• Tidak ada hasil yang ditemukan

(RAPAT : SETUJU) Oke setuju

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 29-37)

Sudah ini kita endapkan, kita endapkan kita serahkan ini ke Panja setuju? (RAPAT : SETUJU)

Nah sudah pak. Itu yang nol persen jangan diketik lagi, langsung saja opsinya A, B, C dan D. Kemudian Pansus mendelegasikan kepada Panja untuk mengambil keputusan. Iya kan gitu kan, ya oke.

Kita lanjutkan ya satu lagi ya. Ini mudah-mudahan sebelum Maghrib sudah selesai semua ini kita Pansus ini.

Berikutnya metode konversi suara ke kursi. Tenang saja Pak Rambe pokoknya aspirasi Pak Rambe sudah kita penuhilah ini. Metode konversi suara ke kursi, Pasal 394 dan Pasal 399. Hampir semua kecuali PDI Perjuangan ya kecuali PDI Perjuangan sesuai konsep pemerintah sementara yang lain mengusulkan perubahan-perubahan. Silahkan kita mulai dari atas lagi, oh tadi dari atas ya sekarang dari bawah ya, dari bawah. PPP silahkan PPP. Silahkan Pak Amirul, halaman 16.

F-PPP (DR. H. Mz. AMIRUL TAMIM, M.Si.):

Kalau PPP saya kira dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih, membagi jumlah suara sah Parpol dengan jumlah kursi di Dapil seperti Pasal 399. Setelah ditetapkan angka BPP itu ditetapkan perolehan kursi dengan ketentuan apabila sama atau lebih besar dari BPP maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh jumlah sejumlah kursi dengan kemungkinan ada sisa suara untuk dihitung tahap kedua. Apabila jumlah suara lebih kecil dari BPP maka tahap pertama tidak memperoleh kursi. Jumlah suara dikategorikan sebagai sisa suara yang akan dihitung pada tahap kedua apabila masih terdapat sisa kursi. Kemudian penghitungan tahap kedua dengan cara membagikan sisa kursi yang belum terbagi kepada satu demi satu berturut-turut hingga habis dimulai dari Parpol yang mempunyai sisa suara terbanyak. Dalam hal sisa suara jumlahnya sama kursi diberikan kepada Parpol yang persebarannya lebih banyak. Kemudian kalau calon terpilih … berdasarkan suara memperoleh suara terbanyak dalam hal terdapat atau dua atau lebih calon dengan perolehan suara yang sama. Penentuan berdasarkan persebaran perolehan suara pada Dapil dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan berupa jumlah kursi dari jumlah kursi yang diperoleh Parpol kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak. Artinya PPP memilih tetap perhitungan yang seperti kemarin, yang tiga tahap itu.

Saya kira demikian pimpinan. KETUA RAPAT:

Seperti Pemilu 2014 ya, tidak ada perubahan. Baik kemudian atas paling atas PDI Perjuangan.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd.):

PDI Perjuangan mendukung usulan pemerintah, karena menurut pandangan PDI Perjuangan itu sudah cukup bagus mengambil pelajaran dari berbagai hal yang terjadi di masa yang lalu. Saya kira itu. Sebenarnya kita punya pandangan waktu proses menentukan sikap ini diskusi panjang lebar ada alternatif-alternatif yang

kalau disimulasikan itu lebih ada juga ruginya PDI Perjuangan disini ini dengan cara ini tetapi menurut kita kalau kita menginginkan seperti yang terpikir untuk menyelamatkan suara-suara yang hilang dari partai itu apa itu namanya akan banyak bertabrakan dengan kawan-kawan. Nah saya ambil contoh misalkan di Dapil yang paling konkret Dapil Jatim VII dengan 348 ribu suara itu satu kursi. Sementara ada partai yang 107 suara itu satu kursi. Demokrat 357 ribu itu dua kursi. Jadi PDI Perjuangan dengan Demokrat itu hanya selisih sepuluh ribu tapi kursinya selisih satu. Tetapi kita ikut saja yang diusulkan pemerintah ini sebagai point sekarang ini.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

PDIP sama dengan pemerintah sainlagu modifikasi, ya. Kemudian yang berikutnya Nasdem.

F-NASDEM (JOHNNY G. PLATE, SE.): Terima kasih ketua.

