• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi dengan Pembelajaran Bahasa Jawa Di SMP

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 56-64)

commit to user

Materi pembelajaran bahasa Jawa di SMP disusun dengan disesuaikan dengan isi kurikulum. Kurikulum merupakan pedoman untuk guru menentukan pokok-pokok yang akan diajarkan kepada peserta didik.

Terdapat dua kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran SMP saat ini yaitu Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kurikulum 2013 tergantung dari sekolah yang bersangkutan. Dalam kurikulum 2013 menyertakan kompetensi dasar memahami sandiwara tradisional Jawa sebagai pembelajaran yang harus dilakukan siswa. Hal tersebut terlihat pada kutipan kurikulum 2013 berikut ini.

Tabel 2. Kutipan Kurikulum 2013 SMP kelas IX semester II

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Pengetahuan

3. Memahami dan menerapkan 3.4 Memahami sandiwara tradisional jawa pengetahuan (faktual,

konseptual, dan prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya

tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, budaya terkait dengan fenomena dan kejadian nyata.

___________________________________________________________

Tabel 3. Kutipan kurikulum 2013 SMP Kelas IX Semester II

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Pengetahuan

3. Memahami dan menerapkan 3.4 Menelaah naskah sandiwara

commit to user pengetahuan (faktual,

konseptual, dan prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya

tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, budaya terkait dengan fenomena dan kejadian nyata.

_________________________________________________________

Pada Kurikulum 2013 untuk bahasa Jawa di SMP mencantumkan pembelajaran apresiasi naskah drama sandiwara sebagai materi pembelajaran di kelas IX. Kawruh kagunan basa yang terdapat dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu” cukup lengkap sehingga dapat digunakan sebagai materi ajar naskah drama sandiwara di sekolah.

Khususnya untuk siswa SMP, seperti yang diungkapkan oleh Endang Wahyuti berikut ini.

Iya bisa itu mbak, saya rasa juga dalam mengajarkan kepada siswa juga akan menjadi lebih mudah, karena siswa dapat langsung melihat contoh pengaplikasiannya dalam bentuk kalimat ya mbak. (Catatan lapangan hasil wawancara, lampiran ke 5, halaman 157)

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Endang Palupi tentang kawruh kagunan basa yang terdapat dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu”.

Perhatikan kutipan berikut.

ya saya menemukan kawruh kagunan basa secara umum dalam naskah ini mbak, ada tembung saroja, tembung entar, tembung garba, tembung wancahan, tembung plutan, kerata basa, saloka, dan bisa dicari lagi lebih mendalam mbak. (Catatan lapangan hasil wawancara lampiran ke 5 halaman 167)

Nilai pendidikan karakter yang disampaikan melalui naskah ketoprak

“Rembulan Wungu” juga sudah cukup mewakili nilai-nilai pendidikan

commit to user

karakter yang diajarkan di sekolah seperti yang diungkapkan oleh Endang Palupi berikut ini.

ya seperti kita tahu ya mbak, kalau memang sebenarnya cerita dan dialog-dialog dalam naskah ketoprak itu sangat bisa dijadikan sebagai suatu contoh pendidikan karakter, saya disini menemukan 16 pendidikan karakter dalam cerita “rembulan Wungu” ini mbak, ada kejujuran, kedisiplinan, nasionalisme, kerukunan, kerjasama, tanggung jawab, persatuan, patriotisme, ketaqwaan, keimanan, kebersamaan, ketertiban, tenggang rasa, kepedulian, kesopanan, dan yang terakhir itu sportifitas. Itu yang saya temukan dalam cerita tersebut mbak.(Catatan lapangan hasil wawancara lampiran ke 5 halaman 167)

Endang wahyuti mengungkapkan bahwa naskah ketoprak “Rembulan Wungu” relevan dengan pembelajaran bahasa Jawa di SMP. Perhatikan kutipan berikut.

