• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Cabai termasuk kedalam famili Solanaceae dengan sistem perakaran cukup menyebar. Sifat tanaman cabai keriting adalah tahan terhadap serangan penyakit, umur tanaman lebih lama, bunga dan buah tidak mudah rontok saat hujan serta benih dengan daya tumbuh yang tinggi (Setiadi, 2008). Tanaman cabai tumbuh baik di Indonesia pada ketinggian 400-600 m dpl. Menurut Williams et al.

(1993) usahatani sayuran di daerah tropika sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Waktu kematangan buah sangat dipengaruhi oleh suhu.

Menurut Setiadi (1995) cabai dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Jika tanaman cabai ditanam di dataran tinggi maka waktu berbunga dan waktu panennya akan lebih lama dibandingkan dengan cabai yang ditanam di dataran rendah. Cabai yang ditanam di dataran tinggi produksinya akan tetap sama dengan tanaman cabai yang ditanam di dataran rendah, namun suhu rendah membuat tanaman cabai banyak menghasilkan buah partenokarpi (buah tanpa biji atau berbiji sedikit).

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) cabai membutuhkan suhu siang rata-rata 20 - 25oC, memerlukan cuaca panas, dan periode pertumbuhan yang panjang untuk tetap produktif. Menurut Williams et al. (1993), pertumbuhan tanaman meningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20°C. Suhu yang rendah cenderung membatasi perkembangan aroma, warna, dan buah yang rentan terhadap kerusakan suhu dingin.

Deskripsi Arachis pintoi

Arachis pintoi di Indonesia populer dengan sebutan kacang hias yang awalnya diintroduksi dari Singapura. Tanaman ini tergolong ke dalam LCC yang tumbuh merambat di permukaan tanah. Arachis pintoi pertama dikoleksi oleh G. C. P. Pinto pada tahun 1954 di Brazil. Batang Arachis pintoi tumbuh menjalar membentuk anyaman yang akar dan sulurnya tumbuh dari buku batang apabila kontak langsung dengan tanah (Gambar 1). Arachis pintoi memiliki dua pasang helai daun pada setiap tangkai dengan bentuk daun oval, lebar daun ± 1.5 cm, dan

panjang daun ± 3 cm. Tanaman ini umumnya berbunga terus - menerus selama hidupnya dengan 4 - 65 bunga per m2 setiap harinya. Arachis pintoi memiliki ginofor yang akan memanjang dan membentuk polong yang berisi satu biji pada tiap polong (Maswar, 2004).

Gambar 1. Arachis pintoi yang ditanam di lahan penelitian

Menurut Maswar (2004), Arachis pintoi dapat diperbanyak dari benih, stek batang, dan stolon. Manfaat utama dari penanaman Arachis pintoi adalah sebagai berikut:

1. Pengontrol erosi.

Arachis pintoi berpotensi besar mencegah hanyutnya tanah yang biasa terjadi pada periode awal pertumbuhan tanaman. Anyaman batang dan perakaran Arachis pintoi melindungi tanah dari intensitas hujan yang tinggi. Pada usaha tani kopi di Lampung Barat, Arachis pintoi mampu menekan erosi sebesar 11 hingga 85%. 2. Rehabilitasi lahan.

Arachis pintoi memiliki potensi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Arachis pintoi dapat menambat nitrogen dan menghasilkan 65 - 85% nitrogen.

3. Pengontrol gulma.

Arachis pintoi efektif mencegah gulma setelah 3 - 4 bulan ditanam bahkan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan herbisida.

4. Pengontrol nematoda.

Hasil penelitian yang dilakukan di Costa Rica, LCC ini dapat melindungi tanaman tomat dan tanaman kopi dari serangan nematoda bahkan dapat menekan perkembangan jenis nematoda Meloidogyne arabicide dan Meloidogyne exigua. 5. Pakan ternak.

Arachis pintoi dapat digunakan sebagai pakan beberapa jenis ternak peliharaan seperti sapi, kuda, keledai, biri-biri, domba, kambing, babi, dan ayam karena daun

Arachis pintoi mengandung kadar protein yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan hewan ternak.

