• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya)."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. LATAR BELAKANG MASALAH

Film adalah salah satu media hiburan yang ditayangkan melalui media komunikasi massa, media ini sangat efektif untuk menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat, antara lain pesan-pesan hiburan, moral, sosial, politik dan budaya. Media ini sangat efektif karena menyajikan suatu adegan dan proses penyampaian pesan dalam bentuk audio dan visual, sehingga dengan mudah bisa diterima oleh masyarakat, manfaat film sendiri seperti yang tecantum dalam UU No.8 tahun 1992 mengenai Perfilman di dalam bab III pasal 5 menjelaskan bahwa film adalah media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi. Dengan demikian bisa dilihat bahwa film adalah media penyampaian pesan yang efektif kepada khalayak.

(2)

Permasalahan budaya, keagamaan dan konflik antar umat beragama menjadi topik yang hangat untuk diangkat di dalam sebuah film, akan tetapi harus diingat pula bahwa film yang mengangkat tentang keagamaan dan budaya sangat rentan terhadap pertentangan dan konflik, sutradara harus peka dan melakukan riset yang mendalam agar film yang dibuat tidak mendiskriminasikan salah satu pihak. Seringkali film yang mengangkat tentang tema agama banyak menuai kecaman karena dinilai lebih condong kedalam pluralisme agama. Pluralisme sendiri khususnya pluralisme agama banyak ditentang oleh berbagai agama dan tokoh-tokoh agama. Pluralisme agama atau religious pluralism sendiri adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama. Sebagai ”terminologi khusus”, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, paskahlnya disamakan dengan makna istilah „toleransi‟, „saling menghormati‟ (mutual respect), dan sebagainya.

Pluralisme agama berarti semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama (Husaini, 2010:1).

(3)

mencampurkan dan merekomendasi berbagai unsur yang berbeda-beda (bahkan mungkin bertolak belakang) yang diseleksi dari berbagai agama dan tradisi (Tohah, 2005:90).

Paham pluralisme ini diyakini muncul dari agama Yahudi, dimana Yahudi meyakini agama mereka adalah agama yang pertama kali muncul dan induk dari semua agama, Islam dan Kristen adalah agama yang tercipta dari induk utama Yahudi, orang Yahudi beranggapan bahwa Tuhan dari semua agama itu adalah sama. Ketika agama dipandang sebagai jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan siapapun dia, apapun nama dan sifatnya, maka muncul kesimpulan bahwa untuk menuju Tuhan dapat ditempuh dengan jalan apa saja. Syariat dianggap sebagai hal yang tidak penting, sekedar teknis/cara untuk menuju Tuhan (aspek ekosentris), sedangkan yang penting adalah aspek batin (eksonteris). Karena itu cara ibadah kepada Tuhan dianggap sebagai masalah “teknis”, soal “cara”, yang secara eksoterik berbeda, akan tetapi substansinya dianggap sama (Husaini, 2010:7).

(4)

agama yaitu Ayat-Ayat Cinta (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Sang Pencerah (2010) dan yang menimbulkan perdebatan dan kontroversi , film nya yang berjudul ? (Tanda Tanya) (2011). Akan tetapi banyak yang menganggap film yang disutradarainya lebih condong ke pluralisme agama.

Berbeda dengan film-film nya terdahulu, salah satu film yang disutradarainya yang berjudul ”?” (Tanda Tanya), mendapat respon yang berbeda di dalam masyarakat, film yang menggambarkan kehidupan dan sosialisasi antar umat beragama ini sempat tayang di bioskop dan tidak lama kemudian film ini dilarang beredar dan ditayangkan.

Banyak pertentangan terhadap film ini, antara lain konflik di dalam masyarat dan mahasiswa, banyak demo-demo yang menolak dan mencekal film ini. Sejumlah pengunjukrasa dari FPI (Front Pembela Islam) berunjukrasa di depan di halaman Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung menyikapi penayangan Film " ? " (tanda tanya) garapan Hanung Bramantya, Jawa Barat. Dalam pernyataan nya FPI menyatakan bahwa Film Tanda Tanya haram untuk ditonton umat Islam karena berisi ajaran liberal yang difatwakan sesat oleh

MUI (Majelis Ulama Indonesia)

(5)
[image:5.595.233.426.113.245.2]

Gambar I.I Konflik protes film “?” (tanda tanya) oleh MUI (Majelis Ulama

Indonesia) di bandung.

(http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1305013218/tolak-film-tandatanya).

Belum banyak masyarakat yang mengetahui bagaimana sebenarnya isi dan pesan sebenarnya di dalam film ini, dikarenakan film ini hanya sebatas tayang di Bioskop dalam waktu yang pendek sebelum di cekal, akan tetapi masyarakat sudah terlanjur berfikir negatif terhadap film “?” (Tanda Tanya) dengan melihat bagaimana konflik yang terjadi di dalam masyarakat dan media masa.