Sebenarnya ya itu bisa sekali mbak, mengingat bahwa anak-anak itu harus dikenalkan dengan budaya dan bahasa ibunya dengan baik sejak dini, lewat pembelajaran naskah ketoprak ini kan anak-anak dapat lebih mengenal dan memahami suatu karya sastra. (Catatan lapangan hasil wawancara lampiran ke 5 halaman 158)

Pendapat tentang relevansi naskah ketoprak “Rembulan Wungu” dengan pembelajaran bahasa Jawa di SMP juga diungkapkan oleh Endang Palupi.

Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.

iya bisa sekali mbak, naskah ini bisa diterapkan dalam pembelajaran di SMP mbak, hanya saja nanti bahasanya bisa agak lebih disederhanakan mbak supaya anak-anak lebih memahami dan mendalami. saya rasa ya dari segi ceritanya itu, anak-anak jadi bisa memetik amanat dan mengetahui pendidikan karakter dalam naskah kemudian juga anak-anak jadi lebih mengenal, oh ketoprak itu seperti ini... menyenangkan jika dijadikan bahan ajar praktik, anak-anak juga jadi lebih bisa melafalkan bahasa jawa menjadi lebih baik lagi.

(Catatan lapangan hasil wawancara lampiran ke 5 halaman 168)

Berdasarkan wawancara dengan informan-informan dapat disimpulkan bahwa memang naskah ketoprak “Rembulan Wungu” dapat dijadikan menjadi alternatif bahan ajar untuk pembelajaran bahasa Jawa di SMP.

Pendidikan karakter yang terdapat dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu” patut dijadikan contoh yang bisa diteladani oleh siswa dalam proses pembelajaran.

commit to user C. Pembahasan

a. Kawruh kagunan basa dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu”

kawruh kagunan basa berarti ilmu kebudayaan yang terdapat pada keindahan bahasanya. Kagunan basa ini sangat penting untuk dipelajari karena seperti yang kita tahu kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang sangat kaya dengan keindahan bahasanya, dan anak muda sekarang sudah mulai melupakan bahkan tidak paham lagi dengan kawruh kagunan basa. Dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu”, kawruh kagunan basa dapat ditemukan dalam kata-kata atau kalimat yang terdapat dalam dialog-dialog yang ditampilkan. Kawruh kagunan basa yang ditemukan dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu” antara lain: (1) Tembung saroja sebanyak 8 data, (2) tembung garba sebanyak 10 data, (3) tembung plutan sebanyak 36 data , (4) tembung wancahan sebanyak 48 data, (5) kerata basa sebanyak 7 data, (6) tembung entar sebanyak 5 data, (7) saloka sebanyak 1 data, (8) panyandra sebanyak 1 data, (9) parikan sebanyak 3 data. Dari kawruh kagunan basa yang ditemukan dalam naskah ketoprak

“Rembulan Wungu”, yang paling dominan ditemukan adalah tembung wancahan yaitu sebanyak 48 data.

b. Nilai pendidikan karakter dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu”

Naskah ketoprak “Rembulan Wungu” menampilkan cukup banyak nilai pendidikan karakter di dalamnya. Nilai pendidikan karakter ini dapat digunakan dan diterapkan dalam proses pembelajaran siswa di sekolah.

Nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam naskah ketoprak

“Rembulan Wungu” antara lain: (1) religius, (2) jujur, (3) disiplin, (4) kerja keras, (5) kreatif, (6) mandiri, (7) demokratis, (8) semangat kebangsaan atau nasionalisme, (9) cinta tanah air, (10) komunikatif, (11) peduli lingkungan, (12) peduli sosial, (13) tanggung jawab.

