• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio dan Kinerja Keuangan

5. Rasio Pertumbuhan

Dalam rasio pertumbuhan ini akan dilihat empat pertumbuhan komponen APBD yaitu: Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah, Total Belanja Rutin, dan Total Belanja Pembangunan. Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur severapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian.

Realisasi Penerimaan APBD Xn-Xn-1 Realisasi Pertumbuhan APBD =

Realisasi Penerimaan PAD Xn-1

Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn-Xn-1 Rasio Pertumbuhan pendapatan =

Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn-1

Realisasi Belanja Rutin Xn-Xn-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin =

Realisasi Belanja Rutin Xn-1

Realisasi Belanja Pembangunan Xn-Xn-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan =

Realisasi Belanja Pembangunan Xn-1 Keterangan :

Xn = Tahun Yang dihitung

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh Ahzir Erfa (2008) mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul “ Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara)”. Didalam melakukan analisis data peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat, antara lain ; Rasio Kemandirian, Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Pertumbuhan, Rasio Desentralisasi Fiskal. Dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi khusus dapat merubah dan menaikkan rata-rata kinerja pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Dimana PAD mengalami peningkatan dengan sedikit bantuan yang diperoleh pusat dan propinsi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang digunakan untuk memungut PAD, pemerintah mulai bisa manyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, upaya fiskal dan pertumbuhan daerah serta kinerja pemerintah daerah kabupaten Aceh Utara dalam hal pajak daerah sangat maksimal.

Penelitian juga pernah dilakukan oleh Martha Yurdila Janur (2009) mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah. Pengujian akan

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

dilakukan dengan cara menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat, antara lain : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah, Rasio Aktivitas, Rasio Debt Service Coverage Ratio (DSCR), dan Rasio Pertumbuhan dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah masih menunjukkan kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah masih menunjukkan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah, namun pemerintah sudah dapat meminimumkan biaya untuk memungut PAD, pemerintah masih belum bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin sehingga dana yang diprioritaskan untuk belanja rutin lebih tinggi dibandingkan untuk belanja pembangunan, dan apabila terjadi kekurangan dana untuk mencukupi kebutuhan belanjanya kabupaten bungo masih memiliki kesempatan untuk melakukan pinjaman, dan pertumbuhan kinerja pemerintah dapat dikatakan sudah baik karena dari tahun ke tahun rasio pertumbuhan mengarah kepada trend positif.

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Pengukuran

Penelitian Hasil Penelitian 1. Ahzir Erfa (2008) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas sumatera Utara 2. Martha Yurdila Janur (2008) AnalisisKinerja Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara) Analisis Terhadap Kinerja Peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat : 1. Rasio Kemandirian. 2. Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah. 3. Rasio Keserasian. 4. Rasio Upaya Fiskal. 5. Rasio Pertunbuhan. 6. Rasio desentralisasi Fiskal. Peneliti menggunakan rasio-rasio dalam Pengukuran kinerja

Dari hasil analisis data dapat

digambarkan bahwa dengan

diberlakukannya otonomi khusus dapat merubah dan

menaikkan rata-rata kinerja pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Dimana PAD mengalami peningkatan dengan sedikit bantuan yang diperoleh pusat dan propinsi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang digunakan untuk memungut PAD, pemerintah mulai bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, upaya fiskal dan

pertumbuhan daerah serta kinerja

pemerintah daerah kabupaten Aceh Utara dalam hal pajak daerah sangat maksimal.

Dari hasil analisis data dapat

digambarkan bahwa dengan

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010. Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah keuangan setempat, yaitu : 1. Rasio Tingkat Kemandirian. 2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah. 3. Rasio Aktifitas. 4. Rasio Service Coverage (DSCR). 5. Rasio Pertumbuhan. diberlakukannya otonomi daerah kinerja keuangan masih menunjukkan trend positif dan trend negatif pada Pemerintahan kabupaten Bungo. Dimana tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat masih tinggi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang dikelurkan untuk memungut PAD, pemerintah masih belum bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, pemerintah memiliki kesempatan untuk melakukan pinjaman apabila terjadi

kekurangan dana, dan pertumbuhan kinerja pemerintah dapat dikatakan sudah baik karena rasio

pertumbuhan

mengarah pada trend yang positifdari tahun ketahun.

C. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.

Berdasarkan Latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut yang disertai penjelasan kualitatif.

Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam

Gambar 1.1

Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Diolah Penulis, 2009

Keterangan Bagan :

Pada Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, variabel data yang dipakai atau digunakan adalah Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepala daerah. Dalam hal ini variabel yang dipakai dikhususkan pada laporan realisasi anggaran atau pada saat ini lebih dikenal dengan nama Laporan Keterangan

Laporan Pertanggungjawaban APBD Laporan Realisasi Anggaran Kinerja Keuangan Daerah

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

Pertanggungjawaban (LKPJ) kepala daerah. Kemudian dari LKPJ ini diambil data-data yang diperlukan atau yang dipakai dalam penelitian ini, yang kemudian akan dianalisis dengan memakai rasio kinerja keuangan daerah yaitu :

1. rasio derajat desentralisasi fiskal

2. rasio tingkat kemandirian keuangan daerah

3. rasio efektifitas dan efesiensi pendapatan asli daerah 4. rasio aktifitas (rasio keserasian)

5. rasio pertumbuhan.

Sehingga dari perhitungan rasio-rasio tersebut diatas maka akan dapat diperoleh hasil analisis kinerja keuangan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam Sesudah Pemberlakuan Kebijakan Otonomi Daerah.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan atau selama kurun waktu tertentu dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Umar Husein (1997 : 56) mengatakan bahwa salah satu tanda suatu penelitian

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

itu berjenis deskriptif adalah adanya studi kasus pada penelitian tersebut, seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.

B. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan bersifat kualitatif dan kuantitaif yang terdiri dari :

1. Data Primer, berupa data yang diperoleh langsung dari pemerintah daerah atau data yang terjadi di lapangan penelitian dan kemudian akan diolah penulis.

2. Data sekunder, yang diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan dan analisis dokumen meliputi Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Laporan Realisasi APBD atau Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 2005-2007 yang bersumber dari Badan Pengawasan Pendapatan Daerah (BAPPEDA) dan juga bersumber dari situs

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melalui pencatatan dan fotokopi data-data yang diperlukan.

2. Teknik Kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan melalui buku-buku, literatur-literatur, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.

D. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif case study yaitu metode penganalisaan data dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang ada kemudian

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

diklasifikasikan, dianalisis, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang diteliti.

Dalam hal ini analisis data akan dilakukan dengan menggunakan rasio yang telah disebutkan sebelumnya. Rasio yang digunakan yaitu :

1. Rasio derajat desentralisasi fiskal,

2. Rasio tingkat kemandirian keuangan daerah,

3. Rasio efektifitas dan efesiensi pendapatan asli daerah, 4. Rasio aktivitas (Rasio keserasian),

5. Rasio pertumbuhan.

E. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan selesai. Objek penelitian akan dilakukan di Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Jadwal Penelitian ini dalam bentuk tabel terdapat pada lampiran.

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Pada awalnya Aceh pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) yang kemudian berubah nama menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009). Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu propinsi yang terletak dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan propinsi paling barat di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang di atur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan propinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Sejak zaman kemerdekaan sampai dengan masa reformasi (otonomi daerah diberlakukan pada masa reformasi) yaitu pada tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten yaitu sebagai berikut yaitu : Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Luwes, Kabupaten Naga Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie jaya, dan Kabupaten Simeulue.

Dan 5 Kota : Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Lhoksemawe, Kota Sabang, dan Kota Subussalam.

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara spesifik memiliki letak geografis yang sangat strategis, yaitu berada pada jalur lintas barat Negara Republik Indonesia yang terletak antara 2°-6° Lintang Utara dan antara 95°- 98° Bujur Timur, dan memiliki luas 55.390 km², maka Propinsi NAD juga menjadi Lintas Perdagangan Internasional dengan lambang Pancacita (dari bahasa Sansekerta, yang artinya “Lima cita-cita”).

B. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Pendapatan Asli Daerah

Rasio Desentralisasi = x 100

Total Penerimaan Daerah

Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Penerimaan Daerah = Bagi Hasil pajak dan Bukan Pajak Untuk Daerah

x 100 Total Penerimaan Daerah

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

Tabel 4.1

Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Kabupaten-kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2007

No Nama Daerah PAD/TPD (Tahun) BHPBP/TPD (Tahun) 2005 2006 2007 2005 2006 2007 1 Aceh Selatan 1,56% 2,17% 2,92% 25,69% 18,07% 12,62% 2 Aceh Tenggara 0,98% 0,86% 2,38% 26,95% 19,59% 10,78% 3 Aceh Barat 3,23% 3,58% 4,72% 25,33% 17,36% 12,14% 4 Aceh Besar 2,84% 2,62% 3,06% 21,34% 14,65% 10,45% 5 Aceh Tengah 2,16% 2,34% 3,97% _ 15,88% 7,89% 6 Aceh Utara 4,55% 9,78% 9,43% 45% 40,24% 41,86% 7 Aceh Timur 0,16% 1,63% 1,56% 38,20% 28,66% 23,53% 8 Aceh Tamiang 2,20% 2,18% 4,08% 38,49% 30,31% 20,39% 9 Aceh Singkil 1,81% 2,23% 1,78% 15,68% 18,14% 11,80% 10 Gayo luwes 0,49% 0,81% 1,44% 31,52% 23,95% 17,53% Rata-Rata 1 1,99% 2,82% 3,53% Rata-Rata 2 26,82% 22,68% 16,89%

Derajat desentralisasi fiskal digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

sebagai suatu kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah/otonomi khusus pada daerah tersebut.

