• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Ranting Hingga Daerah

Dalam dokumen Aku dan IPM Cover pdf (Halaman 49-58)

Oleh Ipmawati Ferawati

Perkenalanku dengan IRM

Sebetulnya bingung ingin memulai tulisan ini dari mana. Tak pandai merangkai kata dan sudah sekian lama tak pegang keyboard rasanya jadi canggung. Tapi aku ingin berbagi sepenggal kisah perjalananku dengan IRM.

Aku berasal dari ranting Kademangaran, Kecamatan Dukuh Turi. Tepat ketika aku mulai SMA, aku putuskan untuk bergabung dengan organisasi ini. Awalnya tak ada yang istimewa, IPM itu biasa saja. Mungkin ini karena rasa cinta itu belum tumbuh, tapi lambat laun aku begitu menyayanginya.

Ranting kami ini pernah mengalami krisis kader seperti halnya ranting lainnya. Terutama Ipmawatinya. Teringat ketika setiap pengajian hanya 5-6 ipmawati yang datang, rasanya sedih sekali, akankah seperti ini terus? Tapi dengan semangat kebersamaan kami mulai mencari kader baru, membagi undangan sana sini kepada remaja-remaja di desa kami. Hingga ranting kami mengalami masa-masa “kejayaan” (hihihi,,,, 70-an orang sudah menjadi kebanggaan bagi kami waktu itu), cara yang kami tempuh memang lucu, setiap berangkat IRM kami

ampir-ampiran dulu, dengan begitu banyak remaja yang mau bergabung. Selain itu temen-temen ipmawan juga mengajak

remaja-remaja yang suka tongkrongan di pinggir jalan untuk ngaji bareng. Alhamdulillah tak sia-sia hasilnya.

Ketika masih di ranting, yang paling berkesan bagi ku adalah ketika mengikuti acara-acara di luar pengajian seperti Kemah Perkaderan, Semalam Bersama IPM (SBI), outbond, dan mengikuti acara-acara yang di adakan oleh kakak-kakak di daerah. Bagiku acara-acara seperti itu sangat penting agar kita tidak mengalami kejenuhan.

Dari kegiatan-kegiatan itu, materi Retorika memang sangat terasa manfaatnya menurutku. Aku adalah tipe orang yang tidak pandai mengemukakan pendapat di depan umum, dulu d SMA kelas 1 saja aku pernah gagap ketika harus melakukan drama. Itu semua karena rasa malu. Apalagi ketika mengikuti lomba pidato, saat itu semua yang mau aku sampaikan seakan hilang ditelan ombak, blank. Tapi syukur Alhamdulillah kini aku mulai bisa menguasai diri ketika harus berbicara di publik.

Antara IPM dan tuntutan berprestasi di sekolah

Sempat berpikir jika aku gunakan waktuku hanya untuk mengurus organisasi ini maka nilai-nilai ku di sekolah akan menurun. Tapi beruntung karena teman-teman di ranting selalu saling memotivasi, hampir semua teman-teman adalah siswa-siswa berprestasi di sekolah. Biasanya tugas rumah yang diberikan oleh guru sudah aku kerjakan ketika jam istirahat di sekolah, jadi ketika sampai rumah sudah tinggal baca-baca saja. Sering pula kalau malam aku dan Irmawati Lisa sengaja berkunjung sekedar ngobrol di rumah Irmawati Feti hanya sekedar untuk sharing saja. Justru dari sekedar ngobrol itulah sering muncul ide-ide briliant. Kadang ketika ide itu muncul, aku meminta Feti mengambil secarik kertas dan mulai ku corat- coret apa saja yang terlintas di pikaran saat itu. Bahkan sebuah proposal kegiatan bisa kami buat hanya dari sekedar obrolan biasa. Mulai dari acara apa yang akan dibuat, tujuan acara, apa saja acaranya, anggaran dana yang akan dibutuhkan hingga dari mana dana itu akan kami dapatkan untuk membiayai acara tersebut.

Pengajian IRM kala itu diadakan setiap hari jumát malam sabtu. Padahal besok paginya di sekolahku adalah pelajaran akuntansi dengan guru super killer. Tiap akan mulai pelajaran biasanya ada murid yang ditunjuk secara acak untuk menjawab soal yang diberikan, Kadang hitung-menghitung, tapi tak jarang juga ternyata soal hafalan. Senam jantung rasanya. Hal itu membuat aku harus menghafal tiap malamnya dan sekedar mengulang pelajaran yang telah diberikan sebelumnya. Tiap kali aku belajar malah keesokan harinya aku tak pernah ditunjuk sama sekali, justru ketika aku tidak belajar itulah tiba- tiba mendapat pertanyaan. Huft,,,

Selain aku, teman-teman yang lain juga banyak yang membawa buku pelajaran ketika di pengajian. Biasanya ketika jam istirahat banyak yang mulai mengerjakan PR yang mereka tidak bisa untuk dibantu oleh yang lain, jadi walaupun berangkat pengajian tapi PR tetap terselesaikan, dari yang tadinya tidak bisa jadi bisa mengerjakan. Dan alhasil prestasi di sekolah pun memuaskan disertai IPM kami yang semakin maju.

