• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA UNPLANNED PURCHASE DAN

PENYESALAN PASCA PEMBELIAN PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

CUT MELIZA A.

071301103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2010/2011

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 01 Februari 2012

Cut Meliza A.

NIM 071301103

Hubungan Antara Unplanned Purchase Dengan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

(3)

Masa remaja merupakan kelompok usia yang sangat konsumtif. Hal ini dikarenakan remaja dapat dengan mudah untuk dipengaruhi dan sering melakukan pembelian meskipun tidak membutuhkannya. Setelah membeli suatu produk, seseorang dapat saja merasakan penyesalan. Penyesalan timbul dikarenakan seseorang merasa produk lain dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada produk yang telah dibeli. Kurangnya informasi ketika melakukan kegiatan berbelanja serta terjadinya ketidakkonsistenan dari apa yang telah direncanakan dengan perilaku yang benar-benar dilakukan merupakan salah satu penyebab munculnya penyesalan. Kedua hal tersebut terjadi ketika seseorang melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase). Proses pengambilan keputusan yang terjadi tanpa melakukan perencanaan terlebih dahulu menyebabkan konsumen tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi mengenai produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja. Subjek penelitian adalah 80 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala penyesalan pasca pembelian dan juga skala unplanned purchase. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja.

Kata kunci : penyesalan pasca pembelian, unplanned purchase, remaja

Correlation Between Unplanned Purchase With Post-Purchase Regrets

In Adolescents

Cut Meliza A. and Zulkarnain

ABSTRACT

(4)

when anyone doing any unplanned purchase. Decision making process that happens without any plan causing consuments don’t have time to collect any information about the product. This research was aiming to determine correlation between unplanned purchase with post-purchase regrets in adolescents. Subjects in this research were 80 students of Faculty of Psychology of University of Sumatera Utara. Sampling technique that used in this research was incidental sampling. Datas were collected using post-purchasedregrets scale and unplanned purchase scale. Data was Analyzed using Pearson correlation and showed That was a correlation between unplanned purchase and post-purchased regrets in adolescents.

Keywords : post-purchasedregrets, unplannedpurchase, adolescents.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta ucapan terima kasih tiada henti dipanjatkan kepada

Allah SWT atas segala rahmat serta karunia yg diberikan kepada peneliti. Telah memberikan kesehatan, waktu dan juga kesempatan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

(5)

sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya, ayah saya, H. T. Bustami Usman, SE dan juga ibu

saya Hj. Cut Asnawati yang telah membesarkan, mendidik, merawat saya tanpa pernah merasa lelah dari saya kecil sampai saya sebesar ini. Terima kasih atas segala do’a, kasih sayang, motivasi, serta segala bentuk

dukungan baik moril dan imateril. Tiada kata yang dapat melukiskan rasa terima kasih yang sangat dalam kepada mereka.

2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah

sepenuh hati, sabar dan iklas membimbing, mendorong, memberikan saran, perhatian, bantuan serta dukungan sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi saya ini. Terima kasih banyak atas segala kesabaran serta motivasi. Bantuan bapak sangatlah besar artinya, bagi saya bapak merupakan dosen pembimbing terbaik. Sekali lagi terima kasih, Pak.

4. Kak Siti Zahreni, M.si, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih nasehat dan juga tuntunan yang telah diberikan selama menempuh kuliah.

Semua pesan akan selalu saya ingat agar dapat menjadi orang yang lebih baik.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan

(6)

6. Kepada keluarga saya. Abang, kakak dan juga adik saya atas segala bentu

dukungan serta perhatian yang telah diberikan selama ini. Yang selalu menemani saya ketika bergadang. Buat dua orang sepupu kecil saya, Dava

dan Davis yang selalu bisa menghibur dengan semua kebandelannya. 7. Kepada Amanda dan Ikbal Sutan, sahabat terbaik yang pernah saya punya.

My super bestfriend. Thank you for everything. Everything, like “everything”. Tempat saya selalu berbagi suka dan duka, kegalauan, kelabilan, terima kasih untuk segala bala bantuan yang selalu diberikan

tanpa pernah meminta balasan, motivasi, dukungan, tawa, dan banyak hal lain yang sampai tidak bisa disebutkan. Segala bentuk kesabaran, candaan, ”cerewetan”, joke, kasih sayang yang selalu diberikan tanpa pernah mengeluh dan merasa bosan untuk selalu ada di samping saya. Makasih udah selalu sabar meladeni kemanjaan dan kelebayan ku. I am nothing without you, guys. Ayo kita ke Bali!

8. Syafiq Anshori M. Solin. My one and only. Dengan segala bentuk dukungan dan kasih sayang yang tidak ada habisnya. Pengertian, rasa

cinta, kesabaran yang tidak bisa digantikan. Tidak ada yang bisa menggambarkan rasa syukur yang dirasakan atas segala bentuk cinta yang

selalu diberikan. I love you.

9. Kepada Devi Pratami, yang selalu membantu dalam setiap bentuk pengerjaan skripsi ini, mendengarkan curhatan, memberikan masukan,

(7)

download-an filmnya. Selalu mengingatkan dan menemani setiap harinya.

Teman senasib selama pengerjaan skripsi. Bermalas-malasan bersama sampai merasa ketakutan bersama. Makasih yaa mbak dev, ditunggu kue

nya. Selesai juga skripsi ini, Dev!

10.Tira Filzah, Princen, Dannish Cahaya. Untuk segala bentuk bantuan yang selalu diberikan selama 4 tahun bersama. Walaupun sekarang udah jarang

ketemu, tapi semua bantuan dan dukungan tidak akan pernah saya lupakan.

11.Kepada teman-teman sepenanggungan dan seperjuangan. Yossy, bakalan kangen sama si ibu cerewet ini, kangen outbond sama-sama, kangen ngegosip, kangen becanda-becanda. Nanti kita harus jalan-jalan lagi ya

sama Rully. Liza, Ririn, Dania, yang sudah membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini, mengajari saya ketika saya kebingungan, teman

ketawa ketiwi, makasih buat dukungannya yaa. Solvia, Inge dan juga yang lainnya. Nggak terasa udah mau selesai kita. Terima kasih buat semua bantuan serta dukungan yang diberikan.

12.Buat kak Vivi Sagita, teman berdiskusi dari mulai seminar, terima kasih kak buat semua bantuannya selama ini. Buat Lila dan Karin, teman

seminarku. Terima kasih untuk semua dukungan dan bantuannya. Untuk megi, teman kebingungan ketika mengurusi skripsi disaat-saat terakhir. 13.Untuk seluruh mahasiswa angkatan 2007, yang telah berjuang menjalani

(8)

14.Untuk semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini,

semua yang telah memberikan dukungan, doa serta motivasi. Terima kasih. Maaf apabila tidak dapat menyebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Februari 2012

B. Perumusan Masalah. ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

(9)

A. Penyesalan pasca pembelian ... 3. Penyesalan pasca pembelian...

... 13 4. Komponen Penyesalan pasca pembelian ...

