• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga awal masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Dilihat dari bahasa Inggris “teenager”, remaja yaitu manusia berumur belasan tahun, dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa (www. id.wikipedia.org,diakses pada 22 April 2016 pukul 12.26 WIB).

Menurut WHO dalam Badriah (2011) mengatakan remaja adalah individu yang telah mencapai umur 10-18 tahun. Pada masa remaja terjadi perubahan- perubahan yang mencolok secara fisik dan psikis yang biasa disebut sebagai masa pubertas.

Terjadinya banyak perubahan tersebut sering menimbulkan kebingungan- kebingungan atau kegoncangan-kegoncangan jiwa remaja, sehingga ada orang yang menyebutnya sebagai periode “sturm und drang” atau pubertas. Mereka bingung karena pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan diri sendiri, memahami dan menyeleksi serta melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakatnya, disamping perasaan ingin bebas dari segala ikatan pun muncul dengan kuatnya. Sementara fisiknya sudah cukup besar, sehingga disebut anak tidak mau dan disebut orang dewasa tidak mampu. Tepatlah kiranya kalau ada ahli yang menyebutnya sebagai “masa peralihan” sebagaimana diungkapkan: “a period during which growing

person makes the transition from childhood to adulthood”. (Jersild, dalam Mubin &

antara usia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umunya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

2. Usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwanya seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologik).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal untuk memberi peluang bagi mereka untuk mencapai kedewasaan.

5. Status perkawinan sangat menentukan. Seseorang yang sudah menikah di usia berapa pun akan dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa dimana:

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2000: 9).

2.2.2 Ciri- ciri Remaja

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Dilihat dari sudut batas usia sudah tampak bahwa remaja adalah golongan yang labil. Tubuhnya sudah “dewasa”, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Pengalaman mengenai alam dewasa masih belum banyak karena itu sering terlihat pada mereka adanya:

1. Kegelisahan: keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi. Di satu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal. Mereka ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di lingkugan luas, akan tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan langsung dari sumber- sumbernya. Akhirnya mereka hanya dikuasai oleh perasaan gelisah karena keinginan-keinginan yang tidak tersalurkan.

2. Pertentangan: pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dan orangtua. Selanjutnya pertentangan ini menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan diri dari

oleh keinginan memperoleh rasa aman di rumah. Mereka tidak berani mengambil resiko dari tindakan meninggalkan lingkungan yang aman diantara keluarganya. Tambahan pula keinginan melepaskan diri secara mutlak belum disertai kesanggupan untuk berdiri sendiri, tanpa memperoleh lagi bantuan dari keluarga dalam hal keuangan.

3. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinnya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai bidang.

4. Aktifitas kelompok: antara keinginan yang satu dengan keinginan yang lain sering timbul tantangan, kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dengan kumpul-kumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan penjelajahan secara berkelompok. Keinginan berkelompok ini tumbuh sedemikan besarnya dan dapat dikatakan merupakan ciri umum masa remaja (Gunarsa, 2003: 67- 71).

Dapat dikatakan bahwa dari sudut kepribadiannya remaja mempunyai ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual maupun badaniah. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sehingga perhatian terhadap jenis kelamin kian semakin meningkat. 2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan

3. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang. 4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis,

maupun politis, dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua dan sekolah.

5. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan identitas diri.

6. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi sesuai kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa (Soekanto, 1990: 23).

Menurut Elizabeth B. Hurlock (1992: 207), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan masa sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat sebagai berikut:

1. Masa remaja merupakan periode yang penting: dimana ada dua perkembangan pada masa periode ini yang penting yaitu perkembangan fisik dan perkembangan psikologis.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan: masa ini merupakan peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Bila masa remaja beralih ke masa dewasa, maka remaja harus meninggalkan segala yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari pola perilaku yang baru.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan: dimana selama masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sifat juga berlangsung cepat.

sering muncul disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas: penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting, tetapi lambat laun remaja remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman- temannya dalam segala hal seperti sebelumnya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: anggapan yang buruk terhadap citra diri remaja dianggap sebagai gambaran yang asli sehingga remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran tersebut. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik: remaja sering memandang

kehidupan melalui kaca mata merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa: para remaja biasanya mulai bertindak, berperilaku dan berpakaian seperti orang dewasa.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja Sejak dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja, atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu. Aspek-aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif, maupun psikososialnya. Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa bahwa secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, yakni:

(tinggi badan) ,bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya. Kalau kondisi fisik individu dalam keadaan normal berarti ia berasal dari keturunan yang normal pula yaitu tida memiliki gangguan/ penyakit. Hal ini dapat dipastikan, orang tersebut akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal. Hal ini juga berlaku untuk aspek psikis dan psikososialnya. Perlu diketahui bahwa kondisi fisik, psikis atau mental yang sehat, normal dan baik menjadi predisposisi bagi perkembangan berikutnya. Hal itu menjadi modal bagi individu agar mampu mengembangkan kompetensi kognitif, afektif maupun kepribadian dalam proses penyesuaian diri

(adjustment) di lingkungan hidupnya.

2. Faktor exogen (nurture). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan di mana seseorang mengadakan relasi/ interaksi dengan individu atau sekelompok individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa: keluarga, tetangga, teman, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan sebagainya,. Seorang individu yang hidup dalam lingkungan keluarga yang berkecukupan (yakni memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas), serta orang tua memberi perhatian, kasih sayang (pola asuh) yang baik, memberi biaya, fasilitas dan kesempatan luas anaknya untuk berkembang secara baik; maka ia akan tumbuh berkembang menjadi individu yang mampu mengaktualisasi potensinya dengan baik pula. Hal ini berbeda dengan mereka yang tidak memperoleh kesempatan-kesempatan tersebut. Mereka yang tidak memperoleh kasih

lingkungannya. Dengan demikian, rasanya akan sulit untuk mengembangkan potensi kognitif maupun kemampuan yang lain ( Dariyo, 2004: 14-15).

Dokumen terkait