Tabel 4.1 menunjukkan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukan status otonomi khusus mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Sebagai hasilnya kita dapat melihat terjadinya peningkatan dan penurunan PAD dari tahun 2005-2007 yang menandakan terjadinya peningkatan dan penurunan kinerja keuangan pemerintah kabupaten-kabupaten di Propinsi NAD setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus. Kabupaten-kabupaten yang mengalami peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) mulai tahun 2005-2007 antara lain adalah kabupaten Aceh selatan, Aceh Barat, Aceh Tengah, Aceh Utara, dan Gayo Luwes. Sedangkan untuk kabupaten-kabupaten yang mengalami penurunan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) antara lain adalah kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Singkil. Sehingga dengan adanya peningkatan dan penurunan pendapatan asli daerah (PAD) pada kabupaten-kabupaten di propinsi NAD juga menandakan bahwa terjadinya penurunan dan peningkatan kinerja pemerintahan yang terjadi selama tahun 2005-2007. Penurunan kinerja pemerintah tersebut diakibatkan karena adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam kinerjanya. Seperti adanya ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pendapatan asli daerah, dan juga terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fiskal daerah, karena beberapa sumber penerimaan daerah misalnya Pajak dan Retribusi cenderung menurun, baik jenisnya maupun nominalnya.

Secara umum Kabupaten yang memiliki persentase PAD yang paling tinggi dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 adalah Aceh Utara sebesar 9,43% yang artinya tingkat perbandingan PAD terhadap TPD kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang paling baik atau kabupaten yang paling mampu untuk membiayai pengeluarannya sendiri.

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

Kemampuan kabupaten Aceh Utara untuk membiayai daerahnya sendiri didasarkan kepada kemampuan pemerintah kabupaten tersebut untuk mengumpulkan pendapatan asli daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain. Sedangkan untuk kabupaten yang memiliki persentase paling rendah mulai tahun 2005 sampai tahun 2007 adalah Gayo Luwes yaitu sebesar 1,44% yang artinya kabupaten tersebut memiliki pendapatan asli daerah yang sangat kecil dibandingkan total pendapatan daerah tersebut. Hal ini dikarenakan adanya berbagai faktor seperti luas kabupaten dan jumlah penduduk yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya, sehingga pendapatan asli daerah yang diperoleh dari penduduk misalnya iuran pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah menghasilkan total PAD dalam jumlah yang rendah/sedikit.

Untuk rasio BHPBP terhadap TPD pada kesepuluh kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukannya otonomi khusus mulai dari tahun 2005-2007 terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan kabupaten di propinsi NAD menerapkan otonomi khusus sehingga dana yang disetorkan ke pemerintah pusat tidak seluruhnya, sebagian dana digunakan untuk pengembangan daerah di NAD, sehingga dana yang dikembalikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah pun semakin tahun semakin berkurang.

Berdasarkan interval kriteria kinerja keuangan hasil penemuan tim Fisipol UGM (Tabel 2.4), maka kita dapat menyimpulkan bahwa persentase derajat desentralisasi fiskal untuk rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaaan daerah (TPD) pada sepuluh kabupaten yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diteliti mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 berada pada posisi sangat kurang. Hal tersebut menandakan bahwa pada kabupaten-kabupaten tersebut kinerja keuangan pemerintahannya masih sangat kurang.

Kualitas pemerintahan, yang merupakan variabel gabungan dari partisipasi masyarakat, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro)

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

berhubungan positif dengan derajat desentralisasi fiskal. Artinya, semakin tinggi derajat desentralisasinya maka semakin baik pula partisipasi masyarakatnya, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro). Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pemerintahan pemerintah Kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi NAD setelah diberlakukannya status otonomi khusus masih kurang baik.

