• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELATIVITAS DALAM AL-QUR'AN

Dalam dokumen MEMAHAMI ALLAH MELALUI AKAL (Halaman 110-114)

Kesimpulan yang ditimbulkan oleh temuan-temuan ilmu pengetahuan modern adalah bahwa waktu bukanlah fakta mutlak seperti sangkaan para penganut materialisme, melainkan hanya cerapan

relatif. Yang paling menarik ialah bahwa fakta ini, yang tidak ditemukan sampai abad ke-20 oleh ilmu pengetahuan, diungkapkan kepada umat manusia dalam Al-Qur'an empatbelas abad silam. Ada berbagai acuan dalam al-Qur'an mengenai relativitas waktu.

Di banyak ayat al-Qur'an bisa dilihat fakta yang terbukti secara ilmiah bahwa waktu merupakan persepsi psikologis yang tergantung pada peristiwa, pranata, dan kondisi. Contohnya, seluruh kehidupan seseorang sangat singkat seperti yang dikabarkan dalam Al-Qur'an:

Ketika suatu hari kamu akan dipanggil dan kamu akan memenuhi (penggilan-Nya) dengan (kata-kata) pujian kepada-Nya, dan kamu akan mengira bahwa kamu tinggal (di dunia ini) hanya sebentar. (Surat al-Israa‟, 52)

Dan suatu hari bilamana ia mengumpulkan mereka, seolah-olah mereka berdiam (di bumi) hanya sesaat pada siang hari; mereka akan saling mengenal. (Surat Yuunus, 45)

Beberapa ayat menunjukkan bahwa orang-orang mencerap waktu dengan berlainan dan bahwa terkadang orang-orang dapat mencerap jangka waktu yang sangat singkat sebagai waktu yang sangat lama. Percakapan orang-orang yang terjadi selama pengadilan mereka di akhirat berikut ini merupakan contoh baik tentang hal ini:

Ia berkata, “Berapa tahun sudah kamu tinggal di bumi ini?” Mereka berkata, “Kami tinggal sehari atau sebagian dari sehari; tapi tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.” Ia berfirman, “Kami tinggal hanya sebentar, kalau kamu tahu!” (Surat al-Mu‟minuun, 112-114)

Di beberapa ayat lain Allah menyatakan bahwa waktu dapat mengalir melalui tahap yang berbeda dalam pranata yang berbeda:

Mereka meminta kepadamu supaya azab dipercepat, tetapi Allah tidak akan menyalahi janji- Nya. Sungguh, satu hari menurut Allah seperti seribu tahun dalam perhitungan kamu. (Surat al- Hajj, 47)

Para malaikat dan roh naik kepada-Nya pada suatu hari yang ukurannya limapuluh ribu tahun. (Surat al-Ma‟aarij, 4)

Ia mengatur semua urusan dari langit sampai ke bumi, kemudian (semua itu) kembali kepada- Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitungan kamu. (Surat as-Sajdah, 5)

Ayat-ayat ini merupakan ungkapan jelas tentang relativitas waktu. Bahwa hasil ini, yang baru saja dipahami oleh ilmuwan abad 20, dikomunikasikan kepada manusia 1.400 tahun lalu dalam al-Qur'an merupakan suatu indikasi wahyu Al-Qur'an oleh Allah, yang meliputi seluruh waktu dan ruang.

Terdapat banyak ayat al-Qur'an lain yang menunjukkan bahwa waktu adalah cerapan. Ini merupakan bukti khas dalam kisah-kisah itu. Contohnya, Allah telah menjaga Ashhaabul Kahfi, sekelompok orang beriman yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yang tidur lelap selama lebih dari tiga abad. Ketika mereka

bangun, orang-orang ini mengira bahwa mereka telah tinggal dalam keadaan itu sebentar saja, dan tidak bisa menghitung berapa lama mereka tertidur:

Lalu Kami tarik (sehelai tabir) ke telinga mereka, dalam gua selama beberapa tahun, (sehingga mereka tidak mendengar). Kemudian Kami bangkitkan mereka, untuk Kami uji, mana dari kedua golongan menghitung lebih baik: berapa lama mereka tinggal. (Surat al-Kahfi, 11-12)

Demikianlah Kami bangkitkan mereka (dari tidur) supaya mereka saling bertanya. Salah

seorang dari mereka bertanya, “Berapa lama kamu tinggal (di sini)?” Mereka menjawab, “Kami

tinggal (barangkali) sehari atau sebagian dari sehari.” (Akhirnya) mereka (semua) berkata,

“(Hanya) Tuhan yang mengetahui (berapa lama) kamu tinggal (di sini).... (Surat al-Kahfi, 19)

Situasi yang dikisahkan dalam ayat di bawah ini juga merupakan bukti bahwa waktu sebenarnya merupakan cerapan psikologis.

