• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERKEMBANGAN TAFSIR KLASIK HINGGA TAFSIR

B. Tafsir Modern : Buya Hamka dan Quraish Shihab

2. Quraish Shihab – Tafsīr al-Mishbah

Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944, adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu al-Qur’an. Terlahir sebagai putra Prof. Dr. Abdurrahman Shihab, seorang penggagas sekaligus pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Beliau pernah menjabat Menteri Agama pada detik-detik akhir

era Orde Baru, yaitu Kabinet Pembangunan VII (1998).27

Pada awal 1958 beliau berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Kemudian pada 1967, ia meraih gelar Lc (S-1) pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo, Mesir. Dua tahun kemudian ia melanjutkan S2 dan meraih gelar Master of Arts (MA) di Fakultas yang sama untuk spesialis bidang Tafsir

al-Qur’an dengan tesis berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I li al-Qur’ān al-Karīm.28

Lalu pada 1980, ia melanjutkan pendidikan untuk mengambil program S3 di almamater lamanya. Pada tahun 1982 ia meraih gelar doktornya dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an.

Dari sekian banyak karyanya, terdapat beberapa karya dalam bidang tafsir seperti Tafsir al-Mishbah. Tafsir al-Mishbah ini merupakan tafsir yang didasarkan pada karya-karya ulama modern dan kontemporer, sebut saja misalnya Sayyid Muhammad Thanthawi (Pemimpin tertinggi Azhar), Syeikh Mutawalli Sya’rawi, Sayyid Muhammad Hussein

al-Ṭaba’ṭaba’I, dan lain sebagainya.29 Kitab tafsir yang berjumlah 15 jilid ini

mempunyai corak penafsiran adab al-Ijtima’I (sastra – kemasyarakatan), corak tafsir ini banyak terpengaruh oleh corak tafsir di Mesir. Tafsir ini juga

menggunakan metodologi Tahlilī. 30 Latar belakang penulisan Tafsir

27 Faizah dan Jauhar, Membahas Kitab Tafsir, 255. 28 Faizah dan Jauhar, Membahas Kitab Tafsir, 256. 29 Faizah dan Jauhar, Membahas Kitab Tafsir, 258. 30 Faizah dan Jauhar, Membahas Kitab Tafsir, 262.

37 Mishbah adalah: Pertama, semakin banyaknya permintaan agar menulis kitab tafsir secara lengkap. Kedua, didasarkan pada keinginan M. Quraish Shihab untuk melayani semua masyarakat pembaca yang ingin memahami ayat-ayat Allah. Ketiga, adanya kenikmatan rohani yang terasa ketika bersama al-Qur’an sehingga mengantarkannya untuk mengkaji, membaca dan menulis. Keempat, banyak surat yang masuk kepadanya, kemudian

menggugah hati dan membulatkan tekad untuk menyusun tafsir.31

Para mufasir mempunyai metode tertentu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Penggunaan metode terlihat pada penyajian isi karya tafsir. Metode penafsiran Tafsir al-Mishbah termasuk dalam metode tafsir tahlīli dan bentuknya ra’yi. Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya, yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam mushaf. Namun di sisi lain Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlīli memiliki kelemahan, sehingga ia juga

menggabungkan dengan metode mauḍū’i (tematik).32Menurutnya metode

ini memiliki beberapa keistimewaan di antaranya, dapat menyampaikan pesan al-Qur’an secara mendalam dan menyeluruh menyangkut tema-tema yang dibicarakan. Dengan demikian, metode penulisan Tafsir al-Mishbah

mengombinasikan metode tahlīli dengan metode mauḍū’i.33

Adapun corak tafsir atau aliran tafsir yang diikuti Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah adalah tafsir Adāb al-Ijtimā’i, yaitu corak penafsiran al-Qur’an yang penafsirannya ditekankan pada kebutuhan menjawab persoalan-persoalan yang muncul dalam masyarakat. Tafsir al-Mishbah merupakan karya M. Quraish Shihab yang ditulis selama empat

31 Manna’ Khalil al-Qaṭṭan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir A.S (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), 482-483.

32 Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003), 21-22.

tahun (1999-2003) yang mulai ditulis di Mesir, Jumat 4 Rabiul Awal 1420 H/18 Juni 1999 dan selesai di Jakarta, Jumat 8 Rajab 1423 H/ 5September 2003.

