• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Rekomendasi

6.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan observasi lapangan, maka ditemukan gambaran pemikiran masyarakat lokal dan kondisi pariwisata yang terjadi di Pasar Buah Berastagi. Melalui data-data yang telah didapat, peneliti menemukan bahwa pemerintah dan masyarakat memiliki peran masing-masing dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat. Keterlibatan dan peran antara pemerintah dan masyarakat tidak dapat dilihat terpisah karena kedua belah pihak harus saling bersinergi dalam mewujudkan pariwisata yang berbasis masyarakat di Pasar Buah Berastagi. Peneliti menggambarkan hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam sebuah diagram (Gambar 6.1) agar lebih mudah untuk dipahami.

Gambar 6.1 Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata yang Berbasis Masyarakat

Pemerintah bukan merupakan satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat di Pasar Buah Berastagi. Masyarakat merupakan pihak yang memiliki peran penting dalam perkembangan lingkungannya. Pemerintah berperan sebagai pembentuk kebijakan-kebijakan yang berbasis masyarakat dengan bekerjasama dan melibatkan masyarakat. Pemerintah harus mempertimbangkan pandangan masyarakat dalam pengambilan keputusan, karena masyarakat merupakan sumber pengatahuan lokal yang lebih memahami lingkungannya. Masyarakat yang membentuk komunitas akan memudahkan mereka dalam berinteraksi dengan pemerintah. Komunitas

110

dapat menjadi sarana masyarakat untuk mengemukakan pendapat mereka. Masyarakat melalui komunitas juga dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dengan lebih terorganisir. Program pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang diperoleh dari kebijakan yang melibatkan gambaran pemikiran masyarakat akan lebih mudah untuk diterima dan lebih tepat sasaran. Komunikasi antara masyarakat dan pemerintah harus selalu terjalin dalam perkembangan pariwisata Pasar Buah Berastagi yang berbasis masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait strategi komunikasi dalam pengembangan Pasar Buah, sehingga dapat menghasilkan perencanaan yang partisipatif.

Pariwisata Toba dan sekitarnya yang menjadi prioritas pemerintah dalam program Nawacita merupakan peluang besar yang dapat mendorong Pasar Buah Berastagi untuk dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata yang berbasis masyarakat. Upaya pemerintah dalam pengembangan sektor pariwisata seharusnya dilakukan dengan mendukung pengembangan Pasar Buah dengan penerapan prinsip pariwisata berbasis masyarakat. Dukungan dari pemerintah terhadap perkembangan Pasar Buah akan mengoptimalkan potensi yang ada di kawasan tersebut sehingga keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat dan pemerintah menjadi lebih maksimal. Upaya yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak hanya terpaku pada perbaikan infrastruktur pendukung saja. Pemerintah juga harus lebih aktif dalam menghasilkan program-program pendukung untuk perkembangan Pasar Buah, seperti program penyediaan modal dan pembinaan masyarakat.

Dalam mewujudkan pariwisata yang berbasis masyarakat, masyarakat Kota Berastagi juga harus lebih melibatkan diri dan perduli pada potensi pariwisata disekitarnya. Keterlibatan masyarakat dapat diwujudkan dalam memberikan pendapat-pendapat yang membangun kepada pemerintah serta menyiapkan diri untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan perkembangan potensi wisata di Pasar Buah. Pengembangan kawasan wisata yang berkelanjutan akan mampu menjadikan tempat tersebut sebagai identitas dari kotanya (Ginting & Rahman, 2016). Potensi Pasar Buah untuk menjadi pariwisata yang berkelanjutan memungkinkan kawasan tersebut sebagai tujuan wisata yang menjadi identitas Kota Berastagi, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. Pengembangan yang berbasis masyarakat akan memberikan berbagai dampak positif bagi daerah dan masyarakatnya.

