• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori reception analysis mempunyai pengertian bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media, misalnya film atau acara televisi (Hadi, 2009:2). Analisis ini merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba mengkaji secara mendalam proses aktual dimana wacana media diasumsikan melalui praktek wacana dan budaya khalayak nya, reception analysis muncul pada tahun 1970 oleh Morley, teori ini memahami makna, hubungan antara isi dan media masa dan khalayak. Di dalam penelitian ini khalayak dilihat sebagai active interpreter, mengajukan bahwa teks-teks dan penerimanya adalah elemen pelengkap dari satu objek penyelidikan yang dengan demikian alamat baik diskursif dan aspek-aspek sosial komunikasi.

Analisis ini mengasumsikan bahwa tidak ada "efek" tanpa "makna", dimana dalam hal ini masyarakat memaknai kembali pesan yang disampaikan oleh media dan pemaknaan yang dilakukan khalayak akan menimbulkan efek yang beragam, dan efek inilah yang menjadi tahap akhir dari penelitian ini. Menurut Denis Mc Quail (1997), Reception analysis menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna terhadap sebuah pengalaman dan produksi kultural, budaya dan pengalaman

bermedia di dalam lingkungan khalayak mempengaruhi proses penerimaan khalayak terhadap pesan media.

Teori reception analysis mempunyai ciri utama berfokus pada isi, di dalam mengartikan teks, untuk membaca teks kita harus dapat menafsirkan lambang dan strukturnya. Dalam membaca suatu teks khalayak tidak hanya mengartikan suatu teks tersebut akan tetapi juga menafsirkan dalam struktur keseluruhan sehingga khalayak bisa memaknai secara utuh (Baran dan Dafis, 2010:304).

Jadi khalayak melakukan penafsiran kembali untuk menemukan pesan yang disimpulkan dengan pemahaman khalayak dengan berbagai pengaruh di dalam lingkungan khalayak. Mempelajari secara mendalam proses-proses yang sebenarnya melalui wacana media berasimilasi dengan wacana dan praktek budaya penonton.

Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah menggunakan reception analysis, dimana analisis ini mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman khalayak mengkonsumsi media (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut. Konsep teoritik terpenting dari reception analysis adalah bahwa teks media penonton/pembaca atau program televisi bukanlah makna yang melekat pada teks media tersebut, tetapi makna

diciptakan dalam interaksinya antara khalayak (penonton/pembaca) dan teks. Dengan kata lain, makna diciptakan karena menonton atau membaca dan memproses teks media (Hadi, 2008:2).

Di dalam teori ini khalayak diposisikan sebagai khalayak yang aktif publik di mana khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan aktif mengambil bagian dalam diskusi atas isu-isu yang dikemukakan.

Khalayak yang memposisikan dirinya sebagai khalayak aktif menggunakan media sebagai refleksi dari kebiasaan dan budaya yang ada di lingkungan mereka tinggal, pengaruh budaya dan pengetahuan mereka yang dipengaruhi lingkungan khalayak sangat mempengaruhi dimana khalayak mengolah dan memahami pesan media. Menurut McQuail (1997) reception analysis menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui persepsi khalayak atas pengalaman dan produksi.

Pengalaman khalayak dan budaya yang diadaptasi khalayak satu dengan yang lain berbeda-beda, sehingga dalam memaknai sebuah pesan khalayak mempunyai berbagai perspektif pemaknaan di dalam diri mereka, permasalahan sederhana yang dialami oleh pelaku media dalam menyampaikan pesan melalui media masa adalah kurangnya pengetahuan mereka terhadap budaya dan pemahaman masyarakat terhadap pesan yang akan mereka sampaikan.

Pelaku media cenderung menggunakan pengetahuan umum mereka di dalam membuat sebuah pesan yang akan disampaikan, sehingga efek yang ditimbulkan pun akan beragam di dalam khalayak, pemaknaan yang berbeda seringkali akan menimbulkan konflik di dalam khalayak, bahkan bisa menimbulkan perubahan budaya di dalam masyarakat.

Di dalam analisis reception analysis terdapat tiga paradigma yaitu : 1. Reception analysis

Kelahiran studi penerimaan dalam penelitian komunikasi massa di tahun (1974) Stuart Hall Encoding dan Decoding dalam Wacana Televisi, Dalam teori encoding-decoding menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai proses, dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang beragam. Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket.

2. Audiance Ednografi

Dalam study Audience Ednografi ada tiga pedoman kepada paradigma audiance Ednografi, Studi ini berkonsentrasi pada politik gender. Yang pertama pada wacana di mana gender dibahas dalam isi media, dan bagaimana khalayak menafsirkan dan memanfaatkan media yang di konsumsi dengan afiliasi kehidupan sehari-hari dan pengalaman

khalayak dalam memahami pesan media. Yang kedua adalah dimana berkembangnya teknologi media baru yang mempengaruhi konten televisi dalam kehidupan sehari-hari yang empengaruhi keberadaan gender. Dan yang ketiga adalah bagaimana penerimaan khalayak terhadap pesan yang disampaikan terhadap kehidupan sehari-hari dalam tahap ini adalah mengenai bagaimana efek media terhadap kehidupan khalayak.

3. Pandangan Konstruksionis

Di dalam fase ini lebih menekankan pada pendekatan Konstruksionis. Paradigma ini memberi pemahaman tentang media tentang pengalaman posmoderenisme, dalam fase ini membahas mengenai apa media itu dan penggunaan media oleh khalayak. Akan tetapi lebih mengacu pada budaya bermedia, kususnya penggunaan media di dalam kehidupan sehari-hari (Alasuutari, 1999:2-9).

F. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait