• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Kawasan Pemukiman

E. Pusat Pelayanan Kawasan (PPL)

2.1.4.3 Rencana Kawasan Pemukiman

Permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non agraris dengan konsekwensi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan yang sangat intensif dalam pemanfaatan ruang darat, perairan maupun udaranya. Walaupun demikian agar masih tetap tumbuh berkembang hubungan sosial yang harmonis antar manusia, hubungan simbiosis mutualistis antar manusia dengan alam dan hubungan transendental yang kondusif antar manusia terhadap Tuhan, maka tatanan kawasan permukiman perkotaan yang terdiri dari sumber daya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana perkotaan seperti jalan, drainase, prasarana limbah cair maupun padat dan gas diarahkan pembangunannya tetap menjaga interkoneksi tersebut di atas. Pola permukiman perkotaan khususnya daerah yang rawan terhadap bencana alam harus menyediakan tempat evakuasi pengungsi bencana alam berupa lapangan terbuka.

Permukiman perdesaan didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan yang rendah, dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan untuk keperluan non agraris. Walaupun demikian agar selalu tetap terjaga atmosfir tumbuh berkembangnya hubungan harmonis sosial antar manusia, hubungan simbiosis mutualistis antar manusia dengan alam dan hubungan transendental yang kondusif antar manusia dengan Tuhan, maka tatanan kawasan permukiman perdesaan yang terdiri dari sumber daya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana perdesaan seperti jalan, irigasi, drainase, prasarana pengolahan limbah cair maupun padat diarahkan pembangunannya tetap menjaga kelestarian alam dan harmonisasi interkoneksi tersebut di atas. Bangunan-bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan budaya lokal seperti pola rumah Tongkonan.

Pola wilayah tata ruang Tana Toraja secara khas berbasis pada kearifan lokal yang dianut oleh masyarakat Tana Toraja yakni sistem tatanan adat Tongkonan. Salah satu dari tujuh elemen teraga Sistem Tongkonan yakni Banua Merambu yang terdiri dari komponen rumah, alang (lumbung) dan halaman komunal adalah merupakan inti dari pembentukan pola permukiman yang ada di wilayah Tana Toraja. Banyak terdapat unit-unit Tongkonan yang ada di Tana Toraja sebagai pengikat dari pembentukan suatu kawasan permukiman

Gambar 2.15 Peta Rencana Pemukiman Kabupaten Tana Toraja 2.1.4.4 Kawasan Lindung

Pengembangan kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Tana Toraja. Arahan kawasan lindung ditetapkan dengan dasar sebagai berikut:

1. Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 30%dari luas seluruh wilayah Kabupaten Tana Toraja yang dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yang meliputi kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan, termasuk berbagai kawasan konservasi.

2. Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air.

3. Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

Dilihat dari fungsinya, kawasan lindung di Tana Toraja terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya (kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air di daerah hulu); kawasan suaka alam (kawasan suaka margasatwa); kawasan rawan bencana alam (kawasan rawan gempa bumi – khususnya di jalur sesar gempa, kawasan rawan longsor, dan kawasan rawan banjir); serta kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai). Secara fisik, kawasan lindung di

Kabupaten Tana Toraja terdiri dari kawasan hutan (hutan lindung dan hutan konservasi); serta kawasan lindung non-hutan (kawasan resapan air, sempadan sungai, cagar budaya, dan rawan bencana).

Keberadaan dan terpeliharanya kawasan lindung di Kabupaten Tana Toraja dianggap sangat urgen. Pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi, seperti di kebanyakan wilayah Kabupaten Tana Toraja, kawasan lindung menjadi penyangga bencana banjir, longsor dan erosi. Hutan lindung menjaga kelestarian sungai-sungai yang mengalir di Tana Toraja untuk mendukung dan melindungi kawasan budidaya potensial yang ada di bawahnya, dan untuk menjaga kelestarian ragam hayati, demi kepentingan masa kini maupun masa depan penduduk Tana Toraja. Ada sebagian kawasan hutan di wilayah Kabupaten Tana Toraja yang telah kritis, oleh karena itu reboisasi dan perobahan peran komunitas di kawasan hutan dari mencari nafkah dengan menebang pohon tak terkendali menjadi mendapatkan tambahan nafkah karena perannya sebagai penjamin fungsi hutan.

Menyadari pentingnya keberadaan dan fungsi kawasan lindung bagi kehidupan manusia di satu sisi, dan melihat besarnya ancaman pengrusakan oleh penduduk karena desakan ekonomi di sisi lain, perlu dibangun suatu sistem pengelolaan kawasan lindung yang lebih rasional dengan memanfaatkan komunitas yang tinggal di kawasan hutan untuk dijadikan penjamin keasrian dan kelestarian hutannya. Paradigmanya perlu diubah dari penekanan pada aspek legal dan lingkungan semata-mata ke aspek keterpaduan antara legal-lingkungan dan sosial-ekonomi-budaya. Masyarakat tidak hanya dilihat sebagai ancaman, tetapi juga sebagai potensi yang bermanfaat sebagai pengendali dan pemelihara lingkungan secara aktif. Dalam pendekatan ini, kawasan lindung, misalnya dalam wilayah DAS, dilindungi oleh penduduk karena memberikan keuntungan ekonomi secara langsung. Programnya perlu dirancang secara cermat, sehingga terwujud manajemen terpadu dan seimbang antara pengembangan ekonomi dengan pelestarian sumber daya alam, sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat dengan karakter alam DAS masing-masing. Pendekatan seperti ini menjadi sangat penting karena potensi degradasi lingkungan di Tana Toraja, sementara tekanan penduduk terhadap lingkungan akibat penggunaan lahan bertambah secara intensif. Salah satu kearifan lokal masyarakat Tana Toraja dalam upaya mendukung kelestarian hutan adalah adanya tatanan budaya Tongkonan dimana hutan merupakan salah satu unsur dari tujuh elemen Tongkonan yang harus dipelihara dan dijaga kelestariannya.

Tekanan terhadap kawasan lindung juga akan terjadi di sekitar jalan-jalan penghubung baru. Seperti yang juga terjadi di beberapa wilayah, pembukaan atau peningkatan aksesibilitas dan kapasitas jalan selalu diikuti oleh perobahan tata guna lahan melalui

proses alih fungsinya. Khususnya di kawasan lindung, pengendalian alih fungsi ruang di sepanjang kanan dan kiri jalan perlu pengendalian yang sangat ketat. Perlu dibuat sistem pengamanan yang tidak hanya mengandalkan aspek legal hukum dan pengawasan dari petugas, tetapi juga sistem pengamanan yang melibatkan masyarakat itu sendiri, dikemas dalam program yang arif bijaksana. Hendaknya, kegiatan permukiman secara tegas dibatasi, tetapi diarahkan pada kegiatan dan bangunan dalam rangka wisata alam yang dikaitkan dengan konservasi kawasan lindung.

Gambar 2.16 Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Tana Toraja

2.1.5 Kependudukan

Dokumen terkait