Begini ya, metode konversi kursi ini tidak sekedar matematik Dapil ya, tidak sekedar matematika Dapil akan tetapi kita harus pertimbangkan juga legitimasi dari hasil Pemilu itu sendiri. Apa itu? Rakyat konstituen di Indonesia ini tingkat pemahaman dan tingkat pendidikannya belum merata, dan mayoritas masih berpendidikan menengah pertama ke bawah. Yang mereka sudah terbiasa dan tahu cara konversi suara adalah kuotahare, atau BPP yang habis dibagi sebagaimana Pemilu sebelumnya. Itu sudah mereka tahu. Dan kalau kita merubah sistem ini dan pada saat Pemilihan Umum nanti kalkulasi masyarakat berbeda dengan kalkulasi KPU karena perubahan undang-undang ini bisa berdampak kepada legitimasi hasil Pemilu itu sendiri. Padahal perbedaan ini adalah perbedaan taktik matematika konversi suara. Nah demi legitimasi Pemilu dan baru saja ya rakyat yang sudah paham itu metodenya dan menjadi pengawas terhadap Pemilu hasil Pemilu secara keseluruhan sekaligus untuk memastikan peningkatan legitimasi hasil Pemilihan Umum, Nasdem mengusulkan tetap menggunakan kuotahare sebagaimana yang sudah dipahami oleh publik secara luas, sebagaimana yang diketahui oleh konstituen secara luas.

Terima kasih ketua. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Johnny. PKS.

F-PKS (DRS. H. AL MUZAMMIL YUSUF, M.Si):

Terima kasih pimpinan. Ini teori yang abstrak untuk publik ini teori abstrak dan ini saya kira perdebatan pada RUU yang lalu sudah kita lakukan. Dan pilihan kita pada kuotahare itu pada pilihan moderat. Oleh karena itu kami memandang masih bisa dilanjutkan sebagai bagian kesepakatan kita pada undang-undang yang lama, oleh karenanya kami pada berbeda dengan pemerintah kami ingin mengembalikan pada praktek kita pada undang-undang yang lalu yaitu kuotahare.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Kuotahare tetap 2014. Golkar silahkan.

F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc.IP, M.Si):

Terima kasih pimpinan. Golkar ini ingin ada perubahan selalu dengan tiga prinsip yaitu adanya keadilan, tapi ya proporsional dan juga memperhatikan cakupan wilayah bagi seorang yang terpilih menjadi wakil rakyat. Metoda kuotahare yang berlangsung selama ini bagi kami itu dirasakan kurang berkeadilan, tidak proporsional dan tidak mencapai prinsip cakupan wilayah kerja bagi Anggota Dewan. Sehingga implikasinya kinerja Anggota Dewan jadi bulan-bulanan karena dia tidak bisa bekerja secara adil secara proporsional dan tidak juga mampu menjangkau cakupan wilayahnya kalau menggunakan kuotahare. Kita bisa lihat karena kita bicaranya angka pembagi yang paling berkeadilan dengan pendekatan penduduk sebetulnya ya metode the horn yang bilangan pembaginya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh dan seterusnya. Jadi setiap wakil rakyat itu sama memiliki dukungan suara yang sama dari sebuah daerah dan kami merasakan bahwa hal ini mungkin akan banyak mendapatkan serangan dari aspek proporsionalitas karena keragaman kita. Oleh karena itu pada posisi inipun Fraksi Partai Golkar memahami menyadari karena niatnya bukan ingin mematikan, ingin juga membangun kebersamaan, ya kalau tidak bisa dengan metoda the horn yang menurut kami itu yang terbaik ya kami siap berkompromi untuk juga turun ke derajat yang berikutnya. Tapi kalau untuk turun sampai ke kuotahare sekali lagi kami mengatakan Golkar pasti tidak akan menerima. Kalau ke kuotahare pasti Golkar tidak akan mau menerima. Karena bagaimana kursi yang diperoleh oleh seseorang di daerah dia mendapatkan alokasi kursinya itu begitu besar itu tidak sebanding dengan satu kursi yang dimiliki oleh partai lain. Perbandingannya antara dua ratus ribu satu kursi dengan yang hanya empat puluh ribu. Kalau menggunakan metode the horn itu sebetulnya satu berbanding lima, dua ratus dan empat puluh ribu. Ini yang menurut hemat kami, dan berikutnyapun dalam rangka wilayah cakupan pekerjaannyapun itu pada akhirnyapun karena angkanya yang tidak sebanding dan sebadang itu mau tidak mau dalam implementasinya bekerja dibawah itu juga menjadikan ketidakadilan. Karena sesunguhnya masyarakat yang diwakilinya ya sama. Sementara yang dibina yang wajib dilakukan ya itu berbeda. Dia harus melakukan komunikasi politik paling tidak dengan sejumlah konstituen yang sudah memilih dia yang costnyapun berbeda. Ini dirasakan tidak proporsional tidak mencapai cakupan wilayahnya. Nah ini sebagai pengantar yang mungkin nanti Pak Rambe bisa lanjutkan.

