• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi Kebijakan

BAB III ANALISIS TEMATIK

3.1.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Kebijakan Input Pertanian, yaitu belanja pemerintah baik melalui Kementerian/Lembaga maupun melalui DAK Fisik di bidang pertanian termasuk di dalamnya bidang perikanan, yang langsung berpengaruh terhadap biaya operasional dan belanja modal, dapat menekan indeks yang dibayar petani (Ib), untuk itu belanja ini agar terus ditingkatkan seperti bantuan Benih, bantuan Pupuk dan bantuan peralatan mesin untuk petani maupun nelayan.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000

104,5 105 105,5 106 106,5 107

Millions

IB KUR

27

2. Kebijakan Input Pertanian, yaitu melalui Kredit Usaha Rakyat di bidang peratanian, sebagai tambahan modal usaha pertanian, meningkatkan kemampuan petani dalam melakukan belanja opersional maupun belanja modal, ini juga dapat menekan indeks yang dibayar petani (Ib).

3. Sedangkan kebijakan Output Pertanian, dimana peran Pemerintah Daerah dalam menjaga kestabilan harga komoditas pertanian di pasar sangat mempengaruhi indeks yang diterima petani (It). Semakin tinggi It semakin tinggi Nilai Tukar Petani.

3.2. Analisis Peluang Investasi Daerah 3.2.1. Identifikasi Peluang Investasi

Provinsi Kalimantan Barat memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian di Indonesia.

Hal ini dipengaruhi oleh posisi geografis Kalimantan Barat yang berada diantara jalur perdagangan internasional melalui selat malaka yang merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia. Selain itu Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan negara tetangga malaysia yaitu negara bagian Sarawak dimana terdapat beberapa pintu perbatasan darat antara Indonesia-malaysia seperti Entikong, Nanga Badau, dan Aruk. Kalbar menjadi pintu gerbang menuju Kawasan Asia Timur &

termasuk dalam sisi barat jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI I). Selain Sungai Kapuas sebagai sungai terpanjang di Indonesia, selain itu Kalbar ditunjang oleh pelabuhan utama aktivitas pelayaran dalam & luar negeri yaitu Pelabuhan Pontianak, Ketapang, dan Sintete.

Kalimantan Barat menjadi Provinsi terluas ke-3 di Indonesia dengan luas 147.307 km2, ditopang dengan beberapa potensi sumber daya alam, seperti karet dan kelapa sawit dimana pada tahun 2019 produksi karet Kalbar sebesar 261 ribu ton dan 2.979 ribu tn kelapa sawit. Dengan posisi yang dapat dikatakan strategis, Kalimantan Barat harus dapat mengambil keuntungan dari hal tersebut. Melalui Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2019, telah di susun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Barat Tahun 2019-2023.

Dalam RPJMD tersebut, disampaikan beberapa hal terkait kondisi umum daerah Kalimantan Barat, Gambaran Keuangan Daerah, Permasalahan isu strategis daerah, visi, misi, tujuan dan sasaran, strategi, arah kebijakan dan program pembangunan daerah, kerangka pendanaan pembangunan dan program perangkat daerah, kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Berdasarkan data dalam RPJMD, dapat digali lebih lanjut sektor potensial yang dapat menjadi target investasi ke depannya.

Identifikasi Peluang Investasi:

Potensi investasi Kalimantan Barat dapat dilihat melalui visi Kalimantan Barat 2019-2021 yaitu Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan Barat Melalui Percepatan Pembangunan Infrastruktur Dan Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan dan misi (1) Percepatan Pembangunan Infrastruktur, (2) Tata Kelola Pemerintahan Berkualitas dengan Prinsip-Prinsip Good Governance, (3) Masyarakat yang Sehat, Cerdas, Produktif, dan Inovatif, (4) Masyarakat Sejahtera, (5) masyarakat yang tertib, dan (6) Pembangunan berwawasan lingkungan.

Dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Barat 2019-2023, disusun kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Kawasan metropolitan Kota Pontianak dan sekitarnya dengan sektor unggulan perdagangan dan jasa, industri serta pariwisata

2. Kawasan pelabuhan kecamatan sungai kunyit dan sekitarnya dengan sektor unggulan industri 3. Kawasan industri tayan dengan sektor unggulan pertambangan, perkebunan dan industri 4. Kawasan industri semparuk dengan sektor unggulan pertanian dan industri

5. Kawasan industri tanjung api dengan sektor unggulan pertambangan

6. Kawasan industri mandor dengan sektor unggulan karet, kelapa sawit, dan pertambangan

28

7. Kawasan industri matan hilir selatan dan kendawangan dengan sektor unggulan pertambangan, perkebunan dan industri

8. Kawasan pertambangan bauksit di Kabupaten Sanggau, Ketapang, Landak, dan Mempawah dengan sektor unggulan pertambangan

9. Kawasan pertambangan batubara di Kabupaten Melawi, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan sektor unggulan pertambangan

10. Kawasan pariwisata pasir panjang dan sekitarnya di Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang dengan sektor unggulan pariwisata, industri dan perikanan

11. Kawasan manismata-sukaramai dengan sektor unggulan perkebunan dan industri

12. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata

Dari data PDRB Kalimantan Barat tahun 2015-2020, Pertanian, Kelautan dan kehutanan menjadi penyumbang PDRB paling banyak sebesar 25.571.667,73 Juta pada 2015 dan 32.340.499,90 pada 2020 disusul dengan industry pengolahan ( 18,677,442 Juta Pada 2015 dan 21.619.104,24 Juta pada 2020. Namun demikian tidak semata-mata tiga lapangan usaha tersebut merupakan sasaran investasi. Perlu analisis lebih jauh terkait hal tersebut.

Dalam hal ini Badan Pusat Statistik Prov. Kalimantan Barat dan BAPPEDA Prov. Kalimantan Barat telah menyusun analis terkait potensi investasi di Kalimantan Barat menggunakai Inter-Regional Input-Output (IRIO). Model ini merupakan pengembangan dari model Input-Output (I-O) suatu wilayah system perekonomian tertentu. Aspek utama dalam model ini adalah pengukuran dan permodelan dari keterkaitan kegiatan ekonomi yang terbagi dalam berbagai sektor di suatu wilayah denga wilayah lainnya. Dari perhitungan tersebut diperoleh hubungan antar komponen sebagai indeks forward Linkage dan indeks backward linkage.

Grafik III.9

Backward Multiplier Tertinggi dan Forward Multiplier

Sumber: Bahan Paparan Bappeda Provinsi Kalbar (diolah) 1825

1922 2208

0 500 1000 1500 2000 2500

Industri Kimia Farmasi dan Obat Tradisional Industri Logam Dasar Ketenaga Listrikan

Backward multiplier tertinggi

2657 3055

3530

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Jasa informasi dan Komunikasi

Perdagangan besar dan eceran, bukan mobil dan sepeda motor Pertambangan Bijih Logam

Forward Multiplier

29

Adapun industri kunci berdasarkan perhitungan IRIO di Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:

Tabel III.6

Industri Kunci Berdasarkan Perhitungan IRIO

No Sektor Industri Forward Linkage (FL) Backward Linkage (BL)

1. Jasa Perusahaan 1,553 1,446

2. Penyediaan Makan dan Minum 1,458 1,752

3. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan 1,416 1,427

4. Konstruksi 1,655 1,529

5. Ketenagalistrikan 2,562 2,209

6. Industri makanan dan Minuman 2,532 1,661

7. Industri Kayu, Barang dari kayu dan gabus dan barang

anyaman dari bambu rotan dan sejenisnya 1,420 1,592

Sumber: Bahan Paparan Bappeda Provinsi Kalbar (diolah)

Berdasarkan koordinasi dengan BAPPEDA Prov. Kalimantan Barat dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Prov. Kalimantan Barat pada tahun 2019 dan 2020 dengan adanya covid -19 maka kajian potensi investasi daerah belum dilaksanakan sehingga Kanwil DJPb Prov.

Kalimantan Barat melakukan analisis berdasarkan paparan pada Rapat Koordinasi Daerah Pengembangan Kawasan Industri Ketapang dimana pada Kawasan industri akan dilakukan investasi pada salah satunya pabrik pengelolaan CPO yang menghasilkan produk Oleokimia.