Manfaat Mulsa

Sistem pengolahan tanah secara sempurna atau intensif menyebabkan peluang erosi semakin besar sehingga unsur hara dan mikroorganisme dalam tanah jumlahnya dapat berkurang bahkan hilang. Williams et al. (1993) menyatakan bahwa air hujan tidak banyak tersimpan di dalam tanah. Pada musim kemarau air akan tertahan kuat pada partikel tanah yang liat sehingga akar sulit menyerap air. Sebaliknya pada musim hujan sebagian besar air mengalir sebagai air permukaan yang dapat menimbulkan erosi tanah. Air permukaan adalah air yang berada di pori-pori permukaan tanah yang mudah mengalir (Sutarno et al., 1993). Air permukaan dapat ditahan dengan tanaman penutup tanah dan mulsa maupun bebatuan sehingga mengurangi terjadinya penguapan berlebihan maupun erosi.

Masalah yang timbul akibat sistem pengolahan tanah yang kurang tepat dapat dihindari dengan kultur teknis berupa penggunaan mulsa. Pemulsaan adalah penutupan tanah dengan sisa-sisa tanaman, jerami, sekam, potongan rumput dan bahan sisa lainnya. Penggunaan mulsa plastik hitam menjadi kurang efektif di dataran rendah tropika karena menyebabkan suhu tanah menjadi sangat panas. Pengaruh utama mulsa adalah melindungi permukaan tanah terhadap erosi dan kehilangan struktur yang disebabkan oleh curah hujan yang lebat, menghambat munculnya benih gulma, menambah kandungan bahan organik tanah setelah mengalami dekomposisi/penguraian, dan dapat menambah atau menahan hara tergantung dari nisbah C/N yang dikandung bahan mulsa tersebut (Williams et al.,

1993).

Pemilihan mulsa organik harus diperhatikan benar dari segi pemilihan jenis penutup tanah, penentuan waktu tanam, serta penetapan pola, dan rotasi tanaman yang tepat agar dapat terhindar dari pengaruh negatif alelopati yang dihasilkan oleh tanaman, gulma, residu tumbuhan maupun mikroorganisme (Junaedi, 2006). Sumarni (2009) menyatakan pemakaian pupuk kandang dan kompos sebagai mulsa tidak dianjurkan karena banyak kandungan nitrogen yang hilang bila pupuk kandang tidak dibenamkan.

Menurut Prajnanta (2004), serangan penyakit seperti antraknosa, layu bakteri dan bercak daun akan menyerang tanaman cabai pada musim hujan dan dapat menular melalui pengairan sehingga penggunaan mulsa diharapkan dapat mengurangi potensi penularan penyakit pada tanaman budidaya.

Pemanfaatan Arachis pintoi sebagai Biomulsa

Definisi gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya karena memiliki pengaruh yang negatif terhadap tanaman budidaya. Kehadiran gulma menjadi alasan dibutuhkannya LCC yang dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga mengurangi kegiatan pemeliharaan gulma di lapangan. Arachis pintoi tergolong kedalam LCC yang tidak mengganggu tanaman utama. LCC seperti Arachis pintoi memiliki laju pengambilan kalium yang terkecil dibandingkan dengan gulma (Moenandir, 1988). Penelitian Sumarni dan Rosliani (2009) menunjukan penggunaan LCC sebagai biomulsa dapat meningkatkan produksi tanaman cabai merah dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang.

Menurut Fisher dan Cruz (1994), Arachis pintoi tidak toleran terhadap kekeringan. Arachis pintoi cenderung menggugurkan daunnya sebagai reaksi terhadap cekaman kekeringan. Selain kekeringan, Arachis pintoi juga akan menggugurkan daunnya dalam kondisi tergenang dan daun-daunnya secara visual terlihat seperti gejala klorosis. Sifat lainnya adalah Arachis pintoi toleran terhadap naungan, bahkan tumbuh lebih baik dibandingkan terkena cahaya matahari secara penuh.

Arachis pintoi akan sulit dan mahal jika ditanam di lahan melalui benih sehingga umumnya Arachis pintoi diperbanyak dengan cara vegetatif meskipun melalui cara tersebut membutuhkan waktu yang lama tumbuh. Umumnya bahan tanam Arachis pintoi berasal dari stek yang memiliki dua node pada akar dan 10 cm dari stolon (Fisher dan Cruz, 1994). Pemanenan Arachis pintoi menurut Aminah et al. (1994) dapat dilakukan setelah melewati masa tumbuh 18 - 24 bulan untuk mendapatkan hasil panen polong dengan kualitas yang baik sebagai benih. Semakin dini polong dipanen maka semakin rendah hasil panen polong. Hal tersebut berlaku baik untuk Arachis pintoi yang berasal dari benih maupun

stolon. Daya berkecambah polong Arachis pintoi akan semakin menurun ketika polong disimpan lebih dari 6 bulan.

