3 METODE PENELITIAN
4.4 Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th dalam Air dan Sedimen
4.4.1 Konsentrasi238U dan 232Th dalam air
Konsentrasi radionuklida alam 238U dan 232Th pada kolom air perairan Pulau Panjang maupun lokasi pembanding diukur baik total maupun yang terlarut. Konsentrasi radionuklida alam 238U dan 232Th teradsorpsi pada partikel tersuspensi dapat dihitung secara matematis dengan cara mengurangi konsentrasi total dengan terlarut (Lampiran 19).
Konsentrasi radionuklida 238U baik total, teradsorpsi materi tersuspensi dan terlarut pada lokasi pengamatan tidak terdeteksi atau dibawah batas deteksi alat yaitu sebesar 0,1749 Bq/l (Lampiran 9). Konsentrasi 232Th (total, teradsorpsi materi tersuspensi dan terlarut) pada lokasi penelitian disajikan oleh Gambar 24. Konsentrasi 232Th total dalam air berkisar antara 0,0790–0,1299 Bq/l dengan rata- rata 0,1103 Bq/l, lebih tinggi daripada lokasi pembanding (0,0671 Bq/l), dengan konsentrasi tertinggi pada Stasiun 1. Konsentras 232Th tersuspensi berkisar antara 0,0167–0,0433 Bq/l dengan rata-rata 0,0290 Bq/l, lebih rendah daripada lokasi pembanding (0,0338 Bq/l), dengan konsentrasi tertinggi pada Stasiun 1.
St. 4 (pembanding)
Konsentras 232Th terlarut dalam air berkisar antara 0,0623–0,0951 Bq/l dengan rata-rata 0,0813 Bq/l, lebih tinggi daripada lokasi pembanding (0,0333 Bq/l), dengan konsentrasi tertinggi pada Stasiun 2.
Konsentrasi radionuklida alam di dalam air laut suatu perairan dipengaruhi beberapa parameter fisika kimia sperti pH, salinitas, suhu dan TSS maupun sumber polutan tersebut. Secara umum, konsentrasi 232Th (total, terlarut dan tersuspensi) di perairan Pulau Panjang tertinggi berada pada Stasiun 1 dan 2 hal ini diduga karena kedua lokasi tersebut jaraknya lebih dekat dengan PLTU Suralaya dan merupakan jalur pelayaran kapal tongkang pengangkut batubara dari
Stockpile batubara yang menjadi sumber polutan radionuklida alam. Gambar 24
menunjukkan bahwa konsentrasi total 232Th dalam air laut di lokasi pembanding lebih kecil daripada perairan Pulau Panjang, hal tersebut berkaitan dengan lebih kecilnya konsentrasi sumber polutan yang diduga berasal dari aktivitas PLTU- batubara Labuan (operasi dan pengangkutan bahan bakar batubara dengan kapal tongkang) yang memiliki jumlah unit lebih sedikit (2 unit) dan baru beroperasi sekitar 1 tahun. S tasiu n 1 2 3 4 (p e m b a n d in g ) K o n s e n tr a s i 2 32 T h (B q /l) 0 .0 0 0 .0 5 0 .1 0 0 .1 5 0 .2 0 2 3 2 T h to ta l 2 3 2 T h p a d a T S S 2 3 2 T h te rla ru t
Gambar 24. Konsentrasi 232Th (Bq/l) total, tersuspensi dan terlarut dalam air laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
Nilai kapasitas adsorpsi (KA) dan dissolved transport indice (DTI) dari 232Th dalam sistem akuatik dapat menggambarkan tingkat adsorpsi 32Th oleh materi tersuspensi maupun tingkat kelarutannya (Tabel 9). KA dan DTI dapat menjelaskan fate dari radionuklida alam dimana semakin tinggi nilai DTI maka radionuklida tersebut makin besar dalam jumlah terlarut sehingga dapat memiliki nilai toksisitas yang lebih tinggi dan tersedia secara biologi (bioavailibilty) bagi organisme akuatik. Sebaliknya, semakin tinggi nilai KA berarti radionuklida tersebut banyak yang teradsorpsi oleh materi tersuspensi (baik partikel inorganik
(clay mineral) maupun partikel organik (fitoplankton, bakteri, virus dan debris))
sehingga mengurangi konsentrasi bentuk terlarutnya. Materi tersuspensi mengalami agregasi sehingga kemudian dengan adanya gaya gravitasi akan dideposit dan diakumulasi dalam sedimen (dasar perairan) sehingga konsentrasinya tinggi di sedimen. Proses adsorpsi ini dikenal dengan fenomena
scavenging (Chester 1990; Libes 1992).