Silahkan Pak Rambe.

F-PG (H. RAMBE KAMARUL ZAMAN, M.Sc.,M.M.): Terima kasih,

Pemerintah dan Pimpinan serta saudara-saudara. Saya kira yang sudah kita perbincangkan sekarang masuk konversi suara yang hal yang sangat penting. Tadi disampaikan oleh Saudara Agun kalau kuotahare kita kembali kepada yang lama yang kita sudah tahu masalahnya apa. Kita kan Pemilu ini ada tujuannya yang sudah kita tetapkan bagaimana representatifnes keterwakilan itu setidak-tidaknya lebih mendekatilah. Tadi Saudara Agun menyampaikan, ini kita ambil contoh saja misalnya secara terang. Kalau kuotahare ini kita kan Pemilu ini bukan hanya sekedar kita mau bagi-bagi kursi, tetapi harus ada aturannya. Aturannya sangat tidak adillah kalau satu partai politik mengumpul suara misalnya sampai tiga ratus lima puluh dua ribu sekian satu kursi, tapi karena suara pembagian kita harus bagi dengan demikian rupa, yang satu kursi itu di oleh partai politik lain yang hanya dua puluh empat ribu misalnya menjadi satu kursi juga. Jadi persoalan satu kursi dan satu kursi saya kira statusnya sama, statusnya sama. Jadi dalam konteks inilah sebenarnya kita harus mengarah kepada keadilan keterwakilan itu, keadilan keterwakilan itu. Ini saya kira nyata betul dalam teori kuotahare yang tahun 2014 itu kita adakan kita lakukan kita setujui. Oleh karenanya ya adalah perubahan untuk yang sejatinya memang harus the horn. Jadi bilangan pembagi itu adalah satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh. Kalau ini sebenarnya terlalu berat misalnya ya dengan adanya perubahan dari kuotahare ke metode apa. Misalnya pemerintah disini sudah mengajukan metodenya adalah sainlagu modifikasi, sainlagu modifikasi. Sainlagu modifikasi ini hanya pembedaannya apa bilangan pembaginya satu koma empat, tiga, lima dan tujuh dan seterusnya. Jadi ada pengajuan yang lain misalnya, kenapa tidak murni kalau misalnya kalau kita perbincangkan sekarang sainlagu murni. Sainlagu murni ya satu, tiga, bilangan pembaginya satu, tiga, lima, tujuh. Itu diajukan oleh Gerindra. Jadi sudah dimulai Pak Agun tadi kita cari yang terbaiklah. Kita kalau kuotahare saudara-saudara saya kira kalau kuotahare itu kita sudah tahu apa ini soalnya. Jadi secara konkret Saudara Menteri ini kembali lagi bukan soal Dapil. Dapil saya sembilan belas kabupaten kota tadi, Partai Golkar tiga ratus lima puluh sekian ribu. PDIP misalnya tiga ratus enam puluh sekian ribu, begitu. Tapi masing-masing di Dapil itu kami satu kursi satu kursi. Yang kursi untuk Sumut II itu Golkar dapat satu dengan tiga ratus lima puluh dua ribu sekian satu kursi, saya yang suara terbesar disitu, terus PDIP adalah Saudara Trimedia Panjaitan ini tertutup ini ya, Trimedia Panjaitan tiga ratus enam puluh ribu sekian yang dikumpul oleh PDIP satu kursi juga. Karena teori itu apa kuotahare lantas sampai ke kursi terbawah yang dapat dua puluh empat ribu dapat satu kursi juga, ya dapat satu kursi juga, nah ini. Ya apa pahamlah kita, memang di terus-terang saya sampaikan di Sumut II itu partai yang tidak dapat kursi PPP, ngga ada kursinya PPP, karena sepuluh yang diperebutkan, ya itu itu resiko karena sudah teori model beginipun masih ada partai yang tidak dapat kursi. Oleh karena itu ketidakadilan ini kita harus tingkatkan. Tadi kami katakan Partai Golkar sebenarnya the horn itu lebih fair semualah. Tapi mungkin itu sulit untuk diterima, tapi kalau memang arahnya ke kuotahare yang lama tadi sudah dinyatakan Saudara Agun dan saya baru rapat partai juga untuk terlambat datang kesini kita tidak menerima model terori yang kuotahare itu kita ambil yang di tengah apa yang terbaik. Kalau usulan pemerintah adalah sainlagu modifikasi, apakah misalnya Gerindra ini mengajukan sainlagu murni kita akan runding, berikutnya begitu. Jadi kalau Demokrat juga cocok, Grindra juga cocok ya PDIP nanti dimana cocoknya ya Golkar juga akan ikut berada disitu asal jangan kuotahare. Saya kira itu agar jangan kita berpanjang-panjang lebih menyempit kita perbincangkan untuk itu.

