18 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesalan Pasca Pembelian 1. Pengertian Penyesalan Pasca Pembelian
Zeelenberg, Beattie, van der Pligt dan de Vries (1996) mendefinisikan penyesalan sebagai hal yang negatif, emosi yang berdasarkan kognitif yang dirasakan saat menyadari atau membayangkan situasi yang sekarang dapat saja lebih baik jika kita mengambil keputusan yang berbeda. Penyesalan bisa terjadi ketika konsumen membandingkan hasil dari produk yang telah dibeli tidak sebaik dengan hasil dari produk yang mungkin bisa didapat jika konsumen membeli produk lain (Bell 1982). Hoyer dan Mac Innis (2010) menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian terjadi ketika konsumen menilai adanya perbandingan yang tidak setara antara performa dari produk yang telah dibeli dengan performa dari produk yang tidak dibeli. Konsumen juga dapat merasakan penyesalan pasca pembelian meskipun tidak memiliki informasi mengenai produk lain dan terutama intensitas penyesalan dapat meningkat apabila konsumen tidak dapat mengubah keputusannya atau mengalami hasil yang negatif.
konsumen merasakan perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan suatu produk dan mengakibatkan penyesalan setelah pembelian.
2. Aspek-aspek Penyesalan Pasca Pembelian
Aspek dari penyesalan pasca pembelian didasarkan pada komponen penyesalan pasca pembelian menurut Lee dan Cotte (2009), yaitu:
1) Penyesalan akibat evaluasi pada hasil produk yang dibeli (outcome regret)
Outcome regret merupakan perbandingan dari penilaian konsumen
terhadap hasil dari apa yang telah dibeli dan apa yang bisa dibeli. Outcome regret terbagi atas dua, yaitu:
a. Penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih (regret due to foregone alternatives)
Baron (1995) konsumen dapat merasa menyesal meskipun tidak memiliki pengetahuan tentang alternatif lainnya dengan hanya membayangkannya. b. Penyesalan karena perubahan yang signifikan (Regret due to change
in significance)
Penyesalan karena perubahan yang signifikan terjadi ketika konsumen menilai berkurangnya atau menurunnya kegunaan dari produk tersebut. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi atau performa produk tersebut dari waktu pembelian terhadap titik tertentu pada waktu setelah pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Namun, jika terjadi suatu hal yang menyebabkan berkurangnya fungsi produk tersebut, maka konsumen dapat merasa menyesal (Lee dan Cotte, 2009).
2) Penyesalan akibat evaluasi pada proses pembelian barang (process regret) Process regret terjadi ketika individu membandingkan proses
pengambilan keputusan yang telah dilakukan dengan proses pengambilan keputusan alternatif yang lebih baik. Process regret terbagi atas dua, yaitu: a. Penyesalan karena kurangnya pertimbangan (Regret due to under
consideration)
Individu juga dapat merasa menyesal apabila mereka yakin bahwa mereka kekurangan informasi baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk membuat keputusan yang baik.
b. Penyesalan karena pertimbangan berlebihan (Regret due to over consideration)
Penyesalan karena pertimbangan berlebihan terjadi karena individu merasa telah menghabiskan waktu dan usaha yang berlebihan dalam proses membeli. Selain itu, individu juga dapat menyesali beban emosional, cognitive overload, dan stress yang dialami selama proses pengambilan keputusan (Lee dan Cotte, 2009).
Aspek dari penyesalan didasarkan pada komponen penyesalan pasca pembelian menurut menurut Osei (2009), yaitu:
1) Retrospective Regret
Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan retrospective regret, yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret),
yaitu berhubungan dengan evaluasi terhadap hasil dari proses pengambilan keputusan dan penyesalan terhadap proses (process regret), yang terjadi ketika proses keputusan dianggap tidak baik
meskipun menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg and Pieters, 2007).
2) Prospective Regret
emotion” atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya
sebuah prediksi (Frijda, 2004).