3.2.2. Nilai Kebutuhan Investasi

Salah satu peluang investasi yang potensial dari Kawasan strategis di atas adalah Kawasan Industri Ketapang yang terletak di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kawasan ini akan dikembangkan industri antara lain:

• Industri CPO & Makanan

• Industri Tekstil

• Industri Semen & Bangunan

• Industri Kayu

Berdasarkan hal tersebut potensi investasi daerah Kalimantan Barat akan Industri CPO perlu dikembangkan dengan baik, hal ini dikarenakan selain sebagai komoditas terbesar di Kalimantan Barat, CPO juga di konversi menjadi oleokimia yaitu produk kimia yang berbasis alam.

Adapun nilai ivestasi pembangunan pabrik pengolahan CPO ini menelan biaya 4 triliun yang dirinci Gedung bangunan sebesar 1,647 Triliun, Peralatan mesin 1,487 Triliun, dan sarana pendukung sebesar 426 Milyar. Jumlah investasi tersebut lebih menyasar ke sector privat/swasta/BUMN.

3.2.3. Informasi Pasar

Oleokimia merupakan produk yang menyentuh setiap aspek kehidupan kita dan dibutuhkan setiap hari selain itu, oleokimia berperan sebagai pencipta nilai tambah hilirisasi kelapa sawit.

Diagram III.2

Proses Pengolahan Produk Oleokimia

Sumber: Bahan Paparan Bappeda Provinsi Kalbar (diolah)

Diagram III.3 Harga Produk Oleokimia

Sumber: Bahan Paparan Bappeda Provinsi Kalbar (diolah)

30

Dilihat dari pasar oleokimia dunia, Asia Pasifik memimpin produksi oleokimia global didukung oleh sumber bahan baku berlimpah CPKO, RBDPS, PFAD. Selain itu Pertumbuhan Demand atas produk oleokimia terjamin hadir di berbagai aspek kehidupan, tumbuhnya income per capita, dan populasi yang makin banyak. Untuk Asia Tenggara dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia, berdasarkan data Indonesia menyalip Malaysia pada dekade terakhir.

Tabel III.7

Pertumbuhan Industri Oleokimia di Indonesia

Rincian (ribu ton) 2019 2020 2021 Pertumbuhan (%)

Subtotal Domestic Demand 16,747 17,349 19,348 11,52

Export

Subtotal Export Demand 37,430 34,007 35,267 3,27

Subtotal Demand 54,177 51,356 54,615 6,06

Sumber: Presentasi Momentum Industri Oleokimia Indonesia Di Pasar Global:

Peluang Dan Tantangan, Kementerian Perindustrian, 2021 (diolah)

Analisis Keuangan

Ruang lingkup analisis kelayakan dalam Proyek pembangunan pabril oleokimia di Ketapang dianalisis berdasarkan analisis di Provinsi Kalimantan Barat Asumsi dasar yang digunakan sebagai berikut dengan asumsi pabrik memiliki kapasitas 60.000 ton

Analisis Biaya

Dalam pengembangannya, Pabrik Oleokimia di Kawasan KI Ketapang adalah sebesar Rp.

4.039,848,000,00 yang dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel III.8

Biaya Pengembangan Pabrik Oleokimia

No. Program Ruang Fasilitas

Volume Ket. Perkiraan Nilai Investasi Perkiraan Total Luas harga satuan subtotal %

(sat) (m2) (Rp/m2) (Rp) (Rp)

Building

Landscape Parkir 5,000 750,000 3,750,000,000

1,647,660,000,000 46%

Taman 2,000 750,000 1,500,000,000

Bangunan Pabrik

Pabrik 40,000 10,665,000 426,600,000,000

Gudang 40,000 10,665,000 426,600,000,000

Workshop 30,000 10,665,000 319,950,000,000

Utilitas 20,000 10,665,000 213,300,000,000

Fasos & Fasum

Kantor Pengelola 8,000 10,665,000 85,320,000,000

Mess Karyawan 8,000 10,665,000 85,320,000,000

Mesjid, Kantin, dll 8,000 10,665,000 85,320,000,000

Equipment

Mesin dan Peralatan Produksi

Tanki Penyimpanan 1 297,500,000,000 297,500,000,000

1,487,500,000,000 42%

Pompa & Steam Injector 1 297,500,000,000 297,500,000,000 Heater & Cooler 1 297,500,000,000 297,500,000,000