... 14

1. Faktor Unplanned purchase ... ... 19 2. Faktor in-store decision making ...

... 21 3. Dimensi Unplanned purchase ...

... 25 C. Remaja ...

27

B. Hubungan post purchase regret dan unplanned purchase .. 29

D. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 34

1. Populasi dan Sampel ... ... 34 2. Metode Pengambilan Sampel ...

... 35 3. Jumlah Sampel Penelitian ...

... 36 D. Metode Pengumpulan Data ...

36

(10)

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Daya Beda Item ... 40

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 41

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 42

G. Prosedur Penelitian ... 45

1. Persiapan Penelitian ... 45

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel Blue printskala penyesalan pasca pembelian

sebelum uji coba ... 38

Tabel 2 Blue printskala unplanned purchase sebelum uji coba... 39

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian ...

42

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala penyesalan pasca pembelian ... 43

Tabel 5 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala unplanned

purchase ... 44

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala unplannedpurchase... 45

Tabel 7 Gambaran subjek penelitian berdasarkan

jenis kelamin ... 49

Tabel 8 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... 50

(12)

Tabel 10 Hasil uji linearitas ... 52

Tabel 11 Hasil korelasi pearson product moment ... 53

Tabel 12 Deskripsi data penelitian penyesalan pasca pembelian ... 54

Tabel 13 Kategorisasi penyesalan pasca pembelian ... 55

Tabel 14 Deskripsi data penelitian unplanned purchase ... 56

Tabel 15 Kategorisasi unplanned purchase ... 58

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(13)

Masa remaja merupakan kelompok usia yang sangat konsumtif. Hal ini dikarenakan remaja dapat dengan mudah untuk dipengaruhi dan sering melakukan pembelian meskipun tidak membutuhkannya. Setelah membeli suatu produk, seseorang dapat saja merasakan penyesalan. Penyesalan timbul dikarenakan seseorang merasa produk lain dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada produk yang telah dibeli. Kurangnya informasi ketika melakukan kegiatan berbelanja serta terjadinya ketidakkonsistenan dari apa yang telah direncanakan dengan perilaku yang benar-benar dilakukan merupakan salah satu penyebab munculnya penyesalan. Kedua hal tersebut terjadi ketika seseorang melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase). Proses pengambilan keputusan yang terjadi tanpa melakukan perencanaan terlebih dahulu menyebabkan konsumen tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi mengenai produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja. Subjek penelitian adalah 80 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala penyesalan pasca pembelian dan juga skala unplanned purchase. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja.

Kata kunci : penyesalan pasca pembelian, unplanned purchase, remaja

Correlation Between Unplanned Purchase With Post-Purchase Regrets

In Adolescents

Cut Meliza A. and Zulkarnain

ABSTRACT

(14)

when anyone doing any unplanned purchase. Decision making process that happens without any plan causing consuments don’t have time to collect any information about the product. This research was aiming to determine correlation between unplanned purchase with post-purchase regrets in adolescents. Subjects in this research were 80 students of Faculty of Psychology of University of Sumatera Utara. Sampling technique that used in this research was incidental sampling. Datas were collected using post-purchasedregrets scale and unplanned purchase scale. Data was Analyzed using Pearson correlation and showed That was a correlation between unplanned purchase and post-purchased regrets in adolescents.

Keywords : post-purchasedregrets, unplannedpurchase, adolescents.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta ucapan terima kasih tiada henti dipanjatkan kepada

Allah SWT atas segala rahmat serta karunia yg diberikan kepada peneliti. Telah memberikan kesehatan, waktu dan juga kesempatan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

(15)

Tabel 10 Hasil uji linearitas ... 52

Tabel 11 Hasil korelasi pearson product moment ... 53

Tabel 12 Deskripsi data penelitian penyesalan pasca pembelian ... 54

Tabel 13 Kategorisasi penyesalan pasca pembelian ... 55

Tabel 14 Deskripsi data penelitian unplanned purchase ... 56

Tabel 15 Kategorisasi unplanned purchase ... 58

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(16)

(Sumartono, 2002). Jatman (dalam Lina dan Rosyid, 1997) menyatakan

bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme, sehingga tidaklah aneh jika remaja menjadi

sasaran berbagai produk perusahaan.

Segut (2008) menyatakan kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Sebab pola konsumsi terbentuk pada masa ini.

Perilaku konsumtif pada remaja juga didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti oleh remaja (Segut, 2008). Terbentuknya perilaku konsumtif ini akan mengarah pada meningkatnya pembelian yang dilakukan oleh remaja.

Membeli sesuatu barang merupakan sebuah hal yang dilakukan

hampir oleh setiap individu. Keputusan seseorang untuk membeli suatu barang melalui 5 tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian

informasi, mengevaluasi alternatif yang ada, mengambil keputusan untuk membeli suatu barang dan yang terakhir perilaku sesudah melakukan pembelian (post purchase behaviour) (Kotler,1996). Proses ini dimulai saat pembeli mengenali suatu kebutuhan yang dapat disebabkan oleh stimulus external maupun internal. Penelitian mengenai konsumen

biasanya fokus pada 2 pertanyaan utama, yaitu bagaimana konsumen mengambil keputusan (descriptive theories) dan bagaimana sebuah keputusan dibuat (normative theories) (Edwards and Fasolo 2001).

(17)

puas muncul ketika hasil yang didapat tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan. Sedangkan penyesalanmuncul ketika keputusan yang diambil ternyata salah. Sering kali, individu membuat keputusan membeli saat

mereka tidak mengetahui anggaran mereka terhadap suatu barang atau jasa. Keputusan pembelian dapat mengarah pada penyesalan ketika pembeli menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan barang tersebut

(Nasiry & Popescu, 2009).

Menurut Zeelenberg, van Dijk, Manstead & Van der Pligt (dalam

Chase, Camille & Michael, 2010) ketidakpuasan dan penyesalan merupakan hasil dari pemikiran counterfactual. Pemikiran counterfactual adalah pemikiran mengenai hal yang dapat saja terjadi (Byrne, 2002).

Ketika seseorang mengevaluasi hasil yang mereka rasakan saat membeli suatu barang, mereka membandingkan dengan hasil yang akan mereka

terima apabila memilih barang yang berbeda (Taylor, 1997). Perbandingan counterfactual ini dapat menghasilkan emosi positif maupun negatif.

