Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var. ellipsoides yaitu 1vvm pada konsentrasi 30%. Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat nilai μmaks telah dicapai). Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam. Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa, total gula sisa, dan pH. Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi.
1. Biomassa
Menurut Wang et al. (2006), mikroba akan tumbuh dan mempunyai aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya. Kinetika pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel dalam merespon lingkungan. Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik dan kimiawi tercapai, misalnya suhu, pH serta ketersediaan nutrisi dan
28 oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba. Hasil pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan penghentian aerasi pada jam ke-6. Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan. Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6 mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang, sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob. Pada kondisi ini Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus masih dapat tumbuh namun dengan laju yang lambat.
Menurut Neway (1989), Pada kondisi aerob khamir menghasilkan biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol. Pada kondisi aerob produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal,
0 0.5 1 1.5 0 6 12 18 24 ln [B iom as sa ] Waktu (Jam) Aerasi penuh Aerasi dihentikan
29 karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan dibandingkan pembentukan produk.
2. pH
Seperti pada penelitian pertama, nilai pH pada awal fermentasi diatur pada nilai 5. Menurut Harrison dan Graham (1970), pH optimum untuk fermentasi yaitu 4,5-5,5. pH diatur dengan penambahan HCl 3% pada media. Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda. Namun nilai pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding perlakuan dengan aerasi dihentikan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi aerob Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengalami pertumbuhan yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak. pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam- asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme karbohidrat pada EMP phatway. Selama proses fermentasi dihasilkan juga gliserol, asam asetat, asam ester, senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya.
0 1 2 3 4 5 6 0 6 12 18 24 pH Waktu (Jam) Aerasi penuh Aerasi dihentikan
30 3. Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama fermentasi terjadi secara merata. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dilakukan secara perlahan atau sedikit demi sedikit. Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh. Hal ini disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar.
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16). Semakin rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, sedangkan pada perlakuan aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan.
0 50 100 150 200 250 300 350 -6 0 6 12 18 24 T ot al G ul a (g/ l) Waktu (Jam) Aerasi penuh Aerasi dihentikan B
31 Gambar 15. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen gula yang belum dikonsumsi oleh khamir. Hal ini disebabkan karena kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen oligosakarida, sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut menjadi gula yang lebih sederhana. Semakin sederhana gula yang terdapat dalam substrat fermentasi, semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir.
4. Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan memanfaatkan substrat yang tersedia. Sumber karbon melalui jalur glikolisis akan diubah menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat akan dikonversi menjadi etanol dan karbondioksida. Data kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16.
Dari Gambar 16, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Dengan dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari aerob menjadi anaerob. Pada kondisi anaerob Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol.
0 5 10 15 20 25 30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
E fi si ens i pe m anf aa ta n s ubs tr at ( % )
32 Gambar 16. Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan. Perlakuan dengan aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 21,25±0,55 (g/l), sedangkan perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 24,94±0,16 (g/l).
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol, dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida.
C6H12O6→ 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat melalui proses glikolisis.
C6H12O6→ 2 CH3COCOO− + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul air. Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida. Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal dari proses glikolisis sebelumnya, yang kemudian dikembalikan lagi menjadi NAD+.
CH3COCOO− + H+→ CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH → C2H5OH + NAD+ 0 5 10 15 20 25 30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
K ada r e ta nol ( g/ l)
33 Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada lingkungannya tidak terdapat oksigen. Jika masih terdapat oksigen maka khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan sepenuhnya. Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat. Hasil akhir dari perombakan tersebut berupa etanol, aldehid, asam organik, dan fussel oil. (Lehninger, 1982)
5. Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker, 1972). Yield atau rendemen biomassa (Yx/s), rendemen produk per substrat (Yp/s) dan rendemen produk per biomassa (Yp/x), merupakan parameter penting yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau produk dan biomassa menghasilkan produk. Parameter tersebut didefinisikan sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam Bowkamp, 1985)
Yx/s = Xt-Xo Yp/s = Pt-Po Yp/x = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal St= massa substrat saat t So= massa substrat awal Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4. Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Yp/s 0.443±0.009 0.429±0.003 Yx/s 0.046±0.004 0.027±0.001 Yp/x 9.704±0.681 15.678±0.308
34 Pada Tabel 4 diketahui nilai Yx/s pada aerasi penuh lebih tinggi dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Penurunan Yx/s pada aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat menjadi sel. Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi. Nilai Yp/x pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi dibandingkan nilai Yp/x pada aerasi penuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi aerasi yang dihentikan, konsumsi gula oleh sel lebih banyak dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya. Sedang pada perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan sel. Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991), dalam kondisi anaerobik, yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang difermentasi) memiliki nilai yang rendah. Pada kondisi anaerob koefisien yield (Yx/s) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0,027, sedangkan pada kondisi aerobik koefisien yield (Yx/s) mencapai nilai maksimum sebesar 0,046.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yp/s) yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6, sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yx/s) dan rendemen produk per substrat (Yp/x) terdapat beda nyata yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada Lampiran 10.
35