Berdasarkan aspek-aspek yang diungkap para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek penyesalan pasca pembelian adalah outcome regret yang merupakan perbandingan dari penilaian konsumen terhadap hasil dari apa yang telah dibeli dan apa yang bisa dibeli yaitu penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih dan penyesalan karena perubahan yang signifikan, process regret yang terjadi ketika individu membandingkan proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan dengan proses pengambilan keputusan alternatif yang lebih baik yaitu penyesalan karena kurangnya pertimbangan dan penyesalan karena pertimbangan berlebihan, retrospective regret yang terjadi ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun menghasilkan hasil yang baik, dan prospective regret yang dipengaruhi emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya sebuah prediksi.
regret) terdiri dari dua yaitu penyesalan karena kurangnya pertimbangan (regret
due to under consideration) dan penyesalan karena pertimbangan berlebihan
(regret due to over consideration). Aspek ini dipilih karena aspek ini banyak digunakan pada banyak penelitian penyesalan pasca pembelian dan digunakan dalam banyak penelitian sebelumnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesalan Pasca Pemebelian
Delacroix (2003) mengklasifikasikan faktor- faktor yang mempengaruhi penyesalan pasca pembelian pada konsumen ke dalam dua kategori, yaitu:
1) Faktor situasi
a) Rasa tanggung jawab terhadap pilihan yang dibuat
Ketika konsumen merasa bertanggung jawab atas keputusan yang diambil dan merasa bahwa mereka tidak cukup berusaha dalam mencari informasi, maka mereka cenderung menyesali keputusan yang diambil (Van Dijk, 1999).
b) Pilihan antara merek dan harga
lebih baik. Selain itu, konsumen yang memilih produk yang kurang terkenal dan lebih murah bisa saja tidak merasa menyesal disebabkan mereka memiliki harapan yang realistis akan performa produk tersebut. c) Waktu dalam pengambilan keputusan
Simonson (1992) menyebutkan bahwa jika konsumen memilih untuk tidak membeli sebuah produk pada satu kesempatan, mereka cenderung merasa menyesal jika kesempatan yang mereka lewatkan memberikan penawaran yang lebih menarik. Konsumen juga cenderung merasa menyesal jika mereka mendapati bahwa produk yang telah dibeli ternyata ditawarkan dengan harga yang lebih murah pada kesempatan lain (M’Barek dan Gharbi, 2011).
d) Sifat pembelian
Konsumen yang melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi emosional konsumen lebih berperan sehingga mereka tidak mempedulikan konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’Barek dan Gharbi, 2011).
e) Keterlibatan
f) Adanya alternatif pilihan
Jumlah pilihan produk yang sangat banyak di pasaran dapat menguntungkan karena konsumen dapat memilih produk mana yang sesuai. Schwartz (2000) menyatakan bahwa pilihan yang banyak juga memiliki dampak negatif karena konsumen bisa merasa menyesal apabila tidak memilih produk yang terbaik.
2) Faktor disposisi a) Self-esteem
Konsumen dengan self-esteem yang rendah cenderung mengevaluasi keputusan yang dibuat secara negatif dan merasa menyesal dibandingkan konsumen yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi menurut Roese dan Olson (1993).
b) Perbandingan sosial
Konsumen yang seringkali membandingkan diri mereka dengan orang lain, cenderung menyesali pilihan yang mereka ambil. Selain itu, konsumen yang sensitif terhadap kritik dan pandangan orang lain, juga cenderung menyesali pilihan yang mereka ambil (M’Barek dan Gharbi,
2011).
c) Keraguan
d) Jenis kelamin
Wanita cenderung merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita lebih sensitif dan emosional dan mereka cenderung melakukan perbandingan yang memicu munculnya perasaan menyesal (M’Barek dan Gharbi, 2011).
e) Usia
Konsumen muda lebih sering merasa menyesal dibanding konsumen yang lebih tua. Ini dikarenakan konsumen yang lebih tua dianggap sudah cukup bijaksana untuk menghindari membuat kesalahan dalam pilihan yang mereka ambil dan kurang impulsif serta jarang merasakan penyesalan (M’Barek dan Gharbi, 2011).
f) Impulsifitas
Impulsifitas memiliki hubungan positif dengan penyesalan pasca pembelian. Konsumen yang impulsif cenderung merasa menyesal karena mereka kurang memberikan usaha dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab terhadap kegagalan yang dialami akibat pengalaman negatif (M’Barek dan Gharbi, 2011).
