• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Perbedaan kemampuan diagnostik prokalsitonin dibandingkan dengan kultur darah dianalisis dengan tabel 2 x 2 dengan menghitung sensitivitas,

Pemeriksaan darah dengan pemeriksaan prokalsitonin dan kultur

darah

Pemeriksaan prokalsitonin

Positif : bila dijumpai nilai ≥ 0,5 Kultur darah Positif : bila dijumpai

pertumbuhan kuman dalam darah

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi

ratio positive dan likelihood ratio negative. Untuk menentukan titik potong terbaik hasil uji diagnostik dibuat kurva ROC. Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS versi 15.0. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dan batas kemaknaan P kurang dari 0.05.

Penelitian dilakukan di Depertemen/Instalasi Patologi Klinik FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan bekerjasama dengan Unit Perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian sebanyak 50 bayi yang dirawat di unit Perinatologi yang diduga mengalami sepsis neonatorum. Dilakukan pemeriksaan kultur darah dan dilakukan pemeriksaan darah rutin serta prokalsitonin.

Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian berupa usia gestasi, jenis kelamin, berat badan lahir dan diagnosa. Dari 50 bayi yang diperiksa, ditemukan 39 (78%) bayi mengalami sepsis (kultur darah positif). Responden sebagian besar dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yaitu 27 orang bayi (69.2%) yang mengalami sepsis dan 4 orang bayi (36.3%) yang tidak menderita sepsis. Jenis kelamin bayi mayoritas laki-laki yang mengalami sepsis yaitu 25 bayi (64.1%) dibanding perempuan hanya 14 bayi (35,8%). Berat bayi lahir yang terbanyak adalah berada diantara 1500 sampai 2499 gram pada kelompok kultur darah positif yaitu 19 bayi (48.7%), sedangkan pada kelompok kultur darah negatif berat bayi lahir terbanyak > 2500 gram sebanyak 7 bayi (63.6%). Diagnosa terbanyak untuk kelompok bayi dengan kultur darah positif adalah respiratory distress, yang berjumlah 19 bayi (48.7%) pada bayi dengan kultur darah negatif dengan diagnosa ASD sekundum dan TTN (Transient Tachipneu of the Newborn)

Kultur Darah

Positif Negatif

n=39 n=11 Usia Gestasi, minggu, n (%)

Kurang bulan (< 37 minggu ) 27 (69.2) 4 (36.3) Cukup bulan ( ≥37 minggu ) 12 (30.8) 7 (63.6) Jenis Kelamin

Laik-Laki 25 (64.1) 5 (45.4)

Perempuan Usia bayi (hari)

0 - 7 8 - 14 15 - 21 22 - 28 14 (35.8) 29 (74.3) 5 (12.8) 2 (5.1) 3 (7.7) 6 (54.5) 5 (45.4) 4 ( 36.3) 0 (0) 2 ( 18.2)

Berat Bayi Lahir (gram) 1000-1499 1500-2499 ≥ 2500 3 (7.7) 19 (48.7) 17 (43.6) 1 (9.1) 3 (27.2) 7 (63.6) Diagnosa Respiratory distress 19 (48.7) 2 (18.2) TTN 5 (12.8) 3 (27.2) Asfiksia neonatorum 3 (7.7) 2 (18.2) HIE 4 (10.2) 0 (0) Atresia ani 2 (5.1) 0 (0) Meningocele 2 (5.1) 0 (0) ASD sekundum 1 (2.5) 4 (36.3) Hidrosefalus Neonatal pneumonia 1 (2.5) 2 (5.1) 0 (0) 0 (0)

Penelitian ini juga menilai jenis-jenis kuman yang sering menyebabkan sepsis pada neonatus. Bakteri terbanyak yang ditemukan

dari hasil pemeriksaan kultur darah adalah Klebsiella pneumonia, yaitu sebanyak 13 biakan (33.3 %) dari 10 jenis bakteri yang ditemukan

Tabel 4.2. Jenis Bakteri pada Kultur Darah

Tabel 4.3.Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Prokalsitonin terhadap Kultur Darah Kultur Darah Total P Positif Negatif Prokalsitonin Positif 36 1 37 0.0001 Negatif 3 10 13 Total 39 11 50