Menurut Jokisaari (dalam Zeelenberg & Pieters, 2007) penyesalan

dianggap sebagai hal yang tidak menyenangkan. Pengalaman penyesalan dapat secara negatif mempengaruhi kesejahteraan individu dan

menyebabkan perenungan. Penyesalan adalah emosi negatif yang merupakan hasil dari perbandingan antara pengalaman yang nyata dan pengalaman counterfactual (Su, Chen, & Zhao, 2008).

(18)

kepuasan dan penyesalan. Penyesalan menyangkut perbandingan dari

atribut yang dibandingkan dengan alternatif yang ada. Penyesalan merupakan bentuk emosi yang dirasakan oleh seseorang disaat mereka

mulai menyadari bahwa situasi yang mereka rasakan pada saat itu dapat saja menjadi lebih baik apabila mereka mengambil keputusan yang berbeda (Zeelenberg and Pieters, 2004).

Menurut Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) juga menyatakan bahwa penyesalan merupakan bentuk emosi kognitif aversif

yang memotivasi orang untuk menghindarinya, menekannya, dan mengaturnya saat emosi tersebut mereka rasakan. Penyesalan juga merupakan emosi yang muncul berulang-ulang kali, muncul saat hasil

yang didapat dari satu keputusan dibandingkan dengan hasil yang dipertimbangkan pada awalnya, namun tidak menjadi keputusan akhir

(Inman, Dyer, & Jia, 1997). Penyesalan dialami ketika individu merasakan atau menyadari bahwa hasil dari pilihan yang ditolak dapat saja menghasilkan hasil yang lebih baik (Zeelenberg, 1999).

Penyesalantidak lagi hanya dianggap sebagai respon emosional terhadap hasil dari keputusan yang salah namun dianggap sebagai dorongan yang

dapat memotivasi dan membentuk perilaku pengambilan keputusan oleh seorang konsumen (Zeelenberg and Pieters, 2007). Menurut Connolly and Zeelenberg (2002), penyesalan individual disebabkan oleh evaluasi dari

(19)

Connoly dan Zeelenberg (2002) juga menyatakan Decision Justification Theory (DJT) sebagai cara untuk lebih memahami mengenai proses penyesalan. Berdasarkan DJT, perasaan menyesal berasal dari kombinasi

antara evaluasi mengenai hasil juga perasaan telah mengambil pilihan yang salah. Decision Justification Theory menyatakan bahwa individu dapat merasakan penyesalan yang disebabkan oleh a) evaluasi terhadap

hasil yang didapat dan b) evaluasi terhadap proses (Connolly and Zeelenberg 2002).

Penyesalan yang dirasakan oleh seseorang, dapat muncul oleh hasil yang di dapat setelah melakukan pembelian, atau dapat pula disebabkan oleh proses yang mereka lalui dalam mengambil keputusan pembelian. Sebuah

penelitian mengatakan bahwa kebebasan terhadap hasil, kualitas dari proses keputusan, dapat juga menjadi hal yang disesali (Connolly and

Zeelenberg 2002).

Penyesalan menyebabkan individu merasakan ketidaksesuaian yang dirasakan antara bentuk aksi yang diharapkan (bagaimana mereka

berencana untuk membuat keputusan) dan bentuk aksi yang diambil (bagaimana mereka membuat keputusan pada akhirnya) (Lee & Cotte,

2009). Seseorang biasanya termotivasi untuk melakukan hal yang sudah mereka rencanakan. Namun, meskipun perilaku telah direncanakan dan tujuan telah ditetapkan dengan jelas, tidak semua rencana dapat berjalan

(20)

Hal ini mengarah kepada terjadinya perilaku unplanned purchase atau pembelian tidak terencana. Unplanned purchase dapat didefinisikan sebagai pembelian yang dibuat pada saat berada di retail outlet yang berbeda dengan apa yang direncanakan oleh konsumen saat memasuki toko tersebut. Bucklin and Lattin (dalam Bell, Corsten & Knox, 2011) mendefinisikan unplanned purchase sebagai keputusan yang tidak secara spesifik direncanakan sebelum melakukan kegiatan berbelanja.

Seorang individu melakukan unplanned purchase dengan mengevaluasi biaya dan keuntungan. Secara spesifik, individu yang melakukan unplanned purchase memutuskan untuk mengambil keuntungan untuk membeli pada saat itu juga dibandingkan melepaskannya dan melakukan

pembelian ketika melakukan perjalanan di waktu lain (Bell, Corsten & Knox, 2011). Youn (2000) menyatakan bahwa ada tiga kriteria yang

berhubungan dengan unplanned purchase, yaitu (1) respon terhadap stimulus didalam toko, (2) tidak ada pengenalan masalah sebelumnya dan (3) cepatnya pengambilan keputusan.

(21)

In-store decision terjadi dikarenakan stimulus yang dijumpai saat perjalanan menuntun individu untuk percaya atau berfikir bahwa mereka memerlukan kategori produk tersebut. Stimulus yang ada lalu akan

memunculkan isyarat pengenalan, membantu individu memanggil ingatan bahwa mereka membutuhkan produk tersebut. Stimulus juga akan memicu reaksi afektif. Reaksi afektif yang positif terhadap stimulus yang ada di

toko yang lalu akan meningkatkan kemungkinan terjadinya unplanned purchase (Inman, Winer, & Ferarro, 2009).

Meskipun unplanned purchase disebabkan oleh stimulus yang ada di toko, namun unplanned purchase juga disebabkan oleh kondisi yang terjadi sebelum individu masuk kedalam toko. Beatty and Ferrell (dalam Bell,

Corsten, Knox, 2011) berfokus pada perbedaan individual dan menemukan bahwa sifat untuk cenderung berperilaku impulsif merupakan pemicu yang

signifikan dari perilaku unplanned purchase. Inman, Winer & Ferraro (2009) memprediksi dan menemukan bahwa karakteristik kategori tertentu, seperti hedonistis dan aktivitas individu di dalam toko, seperti

jumlah lorong yang ada di toko, dapat meningkatkan unplanned purchase. Menurut Bellenger, Robertson & Hirschman (dalam Baun & Klein, 2003)

(22)

Bagaimanapun, unplanned purchase dapat saja menghasilkan hasil yang negatif (misalnya, membeli makanan yang tidak sehat, pengeluaran yang berlebihan), jadi beberapa individu memiliki batasan dalam melakukan

pembelian unplanned purchase. Dalam beberapa situasi, individu berusaha untuk membatasi dampak dari lingkungan toko dalam keputusan pembelian (Inman, Winer, & Ferarro, 2009).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara unplanned purchase dan penyesalan pasca pembelian.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang Psikologi Industri dan

(23)

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi individu yang sering melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase) mengenai hubungannya dengan penyesalan pasca pembelian sehingga individu dapat mengontrol perilaku unplanned purchase (pembelian tidak terencana).

b. Bagi individu yang melakukan unplanned purchase (pembelian tidak terencana) untuk mengetahui dampak negatif yang dapat

terjadi.

c. Bagi peneliti lain dapat dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan pokok permasalahan yang sama serta

sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat dalam penelitian ini adalah

(24)

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, rancangan

penelitian, alat ukur atau instrumen yang digunakan, uji coba alat ukur dan reliabilitas, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data dan juga berisi pembahasan mengenai

mengapa hipotesa penelitian diterima atau ditolak. BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesalan pasca pembelian 1. Pasca pembelian

Perilaku pasca pembelianmerupakan reaksi yang ditampilkan oleh individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak

suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka tercapai atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses

pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009).

