• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.5 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Kunduran Blora, diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dapat diketahui sebagai berikut:

Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square

No. Variabel Bebas p value OR 95%CI Keterangan

1 Jenis Kelamin 0,178 2,037 0,834-4,976 Tidak Ada Hubungan 2 Umur 0,780 0,731 0,243-2,201 Tidak Ada hubungan 3 Jenis Pekerjaan 0,007 3,955 1,546-10,114 Ada hubungan 4 Status Sosial

Ekonomi 0,000 6,926 2,380-20,157 Ada hubungan 5 Tingkat Pendidikan 0,000 13,222 4,400-39,732 Ada hubungan 6 Tingkat Pengetahuan 1,000 0,848 0,275-2,613 Tidak ada hubungan 7 Personal Hygiene 0,005 0,212 0,076-0,591 Ada hubungan

70 BAB V PEMBAHASAN

5.3Pembahasan

5.1.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta

Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,0178; OR = 2,037 (95% CI = 0,834-4,976). Dalam penelitian ini kelompok kasus (yang mengalami kejadian kusta) lebih banyak dialami oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan pada kelompok kontrol (yang tidak mengalami kejadian kusta) cenderung didominasi oleh responden yang berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita Kartika Sari (2005) yang menyatakan ada hubungan antara jeniskelamin dengan kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Marwali Harahap (2000: 261) yang menyatakan bahwa penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan

2:1. Walaupun ada beberapa daerah yang menunjukkan insidens ini hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukkan penderita wanita lebih banyak. Begitu juga seperti yang ada dalam Depkes RI, (2007: 8)bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko sebagai akibat gaya hidupnya

5.1.9 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta

Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara umur responden dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,780; OR = 0,731 (95% CI = 0,243-2,201). Dalam penelitian ini kelompok kasus maupun kontrol didominasi oleh responden yang umurnya tidak beresiko mengalami kejadian kusta yaitu responden yang berusia lebih dari 30 tahun.Sebagian besar responden tidak berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 64 responden (80%), sedangkan responden yang berisiko sebanyak 16 responden (20%).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa penderita kusta memiliki usia di atas 30 tahun sehingga hasil ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2007:8) dan Latapi’s Lepromatosis (2005:177) yang menaytakan bahwa Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur risiko dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita Kartika Sari (2005) di Pemalang yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur risiko dengan kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara umur dengan kejadian kusta.

5.1.10Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,007) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 3,955 dan 95% CI (1,546-10,114) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki jenis pekerjaan yang lebih dari 8 jam per hari mempunyai risiko 3,955 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki jenis pekerjaan kurang dari 8 jam tiap hari. Nilai OR > 1 dan 95% CI tidak mencakup angka 1, berarti jenis pekerjaan yang berisiko merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Secara keseluruhan, sebagian besar responden berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 45 responden (56,2%), sedangkan responden yang tidak berisiko sebanyak 35 responden (43,8%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta. Dan penelitian yang dilakukan oleh Nur Laily Af’idah (2012) tentang analisis faktor risiko kejadian kusta di Kabupaten

Brebes tahun 2010, uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta.

5.1.11Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 6,296 dan 95% CI (2,380-20,157) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status sosial ekonomi rendah memiliki risiko 6,296 kali lebih besar mengalami kejadian kusta dibandingkan responden yang memiliki status sosial ekonomi tinggi. Secara keseluruhan dalam penelitian ini, responden yang mempunyai status sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 52 responden (65%) dan responden yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi sebanyak 28 orang (35%).

Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kusta adalah tingkat ekonomi atau status sosial, yang bisa dideskripsikan dengan besarnya penghasilan. Besarnya penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup kesehariannya, termasuk kebutuhan makan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan imunitas atau daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang suatu penyakit (Indan, 2004:24). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kusta.

5.1.12Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 13,222 dan 95% CI (4,400-39,732) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko 13,222 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Nilai OR > 1 dan 95% CI tidak mencakup angka 1, berarti tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai pendidikan rendah yaitu sebanyak 46 orang (57,5%) dan responden yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (42,5%).

Hasil penelitian ini yaitu penderita kusta lebih banyak yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah oleh penderita sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta karena seperti yang diungkapkan oleh Soekidjo Notoatmodjo (2005: 26) dan Budioro (1997:113) bahwa tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.Hasil berbeda dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang menemukan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.

5.1.13Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (1,000) > α ( 0,05). Nilai odd ratiosebesar 0,848 dan 95% CI (0,275-2,613). Nilai OR < 1 dan 95% CI mencakup angka 1, berarti tingkat pengetahuan bukan merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Dalam penelitian ini, responden memiliki tingkat pengetahuan tentang gejala kusta, cara penularan, dan pencegahan kusta sebelum didiagnosis kusta dengan kategori rendah yaitu sebanyak 65 responden (81,2%), sedangkan responden yang memliki pengetahuan tinggi sebanyak 15 responden (18,8%).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang menemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kusta sedangkan dalam penelitian ini tidak ada hubungan.

5.1.14Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,005) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 0,212 dan 95% CI (0,076-0,591) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki personal hygiene buruk belum tentu merupakan faktor risiko penyakit kusta. Dalam penelitian ini, sebagain besar responden mempunyai

personal hygiene baik yaitu sebanyak 52 orang (65%) dan responden yang mempunyai personal hygiene buruk sebanyak 28 orang (35%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta dan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta.

5.4Hambatan dan Kelemahan Penelitian 5.2.3 Hambatan Penelitian

Hambatan yang ditemui dalam penelitian ini antara lain:

1. Desain penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol (retrospektif) sehingga dapat terjadi recall bias atau kesalahan dalam pengambilan data sampel kasus dan kontrol. Hal tersebut diatasi dengan melakukan konfirmasi ke petugas Puskesmas dan melihat catatan pada kartu penderita maupun buku monitoring pengobatan

2. Terdapat bias informasi pada saat pengambilan data, baik dari petugas Puskesmas maupun responden penelitian tentang personal hygiene pasien kusta. Hal tersebut diatasi dengan melakukan klarifikasi ulang permasalahan yang ada dan melakukan cek ulang dengan catatan pasien yang ada.

5.2.4 Kelemahan Penelitian

1. Pada variabel status sosial ekonomi hanya dilakukan terhadap jumlah pendapatan responden saja dan tidak melihat aspek-aspek lain misal kepemilikan barang mewah atau kepemilikan jabatan dalam struktur organisasi kemasyarakatan.

2. Tingkat pengetahuan dan personal hygiene seharusnya diukur sebelum menderita kusta.

78 BAB VI

Dokumen terkait