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Pariwisata

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 63 tahun 2014 tentang pengawasan dan pengendalian kepariwisataan menyebutkan: “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah”. Pariwisata merupakan kegiatan yang memberikan keuntungan bagi masyarakat dan memberikan pengalaman baru bagi wisatawan (Smitha, 2014). Pariwisata memiliki berbagai manfaat yang tidak hanya berfokus pada wisatawan, namun juga bermanfaat bagi masyarakat lokal. Pariwisata adalah suatu aspek yang memiliki pengaruh besar terhadap ekonomi yang dapat berdampak pada perkembangan daerah bahkan nasional (Goh, 2015; Diniz, Falleiro, dan Barros, 2014).

Pariwisata tidak hanya memberikan pengalaman baru bagi wisatawan, namun juga dapat berpengaruh dalam aspek ekonomi, sosial dan pengembangan yang berkelanjutan (Muhammad dkk, 2012). Pariwisata yang menarik dan mendidik serta meyuguhkan suasana yang nyaman merupakan pertimbangan utama wisatawan dalam memutuskan untuk berkunjung dan kembali lagi ke tempat tersebut (Oktaviani dan Suryana, 2006). Industri pariwisata akan membuka peluang-peluang bisnis yang dapat dikelola oleh masyarakat. Hal tersebut mengapa pariwisata mampu meningkatkan pemasukan dan kualitas hidup masyarakat (Ginting & Wahid, 2015).

2.2Objek dan Daya Tarik Wisata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan: “daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisatawan”. Menurut Rusnanda, Ginting, dan Wahid (2014) ada tiga komponen yang membentuk daya tarik wisata yaitu (1) atraksi yang meliputi tempat bersejarah, pemandangan, dan kebudayaan; (2) aksesibilitas termasuk didalamnya transportasi lokal, kondisi jalan, dan Infrastuktur; serta (3) amenitas ataupun fasilitas berupa penginapan, tempat makan, dan fasilitas dasar seperti toilet, tempat ibadah, dan tempat penjualan souvenir.

Atraksi budaya dan pemandangan yang menarik merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung kesuatu tempat. Aksesibilitas yang optimal seperti tersedianya transportasi, mudah dijangkau, dan kondisi jalan yang baik, serta fasilitas pendukung yang memadai juga merupakan pertimbangan utama bagi wisatawan (Jaafar, Bakri, dan Rassolimanesh, 2015). Menurut Gautama dan Sunarta (2012) terdapat empat komponen yang mendukung suatu pariwisata menjadi daya tarik wisata yang berkelanjutan. Keempat komponen tersebut adalah (1) Attractiveness yaitu daerah tujuan wisata memiliki daya tarik baik berupa kebudayaan masyarakat ataupun keindahan alam; (2) Accessibility yaitu tempat wisata tersebut mudah untuk dijangkau baik bagi masyarakat domestik maupun mancanegara; (3) Amenities merupakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti akomodasi, tempat makan,

10

dan fasilitas lainnya; serta (4) Ancillary yaitu adanya lembaga pariwisata yang mampu memberikan rasa nyaman dan aman bagi wisatawan.

Yoeti (2002) mengemukaan konsep 3A sebagai komponen dalam keberhasilan daerah tujuan wisata yaitu, (1) adanya atraksi wisata (attraction); (2) lokasi yang mudah dicapai (accessibility); dan (3) terdapat fasilitas yang memadai (amenities). Getz dan Page (2016) mengatakan bahwa keberhasilan suatu daerah tujuan wisata dipengeruhi oleh adanya (1) atraksi yang menarik seperti atraksi budaya, pemandangan alam maupun event yang diselenggarakan; (2) fasilitas pendukung seperti penginapan, tempat makan, dan tempat ibadah sehingga wisatawan nyaman untuk tinggal lama di tempat tersebut; (3) aksesibilitas yang baik; serta (4) terdapat lembaga pariwisata yang berperan aktif. Secara keseluruhan teori dari para hali wisata tentang komponen objek dan daya tarik wisata dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komponen Objek dan Daya Tarik Wisata

Referensi Komponen Indikator

Rusnanda, Ginting, dan Wahid (2014)

Atraksi Tempat Bersejarah Pemandangan Kebudayaan Aksesibilitas Transportasi Lokal

