• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4. RAPD ( Random Amplified Polymorphic DNA )

RAPD merupakan salah satu jenis penanda molekular yang banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekular. Sebagai salah satu penanda genetik, RAPD dikenal sebagai penanda yang relatif murah dan tidak memerlukan keterampilan teknis yang tinggi. Penanda ini bersifatdominan, dalam arti, ia dapat membedakan kelas genotipe resesif dari kelas-kelas genotipe yang lain. RAPD memerlukan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan elektroforesis gel dalam penerapannya. Kelemahan RAPD yang sangat dikenal adalah mudah memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga dianggap kurang reliable, khususnya bagi keperluan diagnostik, seperti sidik jari ADN.

12

Metode RAPD dapat mengamplifikasi ADN genomik pada daerah intron maupun ekson. Amplifikasi ADN genom dengan menggunakan primer tunggal acak umumnya menghasilkan beragam produk amplifikasi, sesuai dengan daerah genom yang dapat dikenali oleh primer.

Masalah yang dihadapi dalam menganalisis larik-larik RAPD adalah ketika mengintepretasi larik. Larik yang berukuran molekul sama pada gel dapat berupa produk amplifikasi yang berbeda karena visualisasi dengan cara elektroforesis hanya mengetahui ADN secara kuantitas, tidak secara kualitas.

RAPD memerlukan pasangan primer dan setiap pasangan primer akan menghasilkan sejumlah pita (band) yang akan tampak pada hasil elektroforesis gel. Pasangan primer yang dipilih (bisa sudah diketahui atau dipilih beberapa secara acak) diberikan pada sampel-sampel ADN (disebut ADN cetakan) yang sudah dipersiapkan. Pada saat proses PCR, primer akan menempel pada urutan- urutan basa yang komplemen pada ADN cetakan. Diakhir proses PCR akan terdapat sejumlah besar fragmen-fragmen pendek ADN hasil amplifikasi. Apabila terdapat delesi untuk suatu lokasi cetakan, maka akan terjadi polimorfisme. Dengan elektroforesis gel, akan terlihat pita yang terputus-putus apabila terdapat polimorfisme (oleh karena itu bersifat dominan).

Dalam elektroforesis gel terdapat dua material dasar yang disebut ''fase diam'' dan ''fase bergerak'' (eluen). Fase diam berfungsi "menyaring" objek yang akan dipisah, sementara fase bergerak berfungsi membawa objek yang akan dipisah. Sering kali ditambahkan larutan penyangga pada fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek elektroforesis gel. Elektroda positif dan negatif diletakkan pada masing-masing ujung preparat elektroforesis gel.

Zat yang akan dielektroforesis dimuat pada kolom (disebut ''well'') pada sisi elektroda negatif. Apabila aliran listrik diberikan, terjadi aliran elektron dan zat objek akan bergerak ke arah sisi elektroda positif. Kecepatan pergerakan ini berbeda-beda, tergantung dari muatan dan ukuran objek. Kisi-kisi gel berfungsi sebagai pemisah. Objek berukuran lebih besar akan lebih lambat berpindah.

Pertama kali teknik RAPD dilakukan oleh Williams et al. (1990) dalam Septimayani (2002). Williams et al. berhasil mengamplifikasi ADN dan bersifat polimorfik dengan menggunakan primer acak serta bantuan enzim Taq ADN

13

polymerase. RAPD banyak digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan. Menurut Williamset al. (1990)dalam Septimayani (2002), metode RAPD lebih sederhana, cepat, ADN yang diperlukan sedikit dan tidak perlu terlalu murni, tidak menggunakan satu primer.

Secara umum analisis RAPD terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap ekstraksi ADN, (2) tahap pengujian kualitas dan kuantitas ekstraksi ADN, (3) tahap amplifikasi ADN (RAPD), dan (4) tahap pengujian kualitas dan kuantitas hasil amplifikasi. Menurut Sambrook (1989), daun yang masih muda dengan berat 0,2-0,3 g cukup untuk menghasilkan ADN yang sesuai dengan kebutuhan selama analisis, sementara itu menurut Kaidah (1999) dari jaringan tanaman dewasa dan daun kering masih bisa didapatkan ekstrak ADN-nya. Menurut Kimball (1992), sel berkembang dengan cara menggandakan diri dan memperbesar volume sel. Oleh karena itu semakin muda suatu jaringan daun akan memberikan peluang yang lebih besar dalam menghasilkan ADN dalam jumlah yang lebih besar daripada daun yang sudah lebih tua umurnya.

Proses amplifikasi ADN (RAPD), pada intinya adalah proses perbanyakan ADN secara enzimatis. Pada tahap ini terdapat tiga proses, yaitu (1) proses denaturasi ADN pada suhu 950C, (2) proses penempelan ADN (annealing) dan (3) proses ekstensi (Gambar 4).

Paling penting dari proses PCR (adalah kesterilannya, karena PCR ini sangatlah rentan jika adanya kontaminasi. Walaupun terdapat kontaminasi yang sangat kecil, baik pada ADN maupun bahan-bahan PCR, maka hasilnya akan berbeda dari yang seharusnya (false result) (Binder, 1997). Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:

14

Gambar 4 Tahapan-tahapan pada proses PCR (Polymerase Chain Reaction) (Wikipedia, 2006)

1. Tahap denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen ADN terputus (denaturasi) dan ADN menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas ADN terpisah. Pemisahan ini menyebabkan ADN tidak stabil dan siap menjaditemplate ("cetakan") bagi primer. Durasi tahap ini berlangsung antara 1–2 menit.

2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian cetakan ADN yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45– 60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.

3. Tahap pemanjangan atau elongasi atau ektensi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis ADN-polimerase (P pada Gambar 4) yang dipakai. Dengan Taq-polymerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.

Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap 4 pada Gambar 4 menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat

15

denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi tempat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas ADN yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah ADN yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.

Menurut Bernard (1998) PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan ADN spesifik. Ada 4 komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses PCR yaitu, 1). ADN target, 2). Primer, 3). ADN polymerase dan 4). 4 dNTP. Prinsip proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30-60 detik) dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat.

Tahap terakhir dari RAPD adalah pengujian kuantitas ADN hasil amplifikasi. Pada tahap ini terjadi pemisahan pita-pita ADN berdasarkan perbedaan berat molekulnya. Pita ADN yang mempunyai berat molekul lebih ringan “jalan” lebih cepat. Keragaman antara populasi dapat dilihat dengan melihat perbedaan pola pita (polymorphic) ADN antar populasi.

Dokumen terkait