• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi Komponen Kimia Kayu Pada Proses

Dalam dokumen Proses Pulping Organosolv dan pleurotus (Halaman 35-44)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Proses Pulping

2.2.1 Proses Pulping Organosolv

2.2.1.5 Reaksi Komponen Kimia Kayu Pada Proses

Acetosolv

2.2.1.5.1. Reaksi Dengan Lignin

Ikatan yang paling penting pada molekul lignin adalah ikatan α - dan β - Aryleter. Di dalam larutan asam asetat - air sebagian ikatan dapat terputuskan rantai tersebut (ADLER, et al., 1957).

NIMZ (1981) meneliti presentase ikatan α - dan β - Aryleter dari lignin kayu Buche. Persentase ikatan tersebut berjumlah 65%, yang mana pada proses pulping, ikatan tersebut berpengaruh sangat besar. α -Aryleter secara umum lebih mudah terputuskan rantainya jika dibandingkan β -Aryleter (SAKAKIBARA, et a1., 1966; JOHANNSON dan MISCHE,1972).

Ikatan α -Aryleter di dalam air pada temperatur 100˚C dapat terputuskan ikatannya, dimana sebagaian besar ikatan β -Aryleter sebelum terputuskan (NIMZ, 1966; LAI dan SARKANER, 1971). FREUDENBERG dan PLANKENHORN (1942) telah mengadakan penelitian proses pulping dengan asam asetat, dimana ikatan Aryleter telah diputuskan rantainya. PAULY (1916) mengadakan penelitian kelarutan lignin di dalam 85% asam asetat dan 0,3% asam sulfat sebagai katalisator. Selanjutnya, REUTULA dan SEVON (1927) mengadakan penelitian proses pulping dengan larutan Eisessig dan asam klorida sebagai katalisator. BRAUNS dan BUCHANEN (1945) mengadakan penelitian proses pulping Acetosol-v dengan bahan kimia asam asetat dengan asam mineral sebagai katalisator terhadap kelarutan lignin. FUKUZUMI, et a1., (1966) telah mengadakan penelitian monomer lignin pada proses pulping kayu Fichte dengan larutan asam asetat pekat dan magnesium klorida sebagai katalisator, pada temperatur 122˚C. Dari penelitian tersebut diperoleh produk lignin seperti Vanilloyl- metilketon, dan perubahan bentuk lignin dengan berat molekul tinggi. WEYGAND, et a1., (1961) mengadakan penelitian tentang reaksi kimia yang terjadi antara asam asetat dengan lignin dalam bentuk Vanilloylmetilketon (Gambar 2-1). Melalui analisa secara spektroskopi dari lignin asam asetat dihasilkan bentuk pemutusan ikatan β -Aryleter (NIMZ, et a1., 1985 dan TERAZAWA, et al., 1986). ROTH (1984), mengadakan penelitian analisa spektroskopi 13C-NMR dari lignin asam asetat dan didapatkan hasil signal pada lingkaran aromatik lignin. Produk pemutusan rantai telah dihasilkan dan setelah diidentifikasi ternyata menghasilkan produk vanillin, 1-(4-Hydroxy-3- Methoxyphenyl) -2- propanon dan syringaaldehyd.

DAVIS, et al., (1987) mengadakan penelitian dari ikatan β -Arylether pada substansi model lignin di dalam asam asetat. Ikatan β -Arylether phenolik lebih cepat terputuskan dari pada ikatan ether bukan phenolik. Mekanisme pemutusan rantai β - Aryleter dapat dilihat pada Gambar 2-2. (YASUDA dan ITO, 1987 ).

Gambar 2-1. Mekanisme Pembentukan Dari Vanilloyketon Dari Guajaclglycerin = β - ether Melalui Rekasi Acetolyse (WEYGAND, et al., 1961)

Gambar 2-2. Reaksi Kimia Dari Bentuk β -0-4 Phenolik dan Bukan Phenolik Di dalam Asam asetat (90% asam asetat, 180˚C) (YASUDA dan ITO, 1987).

Struktur phenolik Arylpropana atau ter-eterisasi Aylpropana dari lignin pada medium asam akan terbentuk konjugasi posisi α dalam bentuk struktur Chinonmethida, yang mana model reaksinya dapat dilihat pada gambar 2-3.