Ada tiga karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir

bercorak adāb al-ijtimā’i. Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al-Qur’an

yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kedua, penjelasannya lebih tertuju pada masalah dalam masyarakat. Ketiga, dijelaskan dalam bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar. Tafsir al-Mishbah memenuhi ketiga karakter yang telah disebutkan di atas. M. Quraish Shihab berusaha menjelaskan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan masyarakat, mencari solusi dari masalah yang ada dalam masyarakat, menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh kalangan umum. Ia juga mengedepankan kemudahan pembaca yang tingkat intelektualnya beragam.

39

BAB IV

KONSEP FATRAH DALAM QS. AL-MĀIDAH/ 5: 19 MENURUT MUFASIR KLASIK DAN MODERN

A. Teks Ayat dan Terjemah

Menurut penelusuran penulis dalam Mu’jam Mufahras li Faz al-Qur’ān al-Karīm, kata Fatrah dalam al-Qur’an hanya terdapat dalam satu

ayat yaitu dalam surah al-Māidah/ 5: 19.1

ٍَرْ تَ فٍٰىَلَعٍْمُكَلٍُنيَِّ بُ يٍاَنُلوُسَرٍْمُكَءاَجٍْدَقٍ ِباَتِكْلاٍَلْهَأاَي

ٍنمٍ ة

ٍاَََءاَجٍاَمٍاوُلوُقَ تٍنَأٍِلُسُّرلاٍَن

ٌٍريِدَقٍ ءْءَيٍنلُكٍٰىَلَعٍُهَّللاَوٌٍريِذَََوٌٍيرِشَبٍمُكَءاَجٍْدَقَ فٍ ريِذٍََ َلََوٍ يرِشَبٍنِم

ٍ

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

B. Asbabun Nuzul Ayat dan Munasabah Ayat

Al-Qur‘an berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dalam menghadapi berbagai situasi-kondisi dan persoalan hidup. Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda sesuai dengan situasi-kondisi yang dihadapi oleh orang yang menerimanya yaitu Nabi Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam. Kata asbāb (tunggal: sabab) berarti

alasan atau sebab.2 Jadi, asbāb al-nuzūl berarti pengetahuan tentang

sebab-sebab diturunkannya sebuah ayat.3

Di dalam Qs. al-Mā’idah/ 5: 19 ini secara umum menjelaskan tentang pengingkaran janji yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dalam ayat sebelumnya, dikatakan Allah telah mengangkat perjanjian Bani Israil, dan Allah mengangkat 12 orang sebagai pemimpin – dalam Qs. al-Mā’idah/ 5: 12, maka barang siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul ia akan selamat, dan jika ia kafir maka ia tersesat. Mereka (Yahudi dan Nasrani) sengaja melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Ibn Ishaq yang bersumber dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah ṣallahu’alaihiwasallam berdakwah kepada orang-orang Yahudi supaya masuk Islam. Akan tetapi mereka menolaknya. Berkatalah Mu'adz ibn Jabal dan Saad ibn Ubadah (Anshar) kepada mereka: "Wahai kaum Yahudi. takutlah kalian kepada Allah. Demi Allah, sesungguhnya kalian mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah, karena dulu sebelum beliau diutus, kalian telah menerangkan kepada kami sifat-sifat yang padanya." Berkatalah Rafi' ibn Huraimalah dan Wahab ibn Yahudza. "kami tidak pernah berkata demikian kepada kalian. Allah tidak menurunkan kitab sesudah Musa, dan tidak mengutus Utusan selaku pemberi kabar gembira dan peringatan sesudah Musa." Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai teguran kepada orang-orang yang memungkiri ayat-ayat tentang

kedatangan Rasul terakhir."4

2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Cet. XIV (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), 602.

3 Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an: Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Qur’an, cet IV (Bandung: Tafakur, 2011), 96. Lihat juga Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 132.