Kondisi jalan Infrastruktur Amenitas Penginapan

Tempat Makan

Fasilitas dasar (toilet, tempat ibadah, dan tempat penjualan cendramata) Jaafar, Bakri, dan

Rassolimanesh (2015) Atraksi Kebudayaan Pemandangan alam Aksesibilitas Transportasi Kondisi jalan Mudah dijangkau Fasilitas Penginapan Tempat Makan Fasilitas dasar

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Referensi Komponen Indikator

Guatama dan Sunarta (2012)

Attractivenes kebudayaan masyarakat

keindahan alam

Accessibility mudah untuk dijangkau

Amenities akomodasi

tempat makan, fasilitas dasar

Ancillary lembaga pariwisata yang mampu

memberikan rasa nyaman dan aman bagi wisatawan

Yoeti (2002) Attractivenes kebudayaan masyarakat keindahan alam

Accessibility mudah untuk dijangkau

Amenities akomodasi

tempat makan, fasilitas dasar Getz dan Page

(2016)

Attractivenes atraksi budaya

pemandangan alam

event yang diselenggarakan

Accessibility Kondisi jalan yang baik

Lokasi yang mudah dijangkau

Amenities Penginapan

tempat makan  tempat ibadah

Ancillary lembaga pariwisata yang berperan

aktif

Dalam penelitian ini komponen daya tarik wisata yang digunakan adalah berdasarkan teori Rusnanda, Ginting, dan Wahid (2014), Jaafar, Bakri, dan Rassolimanesh (2015), dan Yoeti (2002) yang mengemukakan bahwa komponen daya tarik wisata berdasarkan atas tiga komponen utama yaitu daya tarik (atraksi), fasilitas wisata (amenitas), dan akses (aksesibilitas).

12

2.3 Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata merupakan suatu industri yang tidak dapat diprediksi akan memiliki trend apa di masa yang akan datang. Pergerakan yang ada di dalam industri pariwisata terus mengalir dan dapat berubah-ubah. Perkembangan pariwisata juga harus dilakukan secara dinamis (Yeoman, 2010). Dalam mencapai perkembangan pariwisata yang berkelanjutan melibatkan peran pihak luar, seperti pemerintah dan atau perencana. Pihak luar harus melibatkan dan memperhitungkan masyarakat dalam setiap proses pengembangan yang akan dilakukan. Keterlibatan masyarakat akan memudahkan pihak luar dalam menggali informasi, karena masyarakat merupakan sumber pengetahuan lokal (Daim, Bakri, Kamarudin & Zakaria, 2012).

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan jenis pariwisata yang melibatkan masyarakat sebagai pemeran utama dalam pengelolaan potensi wisata di lingkungannya (Yusof, Ibrahim, Muda, dan Amin, 2012). Pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat menekankan pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola pariwisatanya (Rusnanda, Ginting, dan Wahid, 2014). Jenis pariwisata ini juga efektif di terapkan dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi masyarakat (Goh, 2015). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pengembangan pariwisata yang mampu mempertahankan keuntungan yang diperoleh dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya secara berkelanjutan (López-Guzmán, Sánchez-Cañizares, & Pavón, 2011).

Karakteristik dari pariwisata berbasis masyarakat adalah adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam mengelola pariwisata dan dalam pengambilan keputusan (Ismail dan Said, 2015). Menurut Goodwin dan Santilli (2009) karakteristik dari pariwisata berbasis masyarakat adalah masyarakat mengelola langsung potensi wisata yang ada di lingkungannya, sehingga keuntungan terbesar dari pariwisata tersebut akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Selain pengoptimalan keuntungan masyarakat, pengelolaan langsung oleh masyarakat juga dapat mengurangi dampak buruk dari pariwisata (Diniz, Falleiro, dan Barros, 2014). Pariwisata berbasis masyarakat membuka peluang-peluang bisnis baru yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemenuhan kebutuhan wisatawan seperti tempat makan, penginapan, penyewaan transportasi dan lain sebagainya dapat menjadi peluang usaha baru bagi masyarakat dalam meningkatkan pemasukan keluarga. Pengelolaah pariwisata yang dilakukan langsung oleh masyarakat akan memberikan kepercayaan diri bagi mereka yang didapatkan dari rasa bangga terhadap kegiatan pariwisata yang ada di lingkungannya. Rasa percaya diri tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerjanya dalam mencapai kehidupan yang berkualitas. Peningkatan rasa percaya diri masyarakat yang tumbuh dalam sektor pariwisata akan berdampak positif pada kualitas hidup mereka (Yusof, Ibrahim, Muda, dan Amin, 2012).

