• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PROKALSITONIN SEBAGAI TES DIAGNOSTIK

SEPSIS BAKTERIALIS PADA NEONATUS

TESIS

ZULFADLI

107111005/PK

(2)

PROKALSITONIN SEBAGAI TES DIAGNOSTIK

SEPSIS BAKTERIALIS PADA NEONATUS

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di BidangIlmu Patologi

Klinik / M.Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

ZULFADLI

107111005/PK

(3)

Judul Tesis : Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik

Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

Nama Mahasiswa : Zulfadli

Nomor Induk Mahasiswa : 107111005

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

dr. Muzahar, DMM, Sp.PK(K)

Pembimbing II

dr. H.Emil Azlin, M.Ked (Ped), Sp.A(K)

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/

Medan RSUP H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH

NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 11Desember 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH ...

Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH ...

2. Prof. dr.Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK-KH ...

3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN,KGEH …….……….

4. dr. Ricke Loesnihari, MKed (Clin.Path), Sp.PK-K ...

5. dr. Muzahar, DMM, Sp.PK-K .……….

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Alah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya

sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis

Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan menyelesaikan

penulisan tesis yang berjudul Prokalsitonin Sebagai Tes diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran

Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Selama penulis mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian

penelitian untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,

petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil

dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

dan karya tulis ini

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga

dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik dimana beliau telah memberikan

kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan

Magister dan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah

(6)

ini sampai selesai, hanya doa yang dapat saya sampaikan semoga

Allah SWT memberikan kesehatan dan membalas kebaikan beliau serta

keluarga dengan surga-Nya.

2. Yth, Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang memberikan kesempatan kepada

saya sebagai peserta Program Magister dan Pendidikan Dokter

Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing,

mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai

selesai..

3. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan

masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan

penulisan tesis ini.

4. Yth, Dr. Ricke Loesnihari, Mked (Clin-Path), SpPK-K, selaku Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak

membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan

menyelesaikannya.

5. Yth, Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, sebagai pembimbing I saya yang telah bersusah payah setiap saat bersedia meluangkan waktu dan

pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk serta pengarahan,

bantuan dan memberikan motivasi kepada saya selama menempuh

pendidikan dan selama proses penyusunan sampai terselesaikannya

tesis ini. Saya mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT

membalas semua kebaikannya.

(7)

pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama

dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini.

7. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan,nasehat dan pengarahan selama pendidikan

dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. Yth, Prof. Iman Sukiman (Alm), SpPK-KH, FISH, Dr. R. Ardjuna M. Burhan, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, Dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, dan Dr Nelly Elfrida S, SpPK, Dr. Ida Adhayanti, SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti

pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini.

9. Yth, Drs. Abdul Jalil Amri A M.Kes yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai

penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya

ucapkan.

10. Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Khususnya kepada

sahabat-sahabatku dr. Juli Pasaribu, dr. Retta Kristina S, dr. Nuryanti, MKed (ClinPath), dr. Maruhum Nur, dr. Marlina, dr. Efi Ramadhani, dr. Evi Musafni, dr. Yuliana Sarli S, dr. Darul Amani, terima kasih atas dukungan kalian semua untuk kebersamaan,

pengertian, kisah serta masa-masa indah yang pernah kita jalani

bersama sebagai teman seangkatan.

11. Terima kasih saya ucapkan kepada para analis di Instalasi Patologi

Klinik RSUP H.Adam Malik, terutama Kak Indart, Kak Siti, Kak Ellis, Kak Masri, Mbak Asih, Mbak Ustati dan Nancy atas bantuan dan kerjasamanya selama pendidikan dan juga kepada Yoyok dan Evi yang banyak membantu dalam urusan administrasi dibagian Patologi

(8)

12. Kepada para pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja sama yang diberikan

kepada saya, sejak mulai pendidikan dan selesainya tesis ini.

13. Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi

Klinik dan memberikan kemudahan dalam menggunakan fasilitas dan

sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan keahlian.

14. Terimakasih serta cinta yang tak terhingga saya sampaikan kepada

ayahanda H. Hussein Puteh dan ibunda Hj. Halimah Raden yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil

serta cintanya kepada ananda selama ini. Tanpa beliau berdua mungkin

ananda tidak dapat menjadi seperti ini. Tidak ada satu kata pun yang

dapat mewakili perasaan ananda atas cinta dan kasih sayang kalian

berdua. Semoga kalian berdua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Selain itu terima kasih juga saya ucapkan untuk mertua saya H. Bachtiar Hamzah (Alm) dan Hj. Nurbaya terima kasih atas dukungan, doa, bantuan moril dan materil selama saya menjalani pendidikan.

15. Terimakasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada istri saya tercinta Dr. Nelly M.Ked (Ped) SpA yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, kesetiaan, kesabaran,

memberikan motivasi dan pengorbanan selama saya mengikuti

pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, demikian

juga buat buah hati dan anak anakku tercinta Fauzil Azhiim, Fatih Hanif dan Nafisa Putri Syauqiya yang memberi semangat dan motivasi kepada ayah untuk menyelesaikan pendidikan.

(9)

Azhar ST dan Maisuri SE dan Kakak-kakak ipar sayaDr Lisna dan Martin Ichsan ST, adik ipar saya Yulia MPsi dan Achmad Bysiri SP, Rachmat Bachtiar SE dan Rizki Sarita Nanda ST yang memberikan dorongan dan doa kepada saya selama masa pendidikan.

Sebagai manusia hamba Allah SWT, saya menyadari akan

keterbatasan dan kekurangan serta tidak terlepas dari tutur kata dan

tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya

mohon maaf yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Dan semoga Allah Swt memberkati kita semua. Amin Ya Rabbal

Allamin.

Medan, Desember 2014

Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Daftar lampiran... xiii

Abstrak……….. xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 4

(11)

2.2. Prokalsitonin sebagai alat diagnosis sepsis bakterialis

3.8.2. Pengambilan dan pengolahan sampel... 23

3.8.3. Kerangka Kerja... 26

3.9 Persetujuan / Informed consent…….………... 26

3.10.Etika penelitian……….. 26

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data... 26

BAB 4. HASIL PENELITIAN ………. 28

BAB 5. PEMBAHASAN ……… 33

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ……… 38

(12)

RINGKASAN ……… 39

DAFTAR PUSTAKA ……… 43

LAMPIRAN 1. Perkiraan biaya penelitian

2. Jadwal penelitian

3. Lembar Penjelasan kepada calon subjek penelitian

4. Lembar persetujuan setelah penjelasan

5. Kuesioner penelitian

6. Persetujuan komite etik

7. Daftar Riwayat hidup

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

PCT : Prokalsitonin

CRP : C Reaktif protein

WHO : World Health Organisation

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome

ISDC :The International Sepsis Definition Conferences

SAD : Sepsis awitan dini

SAL : Sepsis awitan lambat

E.coli : Escherichia Coli

SGB : Streptoccocus Grup B

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

LED : Laju endap darah

OGT : Oral gastric tube

BBLR : Berat bayi lahir rendah

RSU : Rumah Sakit Umum

µl : mikro liter

mg/dL : milligram/desiliter

mm3 : millimeter kubik

SPSS : Statistical Package for Social Science

ROC : Receiver operating curve

(14)

HIE : Hipoxic ischemic encephalopathy

ASD : Atrial septal defect

BBLASR : Berat bayi lahir amat sangat rendah

Pseudomonas sp : Pseudomonas species

Klebsiella sp : Klebsiella species

CI : Confidence interval

RDS : Respiratory distress syndrome

BBRT Bangsal bayi risiko tinggi

Enterobacter sp : Enterobacter species

S. aureus : Staphylococcus aureus

S Epidermidis : Staphylococcus epidermidis

n : jumlah subyek

Z฀ : nilai baku normal

P : proporsi kejadian sepsis neonatus

LED : Laju endap darah

CALC-1 : Calsitonin 1

kDa : Kilo Dalton

N Pro CT : N Pro calcitonin

IL 6 : Interleukin 6

IL 10 : Interleukin 10

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Prokalsitonin………... 16

Gambar 2.2. Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding dengan beberapa petanda sepsis lain……….…. 18

Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian... 19

Gambar 3.1. Kerangka kerja... 26

(16)

DAFTAR TABEL

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perkiraan biaya penelitian

Lampiran 2 Jadwal penelitian

Lampiran 3 Lembar Penjelasan kepada calon subjek penelitian

Lampiran 4 Lembar persetujuan setelah penjelasan

Lampiran 5 Kuesioner penelitian

Lampiran 6 Persetujuan komite etik

Lampiran 7 Daftar Riwayat hidup

(18)

Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

Zulfadli,1 Muzahar,1 Emil Azlin,2

1. Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas SumateraUtara, Medan 2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas

Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan

ABSTRAK

Pendahuluan Sepsis bakterialis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Diagnosis dini sepsis bakterialis dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis bakterialis namun hasilnya membutuhkan waktu 48-72 jam, sedangkan perjalanan penyakit berlangsung sangat cepat terutama pada neonatus. Pemeriksaan prokalsitonin merupakan cara yang cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bahwa pemeriksaan procalcitonin dapat digunakan dalam diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

Metode.Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat uji diagnostik dengan menggunakan pendekatan potong lintang,dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2014 di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan .Sebanyak 50 neonatus yang disangka sepsis bakterialis di Unit Perinatologi RSUP H.Adam Malik Medan, dilakukan pemeriksaan kultur darah dan prokalsitonin. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dengan program komputer.

Hasil.Dari 50 neonatus,39 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Prokalsitonin mempunyai sensitivitas 92.3 %, spesifisitas 90.9%, positif predictive value 97.2% dan negative predictive value 76.9%. dengan kurva ROC 0.929 (95% Confidence Interval (CI) 0.713-0.953)

Kesimpulan Prokalsitonin dapat digunakan dalam diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

(19)

Procalcitonin as a Diagnostic Test for Neonatal Bacterial Sepsis Zulfadli,1 Muzahar,1 Emil Azlin,2

1. Departement of Clinical Pathology, Medical Faculty, University of North Sumatra, Medan 2. Department of Pediatrics, Medical Faculty , University of North Sumatra / H.Adam Malik Central Hospital Medan

ABSTRACT

Background Bacterial sepsis is the main cause of morbidity and mortality in neonates. Early diagnostic and prompt treatment can reduce the morbidity and mortality rate. Gold standard to diagnose bacterial sepsis is blood culture, but it needs 48-72 hours for the results, while the disease may progress rapidly in neonates. The measurement of procalcitonin is a quick and better method to diagnose sepsis bacterial in neonates. The aim of the study is to determine that procalcitonin can be used as an early diagnostic test for neonatal bacterial sepsis

Method This study is a diagnostic study using cross-sectional design, conducted in April through July 2014 in the Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine ,North Sumatra University/H.Adam Malik Hospital A number of 50 neonates suspected bacterial sepsis in Perinatology Unit H.Adam Malik Hospital Medan, performed blood cultures and procalcitonin. Samples were collected by consecutive sampling method. Statistical analysis with computer program

Results Of 50 neonates, thirty nine neonates had bacterial sepsis based on blood culture. The procalcitonin sensitivity was 92.3%, specificity was 90.9%, positive predictive value was 97.2% and negative predictive value was 76.9%, ROC curve 0.929 (95% Confidence Interval (CI) 0.713-0.953) Conclusions Procalcitonin could be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis.

(20)

Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

Zulfadli,1 Muzahar,1 Emil Azlin,2

1. Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas SumateraUtara, Medan 2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas

Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan

ABSTRAK

Pendahuluan Sepsis bakterialis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Diagnosis dini sepsis bakterialis dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis bakterialis namun hasilnya membutuhkan waktu 48-72 jam, sedangkan perjalanan penyakit berlangsung sangat cepat terutama pada neonatus. Pemeriksaan prokalsitonin merupakan cara yang cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bahwa pemeriksaan procalcitonin dapat digunakan dalam diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

Metode.Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat uji diagnostik dengan menggunakan pendekatan potong lintang,dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2014 di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan .Sebanyak 50 neonatus yang disangka sepsis bakterialis di Unit Perinatologi RSUP H.Adam Malik Medan, dilakukan pemeriksaan kultur darah dan prokalsitonin. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dengan program komputer.

Hasil.Dari 50 neonatus,39 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Prokalsitonin mempunyai sensitivitas 92.3 %, spesifisitas 90.9%, positif predictive value 97.2% dan negative predictive value 76.9%. dengan kurva ROC 0.929 (95% Confidence Interval (CI) 0.713-0.953)

Kesimpulan Prokalsitonin dapat digunakan dalam diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

(21)

Procalcitonin as a Diagnostic Test for Neonatal Bacterial Sepsis Zulfadli,1 Muzahar,1 Emil Azlin,2

1. Departement of Clinical Pathology, Medical Faculty, University of North Sumatra, Medan 2. Department of Pediatrics, Medical Faculty , University of North Sumatra / H.Adam Malik Central Hospital Medan

