• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Ragi Rot

Penemu Yeast (ragi roti) pertama kali adalah Louis Pasteaur pada tahun 1872. Bibit yeast yang terbagus dalam buah anggur dan apel serta pada akar pohon tersebut.

Jenis-jenis ragi roti :

a. Fresh Yeast, merupakan jenis ragi yang pertama kali ditemukan, berbentuk cair sehingga dalam penyimpanan memerlukan pembekuan sering disebut compressed yeast.

b. Dry Yeast, merupakan jenis ragi yang kering berbentuk butiran-butiran sering disebut dehydrated yeast.

c. Instant Yeast, merupakan ragi yang dibentuk dalam bentuk tepung/powder.

Cara pemakaian dari ragi tersebut berbeda-beda yaitu :

a. Fresh Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus

dicairkan terlebih dahulu

b. Dry Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus dilarutkan dulu dengan air dan difermentasikan. Instant yeast bisa dicampurkan langsung dengan bahan-bahan lain sehingga menjadi suatu adonan.

(Subagio,A.2007)

2.6. Bioetanol

Bioetanol adalah bioetanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia industri, bioetanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri, bioetanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alcohol, campuran untuk minuman keras

(seperti sake atau gin), serta baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, bioetanol menjadi tiga bagian sebagai berikut:

• Bagian industri dengan kadar alkohol 90-94%

• Netral dengan 96-99.5%, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi.

• Bagian bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99.5%.

Ketika harga BBM merangkak semakin tinggi, bioetanol diharapkan dapat dimanfaatkan sebaagai bahan bakar pensubstitusi BBM untuk motor bensin. Sebagai bahan pensubstitusi bensin, bioetanol dapat diaplikasikan dalam bentuk bauran dengan minyak bensin (EXX), misalnya 10% bioetanol dicampur dengan 90% bensin (gasohol E10) atau digunakan 100% (E100) sebagai bahan bakar. Penggunaan E100 membutuhkan modifikasi mesin mobil, seperti halnya di brasil.

Brasil merupakan salah satu Negara yang telah sukses mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar alternative pensubstitusi bensin.

Bioetanol diperoleh dari hasil yang mengandung gula. Tahap inti produksi bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa oleh ragi terutama Saccharomyces sp atau bakteri Zymomonas mobilis. Pada proses ini, gula akan dikonversi menjadi bioetanol dan gas karbondioksida

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Gula Bioetanol Karbondioksida (gas)

Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula (seperti tebu dan molase) dan tepung (seperti jagung, singkong, dan sagu). Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan bioetanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk larutan gula (seperti molase) dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, jagung) (Hambali,E.2007).

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah sampah (Hidayati,D.2006). Tongkol jagung dan biji jagung merupakan sumber karbohidrat potensial untuk dijadikan bahan pangan, sayuran, dan bahan baku sebagai industri makanan. Tongkol jagung mengandung xylan 31.1%, selulosa 34.3%, lignin 17.7%, dan abu 16.9%. Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak, dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikro organisme (Shofiyanto, 2008).

Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Pada proses pematangan, penyimpanan atau pengolahan, komponen selulosa dan hemiselulosa mengalami perubahan sehingga terjadi perubahan struktur (Winarno,F.G.1992).

Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Ketegaran selulosa disebabkan oleh struktur keseluruhannya. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai dari D-glukosa sampai 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hydrogen. Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4-β-D- glukosa. Hidrolisis lengkap HCl dalam air, hanya menghasilkan D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau dengan emulsi enzim (Fessenden, R.J. dan J.S.Fessenden.1986).

Glukosa juga dinamakan dekstrosa atau gula anggur, terdapat luas dialam dalam jumlah sedikit yaitu didalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohn dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Tubuh hanya dapat menggunakan glukosa dalam bentuk D-glukosa. Glukosa murni yang ada dipasar biasanya diperoleh dari hasil olahan pati. Glukosa memegang peranan penting dalam ilmu gizi. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltose, dan laktosa pada hewan dan manusia. Glukosa difermentasi akan menghasilkan alkohol, fermentasi glukosa adalah proses biologi dimana glukosa diubah menjadi energi seluler dan juga menghasilkan bioetanol dan karbon dioksida sebagai produk sampingan. Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen melainkan khamir yang melakukannya, maka fermentasi glukosa ini digolongkan respirasi anaerob (Almatsier, 2001).

Bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk menggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu) (Komarayati, S. dan Gusmailina, 2010).

Manfaat umum yang dapat diperoleh dari bahan bakar bioetanol, antara lain digunakan untuk bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras, industry farmasi, sampai pada bahan baku campuran kendaraan. Tentu saja, pemanfaatan bioetanol ini harus disesuaikan dengan jenis kebutuhannya.

Misalnya, untuk kebutuhan industry diperlukan bioetanol berkadar 99,5-100%, atau bioetanol yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif (Abidin, R. 2009)

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan bioetanol dari hasil hidrolisis selulosa ampas tebu secara fermentasi dengan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi oleh Feri Susanto (2008), dimana kadar bioetanol tertinggi yaitu sebesar 5.12% pada penambahan ragi roti 2 gram dengan lama waktu 6 hari. Selain itu, Lisma Sari (2010) juga melakukan penelitian tentang pembuatan bioetanol dari hasil hidrolisis selulosa jerami padi secara fermentasi dengan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi, dimana kadar bioetanol tertinggi sebesar 7.43% pada penambahan ragi roti 6 gram dan lama waktu fermentasi 6 hari. Pada penelitian lainnya Annisa Suri (2008) melakukan penelitian tentang pembuatan bioetanol dari hasil hidrolisis selulosa tandan kosong kelapa sawit secara fermentasi dengan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi, dimana kadar bioetanol tertinggi sebesar 7.59% pada penambahan ragi roti 6 gram dan lama waktu fermentasi 6 hari. Pada penelitian tersebut hanya dibahas mengenai variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi, tanpa membahas pengaruh lama waktu hidrolisis selulosa untuk menghasilkan larutan gula hasil hidrolisis.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh lama hidrolisis terhadap glukosa hasil hidrolisis selulosa tongkol jagung dengan menggunakan HCl 1%, dimana akan dilihat kadar glukosa dari setiap variasi hidrolisis untuk menghasilkan bioetanol.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Berapakah kadar glukosa yang diperoleh berdasarkan variasi waktu hidrolisis selulosa tongkol jagung?

2. Berapakah kemurnian bioetanol yang diperoleh?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Bahan baku fermentasi adalah glukosa hasil hidrolisis selulosa dari tongkol jagung

2. Mikroba yang digunakan berasal dari ragi roti dalam bentuk kemasan saf instan

3. Variasi lama waktu hidrolisis adalah 90, 120 dan 150 menit

4. Berat ragi roti yang digunakan dalam fermentasi adalah 3, 5, dan 7 gram 5. Lama fermentasi adalah 2, 4, dan 6 hari

6. Kadar glukosa ditentukan dengan metode Luff-Schroll

7. Pengukuran kemurnian bioetanol menggunakan Kromatografi gas.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar glukosa yang diperoleh berdasarkan variasi waktu hidrolisis selulosa tongkol jagung

Dokumen terkait