Hanung Bramantya dituduh mengkampanyekan Islam liberal dalam film ini, akan tetapi Hanung tetap menerbitkan karyanya ini dalam bentuk DVD dengan alasan animo masyarakat yang tinggi, banyaknya film Indonesia yang tidak bermutu dan menganggap filmnya ini adalah salah satu film yang mencerdaskan

(http://celebrity.okezone.com/red/2012/02/21/206/580027/hanung bramantyo-saya-bukan-Islam-liberall diakses pada tanggal 11 Oktober 2012).

(6)

dimana di dalam film ini di gambarkan bagaimana kehidupan sosial, konflik intern, bahkan konflik antar agama.

[image:6.595.136.481.363.461.2]

Film ”?” (Tanda Tanya) berkisah tentang tiga keluarga dengan afiliasi berbeda, yang pertama keluarga Tan Kat Sun (Hengky Solaiman) yang memiliki bisnis restoran Cina. Restaurant Tan Kat Sun menyajikan berbagai menu masakan Cina, tanpa kecuali masakan dengan bahan utama daging Babi. Untuk memperlihatkan nilai toleransi agama, restoran Tan Kat Sun mempekerjakan seorang pegawai yang beragama muslim yaitu Menuk yang juga sebagai pemeran utama dalam film ini.

Gambar I.II adegan menggambarkan sikap dan nilai toleransi (Sumber : Mahaka Pictures Film ?)

(7)
[image:7.595.216.442.152.281.2]

dan mengajarkan mengaji kepada anaknya.

Gambar I.III Teaterikal penyaliban Pictures. Film “?” (Sumber : Mahaka Pictures Film ?)

Film “?” (Tanda Tanya) ini sebenarnya mempunyai pesan dan tujuan yang baik, banyak adegan yang mencerminkan sikap saling menghargai dan menghormati. Akan tetapi menurut para pemuka agama film ini dianggap lebih menggambarkan nilai-nilai pluralisme dibandingkan dengan sikap toleransi. Isu mengenai pluralisme di Indonesia sangatlah kental, ini dikarenakan negara Indonesia adalah negara yang menganut sistem multi agama, memberikan kebebasan atau hak untuk memeluk agama menurut keyakinan. Di Indonesia mempunyai tiga agama yang diakui yaitu Islam, Kristen dan Konghucu. UUD 45 tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 mengatur tentang kebebasan atau hak untuk memeluk agama (kepercayaan).

(8)

pemahaman dari berbagai agama yang ada, keyakinan agama Yahudi ini bertentangan dengan keyakinan agama yang lain, masing-masing agama mempunyai pemahaman dan keyakinan bahwa Tuhan merekalah yang paling benar. Pandangan yang kedua bahwa pluralisme agama merupakan upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi toleran dengan agama lain.

Pada gagasan ini pluralisme agama bisa dilihat salah satu dari elemen gerakan reformasi pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh gereja Kristen pada abat ke-19. Walaupun agama Kristen juga mempunyai doktrin bahwa no salvation outside cristianity (diluar Kristen tidak ada keselamatan) (Thoha, 2005:20).

Komunikasi yang baik adalah dimana komunikan ingin menyampaikan suatu pesan kepada penerima pesan dan mengharapkan respon positif dari penerima pesan, akan tetapi khalayak sebagai penerima pesan bukanlah penonton pasif yang hanya menerima pesan secara langsung, khalayak memposisikan dirinya sebagai khalayak yang aktif, yaitu penonton atau khalayak yang tidak dianggap sebagai penonton yang secara mentah-mentah menerima dan memaknai serta memiliki pandangan yang sama seperti apa yang dibentuk oleh film tersebut (Mc Quail, 1997:19).

(9)

wacana dan budaya agama di dalam masyarakat berkembang secara luas dan beragam sehingga menimbulkan pengertian dan pemahaman yang berbeda antara khalayak satu dengan khalayak yang lain. Ini karena khalayak sekarang memposisikan diri mereka sebagai khalayak aktif dimana mereka mengolah kembali pesan yang diterima dan menyimpulkan dengan wacana dan budaya-budaya yang mereka ketahui. Melihat dari perkembangan dan pengetahuan khalayak efek media menjadi terbatas dimana khalayak mulai bisa berfikir, menyimpulkan pesan, menyeleksi pesan dan mengetahui kontradiksi pesan yang diterima.

(10)

Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti bagaimana penerimaan khalayak khususnya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan berbagai afiliasi setelah menonton dan menerima pesan yang sebenarnya terhadap film ini.

Penelitian terdahulu yang mengambil metode reception analysis adalah penelitian oleh Kandi Aryani Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unair, Surabaya dengan judul “Analisis Penerimaan Remaja Terhadap Wacana Pornografi Dalam Situs-Situs Seks di Media Online” dengan tujuan utama untuk mengetahui bagaimana pemahaman, sikap, dan perilaku remaja terhadap situs-situs seks di media online. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari penelitian ini remaja memaknai pornografi sebagai segala sesuatu yang dapat merangsang dan membangkitkan nafsu seksual, baik dalam bentuk gambar diam (still images) ataupun gambar bergerak (moving images) serta dalam bentuk tulisan. Remaja memaknai pornografi sebagai sesuatu yang mengumbar seksualitas dan merupakan bentuk eksploitasi seksual terhadap organ/alat kelamin dan segala aktivitas seksual.

