• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

B. Religiositas

1. Pengertian Religiositas

Religiositas menurut Gazalba (dalam Ghufron, Risnawita, 2010) berasal dari kata religi dalam bahasa latin “religio” yang akar katanya adalah religure

yang berarti mengikat. Religiositas pada umumnya memiliki aturan dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Hal itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Pengertian lain religiositas yang dikemukakan oleh Hardjana (2005), yaitu perasaan dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali manusia dengan Allah karena manusia dapat mengenal serta mengalami kembali Allah, dan percaya kepada-Nya. Sementara itu Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Agung Semarang, Komisi Kataketik Keuskupan Agung Semarang, (2001) mendefinisikan religiositas sebagai kemampuan manusia untuk melihat kebaikan Allah dalam sesama sehingga menumbuhkan persaudaraan sejati, sikap saling mencintai, saling mengharapkan, cinta lingkungan dan lain-lain demi kesejahteraan bersama. Dalam kehidupan sehari-hari religiositas lebih mengarah pada sikap beragama seseorang seperti yang diungkapkan Tom Jacobs (dalam swastanti, 2007), religiositas merupakan iman personal yang diungkapkan dalam agama dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak pemaknaan religiositas oleh tokoh-tokoh di Indonesia, diantaranya dalam Pendidikan Religiositas oleh Komisi Kataketik Keuskupan Agung Semarang, setidaknya ada tiga tokoh yang menyampaikan pemahamannya tentang religiositas. Mgr. Ign. Suharyo, mengatakan bahwa religiositas adalah relasi manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri. Sementara itu Nurcholis Madjid seorang cendikiawan Muslim memaknai religiositas sebagai rasa dimensi

kedalaman tertentu yang menyentuh emosi dan jiwa manusia, atau kebermaknaan hidup. Tidak jauh berbeda YB. Mangun Wijaya menegaskan bahwa religiositas cenderung melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan lubuk hati, getaran hati nurani pribadi, serta sikap personal.

Religiositas sangat berhubungan dengan agama, sebab sumber dari agama adalah religiositas (Hardjana, 2005). Menurut Hardjana dari religiositas muncul agama yang memiliki empat unsur utama yaitu: dogma atau ajaran; ibadat atau kultus; moral atau etika; lembaga atau organisasi. Dalam praktek kehidupan sehari-hari agama sulit dilepaskan dari religiositas. Kepercayaan terhadap dogma agama, ritual keagamaan, dan prilaku keagamaan merupakan perwujudan dari religiositas.

Menurut Glock (dalam Paloutzian, 1996), ada lima aspek dalam religiositas, yaitu:

1. Religious Belief (Dimensi Ideologi / Keyakinan), aspek ini berkaitan dengan tingkatan sejauh mana seseorang meyakini ajaran agamanya serta mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Misalnya keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surga, para nabi, dan lain sebagainya.

2. Religious Practice(Dimensi ritual), aspek ini berkaitan dengan tingkatan sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban ritual agamanya, seperti mengikuti misa di gereja, puasa, shalat, dan lain-lain. 3. Religious Feeling (Dimensi Eksperensial / penghayatan), Aspek ini

perasaan atau pengalaman keagamaan. Misalnya mengalami perasaan dekat dengan Tuhan, tersentuh membaca ayat-ayat kitab suci.

4. Religious Knowledge (Dimensi Intelektual), aspek ini berkaitan sejauh mana orang mengetahui dan memahami ajaran agamanya terutama dalam kitab suci, hadist, Injil, dan lain sebagainya.

5. Religious Effect (Dimensi konsekuensial), aspek ini melihat sejauh mana prilaku seseorang di motivasi oleh ajaran agamaya dalam kehidupan sosial, yaitu hubungan dengan dunia dan sesama. Misalnya mendermakan harta, menjenguk orang sakit dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini religiositas didefinisikan sebagai suatu ikatan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama, lingkungan, dan dirinya sendiri yang diungkapkan dalam agama dan diwujudkan melalui keyakinan seseorang terhadap ideologi agamanya, melakukan ritual agamanya, menghayati dan mempunyai pengetahuan terhadap agamanya, serta prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiositas

Menurut Thouless (dalam azizah, tanpa tahun) ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan religiositas, yaitu:

1. Faktor sosial, meliputi semua pengaruh sosial diantaranya pendidikan dan pengajaran dari orang tua, tradisi-tradisi dan tekanan sosial. Hal ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap religius, yaitu pendidikan orang tua, tradisi-trasdisi sosial, tekanan lingkungan

sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati lingkungan.