Saya kira demikian Saudara ketua lebih baik terang-terang langsung daripada alasan muter-muter lagi kita nanti.

KETUA RAPAT:

Setuju Pak Rambe ya kita langsung ya. Sainlagu murni tadi, ah belum-belum. Golkar oke juga kan Sainlagu murni ya, nah Golkar-Golkar Sainlagu murni. The horn juga Golkar. Sainlagu modifikasi PDI Perjuangan. Nantilah tunggu Bu sabar Ibu pingin cepat-cepat saja. Kuotahare tadi PAN, PKS, Nasdem. Hanura ngga ada ini, tapi DIM-nya muncul ya kuotahare ya. PAN, PKS, Nasdem, PPP, oke.

Sekarang kami persilahkan Gerindra.

F-GERINDRA/WK. KETUA (IR. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA):

Ya terima kasih. Ngga usah dijabarkanlah pokoknya Gerindra itu sainlagu murni ya, alasannya tadi sudah disampaikan oleh Kang Agun ini Ketua Pansus yang lama ini kita penerusnya saja ini Pansus ini. Alasannya cakupan ya proporsional dan lain-lain, tapi prinsipnya Gerindra itu selalu siap untuk bekerjasama dan kompromi yang terbaiklah, bukan harga mati.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Gerindra sainlagu murni. PKB PKB. F-PKB (Dra. Hj. SITI MASRIFAH, MA):

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tidak. Saya kasih alternatif.

Yang kami hormati pimpinan dan seluruh Anggota Pansus, Bapak Menteri dan seluruh yang hadir. PKB pada prinsipnya kita memegang prinsip proporsional, setara dan berkeadilan, satu yang perlu dicatat. Yang kedua mungkin PKB adalah partai yang menawarkan alternatif yang berbeda dari teman-teman yang terdahulu. Usulan PKB kami mengusulkan alternatif dengan sistem OPOVOV murni, one person one vote one value, satu orang, satu suara, satu nilai. Karena itu didalam pendapat fraksi kami menentukan perolehan kursi berdasarkan prosentase perolehan suara partai politik. Jika perolehan suara partai A misalnya sepuluh persen dari total suara sah partai-partai maka sepuluh persen dari jumlah kursi juga akan diperoleh partai itu. Jadi kalau selama ini dikhawatirkan ada beberapa suara yang terbuang PKB mengusulkan usulan tadi. Yang pertama caranya bagaimana, dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan, saya kalau baca ini terlalu detail tapi saya akan menjelaskan. Semua suara yang diperoleh oleh partai politik akan ditarik atau dikumpulkan di provinsi. Misalnya Banten I, II, III itu ditarik di Provinsi Banten, suaranya dikumpulkan dulu baru kemudian menentukan presentase perolehan suara partai. Suara partai nah baru seluruh suara seluruh partai yang dibagi dengan suara seluruh partai di provinsi. Kita anggap saja saya kasih gambaran maksud saya biar kita tidak menghitung di awang-awang ya. Kalau PKB misalnya di anggap saja