LCC mencerna hara dan menyerap nitrogen terlebih dahulu dibandingkan tanaman budidaya terutama dalam pemasokan fosfat, khususnya fosfat alam. LCC menjadikan fosfat organik terserap dan tersedia bagi tanaman (Williams et al., 1993). Muschler et al. (1993) melakukan penelitian pemanfaatan tanaman legum sebagai biomulsa dapat mengurangi dosis pupuk N untuk tanaman lada sebanyak 50%, dosis pupuk P kurang dari 10%, dan dosis pupuk K kurang dari 40%. Kemampuan tanaman legum yang dapat mengurangi dosis NPK tidak dimiliki oleh sekam padi yang biasa dijadikan sebagai mulsa organik. Selain itu mulsa dari sekam padi tidak efektif diaplikasikan pada kondisi lahan yang iklimnya berangin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Baharuddin (2010), waktu tanam terbaik Arachis pintoi sebagai biomulsa adalah 7 dan 10 minggu sebelum penanaman tanaman budidaya. Hal ini disebabkan karena Arachis pintoi dapat tumbuh dan menutup tanah lebih baik sehingga gulma dapat tertekan. Biomulsa

Arachis pintoi dapat mengurangi kompetisi yang mungkin terjadi antara tanaman budidaya dengan gulma. Biomulsa Arachis pintoi yang ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm memiliki rata - rata persentase pertumbuhan kurang dari 80% dan kecepatan penutupan yang relatif lambat (lebih dari 10 minggu untuk mencapai penutupan 100%) namun perlakuan biomulsa umur 7 dan 10 minggu mampu meningkatkan komponen pertumbuhan dan produksi buah tomat.

Pemanfaatan Arachis pintoi berpotensi meningkatkan hasil. Nulik dan Siregar dalam Stür dan Ndikumana (1994) melakukan penelitian pada tahun 1987 dengan menanam Arachis pintoi pada pembibitan tanaman di tiga provinsi berbeda di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan dari tiga provinsi tersebut pemanfaatan Arachis pintoi dapat meningkatkan hasil sebesar 24 hingga 52% dengan intensitas serangan penyakit 0 - 1.3 poin dan intensitas serangan serangga 0.4 - 1.6 poin dari skala 0 - 4.

Pemanfaatan Arachis pintoi diharapkan berperan dalam penekanan gulma dengan cara menghambat gulma dari paparan sinar matahari sehingga gulma tidak dapat tumbuh. Peran lain diharapkan Arachis pintoi dapat meniadakan kompetisi gulma dengan tanaman budidaya sehingga pemeliharaan gulma sangat rendah,

menjaga tanah agar gembur dengan suhu dan kelembaban tanah yang relatif stabil, serta mencegah penguapan unsur hara oleh sinar matahari.

Jarak Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh Rootone - F

Penutupan biomulsa Arachis pintoi secara optimal ditentukan oleh jarak tanam yang tepat. LCC yang ditanam dengan jarak tanam yang rapat dapat membantu mengurangi kompetisi antara tanaman budidaya dengan gulma.

Arachis pintoi tergolong lambat dalam menutupi tanah. Arachis pintoi

membutuhkan waktu untuk menutupi permukaan tanah secara seragam selama 2 - 5 bulan (Maswar, 2004). Hasil penelitian Baharuddin (2010) menunjukkan

Arachis pintoi yang ditanam pada jarak tanam 15 cm x 15 cm mampu menekan jumlah spesies gulma pada 60 HST meskipun Arachis pintoi belum menutupi permukaan lahan 100%. Penutupan Arachis pintoi sebesar 100% dapat diperoleh setelah umur Arachis pintoi lebih dari 90 HST.

Arachis pintoi tergolong lambat dalam menutup tanah, oleh karena itu diperlukan bahan tanam Arachis pintoi yang perakarannya dapat tumbuh dengan cepat. Perbanyakan tanaman menggunakan stek lebih mudah dan cepat dilakukan dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif lainnya. Tanaman hasil perbanyakan stek tidak memiliki akar tunggang sehingga kurang kuat pengakarannya. Pemilihan bahan stek penting dilakukan karena berhubungan dengan kecepatan tumbuh akar. Bahan stek berupa batang dengan warna kulit bagian dalam yang terlihat kehijauan menandakan adanya kandungan auksin, nitrogen, dan karbohidrat yang tinggi sehingga akan cepat menimbulkan akar (Agung, 2007). Stek batang yang terlalu tua akan mempersulit proses tumbuh akar dan memerlukan perlakuan khusus seperti pemberian zat pengatur tumbuh yang dapat menginisiasi pengakaran. Rootone - F termasuk kedalam zat pengatur tumbuh yang mampu merangsang tumbuhnya perakaran adventif. Rootone - F mengandung IBA, ABA, dan IAA yang merupakan bahan aktif berupa auksin yang mampu merangsang perakaran.

