• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Budaya pada Masyarakat suku Timor Desa Oelet

1. Asal usul nama suku Timor ( Atoen Meto )

Suku Timor merupakan sebutan untuk suku yang berada di pulau timor khususnya daerah pedalaman. Suku ini menempati seluruh wilayah di Timor Barat, tersebar di tiga kabupaten yaitu kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), dan kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Suku Timor dalam dialek setempat dinamakan “Atoin Meto” yang

artinya “Atoin” = orang atau manusia, sedangkan “Meto”=kering, sehingga disebut orang kering atau lebih tepatnya “penduduk tanah kering”

pemberian nama ini sesuai dengan daerah Pulau Timor yang pada umumnya gersang dan kering.

Selain dari nama Suku Timor di atas, dikenal juga dengan nama Suku Dawan, yang sudah ditemukan dalam publikasi asing berbahasa Jerman pada tahun 1887, nama ini hasil pemberian oleh orang lain yang disesuaikan dengan nama aslinya yang berarti penduduk tanah kering. Kendatipun demikian tidak bisa dipastikan waktu penggunaan sebutan itu secara lisan di antara para penduduk suku Timor.

2. Pola hidup masyarakat

Masyarakat desa Oelet menjalani hidup sehari-hari dengan matapencaharian, umunya pertanian dan peternak. Dan sebagian kecil menjadi pegawai. Hal ini karena daerahnya yang masih tergolong daerah terpencil, yang sama dengan banyak daerah yang terdapat di Nusa Tenggara Timur, bahkan listrikpun sampai sekarang belum menjamah di daerah ini.

Sekalipun daerahnya panas namun masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai kekerabatan dan keakraban, seperti hubungan kekeluargaan “fetof-naof, “olif-tataf” yang secara leksikal berarti hubungan “saudara

-saudari, adik-kakak”. Maksud hubungan “feto mone, olif tataf “ adalah

untuk menjamin kesatuan antropologis-etnis masyarakat suku Timor khususnya desa Oelet walaupun telah mengalami perluasan hidup kekeluargaan, artinya walaupun sudah mempunyai berlapis-lapis generasi keturunan.

Dalam kehidupan sehari-hari hubungan kekeluargaan masih sangat kentara, walaupun berbeda keyakinan antara Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Tetapi masyarakat masih mempertahankan budaya lokalnya yaitu “nekaf mese ma an sao mese”, artinya satu hati dan satu cinta, karena hampir semua masyarakat masih ada garis keturunan berdasarkan marga masing-masing. Sebagaimana masyarakat kampung pada umumnya. Masyarakat di sini masih mempertahankan hubungan kekerabatan yang sangat erat antara satu dengan yang lain.

20

Khususnya Desa Oelet Pada saat musim hujan keadaan tanah sangat banyak mengandung air, sehingga di beberapa tempat terjadi longsor, pada musim kemarau tanah menjadi kering dan sangat susah menemukan air di daerah-daerah yang lebih rendah.

Menurut penuturan Bapak Usman Basir ketika musim kemarau tiba, warga desa Oelet sangat kesusahan dalam mendapatkan air bersih baik itu untuk keperluan memasak, minum, mandi dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan air bersih membutuhkan perjalanan yang cukup jauh bisa 2-3 km perjalanan baru akan mendapatkan air.

Wajar saja bila pemukiman masyarakat suku Timor desa oelet yang berada di daerah pedalaman sudah terbiasa dengan iklim yang gersang dan tandus. Dan tidak mengherankan apabila orang Timor menamakan dirinya

Atoin Meto” yang artinya penduduk daerah kering. Mata pencaharian masyarakat umumnya adalah petani dan peternak, sistem pertanian yang mereka kembangkan adalah selalu membuka lahan baru dan berpindah-pindah, dari satu lahan ke lahan lain. Sehingga mungkin inilah salah satu penyebab terjadinya longsor karena sering terjadi penggundulan hutan untuk lahan pertanian.

3. Konsep ketuhanan dalam pandangan suku Timor

Kalau kita berbicara tentang konsep ketuhanan, sebenarnya jauh sebelum masyarakat mengenal agama Kristen Protestan dan Katolik yang menjadi mayotitas di daerah ini, karena agama Islam sebagai yang

minoritas dan belakangan berkembang di desa Oelet, dalam kepercayaan

suku Timor, yaitu Halaika. mereka telah mengenal konsep ketuhanan

walaupun pada akhirnya berbeda dalam konsep itu sendiri. Mereka

menyebut “Yang Tertinggi” atau Sang Pencipta sebagai “Uis NenoUis

atau Usi artinya Raja, sedangkan Neno artinya langit, yang kalau

digabungkan artinya Raja Langit atau Tuhan yang dimaksud oleh masyarakat suku Timor.