(11)

kerukunan antar umat beragama. Dimana di dalam penelitian ini para elit agama memaknai pluralisme berbeda-beda ada yang setuju dengan melihat aspek antropologis dan sosiologis, dan yang tidak setuju dengan pluralisme mereka memandang dari aspek teologis agama. Sedangkan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama, sesama pemeluk agama harus saling terbuka dan saling menghargai.

Sedangkan penelitian selanjutnya tentang video dengan mengambil metode semiotika yang juga menyinggung dengan penelitian yang diteliti peneliti, yang diteliti oleh Arina Nurrohmah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2011 dengan judul “Representasi simbol Zionisme Yahudi Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Representasi Simbol Zionisme Yahudi di Video Klip Artis-Artis Republik Cinta Managemen Tahun 2004-2011”, penelitian ini menyimpulkan bahwa simbol-simbol sering dipakai di dalam video klip artis-artis RCM yang intensitas kemunculan nya lebih sering dibandingkan dengan saat grup band dewa masih mengusung nama Dewa 19.

(12)

Dengan melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti film ”?” (Tanda Tanya), dengan menggunakan metode reception anaysis, yaitu metode yang digunakan untuk meneliti bagaimana penerimaan pesan yang disampaikan kepada khalayak.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya penerimaan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap film ”?” (Tanda Tanya) dari berbagai afiliasi. Selanjutnya, para objek ini disebut

informan. Para informan ini dipilih secara purposive sampling untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Untuk teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak, tetapi dipilih dengan sengaja pada informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan kebijaksanaan peneliti (Patton, 2002: 243).

Pemilihan informan dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta karena selain sebagai khalayak aktif, banyak mahasiswa dan ormas mahasiswa yang juga mempermasalahkan film ini, akan tetapi mereka juga belum tentu mengerti bagaimana sebenarnya pesan dan penggambaran di dalam film ini. Ini dikarenakan mahasiswa cenderung mudah untuk di profokasi dan di pengaruhi.

Inilah yang menjadi latar belakan peneliti untuk mengambil mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai objek penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penerimaan pesan terhadap film ”?” (Tanda Tanya) dari berbagai afiliasi Informan yang yang berbeda di

(13)

bagaimana sebenarnya penerimaan khalayak terhadap nilai-nilai toleransi dan pluralisme agama di dalam film ”?” (Tanda Tanya), yang menimbulkan konflik yang serius di dalam masyarakat.

Dari latar belakang di atas, maka dipilihlah judul untuk penelitian ini :

”Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme

Dalam Film ”?” (Tanda Tanya).

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya) ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dengan judul ”Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya)” adalah untuk mengetahui pemaknaan mahasiswa

(14)

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan manfaat baik teoritis maupun praktis dapat didapat dalam penelitian ini. Manfaat tersebut meliputi :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi terutama pemahaman terhadap penerimaan masyarakat dalam kajian media.

b. Dapat menambah khasanah keilmuan bagi peneliti sendiri dan masyarakat pada umumnya dalam memahami analisis penerimaan masyarakat dalam memahami suatu pesan yang disampaikan di dalam film.

2. Manfaat Praktis

Memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa untuk lebih cermat dalam melihat dan memahami sikap dan pemahaman masyarakat di dalam memahami suatu pesan.

E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kajian khalayak

Menurut Hadi (2008:2) khalayak menurut komunikasi massa mempunyai dua pandangan arus besar (mainstream) yaitu :

(15)

Khalayak sebagai audience pasif adalah dimana khalayak hanya bereaksi terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari media, khalayak tidak mengolah kembali dan mendiskusikan nya di dalam publik untuk mencari makna yang lain. Media masa menggunakan khalayak sebagai sasaran utama di dalam penyampaian komunikasi massa. Efek yang ditimbulkan terhadap khalayak bersifat langsung one step flow, dimana proses penyampaian pesan melalui satu tahap yaitu media sebagai chanel komunikasi massa yang diteruskan langsung kepada khalayak.

b. Khalayak Aktif

Khalayak aktif adalah dimana khalayak merupakan partisipan aktif di dalam publik. Dimana publik merupakan masyarakat yang terbentuk dari isu di dalam masyarakat dan publik membahas isu-isu yang mencuat di dalam masyarakat.

Dimana efek media terhadap pesan yang disampaikan menjadi limited effect dimana khalayak sudah mempunyai kemampuan berfikir untuk mengolah pesan yang disampaikan media. Khalayak bebas menginterpretasikan pesan media sesuai dengan kemampuan yang dimiliki khalayak dan juga dipengaruhi oleh kesenangan khalayak terhadap pesan yang disampaikan, sehingga khalayak bebas memilih dan menolak pesan yang disampaikan kepada mereka.