Expansion Vessel 1 297,500,000,000 297,500,000,000

Vacum Dryer 1 297,500,000,000 297,500,000,000

Others Sarana Pendukung

Piping 10,000 10,000 10,665,000 106,650,000,000

426,600,000,000 12%

Electrical 10,000 10,000 10,665,000 106,650,000,000 Instrumentation 10,000 10,000 10,665,000 106,650,000,000 Installation 10,000 10,000 10,665,000 106,650,000,000

3,561,760,000,000 3,561,760,000,000

Contingency Cost 5% 178,088,000,000

Total CAPEX 3,739,848,000,000

Biaya Lahan 200,000 1,500,000 300,000,000,000

Grand Total CAPEX 4,039,848,000,000

Sumber: Presentasi Momentum Industri Oleokimia Indonesia Di Pasar Global:

Peluang Dan Tantangan, Kementerian Perindustrian, 2021 (diolah)

31

Sedangkan dari proyeksi arus kas, diperoleh bahwa pada tahun ke 20 akan diperoleh Gross Operating Profit/Loss sebesar 14,989 Milyar rupiah.

Tabel III.9

Performa Arus Kas Bersih dan Profitabilitas

No. Description Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Year 6 Year 7 Year 8 Year 9 Year 10

I Operational Income Before Tax & Service

1 Stearic Acid 143,550,000,000 144,985,500,000 146,435,355,000 147,899,708,550 149,378,705,636 150,872,492,692 152,381,217,619 153,905,029,795 155,444,080,093 156,998,520,894 2 Refined Glycerin 326,250,000,000 329,512,500,000 332,807,625,000 336,135,701,250 339,497,058,263 342,892,028,845 346,320,949,134 349,784,158,625 353,282,000,211 356,814,820,213 3 Fatty Alcohol C12 - C14 1,544,250,000,000 1,559,692,500,000 1,575,289,425,000 1,591,042,319,250 1,606,952,742,443 1,623,022,269,867 1,639,252,492,566 1,655,645,017,491 1,672,201,467,666 1,688,923,482,343 4 Fatty Alcohol C16 - C18 714,850,000,000 721,998,500,000 729,218,485,000 736,510,669,850 743,875,776,549 751,314,534,314 758,827,679,657 766,415,956,454 774,080,116,018 781,820,917,178 Total Income before tax & service charge 2,728,900,000,000 2,756,189,000,000 2,783,750,890,000 2,811,588,398,900 2,839,704,282,889 2,868,101,325,718 2,896,782,338,975 2,925,750,162,365 2,955,007,663,988 2,984,557,740,628 II Operating Cost

1 Bahan Baku CPKO 60% 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 2 Bahan Baku Lainnya 1% 27,289,000,000 27,561,890,000 27,837,508,900 28,115,883,989 28,397,042,829 28,681,013,257 28,967,823,390 29,257,501,624 29,550,076,640 29,845,577,406 3 Salary & Other Manpower Expenses 8% 218,312,000,000 220,495,120,000 222,700,071,200 224,927,071,912 227,176,342,631 229,448,106,057 231,742,587,118 234,060,012,989 236,400,613,119 238,764,619,250 4 Listrik, Air, dan Maintenance 10% 272,890,000,000 275,618,900,000 278,375,089,000 281,158,839,890 283,970,428,289 286,810,132,572 289,678,233,898 292,575,016,236 295,500,766,399 298,455,774,063 5 Marketing & Office Overhead 2% 54,578,000,000 55,123,780,000 55,675,017,800 56,231,767,978 56,794,085,658 57,362,026,514 57,935,646,780 58,515,003,247 59,100,153,280 59,691,154,813 Total Operating Cost 81% 2,197,069,000,000 2,202,799,690,000 2,208,587,686,900 2,214,433,563,769 2,220,337,899,407 2,226,301,278,401 2,232,324,291,185 2,238,407,534,097 2,244,551,609,438 2,250,757,125,532 Gross Operating Profit (Loss) 19% 531,831,000,000 553,389,310,000 575,163,203,100 597,154,835,131 619,366,383,482 641,800,047,317 664,458,047,790 687,342,628,268 710,456,054,551 733,800,615,096 Accumulated GOP/L 531,831,000,000 1,085,220,310,000 1,660,383,513,100 2,257,538,348,231 2,876,904,731,713 3,518,704,779,030 4,183,162,826,821 4,870,505,455,089 5,580,961,509,640 6,314,762,124,736