Atau seperti orang yang melewati sebuah dusun yang sudah runtuh sampai ke atap-atapnya, ia berkata: "Oh, bagaimana Allah menghidupkan semua ini setelah mati?" lalu Allah membuat orang itu mati selama seratus tahun kemudian membangkitkannya kembali. Ia (Allah) berfirman: "Tidak, bahkan seratus tahun, maka lihatlah makananmu dan minumanmu, tidak rusak. Tetapi lihatlah keledaimu; dan akan Kami jadikan engkau suatu tanda bagi manusia; dan lihatlah tulang-belulang itu bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka setelah jelas kepadanya ia pun berkata: "Aku tahu bahwa Allah berkuasa atas segalanya." (Surat al-Baqarah, 259)

Ayat di atas jelas menekankan bahwa Allah, Yang menciptakan waktu, tidak dibatasi oleh waktu. Sebaliknya, manusia dibatasi oleh waktu, yang ditakdirkan Allah. Seperti dalam ayat itu, manusia bahkan tidak mampu mengetahui berapa lama ia tertidur. Dalam keadaan demikian, pernyataan bahwa waktu adalah mutlak (sebagaimana pernyataan para penganut materialisme dalam pemikiran mereka yang menyimpang) sangat tidak masuk akal.

TAKDIR

Relativitas waktu ini mejernihkan masalah yang sangat penting. Relativitas begitu berubah-ubah sehingga suatu periode yang tampaknya berdurasi milyaran tahun bagi kita mungkin berlangsung hanya beberapa detik dalam perspektif lain. Lagipula, suatu periode waktu yang sangat lama yang membentang dari permulaan dunia sampai akhir dunia mungkin tidak berlangsung walau sedetik saja di dimensi lain.

Inilah intisari konsep takdir—suatu konsep yang tidak dipahami dengan baik oleh kebanyakan orang, khususnya para materialis yang sepenuhnya menolak [konsep] ini. Takdir ialah pengetahuan Allah yang sempurna tentang semua peristiwa masa lalu atau pun masa datang. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah telah mengetahui peristiwa-peristiwa yang belum dialami dan menyebabkan mereka gagal dalam memahami keotentikan takdir. Bagaimanapun, "peristiwa yang belum dialami" hanya demikian bagi kita. Allah tidak dibatasi oleh waktu atau pun ruang karena Ia sendiri yang menciptakannya. Karena alasan ini, masa lalu, masa datang, dan masa sekarang semuanya sama bagi Allah; bagi-Nya segala sesuatu telah terjadi dan berakhir.

Dalam bukunya The Universe and Dr. Einstein, Lincoln Barnett menerangkan bagaimana Teori Relativitas Umum sampai pada kesimpulan ini. Menurut Barnett, alam semesta dapat "tercakup dengan seluruh kemegahannya hanya oleh intelek kosmik‖.47 Kehendak yang oleh Barnett disebut ―intelek

kosmik‖ merupakan bijaksanaan dan pengetahuan Allah, yang berlaku bagi segenap alam. Sama

sebagaimana kita dapat dengan mudah melihat pangkal, tengah, dan ujung penggaris, dan semua satuan di antara [pangkal-ujung] sebagai satu keutuhan, Allah mengetahui waktu yang kita patuhi seolah-olah waktu merupakan satu peristiwa mulai dari awal hingga akhir. Akan tetapi, manusia mengalami insiden hanya ketika waktu mereka sampai, dan mereka menyaksikan takdir yang telah Alah ciptakan bagi mereka.

Perlu pula diperhatikan dangkalnya pemahaman yang menyimpang mengenai takdir yang berlaku di masyarakat kita. Keyakinan yang menyimpang tentang takdir ini merupakan suatu takhyul bahwa Allah telah menentukan "takdir" bagi setiap manusia tetapi bahwa takdir-takdir ini terkadang bisa diubah oleh manusia. Contohnya, orang memberikan pernyataan semu tentang seorang pasien yang kembali dari pintu kematian seperti "ia mengalahkan takdirnya". Tiada seorang pun yang dapat mengubah takdir. Orang yang kembali dari pintu kematian sesungguhnya tidak meninggal karena ia tidak ditakdirkan untuk meninggal pada saat itu. Ironisnya, inilah takdir orang-orang itu yang membohongi diri mereka sendiri dengan mengatakan "Saya mengalahkan takdir saya" bahwa mestinya mereka katakan demikian dan tetap berpola pikir demikian.