4 H.A.A. Dahlan dkk, Asbabun Nuzul : latar belakang historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), 190.

41 Menurut al-Zuhaili, ayat ini munasabah dengan ayat sebelumnya adalah sesudah Allah membuat hujah dan menyifati ahli kitab secara umum dengan picik pikiran mereka dengan tidak mau beriman dengan agama Islam maka dalam ayat ini Allah menyatakan tentang keadaan Nasrani

secara khusus.5

C. Tafsir Qs. al-Mā’idah/ 5: 19 Menurut Mufasir Klasik dan Modern 1. Mufasir Klasik : al-Ṭabarī

Maksud dari

ٍ

ٍِباَتِكْلاٍَلْهَأٍاَي

(Hai Ahli Kitab) ini adalah orang Yahudi yang ada pada masa Rasulullah saw. ketika beliau berhijrah saat ayat ini diturunkan.6

Riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah :

Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata : Yunus bin Bakir menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata : Muhammad bin Abi Muhammad (sahaya Zaid bin Tsabit) menceritakan kepadaku, ia berkata : Said bin Jubair atau Ikrimah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, ia berkata : Muadz bin Jabal, Saad bin Ubadah, dan Uqbah bin Wahab, berkata kepada orang Yahudi, “Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah. Demi Allah, kalian akan mengetahui bahwa ia adalah utusan Allah. Kalian telah menyebut-nyebutnya kepada kami sebelum ia diutus, dan kalian menjelaskan sifatnya kepada kami.” Rabi bin Huraimalah dan Wahab bin Yehuda berkata, “Adapun yang kami katakan ini adalah untuk kalian. Allah swt tidak mengutus pembawa berita gembira dan peringatan setelahnya.” Lalu Allah swt menurunkan ayat ini berkaitan berkaitan dengan perkataan keduanya.

Maksud Firman-Nya,

ٍاَنُلوُسَرٍْمُكَءاَجٍ ْدَق

“Sesungguhnya telah datang

kepada kamu Rasul Kami,” adalah, “Telah datang kepada kalian

Muhammad Rasul Kami.”7 Al-Ṭabarī mengatakan bahwa telah datang

5 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munīr juz 6 (Beirut : Dār al-Fikr, 1418 H), 136. 6 Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsir Ath Thabari, 636

Muhammad (Rasul Kami) untuk menjelaskan syariat kepada kalian. Memberitahu kalian dan menjelaskan kepada kalian petunjuk, serta memberi petunjuk kepada kalian tentang agama Allah subhānahu wa ta’āla yang diridai.

Lalu,

ٍْمُكَلٍُنيَِّ بُ ي

“Menjelaskan (syariat Kami) kepadamu” Dia berfirman,

“Memberitahu kalian dan menjelaskan kepada kalian petunjuk, serta

memberi petunjuk kepada kalian tentang agama Allah yang diridai.”8

Ia mengutip riwayat yaitu sebagai berikut :

Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata : Yazīd menceritakan kepada kami, ia berkata : Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman-Nya,

ٍ ةَرْ تَ فٍٰىَلَعٍْمُكَلٍُنيَِّ بُ يٍاَنُلوُسَرٍْمُكَءاَجٍْدَق

ٍِلُسُّرلاٍ َنِم

“Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul” bahwa maksudnya adalah Muhammad. Beliau datang dengan Al Furqan, yang dengannya Allah subhānahu wa ta’āla membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di dalamnya terdapat penjelasan, cahaya, dan petunjuk-Nya serta menjadi pelindung bagi orang yang mengambilnya. Qatadah berkata, “Maksudnya fase antara para Rasul.”

Lafadz

ٍُةَرْ تَفلا

di sini artinya keterputusan. Dia berfiman, “Telah datang

kepada kalian Rasul Kami yang menjelaskan kepada kalian yang haq dan yang batil ketika terjadi keteputusan (ketiadaan) para rasul.”

ٍَ ة رْت فلا

ber-wazan

ٍُةَلْعَفلا

dari perkataan,

ٍاارْوُ تُ فٍُرُ تْفَ يٍُرْمٍَلاٍاَذَهٍَرَ تَ ف

“Masalah ini terputus”

jika diam dan tenang. Demikian juga dengan lafadz

َ ة رْت فلا,

maknanya adalah

8 Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah (2/212) serta Suyuti dalam Durr al-Manṡur, dan ia menisbatkan kepada Ibnu Ishaq, Ibnu Jarīr, Ibnu al- Munżir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi dalam Al-Dala’il.