Menurut Chester (1990) bahwa elemen kimia U dan Th memiliki nilai DTI 1- 10%. Tingginya nilai DTI pada lokasi pengamatan dikarenakan rendahnya konsentrasi TSS sehingga sebagian besar 232Th berada dalam bentuk terlarut. TSS terdiri dari bahan organik dan inorganik. Bahan organik dalam TSS berperan dalam melakukan ikatan dengan radionuklida atau logam berat (organic ligands bond), sehingga persentase bahan organik dalam TSS berpengaruh terhadap fenomena adsorpsi terhadap elemen kimia terlarut. Semakin rendah nilai pH (cenderung asam) maka semakin tinggi radionuklida terlarutnya. Stasiun 3 di Perairan Pulau Panjang, Banten memiliki nilai DTI (%) paling tinggi karena memiliki pH paling rendah. Nilai KA (%) yang besar pada Stasiun 4 (pembanding) terkait dengan konsentrasi TSS yang lebih tinggi pada stasiun tersebut.
Tabel 9. Nilai dissolved transport indice (DTI) dan kapasitas adsorpsi (KA) dari 232Th di lokasi pengamatan pada Juni-Juli 2010
Stasiun DTI (%) KA (%)
1 66,6963 33,3037
2 77,9437 22,0563
3 78,8519 21,1481
Baku mutu yang dikeluarkan oleh Dirjen Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) No. 293/Dj/VII/1995 tentang radioaktivitas di lingkungan, ditetapkan bahwa ambang batas yang direkomendasikan untuk 238U adalah 104 Bq/l baik sebagai senyawa larut maupun tidak larut dan untuk 232Th adalah 700 Bq/l sebagai senyawa larut dan 10000 Bq/l sebagai senyawa tidak larut (BATAN 1995). Konsentrasi 238U dan 232Th di perairan Pulau Panjang, Banten dan lokasi pembanding masih di bawah ambang batas. Konsentrasi total 238U dan 232Th dalam air laut lokasi pengamatan masih berada dalam kisaran konsentrasi alami dalam air laut di dunia menurut Michael 1994. Konsentrasi 238U dan 232Th di air laut di beberapa perairan Indonesia di sajikan pada Tabel 10 sebagai perbandingan.
Tabel 10. Konsentrasi 238U dan 232Th di air laut beberapa perairan Indonesia dan kisaran rata-ratanya di dunia
Sumber Lokasi Unit 238U 232Th
Mellawati, 2004
Perairan Pesisir Gresik, Jawa Timur
(kawasan industri fosfat) Bq/l
0,0001 - 0,0877
0,0002 - 0,0401
Arief, 2006
Perairan Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kawasan
Tambang Batubara) Bq/l ttd- 0,9220 ttd- 6,7810 Susenao dan Umbara, 2006
Semenanjung Muria, Jepara
(Kawasan PLTU Tanjung Jati) Bq/l -
9,0800 ± 1,44 Sabam, 2011
(hasil penelitian)
Pulau Panjang, Banten (Kawasan
PLTU Suralaya) Bq/l ttd
0,0790 – 0,1299 Michael 1994 Kisaran alami rata-rata di dunia Bq/l
0,0230 - 0,0580
0,0012 - 2,0000 ttd : tidak terdeteksi (detection limit 238U: 0,1749 Bq/l)
4.4.2 Konsentrasi238U dan 232Th dalam sedimen
Gambar 25 dan Lampiran 19 menyajikan profil sebaran konsentrasi 238U dan
232
Th total dalam sedimen pada lokasi pengamatan. Konsentrasi radionuklida alam 238U total dalam sedimen berkisar antara 18,6160-35,0013 Bq/kg berat kering sampel (dray wight) dengan rata-rata 29,5195 Bq/kg, nilai ini lebih tinggi daripada di lokasi pembanding (10,4253 Bq/kg). Konsentrasi radionuklida alam
232
Th total dalam sedimen berkisar antara 11,2502–35,6685 Bq/kg dengan rata- rata 22,7929 Bq/kg dan nilai konsentrasi ini lebih tinggi daripada di lokasi
Stasiun 1 2 3 Kontrol A k ti v it a s U -2 3 8 ( B q /k g D W) 0 10 20 30 40 Stasiun 1 2 3 Kontrol A k ti v it a s T h o ri u m -2 32 ( B q /k g D W) 0 10 20 30 40
pembanding (16,5952 Bq/kg). Secara umum, rata-rata konsentrasi total 238U lebih besar daripada 232Th dalam sedimen lokasi pengamatan. Radionuklida alam 238U dan 232Th memiliki kerapatan jenis (densitas) relatif besar berturut-turut yaitu 19,5 g/cm3 dan 11,7 g/cm3, sehingga ion-ion 238U dan 232Th berpotensi membentuk senyawa tidak larut dan akan berada pada fase padat, kemudian terdeposit di sedimen (Lof 1987 in Mellawati 2004).