ABSTRACT

Background Bacterial sepsis is the main cause of morbidity and mortality in neonates. Early diagnostic and prompt treatment can reduce the morbidity and mortality rate. Gold standard to diagnose bacterial sepsis is blood culture, but it needs 48-72 hours for the results, while the disease may progress rapidly in neonates. The measurement of procalcitonin is a quick and better method to diagnose sepsis bacterial in neonates. The aim of the study is to determine that procalcitonin can be used as an early diagnostic test for neonatal bacterial sepsis

Method This study is a diagnostic study using cross-sectional design, conducted in April through July 2014 in the Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine ,North Sumatra University/H.Adam Malik Hospital A number of 50 neonates suspected bacterial sepsis in Perinatology Unit H.Adam Malik Hospital Medan, performed blood cultures and procalcitonin. Samples were collected by consecutive sampling method. Statistical analysis with computer program

Results Of 50 neonates, thirty nine neonates had bacterial sepsis based on blood culture. The procalcitonin sensitivity was 92.3%, specificity was 90.9%, positive predictive value was 97.2% and negative predictive value was 76.9%, ROC curve 0.929 (95% Confidence Interval (CI) 0.713-0.953) Conclusions Procalcitonin could be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis.

(22)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepsis adalah respon inflamasi terhadap infeksi. Pendapat lain

menyebutkan sepsis neonatorum sebagai sindroma klinik penyakit

sistemik yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama

kehidupan.1 Sepsis pada neonatus merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir.2 Di negara yang sedang berkembang, hampir sebagian besar bayi

baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis.

Sampai saat ini sepsis pada neonatus masih merupakan penyebab

utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir.1,3

Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1.8

sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar

12 sampai 68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis

berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian

10.3%. sedangkan data angka kejadian sepsis di Indonesia masih

tinggi 8.7 sampai 30.29% dengan angka kematian 11.56% sampai

49.9%.1,2 Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO) terdapat 10 juta kematian neonatus setiap tahun dari 130 juta bayi

(23)

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau

jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada

terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar

negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara

berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun

bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis

neonatorum.4-6

Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena

gejala klinis yang tidak spesifik pada neonatus.7 Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis

neonatorum namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat

diketahui setelah 48 sampai 72 jam, sehingga penatalaksanaan

sepsis sering terjadi keterlambatan pengobatan yang dapat

memperburuk keadaan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.7,8 Pengobatan hanya berdasarkan gambaran klinis dapat menimbulkan

penanganan yang berlebihan dan terjadi peningkatan pola resistensi

terhadap antibiotik dan efek toksisitasnya dikemudian hari.9

Diperlukan pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik

yang dapat menegakkan sepsis pada neonatus secara cepat tanpa

menunggu hasil kultur darah sehingga dapat memberikan terapi

secara cepat dan tepat untuk mengurangi angka mortalitas dan

(24)

tidak spesifik sebagai marker sepsis pada neonatus karena nilai CRP

juga positif pada keadaan trauma.10,11

Prokalsitonin ( PCT ) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri

dari 116 asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid,

pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus

septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih. Marker

ini juga diproduksi oleh makrofag dan sel monosit pada beberapa

kasus infeksi bakteri yang berat dan sepsis.10,12,13

Sejak awal tahun 1990-an prokalsitonin pertama kali

digambarkan sebagai tanda spesifik infeksi bakteri.14 Kepekatan serum prokalsitonin meningkat saat inflamasi sistemik, khususnya

infeksi bakteri. Prokalsitonin meningkat saat sepsis dan sudah dikenal

sebagai petanda infeksi pada penyakit berat.15-17Sampai saat ini sudah banyak penelitian tentang peran prokalsitonin ini terhadap

kejadian sepsis pada neonatus, terutama peranan prokalsitonin

sebagai marker diagnosis sepsis pada neonatus sehingga dapat

mendeteksi kemungkinan sepsis bakteri pada neonatus di tahap awal

dan prokalsitonin juga dapat dipergunakan dalam memantau efek

terapi antibiotika sehingga lamanya penggunaan antibiotika dapat

dipersingkat.18 Penelitian tentang prokalsitonin di Indonesia sudah dilakukan di beberapa sentra pendidikan, tetapi di Sumatera Utara

(25)

pemeriksaan prokalsitonin sebagai tes diagnostik sepsis bakterialis

pada neonatus, sehingga peneliti tertarik untuk menelitinya.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah pemeriksaan prokalsitonin mempunyai sensitifitas dan spesifitas

yang baik untuk menegakkan sepsis bakterialis pada neonatus.