Keterlibatan masyarakat mampu mempengaruhi perkembangan pariwisata yang ada disekitarnya. Salah satu wujud keterlibatan masyarakat dalam perkembangan pariwisata adalah upaya masyarakat dalam menciptakan

14

kondisi sosial yang kondusif. Kondisi sosial yang nyaman akan memberikan kepuasan pada wisatawan, hal tersebut akan berdampak pada kesuksesan pariwisata (Dmitrovic´ dkk., 2009). Ginting dan Wahid (2015) menjelaskan di dalam penelitiannya bahwa kepuasan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pariwisata. Pengunjung yang merasa puas akan kembali lagi ke tempat tersebut, kedatangan pengunjung akan mengakibatkan perkembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Pariwisata yang berbasis masyarakat juga lebih murah apabila dibandingkan dengan pariwisata yang dikelola oleh pihak swasta. Masyarakat lokal yang mengelola sendiri potensi wisatanya tidak akan mengambil keuntungan yang terlalu besar. Pengelolaan dengan konsep berbasis masyarakat tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat namun juga wisatawannya. Pariwisata berbasis masyarakat juga memungkinkan masyarakat untuk memulai bisnisnya dengan modal yang kecil (Smitha, 2014). Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat akan menyebabkan dampak positif dari pariwisata dapat dirasakan secara langsung (Yusof, Ibrahim, Muda, dan Amin, 2012).

Dalam pengaplikasian pariwisata yang berbasis masyarakat terdapat tiga kriteria yang harus terpenuhi, yaitu (1) menghasilkan perkembangan yang berkelanjutan; (2) mampu memberdayakan masyarakat setempat; serta (3) menggunakan sumber daya alam lokal (Cawley dan Gilmor, 2008). Pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat akan mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal. Pengembangan pariwisata yang tepat akan

mampu mencerminkan kesusksesan pada kehidupan masyarakat lokal (Prabhakaran, Nair, dan Ramachandran, 2014).

2.4Faktor Pendukung Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat di dukung oleh aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek politik. Pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat akan membuka peluang usaha baru, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meperkenalkan masyarakat dengan budaya baru, meningkatkan kelestarian lingkungan serta meningkatkan keterlibatan aktif masyarakat (Rusnanda, Ginting, dan Wahid, 2014). Masyarakat tidak dapat mengelola potensi wisatanya sendiri, mereka membutuhkan adanya dorongan dari luar. Dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, pemerintah dan masyarakat memiliki perannya masing-masing. Pemerintah berperan dalam menghasilkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Sedangkan masyarakat terlibat dalam pengelolaan potensi pariwisata yang ada di sekitarnya (Sobandi, dan Sudarmadji, 2015; Cengiz, Ozkok, dan Ayhan, 2011). Program-program pengembangan dan kebijekan-kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat akan membantu masyarakat dalam mengelola potensi wisata yang terdapat di daerahnya. Dalam mengembangkan suatu kawasan wisata harus melibatkan pemerintah dan masyarakat. Pengelolaan pariwisata yang paling tepat adalah yang dilakukan

16

langsung oleh masyarakat, karena mereka yang berada di kawasan tersebut dan paling memahami kondisinya (Sesotyaningtyas dan Manaf, 2015).