Kemampuan Rootone - F dalam merangsang perakaran telah banyak diteliti. Penelitian Wiratri (2005) menunjukkan perlakuan perendaman stek pucuk

Gmelina arborea (Linn.) dengan Rootone - F 100 ppm selama 24 jam merupakan perlakuan terbaik dalam merangsang munculnya perakaran. Selanjutnya

dikemukakan bahwa cara pemberian stek yang terbaik didapat dari cara perendaman (Dilute Solution Soaking Method). Sunandar (2006) mengemukakan bahwa perendaman stek sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.) dengan Rootone - F 100 ppm mampu menginisiasi perakaran dan pertumbuhan tunas lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Pemberian Rootone - F dengan cara perendaman pada stek Arachis pintoi diharapkan dapat merangsang munculnya perakaran lebih cepat.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Darmaga IPB dengan ketinggian 250 m dpl. Pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Januari hingga Agustus 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah stek batang Arachis pintoi, benih cabai keriting hibrida varietas TM-333, zat pengatur tumbuh Rootone - F, pupuk daun, pupuk perangsang pembungaan dan pembuahan, fungisida bahan aktif propireb 70%, insektisida bahan aktif profenofos 500 g L-1, akarisida, media semai organik, pupuk kandang, pupuk urea, dan pupuk NPK.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat budidaya, alat ukur, alat tulis, timbangan digital 2 desimal, tray semai, gelas ukur, pipet, sprayer,

knapsack sprayer, dan oven.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yaitu jarak tanam dan konsentrasi Rootone - F. Faktor pertama yaitu jarak tanam Arachis pintoi 10 cm x 10 cm (A1) dan 15 cm x 15 cm (A2). Faktor kedua yaitu konsentrasi Rootone - F terdiri dari 0 ppm (B1), 200 ppm (B2), 400 ppm (B3), 600 ppm (B4), dan 800 ppm (B5). Terdapat 10 kombinasi perlakuan pada setiap ulangan dengan 3 kali pengulangan sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Metode statistik yang digunakan adalah:

Yijk = µ + αi + βj + τk + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk :Nilai pengamatan pada jarak tanam ke - i, konsentrasi Rootone - F ke - j, kelompok ke - k

µ : Nilai rataan umum

αi :Pengaruh jarak tanam Arachis pintoi ke - i βj :Pengaruh konsentrasi Rootone - F ke - j

τk :Pengaruh pengelompokan ke - k

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara jarak tanam Arachis pintoi ke-i dengan konsentrasi Rootone - F ke - j

εijk : Pengaruh galat dari ulangan ke - i pada faktor jarak tanam dan konsentrasi Rootone - F

Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang diuji berdasarkan uji ragam pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan lahan

Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum stek Arachis pintoi

ditanam. Tanah diolah sedalam 20 cm lalu digaru dan diratakan dengan cangkul. Pengolahan tanah seperti ini dapat menyebabkan kerusakan fisik gulma. Bedengan dibuat dengan ukuran 5 m x 1.5 m dengan jarak antar bedeng 30 cm dan jarak antar kelompok 50 cm. Banyaknya bedengan tiap ulangan ialah 10 bedengan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga jumlah bedengan total adalah 30 bedengan. Layout percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Dosis pupuk kandang yang digunakan adalah 2 ton ha-1.

2. Penanaman Arachis pintoi

Bahan tanam Arachis pintoi yang digunakan berupa stek batang yang berasal dari Kebun Percobaan Cikabayan Bawah IPB Darmaga Bogor. Stek batang Arachis pintoi diusahakan diambil dengan ukuran dan umur yang seragam dengan keadaan segar. Tiap individu stek memiliki 4 - 5 ruas lalu direndam seluruh bagian steknya dengan berbagai konsentrasi Rootone - F sesuai perlakuan selama 24 jam. Selanjutnya stek Arachis pintoi ditanam dengan membenamkan 2 ruas di dalam tanah dengan posisi tegak dan ditanam sesuai dengan perlakuan jarak tanam.