Karakter religius ditampilkan oleh Pangeran Pekik ketika Pangeran Pekik sedang menghadap Prabu Amangkurat Agung. Pangeran Pekik berusaha menyadarkan Prabu Amangkurat Agung bahwa kedudukannya

commit to user

sebagai raja merupakan wakil dari Bathara atau dewa di bumi, jadi sudah seharusnya sifat dan kelakuan sang raja adalah menebarkan kebaikan dan keadilan bukan malah sebaliknya, bahkan menyengsarakan rakyat dengan sifat kejam dan arogannya. Karakter jujur juga ditampilkan oleh Rara Hoyi ketika akan dibawa ke Mataram untuk dijadikan selir, dengan tegas Rara Hoyi menunjukkan kejujurannya bahwa dia tidak mau dijadikan selir Prabu Amangkurat Agung dan lebih memilih hidup di Banyuwangi bersama ibu dan bapakknya. Rara Hoyi juga menunjukkan perasaannya yang jujur pada saat dia bertemu dengan Pangeran Adipati Anom Tejaningrat bahwa sebenarnya dia juga tertarik dengan putra mahkota Keraton Mataram tersebut.

Salah satu karakter yang menonjol lainnya adalah karakter disiplin yang ditampilkan oleh tokoh Ki Mangunjaya pada saat Rara Hoyi akan diboyong ke Mataram dia sama sekali tidak mencegah atau menolak perintah tersebut meskipun anak dan istrinya menolak keras. Ki Mangunjaya bersikeras bahwa dia sebagai rakyat biasa terikat dengan peraturan keraton dan hanya berusaha menjalankannya. Adalagi Alap-alap ketika diperintah untuk meringkus para Kraeng dari Makassar juga menampilkan karakter disiplin ini bahwa kepulangannya ke Mataram harus bisa membawa para Kraeng karena memang itu sudah menjadi tugas yang diberikan Prabu Amangkurat Agung. Sindureja dan para prajurit juga menampilkan karakter disiplinnya ketika diberikan perintah oleh sang raja.

Karakter kerja keras ditampilkan oleh Wiranala saat dia berusaha untuk meyakinkan Ki Mangunjaya untuk meyakinkan Rara Hoyi agar mau diboyong ke Mataram, kemudian Nyi Mangunjaya juga menunjukkan kerakter ini pula agar suaminya mau menolak permintaam Wiranala dan Wirakerti. Selanjutnya karakter kreatif ditunjukkan oleh Nyi Wirareja dengan pemikiran-pemikiran pintarnya. Nyi Wirareja juga menampilkan karakter mandirinya, dengan tidak bergantung pada lelaki juga Rara Hoyi yang menampilkan karakter mandiri pada saat hidup di desa dengan orang

commit to user

tuanya, dia tetap menunjukkan baktinya dengan menjalankan pekerjaan-pekerjaan rumah.

Naiknya tahta Prabu Amangkurat Agung dengan diadakannya musyawarah juga termasuk dalam nilai pendidikan karakter demokratis.

Karakter semangat kebangsaan atau nasionalisme ditunjukkan oleh Pangeran Pekik dan Ratu Wandan, keduanya tidak mementingkan pribadi dan terus memperjuangkan kebaikan untuk Mataram dan rakyatnya.

Keduanya juga menunjukkan karakter cinta tanah air dengan tidak takut dihukum mati untuk memperjuangkan kesejahteraan Mataram beserta rakyatnya.

Karakter komunikatif dapat dilihat pada Wiranala dan Wirakerti pada saat berkunjung ke Banyuwangi bahwa keduanya tidak menyombongkan kehidupannya di Mataram yang serba ada dengan kehidupan Ki Mangunjaya di desa. Selanjutnya karakter peduli lingkungan ditunjukkan oleh Pangeran Pekik dan Ratu Wandan karena keduanya menolak pembangunan keraton baru di Pleret yang bisa merusak kelestarian hutan.