Struktur kimia dari organosolv lignin telah diteliti kembali beberapa ahli seperti SCHÜTZ, 1941a, 1941b; BRAUN dan BUCHANAN, 1945; LANGE dan , 1980). Hasil penelitian tersebut melitputi berat molekul dan struktur elemen kimia yang berbeda-beda. Secara umum, dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa berat molekul ligninnya rendah dan gugusan phenolnya tinggi.

Gambar 2-3. Stabilisasi Struktur Chinonmethil Melalui Proses Adisi Enolisasi atau Nukleosasi (GIERER, 1985)

Acetylisasi

ROTH (1984) dan TSCHIRNER (1984) menemukan pada proses pulping dari substansi model lignin kayu Buche di dalam 95% asam asetat dan 2 – 5% Ethylenklorhydrin dengan alat spektrum 13C-NMR, tidak didapatkan ikatan α yang kokoh karena Acetil-nya lebih kuat. Pada perubahan model substansi lignin dengan 90% asam asetat tanpa katalysator akan mengalami acetilisasi secara lambat (TSCHIRNER, 1984). Pada Tabel 2-7 ditunjukkan persentase jumlah gugus acetil yang larut di dalam lignin asam asetat dari beberapa katalisator.

Beberapa katalisator seperti asam asetat klorida, magnesium klorida dan asam klorida dapat digunakan, walaupun tujuannya belum untuk mendapatkan pulp tetapi mengarah ke struktur lignin.

Tabel 2-7. Prosentase Gugusan Asetyl Dari Lignin Asam asetat Katalysator CH3COOH (%) Gugusan Acetyl (%)/ Berat Lignin Sumber Cl-CH2-COOH 80 3,4 SCHÜTZ, 1941a Cl-CH2–COOH 85 7,7 SCHÜTZ, 1941a MgCl2 85 9,4 - 11,6 BRAUNS, et al., 1945 MgCl2 100 10,2 FREUDENBERG, et al., 1942 HCl 100 14,5 - 17,8 BELL, et al., 1950 2.2.1.5.2. Reaksi Holoselulosa

Rantai selulosa dan hemiselulosa dapat terputuskan ikatan glukosidiknya pada medium asam melalui pemutusan hidrolitik. Mekanisme reaksi kimia secara hydrolisa asam disajikan pada Gambar 2-4 (FENGEL dan WEGENER, 1984). Melalui reaksi kimia secara hydrolisa akan terjadi penurunan derajat polimerisasi selulosa. Dengan penurunan derajat polimerisasi selulosa, maka sifat kekuatan kertas juga akan mengalami penurunan, khususnya kekuatan lipat (RYDHOLM, 1965). Selain itu, juga terjadi reaksi yang lain seperti perubahan bentuk selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Sebagai contoh, xilan kurang begitu stabil jika dibandingkan selulosa, hal ini disebabkan atom C-5 pada pentosa mengandung gugusan hydroxyl dan heksosa yang juga bisa berubah menjadi hydroxymethyl (SZETLI, 1976).

PAULY, (1934), DUFF, (1957) dan MALM, et al., (1966) menemukan bahwa selulosa hampir-hampir tidak rusak kalau bereaksi dengan asam asetat, melainkan hanya sedikit saja yang terlarut. Sebagai contoh, pada pulp putih yang dimasak selama 40 jam dengan 85 % asam asetat dan 0,3 % asam sulfat, kurang

tergantung struktur dasar gulanya. Ikatan glukosidik antara galaktosa, arabinosa, xylan akan lebih mudah terputuskan rantainya dari polimer glukosa dan mannosa.

Asam 4-0-Methylglukorono pada ikatan sampingnya relatif lebih stabil jika dibandingkan ikatan xylosa (ROY dan TIMELL, 1968). Pada proses pulping ASAM, glukomannan lebih stabil jika dibandingkan xylan. Selulosa relatif lebih stabil daripada hemiselulosa, namun secara perlahan-lahan rantai selulosa juga dapat terputuskan. Kelarutan hemiselulosa yang lebih besar ini disebabkan struktur hemiselulosa yang bersifat amorphus (IMMERGUT, 1975).

Gambar 2-4. Mekanisme Reaksi Hydrosa Asam Pada Ikatan Glukosidik (FENGEL dan WEGENER, 1983).