(16)

dari urutan utama dalam komunikasi massa (sumber, saluran, penerima, efek), ini juga digunakan untuk pengguna media di dalam memahami dimana posisi mereka. Di dalam kajian khalayak konsep khalayak menunjukan adanya sekelompok pendengar, atau penonton yang memiliki perhatian, respektif, tetapi relatif pasif yang terkumpul di dalam latar yang bersifat publik.

Dahulu khalayak sering dikaitkan dengan propaganda dimana khalayak menjadi sasaran dalam mempengaruhi khalayak, dimana khalayak adalah sasaran dari propagandis orang yang menyebarkan propaganda, dimana propagandis mendominasi khalayak dan mengkontrol pesan yang sampai kepada khalayak. Dimana obyek utama nya adalah sumber dan konten pesan yang disampaikan kepada khalayak. Bagaimana para propagandis mempengaruhi khalayak dengan pesan yang disampaikan kepada khalayak yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak sebagaimana apa yang dimaksudkan para propagandis atau pelaku propaganda (Baran dan Davis, 2010:288).

(17)

bagaimana cara berkelahi dan menggunakan senjata disini khalayak diposisikan aktif dimana khalayak mengolah kembali pesan-pesan yang disampaikan media.

Seiring dengan perkembangan zaman dan pengetahuan khalayak yang semakin meningkat, dimana dahulu saat pertama kali kemunculan media masa, khalayak cenderung digolongkan sebagai khalayak pasif, yang mencerna pesan secara langsung dimana mereka bereaksi sesuai apa yang mereka lihat dan mereka dengar, kini berubah menjadi khalayak aktif, dimana khalayak mulai bisa berfikir maju memilih apa yang disukai dan tidak disukai dan mengetahui bagaimana kontradiksi pesan media di dalam lingkungan sekitarnya, khalayak berpartisipasi aktif dalam membangun dan menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar dan lihat sesuai dengan konteks budaya (Hadi, 2009:3).

Khalayak sendiri dapat dicirikan berbeda menurut berbagai latar belakang yang beragam, antara lain dalam hal tempat, pesan, media, dan waktu, sehingga terbentuk khalayak dengan kepentingan dan latar belakang yang berbeda di dalam riset khalayak. Secara etimologis Research berarti mencari. Pengertian umumnya adalah upaya mencari data yang dapat diinterpretasikan menjadi informasi yang dibutuhkan (Sari, 1993:28).

(18)

mencoba memberikan sebuah makna atau pemahaman teks media (setak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks dibaca dan dipahami oleh khalayak. Pengalaman, pemahaman, budaya dan pengaruh-pengaruh lingkungan di dalam lingkungan menjadi pengaruh utama di dalam memahami sebuah teks media (Hadi, 2008:2).

2. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin comunicatio, dan perkataan ini bersumber dari kata comunis. Asal kata comunis berarti sama, dalam arti kata sama makna (Effendy, 2006: 3). Komunikasi dapat berlangsung apabila di dalam proses komunikasi antara orang yang terlibat mempunyai makna yang sama mengenai apa yang sedang dikomunikasikan. Sehingga terjadi interaksi yang komunikatif antara komunikator dan komunikan.

(19)

b. Komunikasi massa

Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan memanfaatkan media masa, jenis media masa sendiri beragam antara lain koran, film, radio, dan televisi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak banyak yang bersifat homogen. Jadi komunikasi massa bisa disimpulkan, proses komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak banyak yang abstrak atau homogen yaitu khalayak yang tidak nampak oleh komunikator dan Feedback kepada komunikator bersifat tidak langsung bahkan tidak terjadi Feedback (Effendy, 2002:50).

c. Ciri-Ciri Komunikasi massa

Komunikasi massa dapat dicirikan sebagai berikut :

1.Komunikan berjumlah banyak dan bersifat heterogen, dan anonim. 2.Sifat media masa menyalurkan pesan yang disampaikan secara

serempak dan cepat, sehingga khalayak dengan cepat memperhatikan dan mencerna pesan yang disampaikan oleh media masa.

3.Sifat pesan yang disampaikan bersifat umum, ini dikarenakan media masa adalah media penyampaian pesan kepada khalayak banyak bukan sekelompok orang saja.

(20)

5.Sifat efek di dalam komunikasi massa terpengaruh oleh tujuan komunikator di dalam penyampaian pesan, pesan yang disampaikan bersifat two step flow of communication, pesan yang disampaikan melalui beberapa tahap media dan opinion leader. Akan tetapi pesan yang disampaikan akan berefek tertunda atau tidak langsung.