Berjilbab? Haruskah???

Dulu ketika masih duduk di bangku SMP, aku memang belum berjilbab, tapi ketika aku mulai masuk di bangku SMA, aku putuskan untuk berjilbab. Eits, tapi hanya tiap sekolah ya. Kalau di rumah atau pergi-pergi masih sama kaya dulu.

Hehehe.... Kesadaran untuk berjilbab itu belum aku miliki sepenuhnya, sekedar ikut-ikutan teman-teman SMP-ku yang masuk ke SMA 3 Tegal hampir semua memutuskan untuk berjilbab.

Setelah bergabung di IRM memang sering ada teman- teman yang datang ke rumah, karena saat itu aku di amanahi untuk menjadi bendahara menggantikan Irmawan Tomi yang melanjutkan study di Jogjakarta. Mau tak mau kalau ada urusan keuangan, mereka harus datang kerumahku. Awalnya aku cuek

saja pakai pakaian seperti biasa, kaos pendek dan rok abu-abu SMA, tanpa jilbab. Lama-lama aku malu, apalagi kalau mereka (Syifa, Lisa, Satriyo, Tomi) datang rame-rame. Irmawati Lisa pasti datang dengan berjilbab dan itu membuatku malu dan iri.

Tapi mau bagaimana lagi, aku sendiri tidak punya baju-baju muslimah, jumlah jilbabku juga tak banyak. Putih dan coklat saja, ya, jilbab SMA. Lagian, ribet rasanya jika harus berjilbab tiap hari, apalagi aku kan sering membantu emak menggoreng gorengan untuk jualannya.

Awalnya aku sudah putus asa untuk berjilbab, tapi ketika aku menceritakan hal ini pada guru ngaji di SMA, beliau memberi saran padaku. Seperti sarannya, aku kumpulkan uang saku untuk mencicil membeli jilbab langsung pakai (tanpa peniti) agar aku lebih simple dalam berjilbab walau saat memasak sekalipun. Lisa juga mendukungku, tak jarang dia meminjamkan aku baju muslimnya ketika aku membutuhkan.

Kesadaran memakai jilbab mulai ditularkan pada Irmawati lainnya. Lambat laun mereka yang belum berjilbab akhirnya mau berjilbab juga ketika keluar rumah.

Memutuskan bergabung dengan Cabang Dukuhturi

Hasil dari Musyawarah Cabang memutuskan aku masuk dalam salah satu anggota dewan formatur. Mau tak mau, itu membuatku harus ikut bergabung dengan PC IRM Dukuhturi. Mendapat amanah Kabid Irmawati saat itu. Ah, rasanya banyak waktu yang aku sia-siakan, aku masih terlalu disibukkan dengan ranting, hingga lupa akan tanggung jawab di cabang.

Masalah yang dialami PC IRM Dukuhturi bukanlah sedikit. Ketua terpilih yaitu Ipmawan Muh. Syifa, harus merantau ke luar kota sehingga membuat jabatan Ketua kosong hingga vakum beberapa saat. Akhirnya posisi itu di isi oleh Irmawan Iwan Saputra hingga akhir periode.

Sempat mengadakan Diksusti (Pendidikan Khusus IRMawati) dan ternyata di luar dugaan, teman-teman Irmawati sangat antusias. Ketika itu bertempat di SD Muhammadiyah Karanganyar, dari sana kami merekrut anggota-anggota Irmawati baru yang nantinya akan menjadi penerus kami di Pimpinan Cabang.

Dari IRM aku bisa bisa melanjutkan kuliah

Ketika pengumuman kelulusan SMA diterima ada 2 hal yang kita rasakan, senang karena bisa lulus dan cemas karena memikirkan mau kemana setelah lulus? Itu yang aku rasakan. Ingin melanjutkan kuliah adalah cita-citaku, tapi tidaklah mudah walaupun ketika itu sempat lulus seleksi UM UNSOED Purwokerto, tapi itu sebatas impian saja. Masalah ekonomi melatarbelakangi hingga aku putuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dulu.