Perilaku pasca pembelian adalah perasaan yang individu rasakan

setelah menggunakan suatu produk, puas atau tidak puas. Menurut Strydom (2000), setelah melakukan pembelian suatu produk, individu akan merasa puas atau tidak puas. Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen

& Zao, 2008) proses pasca pembelian sangat fundamental dalam mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil dan sebagai latar

belakang pengetahuan untuk pembelian yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

Menurut Parasuraman (dalam Lin, 2008) pasca pembelian adalah

(26)

barang dari merek yang berbeda); (2) devosi atau kesetiaan (individu mau

untuk membeli meskipun harganya bertambah mahal atau produk tersebut lebih mahal dibandingkan produk dari merek yang berbeda); (3) respon

eksternal (keluhan yang dilakukan individu, respon mereka kepada teman, laporan kepada pihak yang bersankutan); (4) respon internal (respon individu terhadap pekerja atau supervisor ketika menghadapi masalah yg

sulit untuk diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas maka pasca pembelian adalah reaksi

atau perasaan yang dirasakan oleh seorang individu setelah melakukan proses pembelian. Berdasarkan reaksi dan perasaan yang dirasakan seorang individu tersebut, dapat dilihat apakah seorang individu merasa

puas atau tidak. 2. Penyesalan

Zeelenberg, Beattie, van der Pligt & de Vries (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2006) mendefinisikan penyesalan sebagai hal yang negatif, emosi yang berdasarkan kognitif yang dirasakan saat menyadari atau

membayangkan situasi yang sekarang dapat saja lebih baik jika kita mengambil keputusan yang berbeda. Penyesalan adalah emosi yang

dirasakan individu saat mereka mulai menyadari bahwa situasi mereka pada saat itu dapat lebih baik apabila mengambil keputusan yang berbeda (Zeelenberg and Pieters, 2004).

(27)

perasaan yang tidak menyenangkan, beberapa menyalahkan diri sendiri

terhadap apa yang telah terjadi dan adanya keinginan yang besar untuk merubah situasi yang ada (Zeelenberg and Pieters, 2007). Definisi ini

menyiratkan bahwa penyesalan dibandingkan dengan bentuk emosi lainnya seperti kecewa atau takut, yang dapat dirasakan pada konteks yang berbeda, hanya keputusan yang berhubungan dengan emosi yang

dirasakan pada saat proses perbandingan (Zeelenberg and Pieters, 2007). Landman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2006) mendefinisikan

penyesalan sebagai banyak atau tidaknya keadaan emosional dan kognitif dari perasaan menyesal atas kesialan, batasan, kehilangan, pelanggaran, cela, atau kesalahan. Ini merupakan pengalaman dari emosi yang

dirasakan, dapat saja berkisar dari hal yang sukarela sampai hal yang tidak terkontrol dan kecelakaan, yang sebenarnya dapat saja merupakan

tindakan yang dikerjakan atau merupakan hal mental yang dilakukan oleh satu orang atau oleh orang lain atau grup; penyesalan dapat saja merupakan kesalahan moral atau legal atau hal yang netral secara moral

dan legal.

Dibandingkan dengan perasaan ketidakpuasan, penyesalan adalah

respon kognitif yang rasional dan negatif yang disebabkan karena membandingkan hasil yang ada dengan yang lebih baik yang terlewatkan oleh pengambil keputusan. Cooke, Meyvis & Schwartz (dalam Hung, Ku,

(28)

menunda pembelian kembali setelah menerima informasi pasca pembelian

yang dapat saja menyebabkan penyesalan di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas maka penyesalan adalah suatu perasaan

atau emosi yang dirasakan oleh seseorang setelah membayangkan bahwa seorang individudapat saja mendapatkan hasil yang lebih baik daripada hasil yang mereka dapatkan.

3. Penyesalan pasca pembelian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah melakukan

proses pembelian, individu akan melakukan evaluasi atas proses pembelian yang telah dilakukan. Menurut Tsiros and Mittal (dalam Lee & Cotte, 2009) ketika individu merasa bahwa hasil yang diperoleh dapat saja

menghasilkan hasil yang lebih baik apabila individu memilih pilihan yang berbeda, dapat dikatakan individu tersebut mengalami penyesalan.

Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) menyatakan penyesalan yang dirasakan oleh seorang individu dapat saja terhadap hasil dan juga terhadap proses yang telah dilalui dalam proses pembelian.

Post-purchase outcome penyesalan adalah perbandingan dari penilaian terhadap hasil dari produk yang telah dibeli dengan produk yang

dapat saja dibeli. Sedangkan post-purchase process penyesalan muncul ketika individu membandingkan proses keputusan yang buruk dengan alternative proses keputusan yang lebih baik (Lee & Cotte, 2009).

(29)

individu terhadap hasil yang diperoleh setelah membeli suatu produk.

Perasaan penyesalan ini dapat dirasakan terhadap hasil yang didapat maupun terhadap proses yang telah dilalui. Penyesalan pasca pembelian

muncul ketika individu merasa bahwa alternatif lain yang tersedia dapat saja memberikan hasil yang lebih baik.

4. Komponen Penyesalan pasca pembelian

Terdapat dua komponen dari penyesalan pasca pembelian. Kedua

dimensi tersebut bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen lagi didalamnya. Sehingga komponen penyesalan pasca pembelian tersebut secara keseluruhan memiliki empat komponen (Lee &

Cotte, 2009).

a) Outcome regret

1. Regret due to Foregone Alternatives

Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh alternatif lain

(Foregone Alternatives), mereka merasa penyesalan karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Ini merupakan pengertian

paling klasik mengenai penyesalan pasca pembelian. Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh individu tersebut, individu

(30)

menyatakan penyesalan berhubungan dengan pilihan dan hal yang pasti

dari pilihan adalah adanya kemungkinan lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah dipilih. Individu merasakan

penyesalan jika hasil dari alternatif yang lain yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.