Peneliti mencoba menerapkan proses komunikasi massa di dalam subjek film, bagaimana film sebagai salah satu media masa menyampaikan pesan kepada khalayak dan bagaimana efek yang ditimbulkan di dalam khalayak terhadap pesan yang disampaikan di dalam film tersebut (Effendy, 2002:51-54).

d. Komunikasi Bermedia

Proses komunikasi bermedia disebut juga komunikasi tidak langsung, ini dikarenakan komunikasi bermedia menggunakan media masa sebagai media penyampaian pesan, sehingga proses komunikasi ini tidak menimbulkan arus balik secara langsung. Arus balik secara tidak langsung ini akan menimbulkan efek-efek komunikator tidak mengetahui tanggapan dari khalayak terhadap pesan yang disampaikan.

(21)

akan menimbulkan berbagai permasalahan di dalam khalayak antara lain kesalahpahaman pesan yang akan berujung dengan konflik di dalam khalayak.

Komunikator harus peka dan mempunyai banyak pengetahuan mengenai khalayak yang menjadi sasaran antara lain komunikator harus mengetahui sifat-sifat komunikan yang akan dituju dan mengetahui sifat-sifat media yang akan digunakan (Effendi, 2006:10).

Peneliti mengamati proses komunikasi massa dengan media film ini bahwa sutradara mencoba mengangkat permasalahan keagamaan di dalam sebuah karya film dimana penggambaran-penggambaran konflik dan interaksi keagamaan, pluralitas dan pluralisme agama lebih condong ke salah satu agama yang diangkat di dalam film. Bahkan sutradara kurang memahami pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat, sehingga menimbulkan kontroversi dan konflik di dalam khalayak.

3. Pluralisme Agama

Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama­agama. Sebagai „terminologi khusus‟, istilah ini

tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah „toleransi‟, „saling menghormati‟ (mutual respect), dan

(22)

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, ”toleransi” berarti sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat pandangan kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri: agama (ideologi, ras, dsb) (Purwadarminta, 2010:1288). Contohnya adalah toleransi antar umat beragama dimana masyarakat saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Sehingga terjalin kerukunan dan keserasian di dalam kehidupan beragama.

Dalam pengertian toleransi menurut kamus Bahasa Indonesia jelas berbeda jika ditelah lebih lanjut, dimana pluralisme tidak bisa diartikan sama dengan toleransi beragama, seringkali masyarakat salah dalam mengartikan. Dimana pluralisme agama lebih mengartikan bahwa semua agama menuju pada tujuan yang sama dan menuju pada Tuhan yang sama. Ini bertentangan dengan pengertian di dalam semua agama dimana setiap agama mempuyai keyakinan bahwa mereka mempunyai satu Tuhan sebagai pengayom dalam hidupnya.

(23)

Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Dalam ayat diatas bisa dilihat bahwa dalam Agama Islam mengajarkan bahwa agama yang paling benar dan diridhai oleh Allah hanyalah Islam.

(24)

Dari pandangan pluralisme Islam menurut Cak Nur diatas, bahwa Islam juga mempunyai pemaknaan positif terhadap pluralisme, akan tetapi Islam merujuk pada Al-Qur‟an untuk memahami makna pluralisme. Dimana menurut Cak Nur beranggapan semua agama menuju kepada satu kebaikan, akan tetapi keyakinan untuk mempercayai Tuhan sebagai sandaran di dalam kehidupan umat beragama merujuk pada keyakinan masing-masing agama, ini merujuk pada sekalipun semua agama pada intinya sama dan satu tetapi maninfestasi sosio kulturalnya secara historis berbeda-beda (Achmad, 2001:45).

Pemikiran Cak Nur ini juga di dasarkan Al-Qur‟an Al-Ankabut ayat 46 :

”Kamu janganlah berbantah-bantahan dengan para penganut kitab

suci (yang lain) melainkan dengan sesuatu (cara) yang lebih baik (paskahlnya; sopan, tenggang rasa), terkecuali terhadap orang-orang yang zalim dari mereka. Dan katakanlah, ”kami beriman dengan ajaran (kitab

suci) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu. Tuhanku dan Tuhan mu adalah satu, dan kita sama (semua) pasrah (muslimun) kepada Nya”.

(25)

selain menolak paham pluralisme agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus (Husaini, 2010:13).

Walaupun di dalam Konghucu masalah pluralisme tidak dijelaskan banyak akan tetapi dalam ayat yang kelima menyatakan “Jangan inginkan apa yang tidak layak dan jangan lakukan apa yang tidak patut.” Bahwa di dalam Agama Konghucu mengajak agar para

pemeluknya mengerjakan apa yang patut dalam dirinya dan di dalam agamanya (Nurjanah, 2011:61).

4. Encoding-Decoding

(26)

Gagasan yang sebaliknya bahwa pesan dikodekan oleh komunikan dan kemudian diterjemahkan oleh penerima, berarti isi pesan yang dikirim dan diterima tidak selalu sama, dan penonton juga dapat mengkodekan program dengan berbeda. Di dalam model komunikasi Stuart Hall dalam bagannya:

Bagan I. Model Komunikasi Stuart Hal

(Storey, 2008:14)

(27)

dalam masyarakat di sekelilingnya. Jadi melalui sirkulasi wacana, ‟produksi‟ menjadi ‟reproduksi‟ untuk menjadi ‟produksi lagi (Storey,

2006:13).