Ada beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhin penyesalan yang dirasakan oleh seseorang (Hung, Ku, Liang dan Lee, 2006) yaitu:
1) Job Responsibility
2) Gender
Menurut Landman (dalam Hung, Ku, Liang dan Lee, 2006) gender merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi decision penyesalan. Laki-laki dilaporkan memiliki kecenderungan lebih merasakan penyesalan dibandingkan dengan perempuan.
3) Kepribadian
Boninger, Gleicher dan Strathman (1994) menyatakan kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan.
sesuatu yang lain. Sebesar 39% konsumen selalu membeli yang lain, dan yang lebih mengejutkan lagi, 21% konsumen benar-benar tidak merencanakan untuk membeli. Dari survey yang dilakukan Nielsen pada tahun 2003 dan tahun 2011 tersebut di atas menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian impulsif dari tahun ke tahun semakin meningkat (Abdul, 2015). Konsumen yang impulsif cenderung merasa menyesal karena mereka kurang memberikan usaha dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab terhadap kegagalan yang dialami akibat pengalaman negatif (M’Barek dan Gharbi, 2011).
B. Pembelian Impulsif 1. Pengertian Pembelian Impulsif
segera. Menurut Kim (2003) pembelian impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu yang disertai oleh adanya keinginan mendesak untuk membeli produk tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif adalah suatu proses pengambilan keputusan untuk membeli sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya yang tidak dapat ditolak tanpa mempedulikan akibat negatif yang akan di dapatkan dan adanya keterlibatan emosional yang tinggi dalam melakukan suatu pembelian.
2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif
Verplanken dan Herabadi (2001) mengatakan bahwa terdapat dua aspek penting dalam pembelian impulsif, yaitu:
1) Kognitif (Cognitive)
Aspek ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:
a) Kegiatan pembelian yang dilakukan tanpa pertimbangan harga suatu produk.
b) Kegiatan pembelian tanpa mempertimbangkan kegunaan suatu produk. c) Individu tidak melakukan perbandingan produk.
2) Emosional (Affective)
Aspek ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi: a) Adanya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian.
c) Adanya proses pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan.
Rook dan Hoch (1985) mengidentifikasi 5 elemen yang dapat dijadikan sebagai aspek dalam pembelian impulsif, yaitu:
1) Impulsif melibatkan keinginan untuk berperilaku yang tiba-tiba dan spontan
Dittmar (2008) menyebut perilaku ini sebagai perilaku yang terjadi seketika, dilakukan tanpa perencanaan dan tanpa intensi sebelumnya. Hoyer dan MacInnis (2010) menyebutnya sebagai perasaan yang intens untuk membeli produk segera.
2) Konsumen impulsif merasakan dorongan untuk membeli yang tiba-tiba dapat menyebabkan konsumen berada dalam keadaan psikologis yang disekuilibrium
Pembelian impulsif dapat membuat konsumen kehilangan kontrol dan terus menerus memikirkan produk yang ingin dibelinya yang bisa mengancam kondisi sosioekonomi mereka.
3) Ketika konsumen membeli secara impulsif, maka dapat terjadi konflik psikologis
4) Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif mereka terhadap atribut produk ketika dia membeli secara impulsif
Konsumen tidak mempertimbangkan dengan hati-hati alternatif yang ada dan juga memiliki informasi yang kurang mengenai produk.
5) Konsumen tidak menghiraukan konsekuensi dari perilaku impulsif
Dittmar (2008) menyebut elemen ini sebagai keinginan untuk membeli suatu produk yang sangat kuat sehingga mengabaikan kesulitan dan konsekuensi finansial. Hoyer dan MacInnis (2010) menyebutkan sebagai kondisi di mana konsumen tidak menghiraukan konsekuensi negatif dari perilaku membeli.