Reaksi Pada Gugusan Hydroxyl

Melalui reaksi hydratasi pentosan akan berubah bentuk menjadi furfural. Selain itu heksosa akan berubah bentuk menjadi furfural. Selain itu heksosa akan berubah bentuk menjadi Hydroxymethylfurfural, asam Lavulin, serta asam formiat. Disamping produk tersebut diatas, juga terbentuk produk lain/ produk kondensasi (SZEJTLI, 1976). Pembentukan produk ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor/ketentuan reaksi, khususnya aktifitas proton, temperatur, katalisator dan konsentrasi larutan (PAULY, 1943). Pada reaksi kimia ini bukan

saja karbohidrat yang mengalami asetilisasi, akan tetapi lignin juga mengalami hal serupa. DUFF (1957) telah mengadakan penelitian dengan cara memberikan perlakuan selulosa dengan 50% asam asetat selama 24 jam pada temperatur 100˚C. Dari hasil reaksi ini diperoleh persentase gugusan asetil 0,8%. Reaksi asetilisasi karbohidrat tergantung dari konsentrasi asam asetat, (Tabel 2-8).

Tabel 2-8. Rendemen Monoasetat Dari Monomer Gula Yang Berbeda Setelah Perlakuan Pemasakan Pada Temperatur 100˚C Selama 24 Jam Di dalam Asam asetat (DUFF,1957).

Konsentrasi 20 (%) 40 (%) 60 (%) 80 (%) 90 (%) 100 (%) Acetylglukosa (%) 17,8 38,0 50,4 91 172 172 Acetylgalaktosa (%) 6,7 13,8 26,4 61 - 94 Acetylxylosa (%) 4,5 14,5 28,0 64 - 180

AIKEN (1843), BLETZINGER (1943), DUFF (1957), HERDLE dan GRIGS (1965), FAHMI dan EL-KALYOUBI (1970) mengadakan penelitian persial asetilisasi pulp di dalam asam asetat. Dalam hal ini dapat di simpulkan, bahwa sifat kekuatan kertas dari pulp tersebut akan lebih baik 2 - 6% dari pada pulp yang tidak mengalami asetilisasi. Sifat kekuatan kertas akan menurun secara drastis, apabila prosentase gugusan asetil lebih besar dari 10% (Tabel 2-9).

Tabel 2-9. Sifat Kekuatan Kertas Dari Pulp Yang Telah Mengalami Asetilisasi (AIKEN, 1943).

Prosentase Kekuatan tarik Kekuatan jebol

Faktor Tear Gugus Asetil LLb/ Sq in/ 100Lb

LLb/

Sq in/ 100Lb

(%) a b a b a b

6,75 11,33 51,69 33,0 169,3 3,624 1,089 7,95 8,94 51,67 23,8 161,9 2,101 1,038 12,98 5,60 42,20 13,7 148,6 1,395 1,168 15,37 4,89 30,57 13,3 95,8 1,137 1,165 18,97 4,50 16,23 9,8 35,2 0,971 0,907 23,60 - - 0,0 7,3 0,586 0,269 Keterangan :

a. Pulp tidak diputihkan b. Pulp diputihkan

2.2.1.5.3. Reaksi Dengan Zat Ekstraktif

Reaksi kimia yang terjadi, khususnya zat ekstraktif sudah dikenal, bahwa asam asetat merupakan pelarut yang sangat baik untuk melarutkan zat ekstraktif bentuk phenolik dan alipatik. SCHÜTZ dan KNACKSTEDT (1942) telah menemukan pada proses pulping asam asetat dan 0,25 asam klorida sebagai katalisator dari kayu Buche. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa sebagian kandungan mineral dari kayu mengalami reaksi netralisasi. Reaksi netralisasi dapat ditemukan dalam bentuk ion klorida dengna kayu dan membentuk kation mineral/ logam. Kation anorganik mengalami reaksi asosiasi dalam bentuk ikatan organik atau anion anorganik radikal bebas. Reaksi kimia yang terjadi dengan ikatan asam tersebut secara umum ditunjukkan pada model reaksi sebagai berikut (SPRINGER dan HARRIS, 1985). Kapasitas reaksi netralisasi dan nilai pks asam terisolisasi, yang mana efek netralisasi akan meningkat apabila nilai asiditas dan nilai pks juga lebih besar.

Dalam dokumen Proses Pulping Organosolv dan pleurotus (Halaman 35-44)

Dokumen terkait