Sore itu aku diajak oleh Irmawati Lisa Mailova untuk berangkat taklim IRM Kota Tegal. Walaupun ragu, tapi aku iyakan. Di sana aku mengenal teman-teman baru, ada IRMawan Abdul Wahab (Ketua PD IPM Kota Tegal) dan IRMawan Jaswadi yang menjadi tamu (PD IRM Klaten). Dari Irmawan Wahab aku diberitahu tentang adanya beasiswa di Politeknik Harapan Bersama Tegal. Waktu itu aku tidak tertarik, karena hanya ada jurusan teknik komputer saja yg masuk dalam program beasiswa dapodik. Irmawan Jaswadi juga mendukung aku untuk mencobanya, dilandasi dia mengenal salah satu dosen komputer di situ (sedang melakukan kerja sama dengan dosen Poltek). Kebetulan Irmawan Jaswadi ini sedang melanjutkan studi S1 jurusan ilmu komputer juga di Jogjakarta.

Singkat cerita, aku mendaftar bersama teman yang lain, ada Irmawan Tauhid, Irmawan Edi dan Irmawam Hafid. Seleksi tahap pertama membuat Irmawan Hafid terhenti karena gagal. Seleksi tahap dua dan tiga akhirnya diputuskan 100 mahasiswa terpilih, dan Alhamdulillah aku masuk di dalamnya, walaupun akhirnya Irmawan Edi dan Irmawan Tauhid belum ikut berhasil. Ternyata memang betul kalau silaturrahmi itu memperpanjang umur dan menambah rejeki. Ya. Kuliah masih menjadi rejeki ku lewat IRM inilah, alhamdulillah.

Kemah Bhakti Harjowinangun

Kemah Bhakti di Harjowinangun menjadi moment yang membuat aku merasa semakin nyaman berada di IRM.

Semakin dekat dengan teman-teman ranting. Banyak kegiatan yang menarik, salah satunya adalah lomba-lomba. Ditunjuk oleh ketua ranting kala itu, Ipmawan Usamah Satriyo, untuk mengikuti lomba artikel. Awalnya aku kira hanya menulis sebuah artikel saja, ternyata kita di minta juri untuk mempresentasikan isi artikel tersebut. Benar-benar tidak siap.

“Pacaran dimata anggota IRM” menjadi judul artikelku, di

lengkapi hasil kuesioner yang memang sengaja dibagi ke teman- teman IRM. Tak menyangka ternyata mendapat juara 1 dan ikut menyumbang point hingga akhirnya IRM ranting Kademangaran berhasil menjadi juara.

Beberapa hal lucu dan menjengkelkan pun terjadi. Kami sudah hafal betul watak teman-teman Irmawan ranting Kademangaran. Apalagi dalam hal makan, pasti ada saja yang harus kecewa karena kehabisan jatah makan. Kadang tengah malam diantara mereka ada yang mengambil stok mi instan untuk dimasak karena kelaparan. Maklum, jatah makan memang sengaja dibagi, satu anak mendapat satu potong tempe, sepiring nasi dan secentong sayur. Ini memang menu yang cukup sederhana dibanding ranting lainnya. Kami hanya membawa bekal dua dus mi instan, sekarung beras (satu anak dibebani satu cangkir beras), keripik tempe, beberapa butir telur, dan

selonjor tempe sumbangan dari mas Rasul. Jadi, bagi yang terbiasa makan banyak, pasti kelaparan di malam hari, hehehe.... tapi itulah yang membuat kami sering merindukan masa-masa itu, lucu hingga sulit dilupakan.

Musyawarah Daerah

Musyawarah Daerah adalah hajat besar bagi PD IRM Kab. Tegal. Dari pembacaan Laporan Pertanggung Jawaban hingga prosesi pemilihan dewan formatur untuk periode selanjutnya. Saat itu cabang Margasari menjadi tuan rumah dalam musyda. Irmawan Faizin menjadi Ketum setelah sebelumnya diketuai oleh Irmawan Mubarok. Kebetulan karena bertempat di Margasari hingga banyak juga personil PD IPM terpilih yang berasal dari Margasari juga.

Sepulang dari acara tersebut, aku dan Irmawati Lisa ikut dengan rombongan teman-teman PD IRM yang lama. Ada Irmawati Waeroh, Hanum, Apriasih, Irmawan Mubarok, Nazar, Syukur dan yang lainnya. Walau baru mengenal, tapi mereka semua menganggap kami seperti bagian dari mereka, seperti halnya adik-adik mereka sendiri. Betah rasanya ngobrol

sepanjang perjalanan pulang. Saat itu aku membatin ingin menjadi seperti mereka, menjadi bagian dari PD IRM.

Setelah bergabung dengan PD IRM, aku baru tahu seperti apa suka dukanya, rasanya semakin lama semakin berat. Bagaimana tidak, aku dari Dukuhturi harus ke Slawi hampir tiap hari ahad. Tentu berat di waktu, tenaga juga materi. Maklum, saat itu aku belum bekerja. Masih magang di salah satu SMP Muhammadiyah Kota Tegal dari pagi hingga siang, lalu dilanjut kuliah. Aku pernah mengeluhkan capek, dari rumah aku dan Lisa harus jalan kaki ke jalan raya sekitar 15-25 menit baru setelah itu dilanjutkan naik angkot ke slawi. Pulang-pulang kerumah sudah malam. Astaghfirullah, ternyata perjuanganku belumlah apa-apa dibanding yang lain. Irmawan Faizin bahkan pernah sampai sepeda yang ia pakai jadi patah karena harus ia kayuh dari Slawi ke Margasari (20 Km). Teman-teman Jatinegara juga harus menempuh jarak yang tak dekat, angkot malam hari yang susah didapat, ditambah medan yang terjal dan naik turun.

Pernah suatu ketika, aku harus menghadap dosen karena tidak mengumpulkan tugas kelompok. Sebetulnya kelompokku sudah mengumpulkan tugas makalah itu, tapi aku hanya urun nama, bukan berarti malas untuk mengerjakannya, tapi karena aku lebih memilih untuk mengikuti penggalangan dana yang diadakan oleh PD IPM (saat itu sudah berubah nama dari IRM ke IPM) untuk bencana di Padang. Pak dosen tidak terima hingga beliau memanggilku ke ruangannya untuk diinterogasi ini itu. Kalau saja teman-teman kelompokku tidak memberi tahu mendadak mungkin aku masih bisa ikut mengerjakan tugas tersebut. Malu rasanya di marahin sendirian (padahal ada satu lagi yang hanya urun nama juga), sampai- sampai pak dosen bilang kalau aku tidak akan pernah dapat nilai A darinya. Sebagai rasa tanggung jawab atas tugas yang

diberikan, aku mengerjakan tugas itu lagi. Ku buat makalah ku sendiri. Entah diterima atau tidak tapi aku berusaha untuk tidak menyepelekan tugas itu. Dan ternyata happy ending, karena di KHS aku mendapat nilai A dari dosen tersebut. Subhanallah... tak pernah menyangka. Kembali teringat janji Allah pada hamba-Nya bahwa Jika kita menolong agama Allah maka Allah akan menolong kita.

Pendidikan Khusus IPMawati (DIKSUSTI)

Bidang IPMawati berusaha membangkitkan semangat teman-teman Ipmawati untuk membentuk kajian rutin khusus Ipmawati dari cabang ke cabang. Sebagai wadah untuk saling bersilaturrahmi antar cabang, alhamdulillah acara terlaksana dengan lancar. Dengan jumlah peserta yang lumayan banyak dan materi yang dikemas semenarik mungkin. Tema yang di sampaikan tiap pertemuan selalu berbeda, hingga tidak membuat bosan teman-teman.

Menindaklanjuti kajian rutin, bidang IPMawati berencana mengadakan DIKSUSTI. Kendalanya cukup banyak, masalah dana menjadi faktor utama. Tapi kami tak mau putus asa, kami yakin setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

Alhamdulillah, teman-teman Ipmawan mau membantu. Ipmawan Taufik menyumbangkan uang buletin Al-Qalam untuk menambah uang konsumsi dan Ipmawan Mustofa membantu mebuatkan stiker. Selain itu, Ipmawati Lisa dan Aeda yang membantu dalam pembagian list aghniyah.

Acara yang kami rancang dalam waktu yang singkat berjalan dengan lancar. Mulai dari praktek memasak kue ku dan kue lumpur, lomba kreatifitas dan busana muslimah, bedah buku

agar bidadari cemburu padaku, dan materi-materi menarik lainnya ternyata cukup mengesankan bagi peserta. Begitu luar biasanya semangat teman-teman PD IPM hingga acara yang awalnya hampir tak mungkin terlaksana akhirnya bisa juga terealisasikan.

Ini hanyalah sebuah kutipan perjalananku di IPM. Rasanya masih banyak tanggung jawab yang terlalaikan waktu

itu. Apalagi aku harus meninggalkan PD IPM sebelum selesai masa kerja dikarenakan menikah dan harus ikut suami ke pulau sebrang. Semoga bisa menginspirasi dan mohon maaf bila banyak kesalahan selama bekerja sama di IPM.

Nuun WalQalami Wamaa Yasthuruun. Ketapang, 12 Juli 2013

Ferawati

Dalam dokumen Aku dan IPM Cover pdf (Halaman 49-58)

Dokumen terkait