No. Description Year 11 Year 12 Year 13 Year 14 Year 15 Year 16 Year 17 Year 18 Year 19 Year 20

I Operational Income Before Tax & Service

1 Stearic Acid 158,568,506,103 160,154,191,164 161,755,733,075 163,373,290,406 165,007,023,310 166,657,093,543 168,323,664,479 170,006,901,124 171,706,970,135 173,424,039,836 2 Refined Glycerin 360,382,968,415 363,986,798,100 367,626,666,081 371,302,932,741 375,015,962,069 378,766,121,689 382,553,782,906 386,379,320,735 390,243,113,943 394,145,545,082 3 Fatty Alcohol C12 - C14 1,705,812,717,166 1,722,870,844,338 1,740,099,552,781 1,757,500,548,309 1,775,075,553,792 1,792,826,309,330 1,810,754,572,423 1,828,862,118,148 1,847,150,739,329 1,865,622,246,722 4 Fatty Alcohol C16 - C18 789,639,126,350 797,535,517,614 805,510,872,790 813,565,981,518 821,701,641,333 829,918,657,746 838,217,844,324 846,600,022,767 855,066,022,995 863,616,683,225 Total Income before tax & service charge 3,014,403,318,035 3,044,547,351,215 3,074,992,824,727 3,105,742,752,974 3,136,800,180,504 3,168,168,182,309 3,199,849,864,132 3,231,848,362,774 3,264,166,846,401 3,296,808,514,865 II Operating Cost

1 Bahan Baku CPKO 60% 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 1,624,000,000,000 2 Bahan Baku Lainnya 1% 30,144,033,180 30,445,473,512 30,749,928,247 31,057,427,530 31,368,001,805 31,681,681,823 31,998,498,641 32,318,483,628 32,641,668,464 32,968,085,149 3 Salary & Other Manpower

Expenses

8% 241,152,265,443 243,563,788,097 245,999,425,978 248,459,420,238 250,944,014,440 253,453,454,585 255,987,989,131 258,547,869,022 261,133,347,712 263,744,681,189

4 Listrik, Air, dan Maintenance 10% 301,440,331,803 304,454,735,121 307,499,282,473 310,574,275,297 313,680,018,050 316,816,818,231 319,984,986,413 323,184,836,277 326,416,684,640 329,680,851,487 5 Marketing & Office Overhead 2% 60,288,066,361 60,890,947,024 61,499,856,495 62,114,855,059 62,736,003,610 63,363,363,646 63,996,997,283 64,636,967,255 65,283,336,928 65,936,170,297

Total Operating Cost 81% 2,257,024,696,787 2,263,354,943,755 2,269,748,493,193 2,276,205,978,125 2,282,728,037,906 2,289,315,318,285 2,295,968,471,468 2,302,688,156,182 2,309,475,037,744 2,316,329,788,122 Gross Operating Profit (Loss) 19% 757,378,621,247 781,192,407,460 805,244,331,534 829,536,774,850 854,072,142,598 878,852,864,024 903,881,392,665 929,160,206,591 954,691,808,657 980,478,726,744 Accumulated GOP/L 7,072,140,745,984 7,853,333,153,443 8,658,577,484,978 9,488,114,259,828 10,342,186,402,426 11,221,039,266,450 12,124,920,659,115 13,054,080,865,706 14,008,772,674,363 14,989,251,401,107

Sumber: Presentasi Momentum Industri Oleokimia Indonesia Di Pasar Global:

Peluang Dan Tantangan, Kementerian Perindustrian, 2021 (diolah)

Dari segi analisis kelayakan proyek, berdasarkan data dari Bappeda Kalbar, diperoleh paramater sebagai berikut:

Berdasarkan performa arus kas bersih dan profitabilitas dari investasi ini, arus kas bersih kumulatif kegiatan investasi ini meningkat dari waktu ke waktu dan pada tahun pertama operasional pabrik sudah mencatatkan Laba operasional kotor sebesar 531 Milyar. Analisis Kelayakan Finansial dilakukan dalam rangka perencanaan investasi untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kelayakan finansial dari pelaksanaan pembangunan di suatu kawasan. Analisis Kelayakan Finansial dilakukan dengan mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (NBCR), dan Payback Period (PP).