Gambar 25. Konsentrasi 238U dan 232Th (Bq/kg) total dalam sedimen pada lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
Secara umum, sedimen pada Stasiun 1 dan 2 memiliki konsentrasi
radionuklida alam 238U dan 232Th total relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 3 (kecuali pada 238U) dan stasiun 4 (lokasi pembanding). Hal ini diduga lokasi tersebut lebih dekat dengan PLTU-batubara juga merupakan jalur kapal tongkang pengangkut batubara yang berpotensi melepas polutan 238U dan 232Th. Konsentrasi 238U dan 232Th juga dipengaruhi oleh karakteristik fisika kimia sedimen diantaranya tekstur sedimen dan bahan oragnik total (TOM). Terdapat hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan kandungan bahan organik yaitu pada sedimen bertekstur halus, persentase bahan organiknya lebih tinggi dari pada sedimen kasar. Bahan organik tinggi akan cenderung mengakumulasi logam berat maupun radionuklida alam lebih tinggi, karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam berat dan radionuklida alam. Stasiun 1 dan 2 memiliki persentase ukuran butir sedimen lanau dan lempung lebih tinggi dan kandungan TOM yang lebih tinggi, sedangkan Stasiun 3 dan 4 (lokasi
4 (pembanding)
4 (pembanding)
pembanding) tipe sedimennya berpasir dan kandungan TOM nya lebih rendah, sehingga Stasiun 1 dan 2 memiliki konsentrasi 238U dan 232Th total dalam sedimen cenderung lebih tinggi. Logam berat dan radionuklida alam memiliki konsentrasi yang lebih besar pada fraksi sedimen yang lebih kecil/halus dibanding fraksi yang lebih besar (Aleksander et al. 2001; Randle dan Jundi 2001).
Tekstur sedimen dan TOM berhubungan dengan kondisi energi lingkungan perairan. Perairan dengan energi rendah (tenang) memungkinkan terjadinya pengendapan sedimen lumpur (sedimen fraksi halus) yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Perairan yang berenergi tinggi pada umumya memiliki sedimen yang kasar dan kandungan bahan organiknya lebih rendah, karena partikel yang lebih halus dan bahan organik tercuci oleh arus dan gelombang. Stasiun 3 berada pada posisi yang lebih terbuka di Pulau Panjang, Banten sehingga terkena gelombang dan arus yang lebih kuat yang berasal dari Laut Jawa.
Konsentrasi 238U dan 232Th dalam sedimen di beberapa perairan Indonesia disajikan pada Tabel 11 sebagai perbandingan. Konsentrasi 238U dan 232Th tersebut masih berada dalam kisaran konsentrasi alami total dalam sedimen laut di dunia menurut Michael 1994.
Tabel 11. Konsentrasi 238U dan 232Th dalam sedimen di beberapa perairan Indonesia dan kisaran rata-ratanya di dunia
Sumber Lokasi Unit 238U 232Th
Mellawati, 2004
Perairan Pesisir Gresik, Jawa Timur
(kawasan industri fosfat) Bq/kg
11,4200- 741,8700
20,2700- 881,1800
Arief, 2006
Perairan Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kawasan
Tambang Batubara) Bq/kg 2,1500- 43,1200 5,2400- 31,7100 Susenao dan Umbara, 2006
Semenanjung Muria, Jepara
(Kawasan PLTU Tanjung Jati) Bq/kg -
192,6700± 22,35 Sabam, 2011
(hasil penelitian)
Pulau Panjang, Banten (Kawasan
PLTU Suralaya) Bq/kg
18,6160- 35,0013
11,2502- 35,6685 Michael, 1994 Kisaran alami rata-rata di dunia Bq/kg 10 – 50 7 – 50