• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV RELASI ANTAR LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN

4.2 Pengelompokan Relasi Antara Laki-Laki dengan Perempuan

4.2.1 Relasi Antara Laki-Laki dengan Perempuan Sebagai

Relasi antara laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri mutlak didapatkan dalam sebuah rumah tangga.Kedudukan laki-laki adalah sebagai pemimpin, dan istri sebagai pendamping pimpinannya.Dalam membina relasi yang baik antara keduanya tentu harus ditempuh dengan jalan yang tidak mudah, yaitu menjadikan keluarga sebagai keluarga yang benar menurut pandangan Islam.

Keluarga, dibentuk oleh sepasang suami istri. Sejak terciptanya laki-laki dengan perempuan di bumi ini, maka akan terbentuklah keluarga. Tugas yang harus dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam berkeluarga berlainan, menurut kondisi lingkungan dan masyarakat.

Di masa modern, perempuan mengurusi rumah tangga, mengendalikan dan bertanggung jawab atas ketertibannya, sedangkan laki-laki, melaksanakan semua tugasnya di luar rumah. Menurut Husein (2004:87), suami bekerja di luar rumah untuk memperoleh nafkah keluarga, kemudian sesampainya dirumah, diserahkan kepada istri untuk mengaturnya. Suami hendaknya menyerahkan urusan rumah tangga kepada istrinya.Dengan demikian, istri dianggap kepala keluarga yang mengendalikan pekerjaan rumah tangga, sedangkan suami di dalam rumah tangga bersifat ketua umum. Penempatan kerja seperti ini, telah ditegaskan Nabi Muhammad saw. dengan hadistnya: ”Setiap anak Adam, dianggap tuan (sayyid).

Maka seorang laki-laki dianggap penghulu keluarganya, dan perempuan dipandang penghulu rumah tangganya.”

Para sosiolog menjadikan rumah tangga sebagai sendi dan asas bagi masyarakat.Mereka berpendapat, apabila kehidupan rumah tangga rusak dan kacau, pastilah aturan di tengah masyarakat juga rusak. Pernikahan dianggap penting, karena dari situlah masyarakat akan tetap eksis. (Husein, 2004:90).

Islam menganjurkan pemuda-pemuda segera menikah, supaya dapat memelihara diri sehingga tidak tercemar dan ternoda, karena hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang belum muhrim adalah haram hukumnya.Pernikahan itu suatu kewajiban kemasyarakatan untuk merajut kehidupan bersama yang membahagiakan.Allah swt. Menerangkan hikmah perkawinan dalam firman-Nya: ”Dan dari tanda-tanda kebesaran Allah ialah, Allah swt.menjadikan untukmu istri-istri dari sukumu, supaya kamu condong kepadanya, dan Allah swt.menjadikan cinta mesra dan kasih syang antara kamu suami-istri itu.” (Q.S. Ar-Rum, 30:21).

Data 1a

“Maksudku bukan itu, Kang.” Potong Adam.” Aku paham setiap orang mempunyai ketertarikan terhadap lawan jenis.Jika pria tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Tetapi yang aku maksudkan, dalam Islam itu melarang hubungan lawan jenis dalam tanda kutip berpacaran, sebelum nikah, baik sudah lamaran atau belum, maka hubungannya haram, karena tidak boleh seseorang bersenang-senang dengan wanita asing, bukan muhrimnya, baik melalui ucapan, memandang, atau berduaan. (Natsir, 2010:147).

Kutipan novel di atas menjelaskan tentang dilarangnya hubungan laki-laki dengan perempuan yang dilakukan dengan pacaran.Hal ini memiliki alasan yang cukup jelas dan kuat, karena Islam telah menghalalkan hubungan seorang laki-laki dengan perempuan yang dengan satu jalan yaitu pernikahan.Islam adalah agama

yang sangat sempurna, karena Allah swt.begitu menyayangi kita, sehingga Dia memberikan larangan yang sangat banyak untuk hambanya. Hal ini karena Allah akan menjadikan manusia yang beradab. Pacaran menurut pandangan Islam diharamkan karena jika diteliti ternyata pacaran itu banyak mudharatnya.Selain itu Allah telah menetapkan hukuman yang begitu berat bagi orang yang berpacaran karena telah mendekati zina. Seperti Firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 2 yang artinya:

”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Data 1 b

Namun, suara lantang Zarkasih menahan.” Jangan! Jangan kau sentuh Adam.Dia belum halal bagimu.”