2. Regret due to a Change in Significance

Regretdue to a Change in Significance disebabkan oleh persepsi individu terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari saat melakukan pembelian sampai pada titik tertentu setelah melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam

penggunaannya. Individu cenderung untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi konsekuensi

yang diharapkan. Level ketika produk memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli (Lee & Cotte, 2009).

b) Process regret

1. Regret Due to Under-Consideration

Ketika seorang individu merasakan regret due to under-consideration, individu tersebut meragukan proses yang mengarahkan mereka untuk

(31)

individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk

menerapkan proses keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua, individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa bahwa mereka

kurang memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).

2. Regret Due to Over-Consideration

Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki, terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal

itulah yang disebut dengan regretdue to over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang terlalu banyak melakukan pertimbangan

dalam proses keputusan, mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee &

Cotte, 2009).

5. Tipe-tipe Penyesalan

Menurut Osei (2009), ada dua tipe penyesalan yang dapat dialami oleh individu, yaitu retrospective dan prospectiveregret.

1. Retrospectiveregret

(32)

ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun menghasilkan hasil

yang baik (Zeelenberg and Pieters, 2007).

2. Prospectiveregret

Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated penyesalan. Anticipatedregret merupakan emosi yang sangat dipengaruhi oleh kognitif yang terkadang juga disebut sebagai “virtual emotion” atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya sebuah prediksi (Frijda,

2004).

Berdasarkan tipe penyesalan yang dijelaskan diatas, dapat dilihat bahwa penyesalan memiliki aspek pandangan kedepan dan juga

pandangan kebelakang. Penyesalanterhadap keputusan yang telah diambil yang dianggap unfavorable, namun juga terdapat penyesalan untuk mengantisipasi hasil dimasa akan datang dan dapat membentuk dan membimbing perilaku individu.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesalan

Ada beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi

penyesalan yang dirasakan oleh seseorang (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005):

(33)

Gilovich and Medvec (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) menyatakan

seseorang akan lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan.

2. Gender

Menurut Landman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) gender merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi decision penyesalan. Laki-laki dilaporkan memiliki kecenderungan lebih merasakan penyesalan dibandingkan dengan perempuan.

3. Kepribadian

Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) menyatakan kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang

menyebabkan seseorang merasakan penyesalan.

B. Unplanned Purchase

Bucklin and Lattin (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menyatakan unplanned purchase adalah suatu pembelian yang tidak secara spesifik direncanakan sebelum berbelanja. Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007), mendefinisikan unplanned purchase adalah suatu tindakan pembelian yang dilakukan di retail outlet yang berbeda dari yang telah direncanakan individu sebelumnya ketika memasuki retail outlet. Park, Iyer, dan Smith (dalam Bell, Corsten, & Knox, 2011) menyatakan bahwa

(34)

Setiap produk yang dibeli seseorang dapat saja telah direncanakan

pada level merek (specifically planned), pada level kategori (generally planned) atau tidak direncanakan sama sekali (unplanned). Berdasarkan Point of Purchase Advertising Institute (POPAI) (1995), lebih dari 2/3 dari keputusan pembelian melibatkan pengambilan keputusan yang dilakukan di toko (in-store decision making) (Inman, Winer & Ferraro, 2009).

In-store decision terjadi dikarenakan stimulus yang ditemui saat melakukan perjalanan belanja yang mengarahkan individu untuk percaya

atau berfikir bahwa mereka membutuhkan kategori produk tersebut. Faktor-faktor yang meningkatkan kemampuan stimulus untuk memicu kebutuhan yang tidak disadari atau terlupakan akan mengarah pada

meningkatnya pengambilan keputusan didalam toko (in-store decision making).

1. Faktor Unplanned purchase

Ada tiga faktor proses berbelanja dalam unplanned purchase. Individu mengevaluasi biaya dan keuntungan dari unplanned purchase dalam sebuah shopping trip yang sesuai dengan (1) kecenderungan individu terhadap perilaku berbelanja (2) lingkungan toko ditempat mereka berada (3) konteks dari shopping trip.

a) Shopper predisposition

(35)

kemungkinan terjadinya unplanned purchase. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa unplanned purchase meningkat pada wanita, dan pada keluarga yang besar (Inman,

Winer, and Ferraro 2009). Keluarga yang baru terbentuk dan keluarga dengan pendapatan yang besar lebih sering melakukan unplanned purchase.

2. Shopping Habits. Rook and Fisher (dalam Bell, Corsten & Knox, 2011) menyatakan bahwa unplanned purchase lebih tinggi pada individu dengan “impulsivity traits” yang kuat. Individu mengumpulkan informasi melalui 2 cara yang berbeda. Individu yang berlangganan koran atau mempelajari tentang iklan sebelum

berbelanja dilihat lebih terencana dalam membeli suatu produk.

b) Store environment

Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Park, Iyer, and Smith (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menunjukkan bahwa seorang individu

melakukan lebih banyak unplanned purchase di lingkungan toko yang tidak familier bagi individu karena mereka lebih mudah terpengaruh

terhadap stimulus di dalam toko. Briesch, Chintagunta, & Fox (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menyatakan toko yang memiliki harga yang menguntungkan dan produk dengan model yang beragam dan menarik

(36)

c) Shopping trip factor

Shopping Trip Antecedents. Waktu yang dihabiskan seorang individu mempengaruhi seberapa banyak produk yang dibeli. Penelitian

menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk merencanakan sesuatu, selain itu individu yang berbelanja sendiri lebih jarang melakukan pembelian yang spontan.

Trip Type. Tipe perjalanan (trip type) dapat memprediksi pilihan yang diambil di toko and in-store behavior. “major trips” menyangkut kategori pembelian dimana catatan barang yang akan dibeli merupakan hal yang umum dalam tipe perjalanan ini. “Spontaneous trips” menunjukkan impulsivity dan karena itu dapat lebih menyebabkan unplanned purchase. “quick trips” merupakan perjalanan yang lebih terfokus dan dalam perjalanan ini dapat saja terjadi beberapa pembelian yang tidak terencana.

“Multi-store shopping trips” merupakan perjalanan yang terencana dan menyangkut perilaku tertentu (Bell, Corsten, Knox, 2011).

In-Store Factors. Ketika indvidu dapat dengan mudah menemukan suatu produk di dalam toko dan ketika mereka mendapatkan penawaran khusus di sebuah toko, dapat terjadi unplanned purchase yang lebih banyak (Inman, Winer & Ferraro 2009). Semakin banyak waktu yang dihabiskan di sebuah toko, semakin besar kemungkinan terjadinya unplanned purchase (Inman, Winer, and Ferraro 2009).