Pemerintah merupakan pihak yang berperan dalam membuat mekanisme efektif untuk melibatkan masyarakat dalam pengembangan suatu kawasan (Ismail dan Said, 2015). Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan mereka. Keterlibatan masyarakat dalam industri pariwisata dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan dalam proses pengembangannya (Prabhakaran, Nair, dan Ramachandran, 2014). Pemerintah harus memahami persepsi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam upaya pengembangan. Persepsi masyarakat merupakan hal yang penting dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat (Said,2011). Identifikasi persepsi masyarakat dalam pengembangan pariwisata di lingkungannya perlu dilakukan, karena aspek lingkungan dan sosial tidak dapat dilihat secara terpisah (Ghosh dan Datta, 2012). Pengembangan pariwisata yang dilakukan terhadap lingkungan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi sosial yang ada. Dalam hal ini pemerintah harus melibatkan dan mempertimbangkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan agar kebijakan yang dihasilkan sesuai untuk semua pihak.

Perkembangan pariwisata berbasis masyarakat, menyebabkan masyarakat lokal akan lebih terlibat aktif di lingkungannya. Masyarakat lokal yang pasif tidak akan dapat merasakan dampak positif dari pariwisata. Para pendatang yang mampu mengolah potensi yang ada akan lebih sejahtera

apabila dibandingkan dengan penduduk lokal (Estacio dan Marks, 2010). Pengelolaan potensi wisata yang dilakukan oleh pendatang aka menimbulkan kesenjangan antara mereka dengan masyarakat lokalnya. Pemerintah memiliki peran dalam meningkatkan partisipasi dari masyarakat karena partisipasi publik merupakan kolaborasi dari masyarakat dan pemerintah. Pada zaman yang semakin berkembang partisipasi publik tidak hanya dapat dilakukan secara langsung, namun juga dapat melalui mobile networking (Typhina, 2015).

Pariwisata yang berbasis masyarakat harus disertai dengan pemahaman masyarakat tentang dampak positifnya, seperti terbukanya peluang bisnis baru yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga (Jaafar, Bakri, dan Rassolimanesh, 2015). Kedatangan wisatawan yang berkunjung akan memberikan peningkatan pada pendapatan daerah dan negara yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan. Ditinjau dari manfaat pariwisata kepada masyarakat, dengan adanya pariwisata maka akan terbuka peluang bisnis baru bagi masyarakat setempat. Manfaat yang dirasakan dari kegiatan pariwisata dapat dirasakan oleh berbagai pihak. Hal tersebut mengapa pengembangan dalan sektor pariwisata penting untuk terus dilakukan. Dalam perkembangan pariwisata terdapat faktor-faktor makro yang mempengaruhi, antara lain (1) ekonomi, (2) sosial-kultural, (3) natural-ekologi, (4) teknologi dan (5) politik (Barkauskasa, Barkauskiene, dan Jasinskas, 2015). Pemahaman masyarakat akan dampak positif bagi masyarakat lokal akan menjadi motivasi bagi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolan potensi yang ada

18

dilingkungannya. Partisipasi masyarakat merupakan kunci dalam menggali kearifan lokal yang menjadi dasar dari pengembangan pariwisata yang berkelanjutan pada suatu kawasan (Vitasurya, 2016).

Dalam penelitian terhadap kesuksesan pariwisata yang terjadi di Mah Meri Tribe, Malaysia ditemukan bahwa kesuksesan pengembangan pariwisata suatu kawasan dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari kehidupan masyarakat lokal memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat. (1) Pengalaman, (2) sikap, (3) keahlian, (4) pengendalian, (5) motivasi, (6) pengetahuan dan (7) keterbukaan masyarakat memiliki pengaruh dalam upaya pengelolaan lingkungannya. Faktor eksternal yang mendukung masyarakat adalah (1) adanya ikatan persatuan antar masyarakat; (2) koneksi (3) ideologi yang berkembang; (4) infrastruktur yang optimal; (5) kewirausahaan; (6) peran serta pemerintah; (7) sistem yang mendukung; (8) kondisi sosial yang aman; (9) ekonomi; serta (10) adanya penelitian yang berkaitan (Roddin, Yusof dan Sidi, 2015).

Berdasarkan kajian literatur terkait pariwisata berbasis masyarakat dan faktor pendukung pengembangan pariwisata berbasis masyarakat maka penulis dapat menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Referensi Faktor Indikator

(Goh, 2015); (Diniz, Falleiro, dan Barros, 2014); (Smitha, 2014); (Dmitrovic´ dkk., 2009)

Ekonomi Memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat.