Dari hasil perhitungan yang terdapat pada akhir Bab III KFR ini, diperoleh nilai dari masing- masing kriteria kelayakan investasi sebagai berikut:

Net Present Value (NPV)

Jika dilihat dari hasil perhitungan NPV, proyek ini termasuk kategori layak. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan NPV dari Arus Kas Bersih dengan asumsi tingkat bunga 11,4% menghasilkan hasil positif sebesar 1,027, Miliar Rupiah. Dengan kata lain, jika investasi ini berjalan sesuai dengan yang direncanakan, maka dalam 9,5 tahun akan memberikan keuntungan senilai 1.027 Miliar Rupiah bagi investor. Pengembalian yang positif ini tentunya akan menjadi daya tarik yang positif bagi investor bahwa investasi yang akan dilakukan ini akan menghasilkan pendapatan selama periode investasi.

Internal Rate of Return (IRR)

Jika dilihat dari hasil perhitungan IRR, proyek ini termasuk kategori layak. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan FIRR dengan asumsi tingkat bunga 11,47% menghasilkan angka 14,49%. Angka IRR yang lebih besar dari tingkat asumsi bunga menunjukkan bawah proyek ini layak dan memberikan keuntungan jika dilaksanakan. Dengan kata lain, NPV proyek ini baru akan menjadi 0 jika asumsi suku bunga yang digunakan adalah 14,49%. Dan angka tersebut masih lebih besar dari asumsi tingkat suku bunga yang digunakan dalam perhitungan sehingga investasi ini tergolong aman dan menguntungkan.

32

a. Analisis dampak ekonomi Kawasai Industri Ketapang

Dampak ekonomi dari Kawasan Industri Ketapang dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak ekonomi langsung, dan tidak langsung

1) Dampak Ekonomi langsung

Secara langsung, Kawasan Industri Ketapang akan menjadi pusat ekonomi baru di Kalimantan Barat yang otomatis juga akan meningkatkan kontribusi kepada ekonomi daerah dan nasional melalui Pajak yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah. Selain itu pembangunan ini akan membutuhkan tenaga kerja yang massif sehingga akan menyerap tenaga kerja dari daerah Kalimantan Barat maupun dari daerah lain.

2) Dampak Ekonomi Tidak Langsung

Secara tidak langsung, ekonomi di sekitar area juga akan berkembang, mulai dari jasa makan dan minuman, perhotelan, perdagangan produk komoditi, jasa pengiriman barang, yang nantinya akan mewujudkan pemerataan distribusi komoditi perekonomian.

b. Analisis dampak terhadap fiskal regional

Dampak fiskal dari pembangunan Kawasan Industri Ketapang diharapkan dapat menambah pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah dan Pajak pusat yang akan menjadi pendapatan daerah melalui skema Transfer ke Daerah, serta income stream yang stabil dan meningkat dari tahun ke tahun, yang tentunya berujung pada peningkatan PAD Provinsi Kalimantan Barat.

c. Analisis dampak Sosial

Secara sosial, peningkatan volume perekonomian diharapkan dapat menekan tingkat pengangguran, dan menurunkan angka kemiskinan, serta berdampak luas terhadap stabilitas keamananan regional demi mendukung stabilitas keamanan secara nasional.

3.2.4. Faktor yang Berpengaruh terhadap Investasi

Setiap keputusan investasi tentu saja dipengaruhi oleh berbagai hal yang tentunya mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi para investor. Sementara itu faktor- faktor yang dapat mendukung potensi investasi di wilayah Kalimantan Barat adalah banyaknya jumlah sumber daya manusia yang berusia produktif bekerja, kondisi geografi wilayah Kalimantan Barat, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang semakin membaik, serta sarana dan prasarana yang memadai.

a. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia dibutuhkan sebagai tenaga kerja dalam proyek investasi daerah. Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja merupakan jumlah orang di usia produktif yang mampu melakukan pekerjaan. Semakin banyak sumber daya manusia yang termasuk ke dalam kategori tenaga kerja ini semakin menambah minat investor untuk menanamkan investasinya di suatu daerah.

Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia. Untuk menjadikan CPO sampai ke tahap pendistribuasian dibutuhkan proses untuk pengolahan sawit tersebut, sehingga pastinya membutuhkan banyak tenaga. Menurut data BPS jumlah angkatan kerja di Kalimantan Barat pada tahun 2019 sebanyak 2.479.287 jiwa dan meningkat menjadi 2.609.857 jiwa pada tahun 2020. Jumlah angkatan kerja yang banyak di Kalimantan Barat seharusnya mampu untuk memengaruhi investasi di wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang didukung dengan tingkat usia produktif dari tenaga kerja tersebut yang didominasi oleh usia 25 s.d. 39 tahun. Usia tersebut dianggap sangat produktif bagi tenaga kerja. Rentang usia dibawah 20 tahun rata-rata individu masih

33

belum memiliki kematangan skill yang cukup dan masih dalam proses pendidikan. Sedangkan usia diatas 40 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan fisik bagi individu

b. Kondisi Geografi

Kondisi geografi Kalimantan Barat yang sangat cocok untuk ditanami kelapa sawit menjadikan Kalimantan Barat menjadi sasaran investasi Crued Palm Oil (CPO) yang besar. Kalimantan Barat mempunyai sifat iklim yang relatif basah sehingga kondisi ini cukup ideal untuk tanaman kelapa sawit.

Jenis tanah Kalimantan Barat sangat cocok untuk penanaman kelapa sawit, juga letak kalbar yang dilewati garis khatulistiwa dengan iklim yang basah mampu menjadikan Kalimantan Barat menjadi lokasi strategis penanaman kelapa sawit.

c. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan III tahun 2021 adalah sebesar 35.025,68 miliar rupiah. Ekonomi Kalimantan Barat triwulan III tahun 2021 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 0,77 persen (q-to-q). PDRB tahun 2020 sebesar 134.743,38 miliiar rupiah dan sementara itu untuk triwulan yang sama yaitu triwulan III tahun 2020, PDRB Kalimantan Barat mencapai 33.486,18 miliar rupiah yang secara signifikan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan data PDRB Kalimantan Barat pada tahun 2021.

Ekonomi Kalimantan Barat kUmulatif sampai triwulan III-2021 dibanding komulatif triwulan III-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 4,95 persen (c-to-c). Pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh lapangan usaha. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 51,17 persen. Selain itu, beberapa lapangan usaha juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, seperti Konstruksi sebesar 9,74 persen; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 8,12 persen. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang memiliki peran ekonomi tertinggi juga tumbuh 6,86 persen.

Perekonomian Kalimantan Barat yang semakin membaik jika dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto dapat menjadikan wilayah ini sebagai Provinsi dengan peluang investasi yang besar.

d. Sarana dan Prasarana

Kalimantan Barat memilki letak yang langsung berbatasan dengan negara tetangga yaitu Malaysia.

Hal ini menjadikan Kalimantan Barat merupakan satu- satunya provinsi di Indonesia yang secara resmi memiliki akses jalan darat untuk keluar masuk negara asing. Hal tersebut dikarenakan telah terbangunnya jalan darat Antara Pontianak – Entikong – Kuching (Malaysia) sepanjang kurang lebih 400 km. Tentu saja konsisi ini menjadi nilai positif untuk pertumbuhan investasi Kalimantan Barat.

Selain itu telah dibangunnya Pelabuhan Kijing di Kabupaten Mempawah yang merupakan pelabuhaan internasional dan terbesar di Kalimantan Barat diharapkan mampu untuk mendorong investasi terkait CPO. Selama ini semua yang dihasilkan di bumi khatulistiwa diekspor dari pelabuhan luar, sehingga penerimaan bagi hasil pajak ekspor tidak ada. Dengan hadirnya Pelabuhan Kijing ini tentu menjadi daya ungkit untuk penerimaan pajak terutama dari CPO Kalimantan Barat. Akses perjalanan di Kalimantan Barat yang relatif mudah seharusnya mampu mendorong investasi.