Sebuah pesan dapat mempunyai berbagai makna sebagaimana penerima pesan memaknai pesan yang diterimanya, dimana semua efek tergantung pada interpretasi pesan media. Makna dari pesan tidak sekedar ditransmisikan akan tetapi keduanya senantiasa diproduksi: pertama oleh sang pelaku encoding (pelaku media) dalam penelitian ini sutradara film dan konten film, dari bahan mentah dari kehidupan sehari-hari oleh khalayak kaitannya pada lokasinya pada wacana-wacana lainnya (Storey, 2006:14).

Dalam tulisannya yang dimuat dalam Cultural Transformation : The Politics of Resistence (1983, dalam Marris dan Tornham 1999 : 474, 475), Morley mengemukakan tiga posisi hipotetis di dalam mana pembaca teks (program acara) kemungkinan mengadopsi:

1. Dominant (atau ‘hegemonic’) reading : pembaca sejalan dengan

kode-kode program (yang didalamnya terkandung

nilai-nilai,sikap,keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima

makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat

program.

(28)

memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya.

3. Oppositional (‘counter hegemonic’) reading: pembaca tidak

sejalan dengan kode-kode program dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/program (http://sinaukomunikasi.wordpress.com/page/4/ diakses pada tanggal 25 Januari 2013).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode encoding dan dencoding, karena metode penelitian ini adalah salah satu metode utama yang di gunakan dalam penelitian reception analysis, dimana penelitian ini peneliti ingin mencoba mencari sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan khalayak (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut.

(29)

proses yang terakhir adalah dimana khalayak medecodingkan pesan tersebut.

5. Reception Analysis

Teori reception analysis mempunyai pengertian bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media, misalnya film atau acara televisi (Hadi, 2009:2). Analisis ini merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba mengkaji secara mendalam proses aktual dimana wacana media diasumsikan melalui praktek wacana dan budaya khalayak nya, reception analysis muncul pada tahun 1970 oleh Morley, teori ini memahami makna, hubungan antara isi dan media masa dan khalayak. Di dalam penelitian ini khalayak dilihat sebagai active interpreter, mengajukan bahwa teks-teks dan penerimanya adalah elemen pelengkap dari satu objek penyelidikan yang dengan demikian alamat baik diskursif dan aspek-aspek sosial komunikasi.

(30)

bermedia di dalam lingkungan khalayak mempengaruhi proses penerimaan khalayak terhadap pesan media.

Teori reception analysis mempunyai ciri utama berfokus pada isi, di dalam mengartikan teks, untuk membaca teks kita harus dapat menafsirkan lambang dan strukturnya. Dalam membaca suatu teks khalayak tidak hanya mengartikan suatu teks tersebut akan tetapi juga menafsirkan dalam struktur keseluruhan sehingga khalayak bisa memaknai secara utuh (Baran dan Dafis, 2010:304).

Jadi khalayak melakukan penafsiran kembali untuk menemukan pesan yang disimpulkan dengan pemahaman khalayak dengan berbagai pengaruh di dalam lingkungan khalayak. Mempelajari secara mendalam proses-proses yang sebenarnya melalui wacana media berasimilasi dengan wacana dan praktek budaya penonton.

(31)

diciptakan dalam interaksinya antara khalayak (penonton/pembaca) dan teks. Dengan kata lain, makna diciptakan karena menonton atau membaca dan memproses teks media (Hadi, 2008:2).

Di dalam teori ini khalayak diposisikan sebagai khalayak yang aktif publik di mana khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan aktif mengambil bagian dalam diskusi atas isu-isu yang dikemukakan.

Khalayak yang memposisikan dirinya sebagai khalayak aktif menggunakan media sebagai refleksi dari kebiasaan dan budaya yang ada di lingkungan mereka tinggal, pengaruh budaya dan pengetahuan mereka yang dipengaruhi lingkungan khalayak sangat mempengaruhi dimana khalayak mengolah dan memahami pesan media. Menurut McQuail (1997) reception analysis menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui persepsi khalayak atas pengalaman dan produksi.

(32)

Pelaku media cenderung menggunakan pengetahuan umum mereka di dalam membuat sebuah pesan yang akan disampaikan, sehingga efek yang ditimbulkan pun akan beragam di dalam khalayak, pemaknaan yang berbeda seringkali akan menimbulkan konflik di dalam khalayak, bahkan bisa menimbulkan perubahan budaya di dalam masyarakat.

Di dalam analisis reception analysis terdapat tiga paradigma yaitu : 1. Reception analysis

Kelahiran studi penerimaan dalam penelitian komunikasi massa di tahun (1974) Stuart Hall Encoding dan Decoding dalam Wacana Televisi, Dalam teori encoding-decoding menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai proses, dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang beragam. Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket.