2. Faktor pengalaman, diantaranya pengalaman-pengalaman yang membangun sikap religiositas seperti pengalaman konflik moral atau pengalaman emosional.

3. Faktor kebutuhan, diantaranya untuk memperoleh keamanan, cinta kasih, harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.

4. Faktor intelektual, diantaranya yang menyangkut proses pemikiran verbal terutama dalam pembentukan keyakinan-keyakinan agama. Tiap orang mempunyai religius berbeda karena proses pemikiran verbal yang berbeda-beda pula tiap orang.

3. Riset-Riset Terkait Religiositas

Bahr, Maughan, Marcos, dan Li (1998) melakukan penelitian tentang keluarga, religiositas, dan risiko penggunaan narkoba remaja. Penelitian ini dimulai sejak tahun 1994 menggunakan sampel 13.250 remaja di Amerika. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai religiositas yang tinggi cenderung untuk tidak menggunakan obat atau untuk memiliki teman dekat yang menggunakan narkoba. Penelitian ini juga menemukan bahwa remaja yang cenderung memiliki religiositas, ia mempunyai ikatan yang kuat juga dengan ibu. Selain itu ditemukan hubungan positif antara ikatan ayah-remaja dan tingkat religiositas, namun hubungan ini lebih lemah dibandingkan hubungan antara ikatan ibu-remaja dan religiositas.

Penelitian lain yang dilakukan Bahr dan Hoffman (2008) tentang religiositas, relasi teman sebaya, dan penggunaan obat-obatan terlarang pada remaja di Utah, Amerika Serikat menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Penelitian ini menemukan bahwa Remaja yang religius cenderung untuk tidak merokok, menggunakan alkohol, dan menggunakan ganja dibandingkan remaja yang tidak religius. Religiositas individu cenderung mampu mengurangi pengaruh penggunaan narkoba pada responden yang merokok, minum berat, dan menggunakan ganja tetapi tidak untuk pengguna obat terlarang lainnya. Penelitian ini juga menemukan remaja yang bersekolah di sekolah-sekolah yang religius kecil kemungkinannya untuk merokok dibandingkan remaja di sekolah-sekolah yang rendah religiositasnya.

Penelitian Longest & Vaisey (2008) pada tahun 2002 hingga 2005 memperkuat penemuan sebelumnya tentang kaitan religiositas dengan narkoba pada remaja. Pada penelitian yang melibatkan 3.290 remaja usia 13-17 tahun di Amerika Serikat ditemukan bahwa remaja yang mempunyai religiositas dengan mengidentifikasi sebagai seorang pengikut agama, kecil kemungkinannya menggunakan ganja dibandingkan mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai remaja yang tidak religius. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa remaja yang memahami arti penting agama, kecil kemungkinan terpengaruh penggunaan ganja atau mariyuana.

Sementara itu Ji dan Boyatt (2007) melakukan penelitian mengenai agama dan sekolah paroki, pada lima sekolah di California Selatan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa orang tua yang religius tertarik untuk

menyekolahkan anaknya pada sekolah Katolik di paroki agar anaknya mendapatkan doktrin yang kuat dan praktik keagamaan yang teratur. Para orang tua ini memilih sekolah-sekolah tersebut agar anak-anak mereka selain memperoleh keunggulan akademik juga mendapatkan pendidikan agama. Selain itu para orang tua berpendapat bahwa sekolah-sekolah Katolik cenderung sebagai sekolah yang aman dan bebas narkoba.

Penelitian tentang prilaku moral dan religiositas siswa berlatar belakang pendidikan umum dan agama di lakukan oleh Azizah pada tahun 2005. Pada penelitian ini ia melibatkan 146 anak SMP kelas VIII yang terbagi atas 76 anak dari sekolah umum dan 70 anak dari Sekolah Islam (MTsN). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan prilaku moral yang signifikan antara siswa berlatar belakang pendidikan umum dengan siswa yang berlatar belakang pendidikan agama, yaitu siswa yang berlatar belakang pendidikan umum lebih tinggi dibandingkan siswa yang belatar belakang pendidikan agama. Disamping itu hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan religiositas antara siswa yang berlatar belakang pendidikan umum dengan siswa yang belatar belakang pendidikan agama.

C. Jenis Sekolah

Dokumen terkait