Banten tigalah, Banten ya Provinsi Banten ditotal suaranya mendapatkan seratus lima puluh ribu, sedangkan suara seluruh partai adalah satu juta, begitu. Berarti kalau seratus lima puluh dibagi satu juta PKB di Banten itu mendapatkan lima belas persen. Nah bagaimana caranya berapa dapat kursi PKB di Banten itu. Lima belas persen kita kalikan dengan kuota kursi DPR di Provinsi A, misalnya Banten tadi. Jadi kalau lima belas persen Banten dapat dua puluh dua kursi totalnya mas PKB akan mendapatkan anggap saja tiga kursi, begitu. Nah ini saya kira ini untuk model ini untuk apa ya untuk menghindari suara-suara yang terbuang dengan sia-sia. Jadi partai itu mendapatkan porsi sesuai dengan hasil suaranya. Jadi nanti ngga ada lagi yang namanya ada Kursi Jati dan Kursi tidak Jati, ya itu kan, kan selama ini kita tahu itu kalau Jawa Timur PKB kursinya Jati banget, asli Jatinya, tapi kalau di lain tempat ngga begitu, ada kalimat-kalimat itu. Jadi mungkin ini tawaran yang kami tawarkan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, ya. Kita pernah pakai dulu tahun 1999 itu ada istilah stabus acord ya dulu ya, tetapi stabus acord ini menggabungkan suara bukan hanya partai satu partai tetapi beberapa partai. Ya contohnya misalnya ketika itu misalnya anggap sajalah PKB hanya punya enam ribu kemudian saat itu misalnya PBB punya seribu lima ratus, padahal satu kursi dibutuhkan suara tujuh ribu, jadi PKB harus bergabung untuk menembus angka tujuh ribu tadi dengan partai yang suaranya kecil. Dan ini tentu dengan kesepakatan. Tapi kalau ini kita suara murni separtai, ya suara murni partai kita tarik di provinsi semuanya, jadi provinsi mana Jawa Timur ada misalnya sebelas Dapil ditarik semua ke Surabaya ke Jawa Timur, ya baru kemudian dihitung persenannya dapat berapa persen. Kalau sudah ketemu suara partai tadi baru dibagi dengan suara seluruh partai di provinsi itu baru akan ketemu persenannya. Bukan, ini OPOVOV murni, tolong nanti direnungkan kembali. Mungkin bisa dihitung dengan semua partai bisa menghitung dengan model alternatif ini saya kira dan ini sudah kami tulis ya alternatif-alternatifnya, begitu. Kalau itu untuk DPR RI, tetapi untuk DPR provinsi, kalau DPR provinsi sama persis. DPR provinsi ditarik semua.

KETUA RAPAT:

Ini sama 2009 ya?

F-PKB (Dra. Hj. SITI MASRIFAH, MA):

Beda, beda. Kalau 2009 itu, bukan. Suara sisa ditarik ke provinsi, kalau ngga salah. Soalnya waktu itu suami saya yang ikut membahas itu. Saya tahu itu ya. Nah kalau ini bukan, ini bukan. Semua ditarik di provinsi ya baru kemudian dihitung, dihitung. Nah jadi nanti persenannya pas banget. Partai itu dapat sepuluh persen ya sepuluh persen kursi yang dia dapat, begitu. Nah ini, itu menghindari apa menghindari meminimalisir suara-suara terbuang yang akan banyak terbuang. Saya kira itu ya, jadi coba dihitung kembali direnungkan sambil tidur mimpi, kan masih ada, bukan. Masih ada, oh lewat ya. Ya saya kira ini sebagai alternatif ya jadi kalau yang dulu kan ditarik sisa suara baru ditarik ke provinsi baru ditaruh lagi dimana daerah yang belum dapat kursi ya kan gitu, yang masih sisa Dapil mana yang masih sisa kursinya. Tapi kalau ini kita tarik semua ke provinsi baru kita hitung persenannya baru kita bagi kembalikan ke Dapilnya, gitu. Saya kira representasi provinsi juga terwakili dan kemudian keadilan, proporsional dan juga apa kesetaraan bisa dicapai. Ini salah satu alternatif. Untuk provinsi hampir sama tapi untuk

kabupaten semua ditarik di kabupaten atau kota, ya semua ditarik di kabupaten atau kota, gitu.

Saya kira itu terima kasih Wallohul Muafiq Illaa

AqwaamitthoriqWassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO): Ketua, itu DIM-nya KETUA RAPAT:

Namanya model apa ini, hare juga? Nda supaya ini jadi opsi yang ke lima ini. OPOVOV murni?

F-PAN (VIVA YOGA MAULADI, M.Si.):

Ketua, Hanura itu di DIM-nya bukan hare itu. Di DIM-nya Hanura itu dibagi satu, tiga, lima, tujuh dan seterusnya itu berarti sainlagu murni, ya.

KETUA RAPAT:

Benar ngga itu Hanura seperti itu.Oh ya, Hanura ganti Hanura itu sainlagu murni. Baik,

F-PAN (VIVA YOGA MAULADI, M.Si.):

Pak Ketua yang E itu dalam teori tidak ada istilah X. F-NASDEM (JOHNNY G. PLATE, SE.):

Pak Ketua diusulkan saja yang E itu ya kuota PKB namanya. Jangan pakai OPOVOV itu. Itu hasil kreatifitas dan inisiatif punya PKB.

KETUA RAPAT:

Mungkin apa tenaga ahli dari pemerintah bisa menjelaskan yang ditawarkan PKB ini apa ini namanya.

F-PAN (VIVA YOGA MAULADI, M.Si.):

Namanya kuotahare modifikasilah gitu saja. KETUA RAPAT:

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 29-37)

Dokumen terkait