3. Penyemaian benih cabai

Benih cabai yang digunakan adalah benih cabai keriting hibrida TM-333. Deskripsi varietas cabai yang tergolong baru ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Benih cabai disemai pada tray semai 72 lubang. Media persemaian yang digunakan adalah media semai organik. Bibit cabai ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung dan terpaan air hujan. Penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada saat pagi dan sore hari. Bibit cabai diberi pupuk daun dengan konsentrasi 2 g L-1.

4. Penanaman bibit cabai

Bibit cabai dipindahkan ke lapang saat berumur 6 minggu, pada saat biomulsa Arachis pintoi berumur 8 minggu. Bibit cabai yang dipindahkan sudah memiliki minimal 3 pasang daun dengan batang yang kokoh. Bibit cabai ditanam di lahan dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm). Populasi tanaman cabai per bedeng adalah 20 tanaman dengan 5 tanaman dipilih sebagai tanaman contoh.

5. Pemupukan

Pemupukan urea dengan dosis 100 kg N ha-1 diberikan satu minggu sebelum penanaman Arachis pintoi. Tanaman cabai diberi pupuk daun dengan konsentrasi 2 g L-1 dan pupuk NPK mutiara 16-16-16 dengan dosis 10 g L-1. Pemupukan dilakukan seminggu sekali selama fase vegetatif berlangsung. Pemupukan melalui daun dilakukan seminggu sekali dengan cara disemprot. Pemberian pupuk melalui daun menjadikan hara lebih cepat diserap oleh tanaman (Wiryanta, 2008). Pupuk daun yang digunakan memiliki kandungan N yang tinggi serta unsur hara mikro berupa B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn. Tanaman diberi pupuk perangsang pembungaaan dan buah dengan konsentrasi 2 g L-1 ketika memasuki fase generatif. Penyemprotan dilakukan pada fase generatif saat tunas sudah cukup kuat dan sudah menunjukkan bakal buah karena bunga dan tunas baru akan mudah gugur apabila terkena semprotan air (Setiadi, 2008).

6. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan Arachis pintoi berupa penyulaman dilakukan pada 1 - 2 minggu setelah tanam (MST). Pengendalian mekanis terhadap hama rayap dan siput yang menyerang Arachis pintoi juga dilakukan pada 1 - 2 MST. Pemeliharaan tanaman cabai berupa penyulaman bibit dilakukan pada 1 - 3 MST. Kegiatan pemeliharaan lainnya yaitu pengajiran, pengendalian hama dan penyakit secara mekanis dan kimiawi serta pengendalian gulma pada larikan.

7. Panen

Pemanenan buah cabai dilakukan pada tanaman cabai yang berumur 112 hari setelah tanam (HST). Buah muda cabai berwarna hijau. Buah cabai varietas TM - 333 ini berubah warna dari hijau menjadi hitam kemudian menjadi merah terang. Warna merah terang pada buah cabai merupakan tanda buah siap dipanen. Pemanenan buah dilakukan dengan cara memetik tangkai buah.

8. Pengamatan Arachis pintoi

Komponen pengamatan Arachis pintoi meliputi:

a) Persentase tumbuh. Perhitungan persentase tumbuh stek batang Arachis pintoi

di lahan dilakukan pada 1 - 3 MST.

b) Persentase penutupan. Pengamatan persentase penutupan Arachis pintoi

terhadap permukaan tanah dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m pada 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 HST.

9. Pengamatan tanaman cabai.

Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh di tiap bedeng. Komponen pengamatan meliputi pertumbuhan dan hasil tanaman cabai. Komponen-komponen yang diamati antara lain:

a) Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga pucuk tertinggi. Pengukuran dilakukan pada 1 - 7 MST.

b) Jumlah daun. Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang telah terbuka sempurna. Pengamatan dilakukan pada 1 - 5 MST karena pada saat 5 MST sudah terlihat munculnya tunas air.

c) Jumlah tunas. Pengamatan jumlah tunas dilakukan pada 1 - 5 MST.

d) Diameter batang. Pengukuran diameter batang cabai dilakukan pada 7 MST dengan menggunakan jangka sorong.

e) Umur berbunga. Waktu berbunga diamati setelah 75% dari keseluruhan populasi tanaman cabai berbunga.

f) Jumlah buah. Jumlah buah per tanaman dan jumlah buah per bedeng dihitung sejak panen pertama hingga panen terakhir.

g) Bobot buah. Bobot per buah, bobot buah per tanaman, dan bobot buah per bedeng dihitung sejak panen pertama hingga panen terakhir.