43

diam, yang dimaksudnya adalah diamnya kedatangan rasul. Jadi, artinya

adalah ke terputusan dari datangnya Rasul.9

Al-Ṭabarī mengatakan para takwil berbeda pendapat tentang perkiraan masa ketiadaan rasul tersebut. Mereka juga berbeda pendapat tentang riwayat mengenai hal ini. Ia mengutip riwayat :

Al Hasan ibn Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata : Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata : Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Qatadah, tentang firman-Nya :

ٍِلُسُّرلاٍَنِمٍ ةَرْ تَ فٍٰىَلَع

“ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul” ia berkata “Antara Isa AS dan Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam. terdapat jarak 560 tahun.” Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata : Yazid menceritakan kepada kami, dari Qatadah, ia berkata “Masa ketiadaan Rasul antara Isa as. dan Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam. adalah 600 tahun.” Al-Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata : Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata : Abu Sufyan menceritakan kepada kami dari Ma’mar, dari teman-temannya tentang firman-Nya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan (syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul.”

Ia berkata, “Antara Isa AS dengan Muhammad

ṣallahu’alaihiwasallam adalah 540 tahun.” Ma’mar berkata : Qatadah berkata, “560 tahun.” Dengan pendapat yang beragam perihal lamanya masa fatrah, demikian Al-Ṭabari pun mengutip dari ahli takwil lain: 10

Diceritakan kepadaku dari Al Husain ibn Al Faraj, ia berkata : Aku mendengar Abu Mu’adz Al Fadhl ibn Khalid berkata : Ubaid ibn Sulaiman mengabarkan kepada kami, ia berkata : Aku mendengar Adh-Dhahak berkata tentang firman-Nya, “Ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul,” ia berkata “Masa antara Isa AS dengan Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam adalah 430 tahun lebih.”

ٍ ريِذٍََ َلََوٍ يرِشَبٍنِمٍاَََءاَجٍاَمٍاوُلوُقَ تٍنَأ

ۖ

ٍ

ٌٍريِذَََوٌٍيرِشَبٍمُكَءاَجٍْدَقَ ف

“Agar kamu tidak mengatakan ‘Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita maupun seorang pemberi peringatan”, adalah “Agar tidak mengatakan” sebagaimana firman-Nya “Supaya kamu tidak sesat.” Qs. al-Nisā/ 4: 176.

9 Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsir al-Ṭabarī, 638 10 Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsir al-Ṭabarī, 639.

Al-Ṭabarī mengartikan Fungsi Rasul dalam ayat ini ialah makna basyīr sebagai orang yang membawa berita gembira bagi orang-orang yang mau mengikuti, taat dan mau menerima kebenaran yang didakwahkan oleh Rasulullah, yaitu dengan pertolongan di dunia dan perolehan pahala kelak di akhirat’. Kemudian nażīr sebagai ‘orang yang memberi peringatan bagi

orang-orang yang mendurhakai, menentang, dan menolak kebenaran yang telah didakwahkah Rasulullah ṣallahu’alaihiwasallam, yaitu dengan kesengsaraan dan kehinaan di dunia dan azab yang menghinakan di akhirat’.11

2. Mufasir Klasik: Ibn Kaṡīr

Ibn Kaṡīr juga dalam tafsirnya menjelaskan, Allah subhanah wata’alā berfirman terhadap Ahli Kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani, bahwasanya Dia telah mengutus kepada mereka Rasul-Nya yaitu Muhammad saw. sebagai penutup para Nabi, tidak ada Nabi dan Rasul setelahnya karena dia adalah Nabi penutup. “Ketika terputus pengiriman” artinya setelah waktu yang panjang antara pengutusan Nabi Muhammad ṣallahualaihiwasallam

sebagai Rasul dengan meninggalnya Nabi Isa bin Maryam. 12

Mufasir klasik seperti Ibn Kaṡīr tidak jauh berbeda dalam penafsirannya makna Fatrah. Fatrah, menurutnya ialah terputusnya pengiriman rasul-rasul, artinya setelah waktu yang panjang antara pengutusan Nabi Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam sebagai rasul dengan meninggalnya Nabi Isa as. Ibn Kaṡīr mengutarakan bahwa pendapat yang masyhur mengenai jarak masa fatrah ini adalah 600 tahun. Di antara ulama yang berpendapat 620 tahun. Tidak ada perselisihan di antara kedua jarak