1.3. Hipotesis Penelitian

Prokalsitonin memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk

menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan prokalsitonin

dan pemeriksaan kultur darah dalam menegakkan diagnosis sepsis

bakterialis pada neonatus.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk dapat menegakkan

(26)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di

bidang patologi klinik, khususnya dalam menegakkan diagnosis sepsis

bakterialis pada neonatus melalui pemeriksaan prokalsitonin dan kultur

darah.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan menilai hasil pemeriksaan

prokalsitonin dan kultur darah dalam menegakkan diagnosis sepsis

bakterialis pada neonatus sehingga pengobatan yang cepat dan tepat

dapat diberikan.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan data terhadap

bidang Patologi klinik mengenai pemeriksaan prokalsitonin dan kultur

darah dalam menegakkan diagnosis sepsis bakterialis pada

(27)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sepsis Neonatorum

2.1.1. Definisi

Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok septik,

disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.2,6Sepsis ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan,

berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit,

takikardi,dan takipnea.Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang

ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.7 Sepsis neonatorum didefinisikan sebagai sindroma klinik penyakit sistemik

yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan.1

2.1.2. Epidemiologi

Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8.7 sampai 30.29%

dengan angka kematian 11.56 sampai 49.9%.1 Sepsis merupakan penyebab kematian utama pada bayi, insiden sepsis di negara

berkembang cukup tinggi yaitu 1.8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup

(28)

maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup

dengan angka diperkirakan sebesar kematian 10,3%.1

2.1.3. Klasifikasi

Sepsis pada neonatus dibagi menjadi dua berdasarkan awitan

munculnya sepsis yaitu:5,6 berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis

neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat

(SAL).2

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera

dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada

saat proses kelahiran atau in utero.6 Sepsis awitan lambat (SAL) terjadi lebih dari 72 jam biasa berasal dari lingkungan sekitar dan yang paling

sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi

dirawat inap di rumah sakit.19,20 Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah

sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah

berasal dari jalan lahir atau diperoleh dari lingkungan sekitar.21,22

2.1.4. Etiologi

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah

(29)

New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa

kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah

Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli

(18%).23,24

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum22

Berdasarkan databased perinatologi RSHAM (Rumah Sakit H.Adam Malik) tahun 2008 sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman

berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus sp 33%, Klebsiela 23%,

Pseudomonas 28% untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus 27%,

enterobacter 18%, pseudomonas 16% dan tahun 2010 staphylococus

34%, pseudomonas 20%, enterobacter 14%.25

(30)

dan E. Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada

usap vagina wanita di daerah pedesaan.20,26 Sementara Klebsiella sp

biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain

mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah

Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.23,24

2.1.5. Faktor risiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi

dan lain-lain. Faktor risiko ibu:1,2

1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila

ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi

meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian

sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

2. Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat

korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh

Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan

komplikasi obstetrik lainnya.

(31)

5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

Faktor risiko pada bayi:22

1. Prematuritas dan berat lahir rendah

2. Asfiksia neonatorum

3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang

mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan.

4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator,

kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter

intratorakal.

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli),

defek imun, atau asplenia.

Faktor risiko lain:

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum

lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi

kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah,

dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada

tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya

(32)

kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini

walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan

perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.28

2.1.6. Gejala Klinis

Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik

yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun

keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi

kehidupan bayi.27 Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya

kuman.28 Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.222 pada anak dan dewasa infeksi biasanya disertai dengan demam namun pada bayi baru lahir demam bukan merupakan tanda yang

khas untuk infeksi. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10% bayi yang

pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak

yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.28

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan

asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah

lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti

hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.

(33)

hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular

(hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan

respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,

intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang,

takipnea, apnea, merintih dan retraksi).29-32

Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis pada neonatus.22

(34)

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus

melalui beberapa cara yaitu:

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta atau

umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.