“Benar hawa, Adam belum menjadi muhrim.Haram hukumnya.”Timpal Pak Habibullah Idris dengan nada lemah, menahan sesak di dada. (Natsir, 2010:170)

Kutipan data di atas menjelaskan haramnya berduaan dan bersentuhan dengan lawan jenis.Dalam hubungan antara laki-laki dengan perempuan, Islam telah mengaturnya dengan cukup tegas.Jangankan melakukan perzinaan, menyentuh tangan atau berjabat tangan saja tidak dibolehkan dalam Islam.Di antara kebiasaan Rasulullah adalah tidak menjabat tangan wanita ketika membaiat mereka, padahal sebenarnya momentum baiat sangat layak untuk menjabat tangan orang yang membaiat demi mengukuhkan baiat tersebut.Namun, Rasulullah meninggalkan jabat tangan dengan perempuan, hal ini menunjukkan perbuatan tersebut hukumnya haram. Rasulullah saw. bersabda ”Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita, sesungguhnya perkataanku

untuk seratus wanita sama dengan perkataanku untuk satu orang atau serupa dengan perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Imam Malik)

Data 1 c

Habibullah Idris duduk di belakang setir, sedangkan istrinya duduk di sebelahnya sambil mendekap sang bayi. Disela konsentrasi mengemudi, sesekali Habibullah melirik sang bayi. Sementara itu, Kiai Syamsul dan pak RT duduk di belakang sambil menikmati pemandangan kota. (Natsir, 2010:21) Data di atas menjelaskan hubungan suami istri dalam kehidupan sehari-hari.Seorang suami boleh duduk di dekat istrinya, namun sebaliknya jika tidak memiliki hubungan suami istri, hal itu tidak dibolehkan, apalagi menyentuhnya.Dalam pergaulan sehari-hari antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim dipisahkan atau tidak boleh dekat.Islam membatasi pergaulan laki-laki dengan perempuan yang bukan suami istri, tidak perlu ada interaksi, tanpa adanya keperluan syar‟i.

Data 1 d

Tatkala sudah dekat dengan Hawa serta hendak mengulurkan tangan suci kepadanya, tiba-tiba terdengarlah suara gaib, Hai...Adam.., tahanlah dirimu.Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah. (Natsir, 2010:130)

Data 1 e

”Mana Mahar?”Hawa menuntut haknya.Hal yang disyariatkan Tuhan sejak semula.Ia menolak persentuhan sebelum mahar pemberian ditunaikan dahulu. Seketika Adam bingung, sadar bahwa untuk menerima haruslah sedia memberi. (Natsir, 2010:131)

Kedua kutipan data di atas menjelaskan hubungan laki-laki dengan perempuan yang akan halal apabila melalui pernikahan, dan laki-laki telah menunaikan kewajibannya dengan membayar mahar. Mahar merupakan maskawin yang wajib dibayarkan oleh laki-laki kepada istrinya.Pemberian mahar merupakan tanda kehormatan bagi kaum perempuan.Mahar adalah hak mutlak

bagi perempuan ketika menjadi calon istri.Orang dekat sekalipun tidak dibenarkan menjamah hartanya tersebut, kecuali dengan ridhonya dan kemampuannya sendiri.Allah swt.berfirman dalam surat Annisak ayat 4 yang artinya: ”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati. Maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”

Data 1 f

Pergaulan hidup adalah persahabatan. Dan pergaulan antara laki-laki dengan wanita akan berubah menjadi perkawinan, apabila disertai dengan mahar. Lantas, bagaimana bentuk mahar yang harus diberikan?Itulah yang sedang dipikirkan Adam. (Natsir, 2010:132)

Penggalan novel di atas mendeskripsikan bahwa perkawinan adalah saat yang dinanti-nanti bagi laki-laki dan perempuan untuk mengikatkan cinta dalam ridha Allah swt. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ketika hendak menikah, yaitu mahar atau maskawin. Mahar merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita.Mahar merupakan syarat sah pernikahan.Syarat itulah yang dipikirkan Adam ketika hendak melamar Hawa.Pernikahan tanpa mahar berarti pernikahan tersebut tidak sah, meskipun pihak perempuan telah rela tidak mendapatkan mahar.Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah maka pihak perempuan berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan perempuan semisal dirinya.

Data 1 g

Adam menjawab dengan mantap dan tegas, ”Qabiltu Nikahahaa wa tazwijahaa linafsi bi mahri madzkur baalan ‘alaa manjahi kitaabullaah wa

sunnah Rasuulullaah!””Aku terima nikah dan kawin dia, Hawa binti Raihan

untuk diriku dengan mahar yang telah disebut tadi, kontan di atas manhaj kitab Allah dan Rasulullah!” (Natsir, 2010:183)

Dari data diatas menjelaskan bahwa, Islam menganjurkan umatnya untuk menegakkan rumah tangga dengan dasar pernikahan seperti yang dilakukan Adam kepada Hawa.Habibullah Idris segara menikahkan Adam dan Hawa untuk menjalankan perintah Allah, yaitu menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan yang saling mencintai dengan jalan pernikahan, agar tidak terjadi zina diantara mereka. Perhatikan sabda Nabi saw: ”Nikah itu termasuk sunnah yang aku sukai untuk diriku dan umatku. Maka barangsiapa menjauhkan diri dari pernikahan dengan alasan pernikahan itu kurang utama, bukan termasuk umatku.”

Dokumen terkait