(37)

Inman, Winer dan Ferarro (2009) menyatakan ada tiga faktor yang

dapat mempengaruhi in-store decision making, yaitu category characteristic, consumer characteristic dan consumer activities.

a) Category Characteristics

Coupon usage. Menurut Kahn and Schmittlein (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) niatan untuk menggunakan kupon dirasakan seorang

individu sebelum mereka memasuki toko, Dengan demikian memicu pengenalan kebutuhan sebelum melakukan perjalanan berbelanja. Dengan

demikian, memiliki kupon menyebabkan individu melakukan pembelian yang terencana.

In-store displays. Pajangan menarik lebih banyak menarik perhatian pengunjung, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya unplanned purchase.

Interpurchase cycle. Individu merasakan pengenalan kebutuhan lebih besar untuk produk yang dibeli secara terus menerus, dan setiap kali individu berbelanja, individu akan cenderung membeli barang yang sudah

biasa mereka beli. Posavac, Sanbonmatsu, and Fazio (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) menyatakan aitem-aitem ini merupakan produk-produk

(38)

Category hedonicity. Barang-barang yang bersifat bersenang-senang (hedonis), seperti kue coklat, memunculkan dampak yang positif dibandingkan dengan barang-barang yang bersifat fungsional dan dengan

demikian lebih mungkin untuk memicu penilaian positif terhadap produk tersebut. Dengan demikian, produk yang bersifat hedonis lebih berpengaruh terhadap in-store decision making daripada barang-barang yang bersifat fungsional.

Display interactions. Pengaruh pajangan merupakan faktor yang signifikan dalam memprediksi pemilihan suatu merek. Secara lebih spesifik, pajangan menguntungkan kategori produk yang sering dibeli (memiliki interpurchase cycle yang pendek). Kemungkinan munculnya unplanned purchase meningkat terhadap kategori produk yang dikonsumsi dengan cepat dibandingkan dengan kategori produk yang dikonsumsi lebih lama.

b) Costumer Characteristics

Gender. Perempuan akan lebih terlibat dalam in-store decision making karena wanita cenderung melakukan kegiatan berbelanja peralatan rumah tangga yang lebih sering dan dengan demikian lebih dapat mengenali

kebutuhan rumah tangga.

(39)

besarnya kesempatan isyarat di dalam toko memicu memanggil

kebutuhan.

Store familiarity. Dalam toko yang asing, individu akan langsung memusatkan perhatian kepada lingkungan sebagai pembelajaran dimana suatu produk tersebut berada, dengan demikian meningkatkan keterbukaan mereka terhadap stimulus didalam toko. Pengetahuan tentang toko

membuat individu dapat lebih fokus pada kegiatan berbelanja daripada memperhatikan stimulus-stimulus yang ada di dalam toko. Namun

sebaliknya, Schwarz (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) menyatakan semakin seseorang mengenal suatu toko, maka individu tersebut akan menggantungkan kegiatan berbelanja dengan stimulus didalam toko untuk

mengarahkan apa produk yang dibutuhkan. Oleh sebab itu tidak ada prediksi yang spesifik terhadap Store familiarity.

Shopping with others. memiliki kehadiran orang lain saat berbelanja, khususnya anggota keluarga, akan mengarahkan kepada tingginya pengenalan kebutuhan. Dengan demikian, ketika seseorang berbelanja

dengan orang lain akan terlibat dalam in-store decision making yang lebih tinggi daripada ketika berbelanja sendiri.

c) Costumer Activities

(40)

merupakan benda yang berguna untuk membantu individu melakukan

pembelian terencana. Thomas and Garland (dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009) menemukan bahwa individu yang memiliki catatan membeli

beberapa produk dan menghabiskan uang yang lebih sedikit daripada berbelanja tanpa memiliki catatan.

Number of aisles shopped. Ketika individu telah berbelanja disebuah toko secara keseluruhan, individu menjadi melihat banyak kategori produk dan pajangan yang ada di dalam toko. Oleh sebab itu kemungkinan terjadinya

in-store decision making dapat meningkat.

Shopping frequency. Seringnya melakukan kegiatan belanja dapat mengurangi jumlah produk yang dibutuhkan dalam suatu perjalanan dan

membuat individu berfikir untuk hanya membeli barang-barang yang diperlukan saja.

Time spent shopping. Dengan membatasi waktu didalam toko, individu akan bergerak dengan cepat dan terfokus pada produk yang telah direncanakan akan dibeli sebelumnya. Hal ini membatasi keterbukaan

akan stimulus didalam toko dan juga membatasi jangkauan stimulus didalam toko untuk menghasilkan respon afektif.

Method of payment. Soman (dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009) menemukan bahwa individu menghabiskan banyak uang ketika membayar dengan menggunakan kartu kredit dibanding ketika membayar dengan

(41)

3. Dimensi Unplanned purchase

Menurut Coley (2002) terdapat dua dimensi dari unplanned purchase, yaitu:

a) Afektif

Proses afektif mengacu pada keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak, emosi yang positif terhadap pembelian dan pengaturan mood.

1. Keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak

Keinginan pada individu datang secara tiba-tiba, persisten dan memaksa hingga individu untuk tidak dapat menolak.

2. Emosi yang positif terhadap pembelian

Mengacu pada tingkatan mood yang positif yang dihasilkan dari motivasi

untuk memuasan diri. 3. Pengaturan mood

Pembelian termotivasi oleh keinginan individu untuk merubah atau

mengatur perasaan atau mood mereka.

b) Kognitif

Mengacu pada struktur mental dan proses dalam berfikir, mengerti, dan menginterpretasi. Adapun komponen-komponennya adalah:

(42)

Dorongan tiba-tiba untuk bertindak tanpa pertimbangan atau evaluasi

terhadap konsekwensi. 2. Perencanaan

Kurangnya perencanaan yang baik sebelum melakukan perilaku pembelian.

3. Mengabaikan masa depan

Hasil dari memilih pilihan yang tiba-tiba dengan kurangnya pertimbangan dan perhatian terhadap masa depan.

Proses afektif menghasilkan dorongan dari hasrat dan proses kognitif membuat kehendak atau kontrol diri dan hal ini saling berhubungan.

C. Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolsecre yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah tersebut memiliki arti yang cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional,

sosial, dan fisik (Hurlock, 1999). Menurut Santrock (1998) masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah masa remaja sebagai

(43)

sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa

mencari identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa.

WHO (dalam Sarwono, 2000) memberikan definisi tentang remaja

yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa :

1. Individu berkembang dan saat pertama kali menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola

identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa, berada dalam tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Calon (dalam Monks,

2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

(44)

18, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1999). Havighurst (dalam

Dacey & Kenny, 1997) mengemukakan 9 (Sembilan) tugas perkembangan pada tahap remaja, yaitu:

1. Menerima perubahan fisik dan menerima peran secara maskulin dan feminim.

2. Membentuk hubungan sebaya dengan laki-laki atau perempuan.

3. Mencapai kebebasan secara emosional dari orang tua.

4. Mulai mempersiapkan diri untuk kebebasan secara ekonomi dari

orang tua.

