - 15-35 juta rupiah Ss Ss Ss Ss Ss Ss

3 Penyelenggara - Sda Sda Ss Ss Ss Ss Ss Ss

4 Pelindung - Sda Sda Ss Ss Ss Ss Ss Ss

5 Pemberi izin - Sda Sda Ss Ss Ss Ss Ss Ss

Catatan:

Bentuk jarimah (tindak pidana): melakukan perjudian, menyediakan fasilitas, menyelenggarakan, melindungi, dan memberikan izin; Ts = Tidak Sesuai; dan Ss = Sesuai.

Dalam rangka menghargai martabat manusia sebagaimana anjuran UDHR 1948, Qanun menganut prinsip pra-duga tak bersalah dan menyesuaikan dengan kondisi fisik dan mental terhukum. Di dalam Pasal 29 Qanun ini dikatakan: (1) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap; dan (2) Penundaan pelaksanaan ‘uqu>ba>t hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri apabila terdapat hal-hal yang membahayakan terhukum setelah mendapat keterangan dokter yang berwenang.377

Persepsi (Qanun) seperti ini juga telah dicantumkan di dalam Deklarasi Kairo 1990. Dikatakan di dalam CDHRI bahwa menyangkut dengan status individidu di depan hukum adalah sama antara pemimpin dan orang yang dipimpin; hak menempuh jalur hukum juga dijamin, pertanggungjawaban adalah esensi individu, tadak ada penghukuman kecuali yang ditetapkan syariah; dan seorang tersangka tidak bersalah kecuali kalau sudah terbukti di pengadilan dan berhak melakukan pembelaan diri. Pasal 19 CDHRI berbunyi:

(1) All individuals are equal before the law, without distinction between the ruler and the ruled; (2) The right to resort to justice is guaranteed to everyone; (3) Liability is in essence personal; (4) There shall be no crime or punishment except as provided for in the Shari'ah; and (5) A defendant is innocent until his guilt is proven in a fast trial in which he shall be given all the guarantees of defence.378

Berdasarkan table 4.2 di atas dapat dikatakan bahwa selain cambuk, Deklarasi HAM dan kovenan-covenannya menyetujui hukuman yang diatur Qanun terhadap pelaku perjudian dan orang yang terlibat dengan praktek perjudian. UDHR 1948 memang tidak setuju dengan penghukuman (cambuk) dari Qanun yang demikian. Pandangan ICCPR— yang menyangkut dengan kesesuaian dan ketidak sesuaian Qanun hukum cambuk dengan HAM—, memiliki dua penafsiran—sebagaiman tersebut di atas. Namun banyak kalangan yang memahami bahwa hukum cambuk bertentangan juga dengan ICCPR—seperti Iben dari Komnas HAM RI.

377Qanun No. 13 Pasal 29 Ayat (1) dan (2). 378

Tabel juga menyatakan bahwa CEDAW juga kontradiktif dengan hukum cambuk yang diatur Qanun. Sedangkan CAT, CDHRI dan DIUHR mengakui bahwa Qanun maisir telah sesuai dengan HAM.

B. Pelaksanaan Qanun No. 14 Tahun 2003

1. Qanun dan Perspektif Perundang-undangan lainnya.

Tentang ‘uqu>ba>t khawat diatur dalam Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang khalwat (mesum), jika dilihat dari jenis perbuatan melawan hukumnya, bukan suatu hal yang baru. Hal yang sama ditemui dalam aturan kesusilaan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Terlepas dari kontroversi yang dimilikinya, KUHP produk kolonial ini jauh-jauh hari telah mengatur soal kesusilaan. Bahkan jauh lebih rinci dibandingkan Qanun Khalwat. Pandangan seperti ini dilontarkan Komnas Perempuan tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.379

Komisi ini juga mengatakan bahwa khalwat didefinisikan sebagai perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawainan. Sementara dalam KUHP dikatakan, hal-hal “kecil”. Namun demikian, keduanya tetap memiliki perbedaan orientasi hukum. Perbuatan khalwat akan tetap ditindak baik dilakukan di tempat umum (terbuka) maupun ditempat tertutup. Artinya, orientasi hukum pengaturan khalwat adalah

Dokumen terkait