Kelapa sawit sebagai bahan utama pembuatan Crude Palm Oil (CPO) menjadikan pembebasan lahan perkebunan kelapa sawit menjadi hal yang krusial. Namun, konflik pembebasan lahan menjadi perkebunan sawit menjadi permasalahan yang masih sering terjadi sampai saat ini. Dalam dua dekade terakhir, di Kalimantan Barat, diidentifikasi 69 konflik antara masyarakat lokal dengan perusahaan terkait pembangunan dan pengelolaan perkebunan sawit.

34

Keluhan terbanyak dari penyerobotan lahan yaitu berkaitan dengan cara perusahaan mendapatkan (atau tidak mendapatkan) persetujuan di awal dari masyarakat lokal pada proses pembebasan lahan.

Hal ini pastinya dapat menghambat proses investasi CPO di Kalimantan Barat secara umum.

Faktor lain yang dapat menghambat investasi CPO adala parlemen Uni Eropa telah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan penggunaan Crude Palm Oil (CPO) pada 2021. Komisi Uni Eropa telah mengancam keberlangsungan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia ke Eropa melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED II) yang dikeluarkan pada 2018.

Kebijakan ini mewajibkan negara-negara Uni Eropa harus menggunakan RED II paling sedikit 32 persen dari total konsumsi energi negaranya. Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga mengesampingkan bahkan mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produksi biofuel.

Adanya pelarangan penggunaan CPO semacam inilah yang bisa menghambat investasi CPO di Indonesia, tak terkecuali hasil minyak sawit CPO yang berasal dari Kalimantan Barat.

KAJIAN FISKAL REGIONAL

TRIWULAN III TAHUN 2021

KALIMANTAN BARAT

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Barat

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV

35

4.1. Simpulan

Perkembangan Indikator Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat

1. Pada Triwulan III 2021 aktivitas ekonomi Kalimantan Barat berangsur pulih dan kembali mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,60 persen (y-on- y). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Barat atas dasar harga berlaku triwulan III tahun 2021 tercatat sebesar Rp 57,51 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp35,03 triliun.

2. Periode Oktober 2021 Provinsi Kalimantan Barat mengalami deflasi 0,21 persen setelah pada bulan sebelumnya mengalami inflasi 0,34 persen. Menurut BPS, kelompok pengeluaran Makanan Minuman dan Tembakau, Kesehatan, serta Pakaian dan Alas Kaki yang memberikan andil terbesar terjadinya deflasi.

3. Selama periode Maret 2020 – Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 2.540 orang, sedangkan daerah perdesaan turun sebesar 1.420 orang. Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 4,69 persen menjadi 4,68 persen. Sedangkan di perdesaan naik dari 8,50 persen menjadi 8,57 persen.

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kalimantan Barat periode Agustus 2021 sebesar 5,82 persen, naik 0,01 persen poin dibandingkan Agustus 2020.

5. Gini rasio pada Maret 2021 yang menunjuk pada angka 0,313. Pada Maret 2021 Gini Rasio mengalami penurunan jika dibandingkan dengan September 2020 (0,325).

6. Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Barat September 2021 sebesar 134.25 poin, naik 2.83 persen dibanding NTP bulan Agustus 2021 sebesar 130.56 poin.

7. Nilai Tukar Nelayan Provinsi Kalimantan Barat tidak dihitung secara spesifik, namun masuk dalam bagian Nilai Tukar Petani pada Subsektor Perikanan, dalam subesktor perikanan juga dibagi lagi menjadi Subsektor Perikanan Tangkap dan Subsektor Perikanan Budidaya, Pada bulan September 2021, Nilai Tukar Nelayan Provinsi Kalimantan Barat turun sebesar 0.59 persen. Sedangkan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi), pada September 2021 naik sebesar

7. Nilai Tukar Nelayan Provinsi Kalimantan Barat tidak dihitung secara spesifik, namun masuk dalam bagian Nilai Tukar Petani pada Subsektor Perikanan, dalam subesktor perikanan juga dibagi lagi menjadi Subsektor Perikanan Tangkap dan Subsektor Perikanan Budidaya, Pada bulan September 2021, Nilai Tukar Nelayan Provinsi Kalimantan Barat turun sebesar 0.59 persen. Sedangkan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi), pada September 2021 naik sebesar

Dokumen terkait