2. Audiance Ednografi

(33)

khalayak dalam memahami pesan media. Yang kedua adalah dimana berkembangnya teknologi media baru yang mempengaruhi konten televisi dalam kehidupan sehari-hari yang empengaruhi keberadaan gender. Dan yang ketiga adalah bagaimana penerimaan khalayak terhadap pesan yang disampaikan terhadap kehidupan sehari-hari dalam tahap ini adalah mengenai bagaimana efek media terhadap kehidupan khalayak.

3. Pandangan Konstruksionis

Di dalam fase ini lebih menekankan pada pendekatan Konstruksionis. Paradigma ini memberi pemahaman tentang media tentang pengalaman posmoderenisme, dalam fase ini membahas mengenai apa media itu dan penggunaan media oleh khalayak. Akan tetapi lebih mengacu pada budaya bermedia, kususnya penggunaan media di dalam kehidupan sehari-hari (Alasuutari, 1999:2-9).

F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

(34)

memori individu memberikan arti dalam mengkonstruksi dan memahami teks media (Hadi, 2008:4).

Di dalam metode reception analysis terdapat poin penting yang digunakan di dalam menjalankan metodologi ini, menurut Jensen (1991:139) tiga elemen/tahapan dari metodologi ini yaitu collection or generation of data centers on the a udience side. Di dalam tahap ini data yang dikumpulkan dari audience di dalam penelitian dengan metode reception analysis, melalui berbagai metode pengambilan data yaitu wawancara, obserfasi dan metode lainnya.

Reception analysis merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak, yang hasil menginterpretasi merujuk pada konteks, seperti cultural setting dan context atas isi media lain (Jensen dalam Hadi, 2003:139). Khalayak dilihat sebagai bagian dari interpretive communitive yang selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak hanya sekedar menjadi individu pasif yang hanya menerima saja makna yang diproduksi oleh media massa (Mc Quail, 1997:19).

2. Subjek penelitian

(35)

belakang sosial dan agama sedikit mengerti tentang Agama Islam yang menjadi permasalahan dominan di dalam film “?” yang digunakan peneliti sebagai subjek penelitian ini, sehingga mahasiswa sebagai informan biasa mengerti masalah dan membantu pengayaan di dalam memahami film yang menjadi acuan penelitian.

Adapun kriteria dalam menentukan informan adalah penonton yang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan afiliasi sosial dan agama yang berbeda yaitu dengan afiliasi mahasiswa aktifis IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), tidak memiliki latar belakang keorganisasian atau netral dan mahasiswa yang beragama Kristen. Ini dikarenakan di dalam film “?” ini mengangkat tentang konflik sosial dan agama. Peneliti mengambil informan yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang berimbang.

(36)

majalah, iklan, press releases, dan bentuk publisitas lain yang mendukung (Hadi, 2008:6).

Akan tetapi peneliti tidak menggunakan (FGD) Focus Group Discussion dalam penelitian ini, ini dikarenakan untuk mendapatkan data yang sebenarnya menurut nara sumber dengan pengetahuan yang mereka miliki tanpa terpengaruh orang lain, ini dimaksudkan agar informan tidak terpengaruh dengan pemikiran nara sumber lainnya.

3. Objek Penelitian

Peneliti menggunakan Objek penelitian film “?” (Tanda Tanya) karya sutradara Hanung Bramantya sebagai pokok penelitian, dengan mengacu pada permasalahan sikap dan nilai toleransi antar umat beragama, pluralitas yang terjadi di Indonesia, dan isu nilai pluralisme agama yang menjadi isu yang sangat sensitif yang terkandung di dalam film ini.

4. Metode Analisis

Metode yang akan peneliti gunakan adalah reception analysis atau audience analysis. Dimana di dalam analisis ini peneliti ingin meneliti proses penerimaan khalayak terhadap pesan yang disampaikan di dalam film “?” (Tanda Tanya) karya Hanung Bramantya, penerimaan khalayak terhadap pesan toleransi antar umat beragama, dan isu-isu pesan pluralisme agama yang terdapat di dalam film ini.

(37)

analysis. Dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana Hanung Bramantya mengencodingkan film “?” (Tanda Tanya) dan selanjutnya bagaimana khalayak mendecodingkan pesan yang disampaikan komunikator.

Peneliti mencoba mencari sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan khalayak (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut.

5. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis sumber data, yaitu primer dan sekunder :

a. Data Primer

Di dalam penelitian ini peneliti membutuhkan data primer, yang berupa data wawancara dengan nara sumber yang sudah dipilih dan diseleksi oleh peneliti, data diperoleh dari wawancara kepada informan secara mendalam (in-depth interview). Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan informan yang sudah menonton film “?” (Tanda Tanya).

(38)

narasumber dengan jumlah narasumber yang sedikit (Riduwan, 2010:74).

b. Data Sekunder

Selain data primer peneliti juga membutuhkan data sekunder, yang meliputi buku-buku referensi yang mendukung penelitian, penelitian-penelitian terdahulu, jurnal, arsip foto, rekaman, gambar atau diagram, dan informasi yang mendukung lainnya.