Selain Tuhan Lagit masyarakat Timor juga meyakini adanya Tuhan

Alam, “Uis Pah” atau “Pah Tuaf” pah artinya (dunia atau alam) akan

tetapi Uis Neno tetap lebih berkuasa di atas Uis Pah.

Uis Neno dianggap sebagai asal mula segala sesuatu, Pencipta,

pemelihara, dan penguasa alam semesta ini. sedangkan Uis Pah / Pah Tuaf

berarti roh yang mengurus dunia atau penguasa daerah setempat, roh-roh tersebut adalah penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, hutan terlarang, dan tempat-tempat kramat lainya. Dan ada beberapa tradisi yang

harus dilakukan untuk penghormatan kepada uis neno dan uis pah salah

satunya yaitu budaya sifon yang penulis bahas sekarang.

Namun kekuasaan Uis Neno jauh di atas Uis Pah, karena Uis Pah

hanya berkuasa dan mengurusi daerah setempat sedangkan UisNeno yang

menguasai dan mengurusi seluruh alam semesta termasuk di dalamnya Uis

22

4. Macam-macam budaya suku Timor yang ada di Desa Oelet

Sebagaimana kebiasaan masyarakat suatu daerah yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya yang dipraktekkan secara turun-temurun, maka di desa Oelet khususnya ada beberapa budaya yang masih dijalankan dan dipertahankan hingga saat ini antara lain sebagai berikut:

a. Oko’mama’ dan Puah manus

Okomama’ adalah tempat, yang digunakan untuk tempat menyimpan

Puah manus” atau pinang dan daun sirih, dan bahan-bahan

menginang lainnya. Oko’mama’ dianyam dari daun lontar. Bagian

luarnya dilapisi dengan manik-manik yang membentuk sebuah motif.

Makna dari Oko’mama’ ini bukan hanya skekdar tempat menyimpan

bahan-bahan untuk makan sirih pinang, tetapi sebagai alat penyambung silaturahmi, karena digunakan disetiap kegiatan masyarakat, baik itu kegiatan kecil maupun kegiatan besar.

Budaya “Oko’mama’Puah-manus” sebenarnya merupakan sisi lain dari budaya kekeluargaan”. Artinya kebiasaan menyuguhi tamu

dengan puah manus atau sirih pinang disaat tamu mengunjungi rumah atau keluarga tertentu merupakan penjelmaan dari sikap membina persaudaraan dan persatuan universal. Kebiasaan puah manus sesungguhnya mengekspresikan sikap keterbukaan, sikap menerima

kehadiran orang lain, sikap “welcome” terhadap sesama tanpa

Pokoknya setiap manusia yang hadir sebagai “tamu” bagi keluarga

orang Timor diterima sebagai saudara, manusia yang sederajat, dan itu ditandai dengan pemberian sirih pinang. Falsafah hidup orang Dawan

ini yaitu budaya “Puah-manus”, merupakan falsafah keterbukaan,

penghargaan dan partnership dengan semua manusia. b. Tonis / natoin

Tonis atau Natoni merupakan ungkapan pesan-pesan yang dinyatakan dalam bentuk syair-syair bahasa kiasan adat yang dituturkan secara

lisan oleh seorang penutur, yang disebut (Atonis atau Na’tonis) yang

dilakukan dengan ditemani oleh sekelompok orang sebagai pendamping. yang ditujukan baik kepada sesama manusia maupun

kepada para arwah orang mati atau dewa. Dalam natoni, yang

bertindak sebagai pengirim pesan disebut atonis. Pesan yang

diungkapkan melalui syair-syair natoni yang diucapkan menyerupai

pantun. Tonis biasanya disampaikan kepada sesama manusia, juga

kepada arwah orang mati atau para dewa yang disembah.

Natoni sebenarnya lebih kepada interaksi satu arah. Hanya natoni

perkawinan yang ada nuansa dialognya. Sebaliknya bila natoni

ditujukan untuk arwah leluhur maka dilakukan ibarat doa bersama. Natoni merupakan sarana komunikasi tradisional yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan tertentu baik kepada sesama warga maupun kepada para leluhur.