2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan Asli Daerah

Rasio Kemandirian = x 100

Bantuan Pemerintah Pusat/ Propinsi dan Pinjaman

Tabel 4.2

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kabupaten-kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

No Nama daerah PAD/BP(P)P (Tahun)

2005 2006 2007 1. Aceh Selatan 2,22% 2,88% 3,68% 2. Aceh Tenggara 1,44% 1,08% 0,48% 3. Aceh Barat 4,91% 4,84% 6,01% 4. Aceh Besar 4,27% 2,25% 3,79% 5. Aceh Tengah 0 2,99% 5,47% 6. Aceh Utara 26,18% 47,47% 42,06% 7. Aceh Timur 1,06% 2,36% 2,23% 8. Aceh Tamiang 4,09% 0,51% 7,11% 9. Aceh Singkil 2,86% 2,80% 2,33% 10. Gayo Luwes 0,75% 1,08% 1,83% Rata-Rata 4,77% 6,81% 7,49%

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

Tabel 4.2 menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan kabupaten-kabupaten di propinsi NAD setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus mulai dari tahun 2005- 2007. Untuk kabupaten Aceh Selatan dimulai dari tahun 2005 rasio ini menunjukkan persentase sebesar 2,22% kemudian pada tahun 2006 persentasenya sebesar 2,88% yang artinya adalah adanya kenaikan kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Selatan yang menandakan tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang, dan penurunan ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan terhadap pemerintah pusat juga semakin tampak pada persentase tahun 2007 sebesar 3,68%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah kabupaten Aceh Selatan berupaya mengurangi ketergantungan atas sumber dana eksternal dengan cara mengoptimalkan pendapatan ataupun mengelola sumber pendapatan lainnya.

Untuk pemerintah kabupaten Aceh Tenggara tahun 2005 dan 2006 persentasenya adalah 1,44% dan 1,08%. Persentase tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten Aceh Tenggara, hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut semakin bergantung pada pemerintah pusat ataupun bantuan eksternal lainnya. Persentase tersebut juga semakin menurun di tahun 2007 yang menunjukkan daerah

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

tersebut semakin lebih bergantung lagi pada pemerintah pusat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut mengalami penurunan kinerja dalam hal meningkatkan pendapatan asli daerahnya, berarti daerah ini membutuhkan pengoptimalan pendapatan yang ada di daerahnya.

Untuk pemerintah kabupaten Aceh Barat mulai tahun 2005 persentasenya sebesar 4,91%, tahun 2006 turun menjadi 4,84% dan tahun 2007 persentasenya naik kembali sebesar 6,01%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Barat meskipun pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan. Sehingga menandakan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Barat terhadap pemerintah pusat semakin berkurang dari tahun ke tahun.

Untuk pemerintahan kabupaten Aceh Besar pada tahun 2005 persentasenya sebesar 4,27%, tahun 2006 turun menjadi 2,25%, dan tahun 2007 persentasenya kembali naik menjadi 3,79%. Meskipun kenaikannya tetap rendah apabila dibandingkan dengan persentase tahun 2005, namun pemerintah kabupaten Aceh Besar tetap terus berusaha agar kinerja keuangannya terus mengalami kenaikan agar kabupaten tersebut tidak bergantung dengan pemerintah pusat yaitu dengan cara terus mengelola pendapatan asli daerah dengan lebih optimal.

Untuk kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2005 persentasenya tidak dapat dihitung karena pada laporan APBDnya tidak dicantumkan berapa besarnya jumlah dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat kepada kabupaten Aceh Tengah sehingga kita tidak dapat mengetahui apakah pada tahun tersebut kinerja keuangan kabupaten Aceh Tengah mengalami kenaikan/penurunan yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat seberapa besar tingkat ketergantungan kabupaten aceh tengah terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya pada tahun 2006 persentasenya sebesar 2,99% tahun 2007 sebesar 5,47% artinya adanya kenaikan

Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.

kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Tengah yang menandakan tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang.

Untuk kabupaten Aceh Utara tahun 2005 persentasenya sebesar 26,18%, tahun 2006 naik menjadi 47,47% dan pada tahun 2007 persentasenya turun kembali menjadi 42,06%. Meskipun pada tahun 2007 kinerja keuangan kabupaten Aceh Utara mengalami penurunan, namun kabupaten Aceh Utara tetap dapat dikatakan kabupaten yang mandiri atau tidak terlalu bergantung pada pemerintah pusat, hal ini dikarenakan PAD yang dihasilkan kabupaten Aceh Utara jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Sehingga kabupaten Aceh Utara merupakan kabupaten yang memiliki tingkat kemandirian yang paling tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kabupaten Aceh Utara mengurangi ketergantungan atas sumber dana eksternal dengan cara mengoptimalkan pendapatan yang

Dokumen terkait