11 Muhmmad ibn Jarīr Ṭabarī, Jamī’ Bayan ‘an Ta’wil Qur’ān (Dār al-Hijr Lī al-Ṭaba’ah Wa Nasyr, 2001), 640.

45 tersebut, karena ulama yang mengatakan pendapat jarak masa fatrah 600 tahun maksudnya tahun syamsiyah sedangkan ulama lain tahun qamariyah, dan jarak antara setiap seratus tahun syamsiyah dengan jarak antara

qamariyah sekitar tiga tahun.13

Allah berfirman dalam Qs. Al-Kahfi/ 18: 25 “dan mereka tinggal didalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.” Yaitu tahun qamariyah, untuk menggenapkan tiga ratus tahun syamsiah yang sudah dikenal oleh Ahli Kitab. Ibn Kaṡīr menegaskan jarak antara Isa ibn Maryam, yang merupakan akhir Nabi dari keturunan Bani Israil dengan Muhammad sebagai penutup para Nabi dari keturunan Adam secara mutlak, adalah sebagaimana terdapat dalam keterangan yang berasal dari Abu

Hurairah dalam Shahih al-Bukhari, bahwasanya Rasulullah

ṣallahu’alaihiwasallam bersabda :

ٍيِبٍََُهَنْ يَ بَوٍِْنِْيَ بٍَسْيَلٍ,اَََّلٍِساَّنلاٍ َلَْوَأٍَّنِإ

“Sesungguhnya manusia paling utama adalah aku, dan tidak ada antara aku dengan dia (Isa) seorang Nabi.”

Keterangan tersebut menurut Ibn Kaṡīr merupakan bantahan terhadap orang yang mengklaim bahwa telah diutus setelah Nabi Isa seorang Nabi yang bernama Khalid ibn Sinan, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Quda’i dan selainnya.

Ibn Kaṡīr menjelaskan, bahwa maksud ayat

ٍ ِلُسُّرلاٍَنِمٍ ةَرْ تَ فٍٰىَلَع

adalah ketika terputus pengiriman Rasul-rasul, manusia jauh dari jalan kebenaran, banyak terjadi perubahan dalam agama, dan banyak tersebar penyembah berhala, api dan salib, maka Allah subhanah wa ta’alā mengutus Nabi Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam adalah sebaik-baiknya nikmat,

kebutuhan untuk itu adalah perkara yang menyeluruh. Sebab, kerusakan telah mengglobal ke seluruh negeri, sikap melampaui batas dan kebodohan telah nampak pada diri manusia, kecuali sedikit saja orang-orang yang berpegang teguh dengan sisa-sisa warisan agama para Nabi terdahulu, di antaranya rabi Yahudi, pendeta Nasrani, dan al-Ṣabi’īn (penyembah

binatang).14

Maksud dari sabda Nabi ṣallahualaihiwasallam “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla melihat penduduk bumi, lalu Allah membenci mereka, baik orang Arab maupun non-Arab, kecuali sebagian Ahli Kitab.” Yakni menurut Ibn Kaṡīr bahwa dulu agama ini sesuatu yang samar bagi seluruh penduduk negeri, hingga Allah mengutus Nabi-Nya dari kegelapan menuju cahaya. Sehingga Nabi Muhammad meninggalkan mereka dalam keadaan mendapatkan cahaya keimanan dan syariat yang terhormat. Oleh karena itu Allah subhanah wata’alā berfirman, “Agar kamu tidak mengatakan, ‘Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang

pemberi peringatan.”15 Maksudnya, agar kalian tidak berdalil dan

mengatakan “Wahai orang-orang yang telah mengubah dan mengganti agama mereka, sungguh tidak ada seorang Rasul pun yang datang kepada kami yang membawa berita gembira berupa kebaikan dan memberi peringatan dan keburukan.”

Maksud firman Allah subhanah wata’alā, “Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.” Yang dimaksud di sini ialah Nabi Muhammad ṣallahualaihiwasallam. “Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” Ibn Kaṡīr mengutip pendapat Ibn Jarīr,

14 Ibn Kaṡīr, Tafsir Ibn Kaṡīr, 546. 15 Ibn Kaṡīr, Tafsir Ibn Kaṡīr, 547.

47 maksudnya ialah sesungguhnya Aku Allah Mahakuasa untuk menghukum orang yang bermaksiat kepada-Ku dan memberikan pahala kepada orang

yang menaati-Ku.16

3. Mufasir Modern: Buya Hamka

Pendapat lain pun dijelaskan dalam tafsir modern, yakni Haji

Abdulmalik Abdulkarim Amrullah dalam Tafsirnya al-Azhar, yang menjelaskan berita tentang datangnya rasul di masa Fatrah, Ia adalah Muhammad ibn Abdullah keturunan Quraish, keturunan Ismail anak Ibrahim, yang diantarkan oleh ayahnya Ibrahim ke Farran (Makkah) seketika itu masih dikandung oleh ibunya Hajar, lalu menurunkan Arab