24

c. Poe Pah

Umumnya daerah Pulau Timor yang gersang maka masyarakat memliki beberapa kegiatan atau ritual yang diadakan untuk mensiasati

alam sekitar. Salah satunya adalah upacara Poe Pah yaitu, satu ritual

berdoa tahunan oleh masyarakat suku timor termasuk Desa Oelet yang akan dipimpin langsung oleh ketua adad setempat, yaitu dilakukan di salah satu tempat yang dianggap paling keramat. Dengan tujuan berdoa

kepada UisNeno dan UisPah.

Berawal dengan berkumpulnya masyarakat dengan membawa seekor binatang ternak, seperti sapi, dan peralatan makan yang semuanya harus terbuat dari alam, seperti alat masak dari tanah liat, tempat makan dari anyaman lontar atau tempurung kelapa. Semua makanan harus dihabiskan dan tidak dibawa pulang.

Ritual ini biasanya dilakukan setiap akhir tahun, yaitu di salah satu tempat yang dikramatkan . dengan maksud dan tujuan untuk

mendapatkan berkah dari para leluhur dan Uis Pah yang dipercayai

sebagai penguasa dan pengurus daerah setempat.

Budaya Poe Pah ini sebenarnya menjadi acara penghubung antara

masyarakat dengan UisPah dan UisNeno untuk mensiasati alam yang

gersang dan tandus, melalui acara ini masyarakat mempersembahkan sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dari peguasa sehingga hasil panen akan berlimpah dan masyarakat akan makmur.

d. Kete’

Kete’ yaitu tradisi pengakuan dosa yang dilakukan oleh orang yang terkena musibah, yaitu mendatangi ahli peramal setempat yang disebut A’onen, kemudian berdoa untuk menemukan masalah apa yang telah menimbulkan musibah, ketika masalahnya ditemukan dan diakui oleh pelaku maka iapun terbebas dari musibah itu.

Misalnya ketika seorang menderita sakit atau terkena musibah lain yang susah dihadapi, maka ini dipastikan berhubungan erat dengan kesalahan yang diperbuatnya atau ada kaitannya dengan keluarga yang lain, sehingga perlu adanya penyelesaian yaitu mencari akar permasalahannya dengan mendatangi orang pintar, dan menyelesaikan permasalahan itu.

e. Taman

Tradisi taman secara bahasa bisa diartikan sebagai penyandaran

(sesuatu yang disandarkan), yaitu setiap bayi yang lahir harus diberi nama sesuai dengan nama orang yang telah meninggal, baik itu orang tua sendiri atau kakek dan keluarga terdekat lain yang telah meninggal. Karena menurut penuturan mereka anak yang lahir ini harus disandarkan ke orang yang telah meniggal agar seumur hidupnya dia dijaga oleh orang yang meningal tersebut.

26

f. Sifon

Sifon ialah suatu ritual hubungan seksual yang dilakukan oleh pria yang sehabis disunat secara tradisional dengan wanita dengan kepercayaan dan maksud untuk menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari pria yang disunat.

Berdasarkan penelitian, sebenarnya sifon dilakukan karena pada

umumnya dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak

melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan

dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital semakin unggul”.

Pelaksanaan sifon yaitu berawal dari prosesi sunat tradisional yang

dilakukan oleh Ahelet (dukun sunat) dengan beberapa persyaratan yang

berlaku. Ritual sifon ini sudah berlangsung turun-temurun di beberapa

etnis Timor yang terutama tinggal di berbagai pedesaan di Wilayah Kabupaten TTS (Timor Tengah Selatan), dan TTU (Timor Tengah Utara).

Syarat utama untuk pasien yang akan disunat adalah, Pertama: sudah memasuki umur dewasa mulai dari kisaran 17 tahun ke atas. Kedua: sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, karena kalau belum pernah melakukan hubungan seksual dikhawatirkan akan canggung dan kesulitan ketika menjalani proses akhir dari sunat tradisional atau yang dinamakan ritual sifon tersebut.

Cara penyunatan pun terbilang sangat sederhana, berbeda dengan yang dilakukan dokter yakni menggunakan peralatan modern, tetapi hanya menggunakan sebilah pisau dan alat dari bambu untuk menjepit kulub kemaluan pria kemudian dipotong.

28 BAB III

Dokumen terkait