Penyebab infeksi adalah virus yang menembus plasenta antara lain

virus

rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.33

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi pada saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada

vagina dan servik naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya

terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus

masuk ke tubuh bayi.2,16 Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau

port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman misalnya: herpesgenetalia, candida albicans dan gonorhoe.33

c. Infeksi paskanatal atau setelah melahirkan

(35)

penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol

minuman atau dot).33

Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan

terjadi infeksi nosokomial,infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.20

2.1.8. Diagnosis 6,20

Diagnosis sepsis pada neonatus ditegakkan dengan isolasi agen etiologi

dari penyebab sepsis yaitu:

a. Kultur darah yang dapat menunjukkan organisme penyebab sepsis.

b. Analisis kultur urin dan cairan cerebrospinal dengan cara lumbal pungsi

c. Pemeriksaan darah rutin, didapat peningkatan leukosit dan peningkatan

neutrofil immatur yang menandakan adanya infeksi.

d. Pemeriksaan laju endap darah, C-reaktif protein, prokalsitonin,

interleukin 1 dan 6 yang meningkat menunjukkan adanya infeksi.

2.2. Prokalsitonin sebagai tes diagnostik sepsis bakterialis 2.1.1. Definisi

Dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus dapat digunakan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya proses inflamasi

seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), tumor

nekrosis α dan Interleukin 1 dan 6.34,35 Akan tetapi pemeriksaan tersebut

(36)

neonatus yang dirawat diruang Perinatologi atau diruang Neonatal Intensif Care Unit (NICU) dalam waktu yang cepat, karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat

pengobatan yang tepat dalam waktu yang segera dan hasil kultur darah

positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif

belum tentu menyingkirkan sepsis.36-39

Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang

kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan

antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi.40 Akhir akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena

infeksi yaitu prokalsitonin. Tes ini banyak dipakai untuk membedakan

antara SIRS dan sepsis. Prokalsitonin merupakan pemeriksaan yang

dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan

ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan.41-43

Prokalsitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh

inflamasi ditemukan sejak tahun 1993.14 Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang

berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. Prokalsitonin juga dapat membantu dalam diagnosa banding penyakit infeksi atau

(37)

2.1.2. Struktur prokalsitonin

Prokalsitonin ( PCT ) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116

asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid, struktur

prokalsitonin secara skematis terlihat seperti pada Gambar 2.1.

Prokalsitonin mempunyai berat molekul 13 kDa protein yang disandi oleh

gen CALC-1 di lengan pendek kromosom 11. Secara normal semua

prokalsitonin dipecah dalam tiroid menjadi calsitonin.46

49

Gambar 2.1 Struktur Prokalsitonin46

2.1.3. Peran prokalsitonin dalam diagnosis sepsis bakterialis

(38)

sensitif sebagai penanda infaksi bakteri.Pelepasan prokalsitonin ke dalam

sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan penyakit tidak

disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna.46

Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari

marker inflamasi lainnya, seperti Tumor nekrosis faktor α, Interleukin 6,

Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien

penyakit kritis.41,45 Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut

(monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi

menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai

prokalsitonin menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi

penyembuhan infeksi.44

Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak

dijumpai, tetapi akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang

timbul sesuai dengan beratnya infeksi. Tetapi pada temuan beberapa

peneliti peningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan bukan

infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih

sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju

endap darah (LED), perhitungan leukosit dan C reaktif protein sebagai

(39)

Gambar 2.2 Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding

dengan beberapa petanda sepsis lain46

Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri

selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi

non-bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin.

Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan,

puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun

dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam,

seperti terlihat pada Gambar 2.2 diatas.46

Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan

disamping sebagai penanda sepsis awal, hal ini sesuai dengan penelitian

di Turki tahun 2007 yang melakukan pemantauan pengobatan terhadap

pasien neonatus sepsis dan menjadi rujukan untuk pemakaian dan

penghentian terapi antibiotika pada neonatus sepsis.18

(40)

khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah

alat tesCobas 601 ( Cobas 6000)merupakan suatu alat tes untuk

mendeteksi kadar prokalsitonin. Prokalsitonin dapat diukur secara cepat

dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari sampel darah

yang telah disentrifugasi.47

(41)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah uji diagnostik untuk melihat perbandingan

pemeriksaan prokalsitonin dan pemeriksaan kultur darah pada neonatus

yang tersangka dengan sepsis.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Depertemen/Instalasi Patologi Klinik FK

USU/RSUP H.Adam Malik Medan bekerjasama dengan Unit Perinatologi

RSUP H. Adam Malik Medan selama 4 bulan mulai bulan April sampai

bulan Juli 2014.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target adalah neonatus yang mengalami sepsis atau yang

disangkakan dengan diagnosis sepsis. Populasi terjangkau adalah

populasi target yang berusia 0 sampai 28 hari selama bulan April sampai

Juli 2014. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel untuk uji diagnostik dihitung dengan menggunakan rumus