Adnan, menurunkan Quraisy, menurunkan Muhammad ini.17 Ia

menjelaskan kepada kamu sekalian setelah terputus Rasul-rasul, maksudnya karena setelah Isa as, tidak ada rasul-rasul diutus sehingga terdapat kekosongan lebih dari lima abad lamanya. Inilah dia Nabi itu, yang dijanjikan oleh Musa, bahwa dari pihak saudaranya Bani Israil akan ada seorang Nabi. Yang telah dijanjikan oleh Isa Almasih. Hamka juga menukil Tafsir Ibn Kaṡīr dalam menafsirkan kata Fatrah. Menurut Hamka, di antara

zaman Isa Almasih dengan diutusnya Nabi Muhammad

ṣallahu’alaihiwasallam boleh dikatakan telah terputus Rasul, sehingga manusia telah berleluasa menurut sekehendak hati. Jaraknya itu Hamka

menerangkan ialah 569 tahun.18

Dalam Qs. Yāsīn, Hamka menerangkan bahwa ada tiga Rasul diutus

Tuhan ke suatu negeri, konon negeri Anṭakiyah.19 Tetapi Rasul yang diutus

16 Ibn Kaṡīr, Tafsir Ibn Kaṡīr, 547.

17 Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1984), 196.

18 Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, 197.

19 Negeri Anṭakiyah dijelaskan dalam Qs. Yāsīn Tafsir Ibn Kaṡīr yaitu kota yang Rajanya dikenal dengan penyembah berhala. Lalu Allah mengutus kepadanya tiga orang

itu tidak mendapat sambutan baik. Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa ketiga Rasul itu hanyalah penyokong syariat Musa dan Isa, tidak membawa syariat baru. Artinya bukan Rasul besar. Ada pula yang berpendapat bahwa sesudah Isa itu terdapat dua Nabi, yaitu Danis dan Khalid ibn Sinan.

Menurut Hamka di dalam penyelidikan Ilmu Hadis, riwayatnya tidak kuat.20

Dapat diambil kesimpulan bahwasanya kerusakan agama di antara zaman Isa dengan zaman Muhammad itu telah sangat memuncak. Sehingga kedatangan Nabi atau Rasul-rasul yang kecil tidak membawa kesan lagi.

Menurut Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Azhar, beliau menulis dalam buku nya Risal Al-Tauhid dengan gambaran yang nyata bagaimana kekacauan di zaman fatrah itu. Bila dilihat sejarah dunia pada masa itu akan nyatalah bahwa penghargaan atas nilai-nilai kerohanian, nilai Wahyu sudah benar-benar di kesampingkan. Di zaman itu hanya mendapati perebutan kekuasaan di antara Barat (Romawi) dengan Timur (Persia). Pesta pora di antara Anthonius dengan Cleopatra di sungai Nil, Mesir adalah salah satu gambaran kehidupan Zaman Fatrah. Agama Yahudi menerima usiran dimana-mana dan agama Kristen diubah isi dan maksudnya karena dia telah dicampuri oleh kekuasaan Kaisar Konstantin, sehingga aslinya telah hilang. Semuanya itulah yang dinamai Zaman Fatrah.21

Kedatangan seorang Rasul adalah membawa Basyīr, yaitu khabar kesukaan, khabar gembira bagi siapa yang sudi menerima petunjuk Tuhan, dan Nażīr, artinya ancaman atas barang siapa yang tidak mau memedulikan

Rasul, yaitu Shadiq, Shaduq, dan Syalum, akan tetapi mereka mendustakannya. Diriwayatkan dari Buraidah ibn al-Kashib, Ikrimah, Qatadah dan al-Zuhri bahwa itu adalah negeri Anṭakiyah.

20 Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, 198. 21 Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, 198.

49

petunjuk Tuhan.22 Seorang Rasul menunjukkan dengan tegas kebahagiaan

dunia dan akhirat bagi barang siapa yang menurutkan jalan yang terbaik dan memberikan peringatan ancaman peringatan Tuhan bagi barang siapa yang tidak mau percaya kepada ajaran Rasul itu. Oleh karena itu, yang demikian maka kedatangan Nabi Muhammad ṣallahualaihiwasallam sangatlah cocok

Dokumen terkait