• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Konsep Pelestarian

Berdasarkan hasil analisis penelusuran sejarah yang telah dilakukan, diketahui bahwa Kawasan Empang mempunyai nilai sejarah penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan Kota Bogor. Kawasan Empang merupakan tipe lanskap pemukiman dengan tatanan khas karena merupakan produk dari suatu sistem politik dan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah Belanda serta sistem sosial-budaya suatu kelompok/suku masyarakat (etnik) pada masa lalu. Masyarakat etnis Arab dan Sunda yang telah lama bermukim di kawasan ini memberi pengaruh terhadap tatanan lanskap sejarah kawasan Empang. Hal tersebut tercermin dalam pola tata ruang, keragaman corak arsitektur, serta aktivitas budaya khas yang berlangsung di kawasan Empang dan tidak dapat ditemukan pada area pemukiman lainnya di Kota Bogor.

Kawasan Empang saat ini telah berkembang menjadi kawasan perdagangan yang diramaikan oleh komoditi barang dagangan khas bangsa Timur Tengah. Kegiatan perdagangan berkembang di bagian utara dan timur, sedangkan kawasan pemukiman meluas ke arah barat dan selatan. Pengembangan tata ruang kawasan Empang tidak lepas dari arahan kebijaksanaan Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, dimana pembentukan struktur ruang diarahkan untuk dapat mewujudkan fungsi sebagai kawasan pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan kawasan konservasi ekologis sungai.

Keberadaan lanskap sejarah kawasan Empang memberikan kontribusi positif bagi keragaman wajah kota Bogor. Upaya pelestarian suatu lanskap sejarah tidak hanya mempertimbangkan kepentingan estetika semata, namun harus diarahkan pada peningkatan nilai produktif baik secara fungsional maupun ekonomi. Sehingga konsep pelestarian yang diusulkan terhadap lanskap sejarah kawasan Empang agar dapat mendukung perencanaan tata ruang Kota Bogor adalah dengan melindungi, memelihara, serta meningkatkan integritas dan karakter sejarah kawasan melalui strategi pelestarian yang bersinergi dengan aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal di kawasan Empang.

4.5.1 Tindakan Pelestarian

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan sebelumnya (Tabel 14), diketahui bahwa zona I dengan karakter sejarah sebagai tipe lanskap pusat pemerintahan tradisional Jawa memiliki nilai signifikansi sejarah tinggi, namun sebagian besar wilayahnya berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa. Strategi pelestarian yang dilakukan pada zona I adalah revitalisasi, yaitu upaya memperbaiki kualitas fisik dan lingkungan suatu kawasan ke kondisi semula guna mengangkat kembali fungsi awal kawasan tersebut atau dengan memberikan fungsi baru yang lebih sesuai dengan kondisi masa kini tanpa menghilangkan nilai dan karakter sejarah yang dimilikinya.

Untuk itu dilakukan usaha perbaikan terutama pada Alun-alun Empang sebagai elemen utama pembentuk citra pada zona I yang saat ini mengalami penurunan kualitas fisik dan pergeseran fungsi ke arah private space. Perbaikan fisik yang dilakukan harus dapat mempertahankan keaslian bentuk dan karakter sebuah alun-alun tradisional. Melalui perbaikan infrastruktur Alun-alun Empang dengan menghilangkan pagar pembatas dan tiang gawang, relokasi pedagang kaki lima di sekelilingnya, penggantian vegetasi yang tidak sesuai dengan karakter alun-alun tradisional, serta membangkitkan kembali kegiatan masyarakat yang dilakukan di alun-alun. Usaha ini dimaksudkan untuk mengangkat eksistensi Alun-alun Empang sebagai ruang terbuka publik bersejarah di Kota Bogor yang dapat di akses oleh seluruh masyarakat sekaligus dapat menjadi wadah bagi aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota pada masa sekarang.

Penambahan fungsi dan aktivitas baru pada alun-alun dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hubungan fungsional antara alun-alun dengan Masjid Agung Empang yang saling mendukung untuk memperkuat karakter sejarah pada zona I, misalnya dengan peningkatan volume kegiatan yang memiliki kaitan sejarah, ekonomi, dan budaya seperti kegiatan dakwah yang dipadukan dengan kegiatan kesenian tradisional masyarakat Sunda ataupun kegiatan komersial secara insidental seperti bazar atau sentra jajanan tajilan pada bulan Ramadhan. Selain itu, elemen lanskap sejarah lainnya seperti bangunan bekas kediaman resmi Bupati Kampung Baru dan kediaman resmi Kapiten Arab perlu mandapat perhatian dan perlindungan agar dapat meningkatkan integritas sejarah zona I.