Terbukanya peluang usaha baru Lingkungan Mendorong perkembangan daerah (Barkauskasa,

Barkauskiene, dan Jasinskas, 2015)

Ekonomi Peningkatan pemasukan keluarga Sosial Kondisi sosial yang kondusif Lingkungan Meningkatkan kelestarian

lingkungan

Teknologi Penerapan teknologi yang sepadan Politik Kebijakan-kebijakan yang

mendukung

(Muhammad dkk, 2012) Sosial Peningkatan kualitas masyarakat Keterbukaan masyarakat dalam

menerima budaya baru

Lingkungan Perkembangan yang berkelanjutan (Yusof, Ibrahim, Muda, dan

Amin, 2012)

Ekonomi Masyarakat mendapatkan keuntungan yang optimal

Sosial Menumbuhkan rasa percaya diri dan bangga dalam diri masayrakat Meningkatkan kualitas hidup

masyarakat (López-Guzmán,

Sánchez-Cañizares, & Pavón, 2011).

Ekonomi Peningkatan kualitas ekonomi daerah

Sumber pemasukan yang menjanjikan

Lingkungan Meningkatkan kelestarian lingkungan

Pengembangan yang berkelanjutan Sosial Peningkatan Kualitas Hidup

Masyarakat (Ismail dan Said, 2015);

(Goodwin dan Santilli, 2009)

Ekonomi Keuntungan yang dirasakan langsung oleh masyarakat

Sosial  Penerapan pengembangan yang selaras dengan nilai kearifan lokal Politik  Keterlibatan masyarakat dalam

pengambilan keputusan

Keterlibatan masyarakat dalam mengelola pariwisata

20

Tabel 2.2 (Lanjutan)

Referensi Faktor Indikator

(Cawley dan Gilmor, 2008) Sosial Mampu memberdayakan masyarakat lokal

Lingkungan  Perkembangan daerah yang berkelanjutan

Menggunakan sumberdaya alam lokal

(Rusnanda, Ginting, dan Wahid,2015)

Ekonomi Membuka peluang usaha baru bagi masyarakat

Sosial Meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Lingkungan Meningkatkan kelestarian lingkungan

Budaya Memperkenalkan budaya baru bagi masyarakat

Politik Melibatkan masyarakat dalam pengembangan pariwisata

(Sobandi, dan Sudarmadji, 2015); (Cengiz, Ozkok, dan

Ayhan, 2011);

(Sesotyaningtyas dan Manaf, 2015); (Said, 2011); (Prabhakaran, Nair, dan Ramachandran, 2014); (Typhina, 2015)

Sosial Mempertimbangkan persepsi masyarakat

Politik Keterlibatan pemerintah dalam mendukung masyarakat

Melibatkan masyarakat dalam pengembangan pariwisata

(Jaafar, Bakri, dan Rassolimanesh, 2015)

Ekonomi Terbukanya peluang bisnis baru Peningkatan pemasukan

masyarakat

Sosial Memberikan motivasi bagi masyarakat

Pemahaman masyarakat tentang dampak positif pariwisata

(Vitasurya, 2016) Sosial Terjaganya kearifan lokal

Lingkungan Perkembangan lingkungan yang berkelanjutan

Tabel 2.2 (Lanjutan)

Referensi Faktor Indikator

(Roddin, Yusof dan Sidi, 2015)

Lingkungan Peran serta masyarakat dalam melestarikan lingkungan

Sarana dan prasarana yang optimal Sosial Kondisi sosial yang kondusif

Meningkatkan softskill masyarakat Masyarakat tergabung dalam

komunitas

politik Peran serta pemerintah dalam mendukung pengembangan pariwisata

Kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat

Program pemerintah yang mendukung

Berdasarkan rangkuman dari faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang dominan. Fakto-faktor yang dominan tersebut adalah (1) faktor ekonomi; (2) faktor sosial; (3) faktor lingkungan; dan (4) faktor politik.

