BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Refrigeran
Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)
atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari
benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke
udara sekeliling di luar benda.
Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7
kelompok yaitu sebagai berikut
[19]:
Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon
(HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan
mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl),
fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl
dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan
karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya
sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran
yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon
yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).
2.
Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.
Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor
refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi
ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:
1.
R-C316 C
4Cl
2F
61,2-dichlorohexafluorocyclobutane
2.
R-C317 C
4ClF
7chloroheptafluorocyclobutane
3.
R-318 C
4F
8octafluorocyclobutane
4.
Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.
Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri
dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk
merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara
destilasi.
5.
Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.
Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi
yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada
konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu
mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan
refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau
tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.
Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.
Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara
penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah
dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua
digit. Sebagai contoh butana (C
4H
10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan
cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-
3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.
7.
Kelompok refrigeran senyawa anorganik.
Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan
digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari
refrigeran ini adalah:
•
R-702 : hidrogen
•
R-704 : helium
•
R-717 : amonia
•
R-718 : air
•
R-744 : O
2•
R-764 : SO
28.
Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.
Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan
menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di
depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran
halokarbon.
[19]2.3.1
Metanol
Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang
mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Adapun sifat
Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Sifat Metanol
[18,10]Sifat Metanol
Panas Laten Penguapan (L
e)
-97,7
oC
64,5
oC
Flammable (F), Toxic (T)
1100 kJ/kg
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus.
Metanol merupakan bentuk
metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah
terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan aditif bagi etanol industri.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari uap metanol tersebut akan
sinar
[17]Gambar 2.5 Metanol ( CH
3OH)
2.3.2
Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol/alkohol murni/alkohol absolut
atau alkohol saja yaitu sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna. Senyawa ini merupakan
pada
rekreasi yang paling tua.
Gambar 2.6 Etanol ( C
2H
5OH)
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan
C
2H
5OH dan
singkatan dari gugus etil (C
2H
5). Sifat etanol dapat dilihat seperti pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.5 Sifat Etanol
[10,18]Sifat Etanol
Massa jenis
Panas Laten Penguapan (L
e)
783 kg/m³, cair
–114,2 °C
78,2 °C
F (Flammable): mudah terbakar
838,3 kJ/kg
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
2.3.3 Amonia
Amonia adalah
didapati berupa
amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.6 Sifat Amonia
[10,18]Sifat Amonia
Massa jenis
Panas Laten Penguapan (L
e)
682 kg/m³, cair
–77,7°C
-33,3 °C
Kautik, korosif
1357 kJ/kg
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaa
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan
Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, amonia masih digolongkan sebagai baha
Gambar 2.7 Amonia Cair (NH
3)
2.3.4 Musicool
Refrigeran hidrokarbon merupakan refrigeran alternatif jangka panjang
refrigeran CFC/HCFC. Dua keunggulaan penting yang dimilikinya adalah ramah
lingkungan dan karakteristik termodinamika yang handal sehingga meningkatkan
kinerja dan menghemat konsumsi energi sistem refrigerasi secara aman.
Musicool adalah refrigeran dengan bahan dasar hidrokarbon alam
sehinggga termasuk dalam kelompok refrigeran ramah lingkungan, yang
dirancang sebagai alternatif pengganti refrigeran sintetik yang masih memiliki
potensi merusak alam.
Gambar 2.8 MC-134
Musicool telah memenuhi persyaratan teknis sebagai refrigeran. Dari hasil
pengujian menunjukan bahwa dengan beban pendinginan yang sama, musicool
memiliki keunggulan-keunggulan dibanding refrigeran sintetik, diantaranya
beberapa parameter memberikan indikasi data lebih kecil, seperti: kerapatan
bahan (density), rasio tekanan kondensasi terhadap evaporasi dan nilai
viskositasnya. Sedangkan beberapa parameter lain memberikan indikasi data lebih
besar, seperti: efek refrigerasi, COP, kalor laten, dan konduktivitas bahan.
Perhatikan tabel sifat musicool di bawah ini.
Tabel 2.7 Sifat Musicool
[16]No Parameter
MC-12 MC-22 MC-134
1. Normal boiling point, °C
-32,90 -42,05 -33,98
2. Temperatur kritis, °C
115,5
96,77 113,8
3. Tekanan kritis, Psia
588,6
616,0 591,8
4. Panas jenis cairan jenuh pada 37,8° C,kJ/kgK 2,701
2,909 2,717
5. Panas jenis uap jenuh pada 37,8 ° C, kJ/ kgK 2,003
2,238 2,014
6. Tekanan cairan jenuh pada 37,8 °C, Psia
134,4
188,3 139,4
7. Kerapatan cairan jenuh pada 37,8°C (kg/m³) 503,5
471,3 500,6
8. Kerapatan uap jenuh pada 37,8°C (kg/m³)
17,12
28,53 17,76
Hidrokarbon dapat terbakar bila berada di dalam daerah segitiga api yaitu
tersedianya hidrokarbon, udara dan sumber api. Jika salah satu dari ketiga faktor
tersebut tidak terpenuhi maka proses kebakaran tidak akan tejadi. Hal ini
mengakibatkan tidak akan terjadi kebakaran di dalam sistem refrigerasi karena
tidak adanya udara (tekanan sistem refrigerasi lebih tinggi dari tekanan atmosfer).