Keduanya juga kembali menunjukkan karakter peduli sosial saat membela kepentingan rakyat Mataram dan juga keduanya menunjukkan kerakter tanggung jawab dengan bersedia menanggung segala permasalahan yang diakibatkan karena menjodohkan Pangeran Adipati Anom Tejaningrat dengan Rara Hoyi. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syafaat astiyanto dengan judul “Ketulusan Hati Tokoh dalam Naskah Drama RAMBAT RANGKUNG Karya Trisno Santoso (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)”. Hasil dari penelitian ini drama Rambat-Rangkung menunjukkan nilai-nilai moral yaitu sikap bertanggung jawab, rela berkorban, dan kebijaksanaan, namun yang membedakan dalam naskah ketoprak “Rembulan Wungu” karya Bondan Nusantara terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yaitu (1) religius, (2) jujur, (3) disiplin, (4) kerja keras, (5) kreatif, (6) mandiri, (7) demokratis, (8) semangat kebangsaan atau nasionalisme, (9) cinta tanah air, (10) komunikatif, (11) peduli

commit to user

lingkungan, (12) peduli sosial, (13) tanggung jawab. Nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam naskah ketoprak tersebut sesuai dengan yang dijabarkan dalam jurnal yang ditulis oleh Maman Suryaman bahwa pembelajaran sastra memiliki beberapa kepentingan diantaranya menjadikan peserta didik mahir membaca dan menulis serta mahir mendengarkan dan melisankan. Jika kepentingan ini tercapai, belajar bersastra akan dirasakan manfaatnya oleh peserta didik oleh karena mereka dipermudah untuk mempelajari bidang-bidang lainnya di sekolah.

Dampak ikutan lainnya adalah tumbuhnya kebiasaan membaca yang akhirnya mampu meningkatkan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, mendapatkan ide baru, meningkatkan pengetahuan sosial budaya, berkembangnya rasa dan akrsa, serta terbinanya watak dan kepribadian. Di sinilah esensi pendidikan karakter teridentifikasi dengan jelas di dalam pembelajaran sastra.

c. Relevansi naskah ketoprak “Rembulan Wungu” karya Bondan Nusantara sebagai materi ajar pembelajaran drama sandiwara di sekolah menengah pertama (SMP)

Nilai pendidikan karakter yang cukup banyak dalam naskah ketoprak

“Rembulan Wungu” menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai alternatif bahan ajar pembelajaran apresiasi drama sandiwara di SMP. Hal tersebut diperkuat oleh wawancara yang dilakukan dengan Chafit Ulya bahwa naskah ketoprak memiliki banyak sekali nilai pendidikan karakter yang ada di dalamnya seperti belajar menjadi ksatria, belajar jujur pada diri sendiri, berani menyatakan kebenaran, berani membela dan mempertahankan kebenaran meskipun nyawa taruhannya, perasaan cinta, dan banyak lagi yang lainnya. Sangat banyak nilai pendidikan karakter yang dapat diambil dari naskah drama dan proses pertunjukan drama tersebut. Selaras dengan jurnal yang ditulis oleh Ucik Fuadhiyah (2013:

25) bahwa penelitian yang menggunakan objek naskah drama berbahasa Jawa perlu dilakukan untuk meningkatkan eksistensi dan mendekatkan

commit to user

drama berbahasa Jawa kepada generasi muda sehingga dalam hal ini dapat menyalurkan kebermanfaatan dan nilai-nilai positif yang banyak terkandung dalam naskah drama tradisional.

Naskah ketoprak “Rembulan Wungu” relevan sebagai materi pembelajaran bahasa Jawa di SMP. Naskah ketoprak ini penuh dengan nilai pendidikan karakter dan juga menjadikan siswa antusias belajar praktik drama sandiwara. Oleh karena itu naskah ketoprak ini relevan sebagai materi ajar SMP khususnya kelas IX semester II. Pada kurikulum 2013 yang mewajibkan nilai pendidikan karakter pada semua pembelajaran membuat naskah ketoprak “Rembulan Wungu” sesuai jika dijadikan materi ajar.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 56-64)

Dokumen terkait