(42)

n

= Deviat baku Alpha untuk α = 0,05 ฀ 1,96

= Deviat baku Beta untuk β = 0,10 ฀ 1,282

Po = Proporsi Neonatus Sepsis = 0,038 = 3,8 %44

Po – Pa = Beda proporsi yang bermakna di tetapkan sebesar = 0,15 = 15 %

Pa = Perkiraan proporsi Neonatus Sepsis yang diteliti = 0,158 n = Besar sampel

Dengan menggunakan rumus diatas maka diperlukan sampel

minimal sebanyak 50 orang.

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Bayi usia 0 sampai 28 hari

2.Didiagnosis dengan sangkaan sepsis minimal 3 gejala klinis sepsis

pada neonatus dan terdapat minimal 1 faktor risiko sepsis pada ibu

3. Sampel darah diambil sebelum mendapat antibiotik

(43)

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. . Pasien dengan multiple congenital anomalyyang berat 2. Pasien telah mendapat antibiotik

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Kadar prokalsitonin Nominal

Variabel terikat Skala

Kultur darah Nominal

Variabel perancu

Usia gestasi, jenis kelamin, berat bayi lahir

3.7. Definisi Operasional 1. Bayi usia 0 sampai 28 hari

2. Sangkaan sepsis pada neonatus bila terdapat gejala: irritabilitas suhu,

takikardia (denyut jantung > 180x/menit), bradikardia (denyut jantung <

100x/menit), takipneu (frekuensi nafas > 60x/menit) ditambah

merintih/retraksi, letargis atau penurunan kesadaran, intoleransi

glukosa, intoleransi minum, tekanan darah dibawah batasan normal

usianya (Tekanan darah sistolik < 50 mmHg untuk bayi usia 1 hari dan

tekanan darah sistolik < 65 mmHg untuk bayi 1 bulan)

3. Kultur darah adalah tehnik pemeriksaan untuk menumbuhkan bakteri

patogen yang ada dalam darah

4. Pemeriksaan prokalsitonin adalah pemeriksaan darah tanpa

antikoagulan yang dibiarkan membeku pada suhu ruangan yang

(44)

3.8.1 Subjek

Subjek dikumpulkan secara consecutive sampling. 3.8.2 Pengambilan dan pengolahan sampel

3.8.2.a.Prosedur Kerja pemeriksaan prokalsitonin dengan menggunakan Elecsys BRAHMS PCT Cobas e 60148

1. Darah sebanyak 2 cc tanpa antikoagulan dibiarkan membeku pada

suhu ruangan, selanjutnya disentrifus dengan alat sentrifugasi 5702

kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memperoleh serum, serum

kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam cuvet yang tersedia

sebanyak 200 µl

2. Lalu cuvet diletakkan pada raknya, dan dimasukkan ke dalam alat

cobas 6000 seri e601

3. Hasil akan diperoleh selama kurang lebih 18 menit, dan akan langsung

ditransfer ke sistem LIS dan terbaca di monitor komputer.

Pemeriksaan prokalsitonin dengan sandwich principle metode ECLIA ( Electrochemiluminerascence imunoassay)

- Inkubasi 1 ; antigen yang ada di sampel (30 ul ) + biotinylated monoclonal PCT antibody spesifik dan anti PCT antibody Ruthenium label.

- Inkubasi 2 ; setelah ditambah partikel-partikel mikro yang dilapisi streptavidin kompleks tersebut akan berapa pada fase solid, terjadi ikatan

antara biotin dan streptavidin.

- Campuran reaksi tersebut diaspirasi ke ruang pengukuran, dimana

partikel-partikel mikro akan ditangkap secara magnetik kepermukaan

elektroda.Substansi yang tidak berikatan akan dibuang dengan procell

(45)

Pemantapan kualitas pemeriksaan Prokalsitonin

Untuk pemantapan kualitas, digunakan Elecsys PreciControl PCT

1 dan 2. Bahan kontrol lainya yang sesuai dapat digunakan sebagai

tambahan.Kontrol dilakukan setiap 24 jam ketika test dilakukan dan

setelah dilakukan kalibrasi. Interval dan limit kontrol dapat diadaptasikan

terhadap setiap kebutuhan laboratorium individu.

