• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Santrock (2003), individu dikatakan remaja saat ia sudah memasuki usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun. Menurut Hurlock (1994) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat

bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Lerner & Hultsch (Santrock,2003) menguraikan perubahan yang terjadi pada masa remaja yang cukup unik, dimana ciri umum yang menonjol adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri. Perubahan dan perkembangan terjadi hampir pada semua aspek kehidupan yang meliputi:

1. Perkembangan Fisik

Remaja mulai merasa adanya perbedaan dalam diri mereka. Perubahan ini paling jelas terlihat ditandai dengan mengerasnya otot tubuh, tinggi dan berat badan meningkat, bentuk tubuh lebih proporsional, muncul public hair

(rambut pada alat kelamin), dan tumbuh payudara pada remaja putri. Perubahan biologis yang terjadi karena adanya perubahan hormon-hormon yang diproduksi, yang memberikan tanda bahwa kemampuan bereproduksi sudah berfungsi, dan bentuk fisik baru yang mereka dapatkan akan membawa mereka pada dunia remaja.

2. Perkembangan Emosional

Perubahan hormonal dan fisik yang terjadi pada masa ini mempengaruhi emosi remaja, dimana mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (Setiono, www.e-psikologi.com, 2002), menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood“senang luar biasa” ke

“sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk

hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada remaja ini sering kali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja mudah berubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Emosi yang menggebu-gebu yang terjadi pada masa ini justru bermanfaat untuk terus menerus mencari identitas dirinya, dan dengan adanya emosi tersebut, remaja secara bertahap akan mencari jalannya menuju kedewasaan. Bagaimana reaksi orang dan lingkungan terhadapnya akan membuat remaja belajar dari pengalaman untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik (Sarwono, 1989).

Pada masa ini para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan merefleksikan anggapan tersebut yang kemudian menjadi citra dirinya.

3. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif remaja menurut Piaget memasuki perkembangan operasional formal (formal operation), yang ditandai dengan kemampuan untuk berpikir abstrak, idealis, dan logis. Piaget mengemukakan bahwa

puncak pemikiran ini tercapai sepenuhnya di akhir masa remaja, sekitar usia 15-20 tahun. Pada usia ini remaja memantapkan pemikiran operasional formal dan menggunakannya dengan lebih konsisten (Santrock, 2003). Munculnya pemikiran operasional formal menjadikan remaja memiliki kemampuan untuk mengimajinasikan segala kemungkinan yang ada.

Menurut Elkind (Gunarsa, 2004), perkembangan kognitif tidak selalu mengarah pada hal-hal positif. Salah satu perkembangan kemampuan mental yang bisa mengganggu fungsi kognitif adalah egosentrisme. Egosentrisme merupakan suatu perkembangan, dimana seorang remaja memiliki sudut pandang dan pola pikir yang berorientasi pada diri sendiri. Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran (Setiono, www.e-psikologi.com, 2002). Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya

jika ia terlihat unik dan “hebat”.

4. Perkembangan Sosial

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Monks, dkk, 2000, Muss, 2001). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Semakin bertambahnya usia, semakin luas interaksi individu dengan lingkungan, maka semakin kompleks pula tuntutan-tuntutan yang dihadapi. Remaja bukan lagi dikatakan sebagai anak-anak, oleh karena itu orang tua maupun lingkungan menuntut remaja untuk menentukan atau memilih satu peran yang nantinya akan berimbas pada masa depannya, misalnya saja seperti penentuan jurusan dan minat.

Masalah muncul ketika remaja tidak mau lagi dikatakan sebagai anak-anak, namun juga belum bisa dikatakan sebagai seorang dewasa. Mereka belum siap mengambil keputusan yang berdampak jangka panjang untuk masa depannya, namun di sisi lain ingin membebaskan diri dari orang dewasa (ingin mandiri). Remaja menjadi bertanya-tanya tentang banyak hal mengenai diri mereka, peran mereka, dan akan melangkah kemana mereka dikemudian hari. Kondisi seperti ini memunculkan perasaan dilema. Erikson menyebutnya dengan identity vs identity confusion atau identitas versus kebingungan identitas. Kaum remaja yang berhasil mengatasi konflik, muncul dengan suatu

kepribadian baru yang menarik dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas ini bingung dan menderita (Santrock, 2003). Menurut Erikson (Santrock, 2003), remaja tidak sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks/kelompok apa seseorang bisa menjadi lebih bermakna. Identitas individu tergantung dari bagaimana orang lain mempertimbangkan dirinya, oleh karena itu seorang remaja memiliki keinginan untuk diakui, untuk meningkatkan kepercayaan diri, sekaligus meningkatkan kemandirian.

Hubungan interpersonal dengan peer-group (teman sebaya) akan lebih intensif pada masa ini. Konformitas atau tekanan kelompok sebaya secara nyata ataupun tidak nyata akan berpengaruh pada perilaku, karena adanya adopsi sikap/perilaku dari anggota peer group. Begitu berpengaruhnya teman sebaya terhadap perkembangan remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Apabila konformitas bersifat positif, maka remaja akan mengadopsi hal-hal yang positif. Sebaliknya, jika konformitas bersifat negatif, maka remaja dengan mudah terbawa pada perilaku yang kurang baik.

D. Dinamika Hubungan Antara Intensitas Pemakaian Handphone Dengan

Dokumen terkait