Tindakan pelestarian yang dilakukan berupa kegiatan pemeliharaan terkait kebersihan, perbaikan elemen bangunan yang rusak, serta pengecetan dinding bangunan akibat aksi vandalisme masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

Zona II dengan karakter sejarah sebagai tipe lanskap pemukiman Arab memiliki nilai signifikansi sejarah sedang dan sebagian besar wilayahnya berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa. Strategi pelestarian yang dilakukan pada zona II adalah konservasi, yaitu upaya untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga agar kawasan tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak sesuai dengan karakter sejarah yang dimilikinya. Untuk itu dilakukan upaya perlindungan dan pemeliharaan terhadap ketiga masjid yaitu Masjid Agung Empang, Masjid At Taqwa, dan Masjid An Noer yang masing-masing menjadi pusat dari pemukiman Arab Kaum, Pekojan, dan Lolongok. Eksistensi masjid sebagai identitas sebuah pemukiman Arab penting untuk dijaga kelestariannya.

Keberadaan Makam Habib Abdullah bin Mukhsin al Attas yang dapat menarik banyak peziarah untuk berkunjung ke kawasan Empang merupakan potensi untuk diarahkan menjadi kawasan wisata sejarah, budaya, dan religi bagi pengembangan zona II di masa yang akan datang. Pengembangan yang dilakukan akan bersinergi dengan peningkatan aktivitas ekonomi bagi masyarakat Empang. Kawasan perdagangan yang ada di sepanjang Jalan Pahlawan, Raden Saleh,dan RA Wiranata dapat diintegrasikan dengan kawasan perdagangan di Pasar Bogor sehingga menjadi kesatuan jaringan perdagangan yang memiliki nilai dan karakter sejarah kuat. Hal tersebut akan mendukung kegiatan pengembangan apabila direncanakan dengan baik sehingga tidak merusak karakter sejarah zona II. Untuk itu diperlukan perencanaan lanskap yang lebih cermat agar pengembangan yang dilakukan tetap berwawasan pelestarian dengan mengacu pada konsep pelestarian yang telah diusulkan.

Bangunan tinggal dan komersial yang mewakili gaya arsitektur masa lalu keberadaannya dilindungi, dipelihara, dijaga, dan dipertahankan karakter sejarahnya. Pada beberapa elemen bangunan kuno yang mengalami kerusakan ringan dilakukan perbaikan tanpa mengubah bentuk dan karakter asli bangunan. Apabila akan dimanfaatkan sesuai fungsi baru yang lebih adaptif dengan kegiatan

pengembangan yang direncanakan, maka penggunaan bangunan kuno harus dilakukan secara selektif dan bijaksana tanpa menghilangkan nilai sejarah dan karakter asli dari bangunan tersebut. Sedangkan pemakaman tua los yang dikhususkan bagi warga keturunan Arab harus dilindungi dan dipertahankan keberadaannya untuk memperkuat karakteristik pemukiman Arab pada zona II .

Zona III dengan karakter sejarah sebagai tipe lanskap pemukiman pribumi memiliki nilai signifikansi sejarah rendah dan hampir seluruh wilayahnya berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan pemukiman. Maka, strategi pelestarian yang dilakukan pada zona III adalah rehabilitasi, yaitu upaya memperbaiki kawasan ke arah standar-standar modern dengan tetap mempertahankan karakter lanskap sejarah sebagai pemukiman masyarakat pribumi yang awalnya berkembang di sepanjang aliran sungai. Upaya perbaikan dilakukan dengan mengarahkan pemukiman sepanjang Jalan Sadane agar berorientasi ke Sungai Cisadane (waterfront). Selain itu dilakukan perbaikan utilitas, fungsi, serta penampilan lanskap secara fisik dan visual agar dapat memberikan kenyamanan lingkungan bagi masyarakat. Seluruh bangunan kuno keberadaannya dilindungi, dipelihara, dijaga, dan dipertahankan bentuk dan karakter aslinya. Sedangakan perbaikan elemen bangunan yang rusak dan pembangunan baru yang dilakukan harus dikendalikan oleh peratuaran yang jelas agar selaras dan harmonis dengan karakter sejarah kawasan sehingga dapat meningkatkan integritas lanskap sejarah.

Makam Keluarga Dalem Shalawat juga dapat menarik peziarah untuk berkunjung ke kawasan Empang. Untuk itu dilakukan upaya perlindungan dan pemeliharaan terhadap komplek makam tersebut. Bendungan Empang harus dilindungi dan diberdayakan sebagai elemen lanskap sejarah yang membanggakan karena merupakan sebuah karya anak bangsa dalam menerapkan teknologi pengelolaan air yang dibangun tanpa campur tanagan pemerintah Kolonial Belanda. Makam Dalem Shalawat dan Bendungan Empang merupakan objek yang dapat dilihat, dipelajari, dan dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi di masa yang akan datang apabila kegiatan pelestarian pada zona III diarahkan untuk pengembangan kegiatan wisata sejarah, budaya, dan religi.

Dokumen terkait