6. Teknik Menentukan Informan

Peneliti menentukan informan yang ingin diteliti dengan dipilih secara purposive sampling untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Untuk teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak, tetapi dipilih dengan sengaja pada informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan kebijaksanaan peneliti (Patton, 2002: 243).

Informan tersebut adalah mahasiswa dengan afiliasi umum, mengikuti organisasi IMM dan beragama Kristen. Dari afiliasi yang dipilih ini diharapkan mendapatkan data yang beragam dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan.

7. Teknik Pengumpulan Data

(39)

survei dilakukan proses wawancara yang mendalam kepada narasumber yang sudah di tentukan peneliti sebagai sampel populasi yang akan dipelajari.

Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti memberikan film “?” (Tanda Tanya) yang menjadi objek penelitian. Ini bertujuan untuk memberikan gambaran permasalahan kepada khalayak sebelum memberikan penerimaan mereka terhadap nilai-nila toleransi, pluralitas dan pluralisme agama di dalam film “?” (Tanda Tanya) ini.

Sesudah memberikan film “?” (Tanda Tanya) kepada informan dan para informan sudah menonton dan menyimpulkan, peneliti dalam tahap selanjutnya melakukan wawancara yang mendalam terhadap informan yang sudah ditentukan, dimana wawancara dilakukan dengan menitik beratkan pada permasalahan yang diangkat oleh peneliti yaitu nilai-nilai toleransi antar umat beragama, pluralitas dan isu-isu pluralisme agama yang terkandung di dalam film “?” (Tanda Tanya).

(40)

8. Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah nya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008: 248)

Teknik analisis data yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

1. Menyeleksi

Peneliti memilih dan melakukan wawancara kepada informan yang sesuai dengan kriteria dari peneliti.

2. Mengklasifikasi

Peneliti menetapkan posisi reception informan (accepting, negotiated, oppositional dan aspek perbedaan latar belakang mahasiswa dengan afiliasi umum, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dan beragama Kristen

3. Menganalisis

(41)

9. Alur Penelitian

Alur penelitian dari penelitian ini adalah melihat bagaimana terjadinya konflik di dalam masyarakat terutama para elit agama/ organisasi agama yang disebabkan oleh beredar nya film “?” (Tanda Tanya) yang disutradarai oleh Hanung Bramantya. Dimana film ini diisukan mengandung isu SARA dan penyebaran ideologi pluralisme agama yang dianggap sebagai ancaman bagi agama-agama yang menganut paham kebenaran tunggal terhadap agama yang di yakini nya.

Unsur-unsur yang dipermasalahkan di dalam film ini meliputi penghinaan dan penistaan agama, isu SARA, dan proses penyebaran pesan-pesan dan ajaran-ajaran tentang pluralisme agama.

(42)

Bagan II Kerangka pemikiran

Film ? (Tanda Tanya)

Toleransi Agama Konflik sosial, budaya dan agama Pluralisme Agama

1. Encoding 2. Decoding

Reception Analysis

Kesimpulan

”AnalisisPenerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyahh Surakarta Terhadap

Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan

Gambar

Gambar I.I Konflik protes film “?” (tanda tanya) oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) di bandung
Gambar I.II  adegan menggambarkan sikap dan nilai toleransi (Sumber : Mahaka Pictures Film ?)
Gambar I.III  Teaterikal penyaliban Pictures. Film “?”  (Sumber : Mahaka Pictures Film ?)

Referensi

Dokumen terkait

Disertasi dengan judul PERGESERAN PEMAHAMAN DARI MISI KEUMMATAN DAN KEMUSLIMATAN KE POLITIK PRAKTIS (Studi pada Warga Muslimat Nahdlatul Ulama [NU] di Kabupaten

• Dual Degree with Bachelor of Computer and Information Sciences from Auckland University of Technology at Auckland, New Zealand.. • Dual Degree with a Bachelor of Commerce

Berdasarkan fenomena yang diuraikan latar belakang penelitian ini menjadi pertimbangan penulis untuk meneliti masalah Sumber Daya Manusia bagian akuntansi dan

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney untuk melihat status antioksidan total pada pasien periodontitis kronis yang perokok dan bukan perokok. Hasil

analyze and identify entrepreneur behaviour on business performance especially to Small Medium Enterprise (SMEs) banana processing in South Garut.. The study was

Kondisi SM Rimbang Baling sangat memprihatinkan saat ini, dan sangat disayangkan jika pada akhirnya, pemasalahan yang terjadi di kawasan konservasi menyebabkan

Sedangkan arti khusus dari flowchart itu sendiri adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan urutan proses yang terjadi dalam sebuah program atau

Dengan berdasarkan interpretasi sistem nilai budaya pada konfigurasi ruang tersebut diatas, diharapkan bentuk dasar tata ruang dalam merupakan hasil dari akumulasi sistem nilai