Dari sejumlah aspek di atas, peneliti menggunakan aspek yang diungkap oleh Verplanken dan Herabadi sebagai aspek yang digunakan untuk mengukur pembelian impulsif yaitu, aspek pertama adalah kognitif (cognitive) yang meliputi kegiatan pembelian dilakukan tanpa pertimbangan harga suatu produk, kegiatan pembelian tanpa mempertimbangkan kegunaan suatu produk dan individu tidak melakukan perbandingan produk, dan aspek kedua adalah emosional (affective) yang meliputi adanya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian, adanya perasaan kecewa yang muncul setelah melakukan pembelian dan adanya proses pembelian yang dilakukan tanpa pembelian.
C. Hubungan Antara Pembelian Impulsif dan Penyesalan Pasca Pembelian
beberapa pengertian penyesalan menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesalan pasca pembelian merupakan suatu emosi negatif yang dirasakan seseorang setelah membeli sesuatu, karena setelah membeli suatu produk konsumen biasanya akan melakukan perbandingan antara produk yang sudah dibeli dengan produk yang tidak dibeli, dan juga karena konsumen merasakan perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan suatu produk dan mengakibatkan penyesalan setelah pembelian.
Menurut lee dan cotte (2009) penyesalan pasca pembelian terdiri dari dua aspek yaitu aspek penyesalan akibat evaluasi pada hasil produk yang dibeli (outcome regret) dan penyesalan akibat evaluasi pada proses pembelian barang (process regret). Aspek pertama dari penyesalan akibat evaluasi pada hasil produk yang dibeli (outcome regret) terdiri dari dua yaitu penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih (regret due to foregone alternatves) dan penyesalan karena perubahan yang signifikan (regret due ti change in significance). Aspek kedua dari penyesalan akibat evaluasi pada proses pembelian barang (process regret) terdiri dari dua yaitu penyesalan karena kurangnya pertimbangan (regret
due to under consideration) dan penyesalan karena pertimbangan berlebihan
(regret due to over consideration).
adanya alternatif pilihan. Sedangkan faktor-faktor disposisi yang mempengaruhi penyesalan pasca pembelian adalah self-esteem, perbandingan sosial, keraguan, jenis kelamin, usia, dan impulsifitas (M’Barek dan Gharbi, 2011).
Impulsifitas merupakan salah satu karakteristik yang dapat menimbulkan perasaan penyesalan pasca pembelian. Ini disebabkan impulsifitas seringkali di sertai dengan usaha yang kurang maksimal dalam proses pengambilan keputusan sehingga memunculkan rasa tanggung jawab yang lebih besar karena individu gagal dalam mengambil keputusan yang lebih baik (M’Barek dan Gharbi, 2011).
Verplanken & Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Hoyer dan MacInnis (2010) juga mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang terjadi ketika konsumen secara tiba-tiba memutuskan untuk membeli sesuatu yang tidak direncanakan untuk dibeli sebelumnya. Solomon dan Michael (2006) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai suatu proses yang terjadi ketika konsumen mengalami dorongan tiba-tiba untuk membeli suatu benda yang tidak dapat ditolak. Menurut Kim (2003) pembelian impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan
terlebih dahulu yang disertai oleh adanya keinginan mendesak untuk membeli produk tertentu.
membeli sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya yang tidak dapat ditolak tanpa mempedulikan akibat negatif yang akan di dapatkan dan adanya keterlibatan emosional yang tinggi dalam melakukan suatu pembelian. MacInnis dan Patrick (dalam Suh, Na, Kim, 2010) menyatakan bahwa perasaan seperti senang, bersalah, malu, bangga, dan menyesal bisa muncul setelah melakukan pembelian impulsif. Pembelian impulsif seringkali dikaitkan dengan penyesalan pasca pembelian, pengembalian produk, rasa frustrasi, ketidakpuasan, dan rasa bersalah. Meskipun konsumen merasa senang dan puas saat proses pembelian, namun mereka mengalami perasaan negatif dan rasa frustasi setelah pembelian dilakukan sehingga konsumen yang melakukan pembelian impulsif lebih mungkin untuk mengembalikan produk yang telah dibeli dan mengalami penyesalan pasca pembelian (Virvilaitė, Saladienė, dan Žvinklytė, 2011).