Takdir adalah pengetahuan yang abadi dari Allah dan bagi Allah, Yang mengetahui waktu seperti satu kejadian saja dan yang berlaku atas seluruh waktu dan ruang; segala sesuatu ditentukan dan diakhiri dalam takdir. Kita juga memahami dari sesuatu yang Allah hubungkan dalam Al-Qur'an bahwa waktu itu satu bagi Allah: banyak kejadian yang dalam pandangan kita akan terjadi di masa datang dikaitkan dalam Al-Qur'an dengan cara sedemikian seolah-olah [kejadian-kejadian] itu telah berlangsung jauh-jauh sebelumnya. Contohnya, ayat-ayat yang memerikan catatan bahwa manusia harus menyerahkan diri kepada Allah di akhirat dihubungkan sebagai peristiwa-peristiwa yang telah terjadi lama sekali:

Sangkakala ditiup, maka segala yang ada di langit dan yang ada di bumi pingsan, kecuali yang dikehendaki oleh Allah (dikecualikan). Kemudian itu ditiup sekali lagi, tiba-tiba mereka berdiri tegak dan menunggu. Dan bumi memancarkan cahaya Tuhannya; Kitab (catatan segala perbuatan) akan diletakkan (terbuka); para nabi dan saksi-saksi akan didatangkan, dan dijatuhkanlah keputusan yang adil di antara mereka, dan mereka pun tak akan dirugikan. (Surat az-Zumar, 68-69)

Orang-orang kafir dibawa ke neraka berbondong-bondong. (Surat az-Zumar,71)

Dan mereka yang bertakwa kepada Tuhan akan dibawa ke dalam surga berbondong- bondong… (Surat az-Zumar, 73)

Beberapa ayat lain dalam masalah ini ialah:

Dan setiap pribadi akan tampil, dengan masing-masing pendorong dan saksi. (Surat Qaaf, 21) Dan langit pun akan terbelah, sehingga hari itu jadi rapuh. (Surat al-Haaqqah, 16)

Dan atas kesabaran dan ketabahan mereka, Ia membalas dengan surga dan (pakaian) sutera; mereka di sini bersandar di atas peterana; mereka tak akan melihat di dalamnya matahari (terlalu panas) atau dinginnya (bulan) yang melampaui batas. (Surat al-Insaan, 12-13)

Dan api neraka ditampakkan bagi siapa saja yang melihat. (Surat an-Naazi‟at, 36)

Maka hari ini orang-orang beriman menertawakan kaum tak beriman. (Surat al-Muthaffifiin, 34)

Dan orang-orang yang berdosa melihat api neraka dan mereka mengerti akan jatuh ke dalamnya; dan mereka tidak mendapat jalan keluarnya. (Surat al-Kahfi, 53)

Seperti yang dapat dilihat, kejadian-kejadian yang akan terjadi setelah kematian kita (dari sudut pandang kita) dihubungkan dalam al-Qur'an sebagai peristiwa masa lalu yang telah dialami. Allah tidak dibatasi oleh kerangka waktu relatif yang membatasi kita. Allah menghendaki hal-hal ini dalam ketiadaan waktu: orang telah mengerjakannya dan semua peristiwa ini telah berlalu dan berakhir. Di dalam ayat di bawah ini Ia menegaskan bahwa setiap peristiwa itu, besar atau pun kecil, ada dalam pengetahuan Allah dan tercatat dalam sebuah kitab:

Dalam keadaan apa pun kamu, dan bagian apa pun yang kamu baca dari Al-Quran, dan perbuatan apa pun yang kamu kerjakan, niscaya Kami menjadi saksi ketika kamu sedang tekun melakukannya. Tak ada yang tersembunyi dari Tuhanmu seberat zarah pun, di bumi dan di langit, tak ada yang lebih kecil atau lebih besar daripada itu, niscaya terekam jelas dalam Kitab. (Surat Yuunus, 61)

Dalam dokumen MEMAHAMI ALLAH MELALUI AKAL (Halaman 110-114)