Sensitivitas prokalsitonin terhadap pemeriksaan kultur darah adalah 36/(36+3) = 92.3%, atau dengan kata lain terdapat 92.3% di antara subyek penderita sepsis dapat dideteksi dengan prokalsitonin. Spesifisitas

Jenis Bakteri n (%) Staphylococcushaemolyticus Staphylococcus epidermidis Acinetobacter baumanii Staphylococcus hominis Citrobacter freundii Enterococcus faecium Klebsiella pneumonia Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus 3 (7.7) 2 (5.1) 7 (17.9) 1 (2.5) 1 (2.5) 3 (7.7) 13 (33.3) 3 (7.7) 2 (5.1) 1 (2.5)

penderita yang bukan sepsis dapat disingkirkan dengan pemeriksaan prokalsitonin. Nilai duga positif (Positive Predictive Value) untuk uji diagnostik ini adalah 36/36+1 = 97.2 %, dengan Nilai Duga Negatif (Negative Predictive Value) adalah 10/10+3 = 76.9%. Prevalensi penderita sepsis dalam penelitian ini adalah 39/50 = 78%.

Gambar 4.1.Kurva ROC (Receiver Operating Curve) untuk Prokalsitonin

Luas area di bawah kurva (area under curve) dengan menggunakan prokalsitonin pada penelitian ini adalah 0.929 (95%

Confidence Interval (CI) 0.713-0.953) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil ini menunjukkan akurasi uji diagnostik ini adalah sangat baik. Gambar 4.1 memperlihatkan kurva ROC (Receiver operating characteristics) yang merupakan nilai tawar menawar antara sensitifitas dan spesifisitas untuk mencari cut off point terbaik untuk suatu pemeriksaan.

1 - Specificity0.61.00.8 0.40.2 0.0 Se nsitivity 1.00.80.60.40.20.0

BAB 5. PEMBAHASAN

Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian pada neonatus.1Penelitian ini mendapatkan 39 pasien (78%) mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah dari 50 bayi sangkaan sepsis sebagai sampel penelitian. Dijumpai usia gestasi yang bervariasi pada sampel penelitian dan yang paling banyak menderita sepsis bakterialis yaitu usia gestasi kurang dari 37 minggu sebanyak 27 orang (69.2%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor risiko yang dapat menyebabkan sepsis bakterialis yaitu meliputi prematuritas,karena bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim.

Beberapa masalah yang dapat ditemui antara lain adalah masalah pernapasan, asupan, resiko perdarahan, dan infeksi. Bayi prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya sepsis neonatorum dibandingkan bayi aterm.4,6Disamping itu faktor risiko lainnya yang menyebabkan sepsis yaitu berat lahir rendah, Respiratory Distress Syndrom (RDS), tindakan resusitasi yang agresif.21 Riwayat asfiksia berat mempermudah terjadinya infeksi karena cedera sel akibat hipoksia dan akan memacu respon peradangan.21,22 Pada penelitian ini berat badan lahir rata-rata bayi yang mengalami sepsis ataupun tidak sepsis yaitu berat badan lahir > 2500 gram.

Faktor risiko lain yang juga mempengaruhi terjadinya sepsis yaitu jenis kelamin. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, hal ini disebabkan karena aktivitas dan metabolisme bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan sehingga kebutuhan oksigen pada bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan, karena oksigen yang kurang menyebabkan mudahnya berkembangbiak bakteri anaerob yang hidup pada suasana kurang oksigen.6Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menemukan bahwa 25 orang (64.1%) bayi laki-laki yang mengalami sepsis dibandingkan bayi perempuan yang berjumlah hanya 14 orang (35.8%).

Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada bayi. Di negara yang sedang berkembang jenis infeksi yang sering ditemukan berturut-turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis dan meningitis.26 Diagnosis yang paling banyak dijumpai pada pasien sepsis dalam penelitian ini respiratory distress yaitu sebanyak 19 orang (48.7%), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 2008 yaitu penyebab terbanyak sepsis berturut-turut berasal dari infeksi saluran pernapasan (38%), saluran cerna (18%), infeksi pasca operasi (9%), meningitis (6%), infeksi saluran kencing (5%) dan tidak teridentifikasi sebanyak (24%).49

antar satu negara dengan negara lain. perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa dan komplikasinya. Sepsis juga disebabkan oleh infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial pada bayi baru lahir terutama berkembang dari flora yang ditemukan dikulit, saluran nafas dan saluran cerna.20

Pada penelitian ini didapat bakteri hasil kultur yang terbanyak adalah jenis Klebsiella pneumonia yaitu sebanyak 13 pasien (33.3%),

Klebsiella pneumonia merupakan jenis kuman gram negatif, mengenai jenis kuman terdapat perbedaan pada beberapa Rumah Sakit, tergantung pola kuman setempat. Pola penyebab infeksi senantiasa berubah sejalan dengan kemajuan teknologi. Demikian juga pola resistensinya yang cenderung berubah sejalan dengan pemakaian antibiotik. Oleh karena itu pengetahuan tentang pola penyebab, resistensinya dan faktor risiko perlu terus dipantau sebagai landasan dalam pemilihan antibiotik yang tepat bagi penderita bakteriemia khususnya pada neonatus. Untuk itu, masih perlu dilakukan penelitian tentang pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik penyebab bakteremia pada neonatus di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas prokalsitonin 92.3%, spesifisitas 90.9%, positive predictive value 97.2%, negative predictive value 76.9%. Seperti disebutkan dalam judul penelitian bahwa penelitian ini adalah untuk menentukan apakah prokalsitonin dapat digunakan dalam

mendiagnosa sepsis bakterialis pada neonatus secara cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan sensitifitas yang tinggi untuk mencari subjek yang sakit, oleh karena dengan sensitivitas yang tinggi maka akan semakin kecil yang lolos dari penyakit, demikian pula dengan spesifisitas yang tinggi akan didapatkan hasil bukan sepsis yang makin tinggi bila hasil pemeriksaan menunjukkan hasil negatif.

Pada penelitian ini juga dibuat suatu uji dengan membuat kurva ROC yang merupakan alat untuk tawar menawar hasil sehingga didapatkan titik potong yang menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas yang optimal. Pada penelitian ini didapatkan ROC 0.929 (95% CI 0.713-0.953) dengan taraf signifikansi 5% yang menujukkan akurasi uji diagnostik ini adalah sangat baik.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di Amerika Serikat tahun 2005 yang mendapatkan sensitivitas prokalsitonin sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 80% pada nilai cut off value 0.5 ng/mL,50 Penelitian di Spanyol tahun 2010 juga memperlihatkan hasil yang hampir sama, dengan menggunakan cut off value 1.1 ng/mL didapatkan nilai sensitifitas 92% dan spesifisitas 76%.51 Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan di Meksiko pada tahun 2011 mendapatkan sensitifitas sebesar 100% dan spesifisitas 72%,52 dan penelitian di Turki tahun 2007 didapatkan nilai spesifisitas yang tinggi yaitu 100% dan sensitivitas 48%.42 Dari sebagian besar penelitian yang ada pemeriksaan prokalsitonin

yang cukup akurat dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil kultur darah yang memerlukan waktu yang lama ataupun dibandingkan dengan pemeriksaan marker sepsis yang lain seperti pemeriksaan CRP (C-reaktif protein), sehingga diagnosis sepsis neonatorum dapat cepat ditegakkan dan penatalaksanaan sepsis dapat segera dilakukan secara tepat sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus.42,50

Penurunan nilai prokalsitonin dapat digunakan sebagai panduan dari pemantauan hasil terapi antibiotika pada neonatus dengan sepsis dan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Jerman tahun 2010 dimana pemeriksaan prokalsitonin dilakukan secara berkala selama pemberian antibiotika sehingga waktu pemakaian antibiotika dapat dipersingkat.18 Keterbatasan dari studi adalah tidak melakukan analisa dan pemantauan efek terapi antibiotika terhadap sampel penelitian sehingga penurunan nilai prokalsitonin sebagai respon terhadap terapi pengobatan antibiotika belum dapat dipantau. Studi lebih lanjut diperlukan pemeriksaan prokalsitonin berkala untuk menilai efek terapi antibiotika sehingga waktu pemakaian antibiotika dapat dipersingkat.

Dokumen terkait