Penelitian mengenai penyesalan pasca pembelian telah banyak dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir kebanyakan orang mengalami penyesalan pasca pembelian. Data menunjukkan bahwa, akumulasi dari pengalaman penyesalan yang dialami konsumen di Amerika telah membuat banyak masyarakat Amerika hidup dalam kondisi yang jauh dari bahagia dan tidak sedikit yang mengalami depresi (Schwartz, 2004).
produk yang tidak dipilih, 10 diantaranya mengalami penyesalan karena perubahan yang signifikan, 2 orang mengalami penyesalan karena pertimbangan yang berlabihan, dan 12 subjek mengaku mengalami penyesalan karena kurangnya pertimbangan. Dari data tersebut dan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat penyesalan pasca pembelian cenderung tinggi.
Pada kondisi seharusnya, jika seorang individu sudah mengalami penyesalan maka tidak akan muncul penyesalan kembali. Hasil studi yang dilakukan oleh Huang dan Lin (2006) menunjukkan bahwa individu yang berada dalam kondisi emosi yang negatif akan lebih berpeluang untuk mengambil risiko dalam proses pengambilan keputusan dibandingkan individu yang berada pada kondisi emosi positif. Maka semakin negatif emosi yang dirasakan individu, semakin buruk keputusan pembelian yang dibuatnya, sehingga individu berpeluang mengalami penyesalan pasca pembelian (Iskandar dan Zulkarnain, 2013). Oleh karena itu penelitian mengenai penyesalan pasca pembelian menjadi penting, karena sudah banyak bukti bahwa penyesalan bukan hanya sekadar reaksi afektif dari hasil keputusan buruk, lebih dari itu, penyesalan merupakan emosi yang memberi arah pada perilaku seseorang (Zeelenberg dan Pieters, 2007).
Delacroix (2003) menyebutkan bahwa impulsifitas merupakan pendorong yang mengakibatkan terjadinya penyesalan pasca pembelian. Perusahaan Nielsen Indonesia menilai pembelian impulsif di Indonesia semakin naik setiap tahunnya, dibanding kondisi pada tahun 2003. Pernyataan ini dikeluarkan berdasarkan riset yang dilakukan oleh perusahaan tersebut terhadap masyarakat lima kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan, tahun 2003, dan 2011 pada ritel modern.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen pada tahun 2003, ternyata 85% pembeli di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Pada tahun 2011, Nielsen kembali melakukan survei. Hasilnya, mayoritas pembeli di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Sebesar 35% konsumen merencanakan membeli suatu barang, akan tetapi terkadang mereka juga membeli sesuatu yang lain. Sebesar 39% konsumen selalu membeli yang lain, dan yang lebih mengejutkan lagi, 21% konsumen benar-benar tidak merencanakan untuk membeli. Dari survey yang dilakukan Nielsen pada tahun 2003 dan tahun 2011 tersebut di atas menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian impulsif dari tahun ke tahun semakin meningkat (Abdul, 2015).
Poin kedua erdapat kenaikan persentase konsumen yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan perencanaan barang yang akan mereka beli sebelum pergi berbelanja. Poin ketiga terdapat kenaikan persentase konsumen yang menyatakan bahwa mereka selalu membeli barang tambahan padahal mereka telah merencanakan barang yang akan dibelinya. Poin keempat terdapat kenaikan persentase konsumen yang menyatakan bahwa mereka selalu membeli barang tambahan. Poin kelima terdapat kenaikan persentase konsumen yang menyatakan bahwa mereka lebih suka datang ke toko yang memberikan penawaran dan kupon yang menarik melalui koran dan brosur. Point-point ini diperoleh dari Nielsen melalui wawancara secara langsung kepada 1.804 responden di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, dan Medan.
Skema Hubungan Pembelian Impulsif dan Penyesalan Pasca Pembelian dapat dilihat pada bagan berikut:
Outcome Regret Process Regret
1. Penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih 2. Penyesalan karena
perubahan yang signifikan
1. Penyesalan karena kurangnya pertimbangan 2. Penyesalan karena
pertimbangan berlebihan Pembelian Impulsif
D. Hipotesis