5. Menyeleksi dan mempersiapkan diri dengan sebuah pekerjaan. 6. Membangun kemampuan social dengan serta kompetensi.

7. Memiliki keinginan untuk bertanggung jawab secara sosial. 8. Mempersiapkan diri akan pernikahan dan kehidupan keluarga.

9. Membangun kesadaran yang harmonis dengan lingkungan.

D. Hubungan antara penyesalan pasca pembelian dan unplanned purchase pada remaja

Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen & Zao, 2008) proses pasca

pembelian merupakan hal yang fundamental untuk mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil. Evaluasi ini dilakukan sebagai bentuk pembelajaran yang dilakukan individu ketika akan melakukan proses

(45)

menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan, akan muncul

penyesalan atau disebut dengan penyesalan pasca pembelian.

Tidak semua keputusan yang diambil oleh individu dirasa benar

dan dapat menyebabkan perasaan menyesal (penyesalan) pada individu. Di saat individu menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan produk yang mereka beli, hal tersebut juga dapat mengarah pada terjadinya penyesalan

(penyesalan) (Nasiry & Popescu, 2009).

Menurut komponen-komponen dari penyesalan pasca pembelian,

individu dapat merasakan penyesalan terhadap hasil dari keputusan yang diambil atau dapat juga disebabkan oleh proses pembelian. Penyesalan terhadap proses yang dilalui oleh seorang individu dapat disebabkan

karena individu tersebut merasa tidak puas dengan proses yang sudah dilaluinya dalam mengambil keputusan (Lee & Cotte,2009). Hal ini dapat

disebabkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh individu tersebut disaat melakukan perilaku pembelian. Sebab, semakin banyak informasi yang diterima, lebih besar kemungkinan penyesalan dapat dicegah

(Zeelenberg and Beattie, 1997).

Kurangnya informasi ini dapat berupa informasi terhadap

(46)

tempat perbelanjaan. Namun unplanned purchase dapat saja berdampak negatif, misalnya individu menjadi membeli makanan yang tidak sehat atau mengeluarkan biaya berlebihan (Inman, Winer, & Ferarro, 2009). Jadi

dapat diambil kesimpulan bahwa hasil negatif yang ditimbulkan oleh unplanned purchase dapat saja menimbulkan perasaan penyesalan pada individu.

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif sangatlah dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara

psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, karena karakteristik remaja

yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar seperti

membeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya. Selain itu, ketika mereka membutuhkan sesuatu mereka umumnya tidak melakukan survey terlebih dahulu. Alasan mereka adalah agar mereka tidak terlalu lama

dalam memilih barang yang cocok dan sesuai dengan pilihan dan selera mereka (Handayani, 2003)

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa remaja umumnya tidak mengumpulkan informasi terlebih dahu sebelum membeli sebuah produk, agar tidak membutuhkan waktu yang

(47)

4. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan oleh

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bab ini yaitu identifikai variabel penelitian, definisi operasional

variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan

identifikasi variabel-variabel yang ada pada penelitian ini. Dalam penelitian ini variabel yang terlibat adalah:

1. Variabel Bebas (independent variable) : unplanned purchase

2. Variabel Tergantung (dependent variable) : penyesalan pasca pembelian

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Penyesalan pasca pembelian

Penyesalan pasca pembelian adalah perasaan penyesalan yang dirasakan

(49)

perilaku pembelian yang telah dilakukan sebelumnya, baik evaluasi terhadap

produk ataupun proses yang telah dilaluinya.

Penyesalan pasca pembelian akan diukur dengan menggunakan skala

Penyesalan pasca pembelian berdasarkan komponen-komponen penyesalan pasca pembelianyang dikemukakan oleh Lee & Cotte (2009), yaitu :

1. Disebabkan oleh alternative lain (Regret due to Foregone Alternatives) 2. Disebabkan oleh perubahan signifikan yang terjadi (Regret due to a

Change in Significance)

3. Disebabkan oleh kurangnya pertimbangan (Regret Due to Under-Consideration)

4. Disebabkan oleh pertimbangan yang berlebihan (Regret Due to Over-Consideration)

Skor skala Penyesalan pasca pembelian menunjukkan kecenderungan

penyesalan pasca pembelian yang dirasakan oleh seseorang setelah melakukan perilaku pembelian. Skor Penyesalan pasca pembelian yang tinggi mengidentifikasikan sesorang mengalami penyesalan pasca pembelian yang

tinggi. Sedangkan skor rendah mengindentifikasikan bahwa individu mengalami penyesalan pasca pembelian yang rendah.

2. Unplanned purchase

(50)

keputusan pembelian tersebut dilakukan di tempat perbelanjaan saat melakukan

perilaku berbelanja.

Unplanned purchase diukur dengan menggunakan skala Unplanned purchase yang disusun berdasarkan dimensi dari Unplanned purchase yang dikemukakan oleh Coley (2002), yaitu:

1. Afektif

2. Kognitif

Skor dari skala Unplanned purchase menunjukkan kecenderungan seseorang melakukan unplanned purchase. Skor Unplanned purchase yang tinggi mengidentifikasikan seseorang sering melakukan Pembelian tidak terencana. Skor rendah mengidentifikasikan bahwa seseorang jarang melakukan pembelian tidak

terencana

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki

(Hadi, 2000). Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk atau individu yang jumlahnya kurang dari populasi (Hadi, 2000). Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Sampel yang direncanakan dalam

(51)

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang

maksimal. Adapun pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Universitas Sumatera Utara. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan

populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan

untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik non probability sampling secara incidental, yaitu setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kesediaan

dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah :

(52)

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes

statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian 80 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala

psikologi. Skala psikologi merupakan suatu alat yang digunakan dalam suatu penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disipakan dan

disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia. Metode skala berdasarkan self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi tentang diri.

Azwar (2009a) mengatakan bahwa karakteristik dari skala psikologi yaitu (a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung

mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; (b) Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indicator-indikator perilaku sedangkan

(53)

benar atau salah. semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur

dan sungguh-sungguh.

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Penyesalan pasca

pembeliandan Skala Unplanned purchase.