2.5Rangkuman

Melalui kajian literatur tentang Pariwisata, Objek dan Daya Tarik Wisata, Pariwisata Berbasis Masyarakat, dan Faktor Pendukung Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat, maka hubungan antara masing-masing variabel maka dapat digambarkan pada Gambar 2.1.

22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan sektor yang menjadi andalan dibeberapa negara dunia dalam menghasilkan devisa. Pada pariwisata terlibat beberapa sektor lain yang mendukung dalam upaya pemenuhan kebutuhan wisatawan (Subadra dan Nadra, 2006). Industri pariwisata mampu memberikan keuntungan besar dalam aspek ekonomi dan sosial. Hal tersebut mengapa sektor pariwisata menjadi hal yang penting dalam perkembangan suatu daerah (Diniz, Falleiro, dan Barros, 2014). Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kekayaan alam yang sangat mendukung, memiliki potensi pariwisata yang tinggi.

Pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo (2014-2019), pariwisata merupakan sektor yang menjadi prioritas. Di dalam program kerja Presiden Jokowi yang disebut dengan Nawacita, Indonesia melakukan pembenahan dan pembangunan aspek-aspek pendukung pariwisata terutama pada tujuan wisata potensial yang berada di daerah. Salah satu kawasan wisata yang menjadi prioritas pembangunan pariwisata di Indonesia adalah Kaldera Toba (Kementerian PPN, 2016). Berastagi merupakan kawasan wisata yang termasuk bagian dari Kaldera Toba. Pada tahun 2015 Festival Danau Toba (FDT) yang bertujuan untuk meningkatkan promosi kawasan wisata Toba dan sekitarnya diselenggarakan di Kota Berastagi (Kementrian Pariwisata, 2015).

2

Berastagi berada pada lokasi yang strategis sebagai kota persinggahan wisatawan karena posisinya yang terletak di antara Kota Medan sebagai Ibu Kota Sumatera Utara dengan objek wisata Danau Toba (Ginting, 2011). Kota tersebut juga didukung oleh objek-objek wisata alam yang menarik dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya. Kecenderungan wisatawan untuk kembali ke alam menyebabkan pariwisata berbasis alam memiliki potensi untuk berkembang (Oktaviani dan Suryana, 2006). Potensi alam yang ada di Kota Berastagi seperti Gunung Sibayak, Gunung Sinabung, Bukit Gundaling dan yang lainnya menyebabkan kota ini banyak diminati oleh wisatawan. Suatu kawasan yang memiliki ciri khas berbeda dari tempat lain akan menjadi motivasi wisatawan untuk datang berkunjung (Pesonen, Peters, & Komppula, 2011). Salah satu tujuan yang populer di Kota Berastagi adalah objek wisata Pasar Buah.

Pasar Buah merupakan tempat wisatawan berbelanja oleh-oleh khas kota Berastagi. Produk yang diperjualbelikan di Pasar Buah Berastagi bukan hanya buah-buahan, namun tersedia juga sayur dan bunga, serta aneka ragam cendramata yang cukup menarik (Portal Nasional Republik Indonesia, 2012). Harga cendramata khas yang ditawarkan di Pasar Buah relatif murah dan terjangkau, karena kawasan tersebut merupakan pusat perbelanjaan oleh-oleh di Kota Berastagi (Sianipar, Akbar, dan Ginting). Wisatawan yang berkunjung ke Kota Berastagi tidak pernah melewatkan kesempatan berkunjung ke Pasar Buah untuk mencari oleh-oleh khas kota tersebut.

Pasar Buah Berastagi juga digemari wisatawan karena kondisi sosialnya yang baik. Wisatawan merasa puas dengan penerimaan masyarakat lokal terhadap wisatawan di tempat tersebut (Kasih, Simanjuntak dan Ginting, 2016). Menurut pandangan wisatawan masyarakat lokal yang ada di Pasar Buah memiliki keramahtamahan yang tinggi. Interaksi sosial yang positif dari masyarakat memberikan ikatan emosi antara wisatawan dan penduduk lokal.

Dokumen terkait