10. Pengamatan gulma

Pengamatan terhadap gulma dilakukan dengan menggunakan kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m dengan hanya memperhatikan dan menghitung gulma yang tumbuh dalam kuadrat tersebut, Arachis pintoi yang masuk dalam kuadrat tidak dihitung. Waktu pengamatan dilakukan pada 30, 60, dan 90 HST. Pengamatan pada gulma meliputi:

a) Spesies dan golongan gulma. Gulma diidentifikasi berdasarkan spesies dan golongannya.

b) Jumlah gulma. Gulma dihitung berdasarkan jumlah individu per spesies.

c) Bobot kering gulma. Perhitungan bobot kering gulma dilakukan setelah gulma dioven pada suhu 105o C selama 24 jam kemudian ditimbang bobotnya.

d) Dominansi gulma. Dominansi gulma dihitung dengan menggunakan Nisbah Jumlah Dominansi (NJD). NJD dihitung berdasarkan rata-rata nilai penting yaitu frekuensi nisbi, kerapatan nisbi, dan bobot kering nisbi.

11. Analisis tanah.

Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian. Analisis tanah dilakukan secara komposit dengan mengambil tanah di titik yang sama yaitu bagian tengah dalam tiap bedengan sedalam ± 15 cm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2012 di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Darmaga Bogor dengan ketinggian 250 m dpl. Curah hujan rata-rata di wilayah Darmaga yaitu 241.74 mm dengan rata-rata hari hujan 23 hari (Lampiran 3). Sebelum dilakukan penelitian, kondisi lahan dipenuhi dengan gulma. Tanah penelitian termasuk jenis tanah Latosol (Inceptisol) dengan tekstur tanah liat. Menurut Hakim et al. (1968) tanah liat merupakan tanah dengan permeabilitas yang lambat sehingga harus diperhatikan dalam pemberian air agar tidak terjadi penggenangan yang dapat mengganggu aerasi tanah.

Hasil analisis tanah awal (Lampiran 4) menunjukkan pH tanah 5.00 sehingga dikategorikan sebagai tanah masam. Setelah dilakukannya penelitian tidak terlihat perubahan pada sifat tanah. Sifat tanah masih tergolong masam dengan kisaran nilai pH 5.00 - 5.40 (Lampiran 5). Penelitian Maryani (2005) menunjukkan penanaman tanaman legum pada budidaya lada tidak merubah sifat tanah yang bersifat masam.

Hasil analisis tanah pada awal penelitian menunjukkan kandungan C organik, N total, nisbah C/N, dan K tanah tergolong rendah sementara kandungan P sangat rendah. Tanah dengan kandungan P rendah tidak menjadi kendala bagi

Arachis pintoi karena Arachis pintoi mampu tumbuh dengan baik pada tanah kahat P (Mannetje, 2007). Hasil analisis tanah pada akhir penelitian menunjukkan kandungan nisbah C/N dan P yang tidak berubah. Kandungan nisbah C/N masih tergolong rendah dan kandungan P masih tergolong sangat rendah. Perlakuan jarak tanam Arachis pintoi 15 cm x 15 cm dan konsentrasi Rootone - F 200 ppm mampu meningkatkan nilai kandungan C organik, N total, nisbah C/N, dan P lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Lampiran 4). Penelitian Raihana dan William (2006) menunjukkan mulsa mampu membantu meningkatkan kandungan N total dan P dibandingkan dengan yang tidak diberi pemulsaan. Total N yang terakumulasi dari Arachis pintoi menurut Ngome dan Mtei (2010) dapat sangat berguna bagi sistem pertanian kecil dengan tetap

mempertimbangkan proporsi hasil fiksasi nitrogen, teknik budidaya, dan invasi gulma yang mungkin juga berpengaruh pada penelitian ini.

Peningkatan nilai nisbah C/N sebenarnya bukan merupakan hal yang diharapkan karena semakin kecil nisbah C/N menandakan nitrifikasi berjalan dengan baik yang artinya bahan organik semakin tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Menurut Sullivan (2012) jika nisbah C/N kurang dari 20% maka zat hara akan terurai dengan cepat sementara jika lebih dari 25% akan terurai lebih lambat.

Dokumen terkait