1. Skala Penyesalan pasca pembelian

Skala Penyesalan pasca pembelian disusun berdasarkan komponen-komponen dari konsep Penyesalan pasca pembelian. Untuk mengukur Penyesalan

pasca pembelian pada remaja, maka peneliti menggunakan skala Likert. Setiap dimensi diatas akan diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable (mendukung) dan pernyataan unfavorable (tidak mendukung). Setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari

(54)

Tabel 1

Blue print Skala Penyesalan pasca pembelian(sebelum uji coba)

2. Skala Unplanned purchase

Skala Unplanned purchase disusun berdasarkan berdasarkan dimensi dari Pembelian tidak terencanayang dikemukakan oleh Coley (2002), yaitu:

1. Afektif

2. Kognitif

Model skala Unplanned purchase dibuat berdasarkan model skala Likert. Setiap dimensi diatas akan diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable (mendukung) dan pernyataan unfavorable (tidak mendukung), dimana setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai

(SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari 5 sampai 1. Bobot penilaian untuk pernyataan

(55)

untuk pernyataan unfavorable bergerak dari 1 sampai 5, yaitu: SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

Tabel. 2

Blueprint Skala Unplanned purchase (Sebelum Uji coba)

E. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Uji Validitas

Azwar (2009a) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya uji coba alat ukur

adalah untuk melihat sejauh mana alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran. Uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan

karakteristik subjek penelitian.

Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat

No Dimensi Penjelasan Item Total

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak 2. Emosi positif terhadap pembelian

3. Pengaturan mood

1, 19, 46, 6

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 2. Perencanaan

(56)

(content validity). Menurut Azwar (2009a) validitas isi bertujuan untuk mengungkap sejauh mana alat ukur layak digunakan untuk mengungkap atribut yang dikehendaki oleh perancang skalanya. Content validity diperoleh melalui pendapat profesional judgment dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2004).

2. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda aitem dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melihat

sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item pernyataan ini adalah dengan memilih item-item

pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih item pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan

apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2009a).

Daya beda aitem pada penelitian ini dilihat dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda item pernyataan (Azwar, 2009a) dan prosedur pengujian ini menggunakan taraf

signifikansi 5% (p < 0,05). Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00

(57)

0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan

digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000), reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat

keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari

koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang

mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2009a).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi

internal yaitu single trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar , 2004). Formula statistika yang

digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah alpha Cronbach dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS 16.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai sekitar 0,9. Namun tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan berapa angka koefisien terendah yang harus dicapai agar suatu pengukuran disebut reliabel (Azwar,

(58)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala penyesalan pasca pembelian dan skala unplanned purchase dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

a. Skala Penyesalan Pasca Pembelian

Hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian menghasilkan 24 aitem yang diterima dari 40 aitem yang diuji cobakan. Indeks diskriminasi aitem rix ≥

0,3 dengan koefisiensi reliabilitas rxx= 0.876. Koefisien korelasi item-item yang reliabel berkisar rix = 0,315 hingga rix = 0,570. Distribusi item-item hasil uji coba

skala penyesalan pasca pembelianakan dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi item-item hasil uji coba Skala Penyesalan Pasca Pembelian

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya sebagaimana tertera pada tabel 4.

(59)

Tabel 4. Distribusi item-item Skala Penyesalan Pasca Pembelian

b. Skala Unplanned Purchase

Hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian menghasilkan 30 aitem yang diterima dari 48 aitem yang diuji cobakan. Indeks diskriminasi aitem rix ≥

0,3 dengan koefisiensi reliabilitas rxx= 0.930. Koefisien korelasi item-item yang reliabel berkisar rix = 0,307 hingga rix = 0,766. Distribusi item-item hasil uji coba

skala post purchase regret akan dijelaskan pada tabel 5.

(60)

Tabel. 5

Distribusi item-item hasil uji coba Skala Unplanned Purchase

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya

sebagaimana tertera pada tabel 6.

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak

1, 19, 46, 6 13, 22 6 20,00

2. Emosi positif terhadap pembelian

17, 23, 43, 2 7, 33, 27 7 23,4

3. Pengaturan mood 36, 4, 29 30, 45, 14 6 20,00

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 34, 39, 28 35 4 13,3

2. Perencanaan 21, 32 8 3 10,00

3. Mengabaikan masa depan

11, 31, 47 16 4 13,3

(61)

Tabel 6. Distribusi item-item Skala Unplanned Purchase

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian a. Persiapan alat ukur

Pada tahapan ini yang dilakukan peneliti adalah membuat alat ukur dan

mengujicobakan alat ukur tersebut. Penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala Penyesalanpasca pembelian yang disusun berdasarkan komponen Penyesalan pasca pembelian yang

dikemukakan oleh Lee & Cotte (2009). Skala yang kedua yaitu skala Unplanned

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak

1, 12, 29, 4 8, 14 6 20,00

2. Emosi positif terhadap pembelian

11, 15, 27, 2 5, 22, 16 7 23,4

3. Pengaturan mood 25, 3, 18 19, 28, 9 6 20,00

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 23, 26, 17 24 4 13,3

2. Perencanaan 13, 21 6 3 10,00

3. Mengabaikan masa depan

7, 20, 30 10 4 13,3

(62)

dikemukakan oleh Bell, Corsten, & Knox. Penyusunan skala ini didahului dengan

membuat blue-print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala penelitian dilakukan berdasarkan waktu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner

yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa. c. Revisi alat ukur

Setelah dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperoleh pada uji coba penelitan, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang item yang tidak memiliki daya

diskriminasi item di atas 0.3, dan memperbaiki tampilan kuesioner. Kuesioner hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

d. Pelaksanaan penelitian

Setelah alat ukur di uji cobakan dan direvisi, maka dilaksanakan penelitian kembali pada sejumlah sampel. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan

menggunakan teknik incidental sampling. Peneliti memberikan skala langsung kepada subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti

Gambar

Gambaran Umum Subjek Penelitian ..................................
Tabel 1
Tabel. 2
Tabel 3. Distribusi item-item hasil uji coba Skala Penyesalan Pasca
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan eksperimen hydrotreating dan melakukan uji analisa kandungan sulfur ( dan kandungan senyawa tak jenuh dari bahan baku (pelumas bekas yang digunakan untuk

ANALISIS DAN DESAIN APLIKASI PENGELOLAAN DATA ABSENSI SISWA DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR.. KUMON

merupakan main method untuk menjalankan program pada kelas Aeroplan yang diextends dari kelas Vehicle.. AeroPlan garuda =

Peneliti memilih kota Surabaya sebagai daerah penelitian karena Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua dimana penduduknya bersifat heterogen sehingga dapat

[r]

menggunakan video describing people. Untuk mengetahui keterampilan menulis teks deskriptif bahasa Inggris. siswa kelas V SDN 3 Ciawang Kecamatan Leuwisari

Konstruksi sosial teknologi telematika dan perayaan seks media massa..

Perlu dilakukan analisis kebutuhan air untuk irigasi dan air bersih agar diketahui kekurangan sehingga kekurangan dapat di atasi. Untuk dapat mengetahui kebutuhan air bersih