• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolsecre yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah tersebut memiliki arti yang cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999). Menurut Santrock (1998) masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah masa remaja sebagai periode penting, periode peralihan, periode perubahan, masa remaja juga

sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa mencari identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa.

WHO (dalam Sarwono, 2000) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa :

1. Individu berkembang dan saat pertama kali menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, berada dalam tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai

18, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1999). Havighurst (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengemukakan 9 (Sembilan) tugas perkembangan pada tahap remaja, yaitu:

1. Menerima perubahan fisik dan menerima peran secara maskulin dan feminim.

2. Membentuk hubungan sebaya dengan laki-laki atau perempuan. 3. Mencapai kebebasan secara emosional dari orang tua.

4. Mulai mempersiapkan diri untuk kebebasan secara ekonomi dari orang tua.

5. Menyeleksi dan mempersiapkan diri dengan sebuah pekerjaan. 6. Membangun kemampuan social dengan serta kompetensi. 7. Memiliki keinginan untuk bertanggung jawab secara sosial. 8. Mempersiapkan diri akan pernikahan dan kehidupan keluarga. 9. Membangun kesadaran yang harmonis dengan lingkungan.

D. Hubungan antara penyesalan pasca pembelian dan unplanned purchase pada remaja

Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen & Zao, 2008) proses pasca pembelian merupakan hal yang fundamental untuk mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil. Evaluasi ini dilakukan sebagai bentuk pembelajaran yang dilakukan individu ketika akan melakukan proses pembelian di masa yang akan datang. Ketika evaluasi yang dilakukan

menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan, akan muncul penyesalan atau disebut dengan penyesalan pasca pembelian.

Tidak semua keputusan yang diambil oleh individu dirasa benar dan dapat menyebabkan perasaan menyesal (penyesalan) pada individu. Di saat individu menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan produk yang mereka beli, hal tersebut juga dapat mengarah pada terjadinya penyesalan (penyesalan) (Nasiry & Popescu, 2009).

Menurut komponen-komponen dari penyesalan pasca pembelian, individu dapat merasakan penyesalan terhadap hasil dari keputusan yang diambil atau dapat juga disebabkan oleh proses pembelian. Penyesalan terhadap proses yang dilalui oleh seorang individu dapat disebabkan karena individu tersebut merasa tidak puas dengan proses yang sudah dilaluinya dalam mengambil keputusan (Lee & Cotte,2009). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh individu tersebut disaat melakukan perilaku pembelian. Sebab, semakin banyak informasi yang diterima, lebih besar kemungkinan penyesalan dapat dicegah (Zeelenberg and Beattie, 1997).

Kurangnya informasi ini dapat berupa informasi terhadap lingkungan tempat individu tersebut berbelanja. Kurangnya informasi terhadap lingkungan toko, membuat seseorang dapat melalukan unplanned purchase (unplanned purchase). Menurut Park, Iyer & Smith (dalam Bell, Corsten, & Knox, 2011) hal ini dikarenakan individu menjadi mudah untuk dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang ada di dalam toko atau

tempat perbelanjaan. Namun unplanned purchase dapat saja berdampak negatif, misalnya individu menjadi membeli makanan yang tidak sehat atau mengeluarkan biaya berlebihan (Inman, Winer, & Ferarro, 2009). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil negatif yang ditimbulkan oleh unplanned purchase dapat saja menimbulkan perasaan penyesalan pada individu.

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif sangatlah dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar seperti membeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya. Selain itu, ketika mereka membutuhkan sesuatu mereka umumnya tidak melakukan survey terlebih dahulu. Alasan mereka adalah agar mereka tidak terlalu lama dalam memilih barang yang cocok dan sesuai dengan pilihan dan selera mereka (Handayani, 2003)

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa remaja umumnya tidak mengumpulkan informasi terlebih dahu sebelum membeli sebuah produk, agar tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu remaja juga sering membeli produk yang tidak mereka butuhkan sehingga dapat menimbulkan penyesalan.

4. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan oleh peneliti adalah “terdapat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja”

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bab ini yaitu identifikai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan identifikasi variabel-variabel yang ada pada penelitian ini. Dalam penelitian ini variabel yang terlibat adalah:

1. Variabel Bebas (independent variable) : unplanned purchase

2. Variabel Tergantung (dependent variable) : penyesalan pasca pembelian

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Penyesalan pasca pembelian

Penyesalan pasca pembelian adalah perasaan penyesalan yang dirasakan seseorang sebagai hasil dari evaluasi yang dilakukannya terhadap hasil dari

perilaku pembelian yang telah dilakukan sebelumnya, baik evaluasi terhadap produk ataupun proses yang telah dilaluinya.

Penyesalan pasca pembelian akan diukur dengan menggunakan skala Penyesalan pasca pembelian berdasarkan komponen-komponen penyesalan pasca pembelianyang dikemukakan oleh Lee & Cotte (2009), yaitu :

1. Disebabkan oleh alternative lain (Regret due to Foregone Alternatives) 2. Disebabkan oleh perubahan signifikan yang terjadi (Regret due to a

Change in Significance)

3. Disebabkan oleh kurangnya pertimbangan (Regret Due to Under- Consideration)

4. Disebabkan oleh pertimbangan yang berlebihan (Regret Due to Over- Consideration)

Skor skala Penyesalan pasca pembelian menunjukkan kecenderungan penyesalan pasca pembelian yang dirasakan oleh seseorang setelah melakukan perilaku pembelian. Skor Penyesalan pasca pembelian yang tinggi mengidentifikasikan sesorang mengalami penyesalan pasca pembelian yang tinggi. Sedangkan skor rendah mengindentifikasikan bahwa individu mengalami penyesalan pasca pembelian yang rendah.

2. Unplanned purchase

Unplanned purchase adalah suatu pembelian yang dilakukan oleh seorang individu namun keputusan pembelian tidak direncanakan sebelumnya dan

keputusan pembelian tersebut dilakukan di tempat perbelanjaan saat melakukan perilaku berbelanja.

Unplanned purchase diukur dengan menggunakan skala Unplanned purchase yang disusun berdasarkan dimensi dari Unplanned purchase yang dikemukakan oleh Coley (2002), yaitu:

1. Afektif 2. Kognitif

Skor dari skala Unplanned purchase menunjukkan kecenderungan seseorang melakukan unplanned purchase. Skor Unplanned purchase yang tinggi mengidentifikasikan seseorang sering melakukan Pembelian tidak terencana. Skor rendah mengidentifikasikan bahwa seseorang jarang melakukan pembelian tidak terencana

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki (Hadi, 2000). Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk atau individu yang jumlahnya kurang dari populasi (Hadi, 2000). Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki karakteristik sesuai dengan populasi.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Adapun pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik non probability sampling secara incidental, yaitu setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kesediaan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Remaja berusia 18-21 tahun (Monks, 2006) yang sedang berkuliah di Fakultas PsikologiUniversitas Sumatera Utara

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian 80 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat- sifat populasinya.

Dokumen terkait