Hidrokarbon termasuk kelompok refrigeran A3, yaitu refrigeran tidak
beracun yang mempunyai batas nyala bawah (Low Flammability Limit/LFL)
kurang dari 3,5%. Hidrokarbon dapat terbakar jika berada di antara ambang batas
nyala 2-10% volume. Bila konsentrasi hidrokarbon di udara kurang dari 2% maka
tidak cukup hidrokarbon untuk terjadinya pembakaran, demikian juga bila
konsentrasinya di atas 10% karena oksigen tidak cukup untuk terjadinya
pembakaran.
2.4
Keamanan Refrigeran
Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak
diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan
mudah terbakar.
Berdasarkan
toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A
bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di
lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B sebaliknya.
Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas,
kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji
pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3
oC. Kelas 2 jika menunjukkan
keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m
3pada 1 atm dan
temperatur 21,1
oC atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3
sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang
dari 0,1 kg/m
3ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.
Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran
diklasifikasikan menjadi 6 kategori.
[2]1.
A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.
2.
A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah.
3.
A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar.
4.
B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.
5.
B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah.
6.
B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar.
2.5
Kalor (Q)
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan
perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida
ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda
mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika
benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah
(dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran
kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi
ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha
2.5.1 Kalor Laten
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi
perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,
aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami
perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan
struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.
Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah
Q
L= L
em ... (2.1)
Q
L= Kalor laten (J)
Le
= Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)
M
= Massa zat (kg)
2.5.2 Kalor Sensibel
Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut
merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur
dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat
diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensibel.
Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan
oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa
menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.
Q
s= m C
p∆T ... (2.2)
Dimana:
Q
s= Kalor sensible (J)
C
p= Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K)
∆T
= Beda temperatur (K)
2.5.3 Perpindahan Panas
Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari
sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan
temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas.
Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi
perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat
dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi
1. Konduksi
Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih
dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya
tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga
cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel
tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat
Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju
perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:
�
�=
��∆�∆�. . . (2.3)
Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.
�
�=
��
����. . . (2.4) [ lit.3]
Dimana:
�
�= Laju aliran energi (W)
A
= Luas penampang (m
2)
∆T = Beda temperatur (K)
∆x = Panjang (m)
k
= Daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)
2.
Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan
padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair
atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah
adanya aliran fluida. Perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar 2.10 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat
Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata
dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini.
Q
h= hA(T
s-T
L) ... (2.5) [lit.4]
Dimana:
Q
h= Laju perpindahan panas konveksi (W)
h
= Koefisien konveksi (W/m
2K)
A
= Lluas penampang perpidahan panas (m
2)
T
s= Temperatur permukaan
T
L= Temperatur fluida
3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara
memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi
dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya
sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan
panas radiasi.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan
panas radiasi antara permukaan pelat (gambar 2.10) dan lingkungannya adalah:
Q
r= eσAT
4...(2.6)
Dimana
Q
r= Laju perpindahan panas radiasi (W)
σ
= Konstanta Boltzman: 5,67 x 10
-8W/m
2K
4e
= Emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)
4.
Konveksi Natural
Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas
yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi
bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection.
Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal panjang yang digunakan
menghitung bilangan Ra
Ladalah panjang karakteristik yang didefinisikan dengan
persamaan:
�=
��. . . (2.7) [lit.4]
Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan K adalah keliling. Dengan
menggunakan panjang karakteristik (L) ini bilangan Ra
Ldapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (2.8).
Ra
L=
��(��−��)�3
�2
��...(2.8)
Pola konveksi natural pada permukaan horizontal diperlihatkan seperti
gambar berikut ini.
Gambar 2.11 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a)
Persamaan untuk menghitung Nu seperti gambar di atas (bidang
horizontal) dapat digunakan yang diajukan oleh Llyod Moran (1974):
Untuk 10
4< Ra
L< 10
7:
Nu = 0,54R�
�0,25...(2.9)
Untuk 10
7< Ra
L< 10
9Nu = 0,15R�
�1/3...(2.10)
Jika polanya ditunjukkan seperti gambar di bawah ini, yaitu fluida panas
akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk
T
r< T
smengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke
atas.
Gambar 2.12 Konveksi natural pada bidang horizontal (tipe b)
Persamaan menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan persamaan
dapat dituliskan:
Nu = 0,27��
�0,25...(2.11)
Persamaan ini berlaku untuk 10
5< Ra
BAB III
METODOLOGI
Dalam dokumen
Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi Pada Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif
(Halaman 33-47)