Hasil yang diperoleh harus berada dalam limit yang ditentukan. Setiap

laboratorium harus melakukan koreksi pengukuran jika nilai atau hasil

berada diluar limit.

3.8.2.b. Prosedur Kerja pemeriksaan kultur darah dengan alat Bactec 9050:48

1. Sampel darah 2 cc dimasukkan ke dalam vial yang berisi media bactec

secara merata

2. Tekan home rotor key di samping layar dan buka pintu pada alat

3. Tekan tanda botol pada layar, dan barcode scanner (scan botol)

4. Masukkan botol ditempat yang ditentukan pada layar

5. Tekan tanda ”OK” dan tutup pintu dengan rapat, tunggu hasil 1x24 jam

6. Hasil positif dengan adanya perubaan warna pada layar monitor

menjadi kuning, lampu yang berkedip yang akan menandai sampel

yang positif (suatu indikasi visual pada panel unit operator).

7. Jika negatif pada monitor muncul tanda negatif pada sampel yang

negatif

Prinsip kerja biakan darah bactec

a. Botol media ditutup dengan rapat dengan karet, sehingga cairan

(46)

b. Botol media dapat dikocok sempurna sehingga pembentukan bekuan

darah dalam media dapat dicegah

c. Pada waktu inkubasi, botol darah diagitasi terus menerus. Hal ini

merangsang maksimal pertumbuhan kuman dalam dalam media (

botol media diputar terus menerus selama inkubasi )

d. Media mengandung zat yang dapat menetralisir efek anti mikroba

sehingga pertumbuhan tidak terhambat oleh antibiotik yang sudah

didapat pasien ( resin yang mampu menhambat efek antibotik )

Pengawasan pertumbuhan kuman dilakukan dengan memantau CO2

hasil metabolisme kuman. Bila kadar CO2 melampaui ambang batas

tertentu, sistem menyatakan hasil biakan positif. Contoh pada dasar

botol media bactec terdapat indikator kadar CO2 yang memancarkan

Flouresensi apabila kadar CO2 melampaui ambang batas. Prinsip

deteksi adalah peningkatan linier dan peningkatan kecepatan

fluoresensi.

Pemantapkan kualitas Bactec

Tabung bactec kosong tanpa di isi specimen dimasukan kedalam bactec

selama 24 jam. Setelah itu lihat hasilnya, bila bactec menunjukan tidak

ada pertumbuhan kuman maka bactec masih bekerja dengan baik.

. .

(47)

Gambar 3.1. Kerangka kerja

3.9. Persetujuan / Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemeriksaan darah penderita

tersangka sepsis neonatus.

3.10. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Perbedaan kemampuan diagnostik prokalsitonin dibandingkan dengan

kultur darah dianalisis dengan tabel 2 x 2 dengan menghitung sensitivitas, Pemeriksaan darah dengan

pemeriksaan prokalsitonin dan kultur darah

Pemeriksaan prokalsitonin Positif : bila dijumpai nilai ≥ 0,5

Kultur darah

Positif : bila dijumpai

pertumbuhan kuman dalam darah

(48)

ratio positive dan likelihood ratio negative. Untuk menentukan titik potong terbaik hasil uji diagnostik dibuat kurva ROC. Data yang terkumpul akan

diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer

yaitu SPSS versi 15.0. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95 %

(49)

Penelitian dilakukan di Depertemen/Instalasi Patologi Klinik FK

USU/RSUP H.Adam Malik Medan bekerjasama dengan Unit Perinatologi

RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian sebanyak 50 bayi yang

dirawat di unit Perinatologi yang diduga mengalami sepsis neonatorum.

Dilakukan pemeriksaan kultur darah dan dilakukan pemeriksaan darah

rutin serta prokalsitonin.

Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian berupa usia

gestasi, jenis kelamin, berat badan lahir dan diagnosa. Dari 50 bayi yang

diperiksa, ditemukan 39 (78%) bayi mengalami sepsis (kultur darah

positif). Responden sebagian besar dengan usia gestasi kurang dari 37

minggu yaitu 27 orang bayi (69.2%) yang mengalami sepsis dan 4 orang

bayi (36.3%) yang tidak menderita sepsis. Jenis kelamin bayi mayoritas

laki-laki yang mengalami sepsis yaitu 25 bayi (64.1%) dibanding

perempuan hanya 14 bayi (35,8%). Berat bayi lahir yang terbanyak adalah

berada diantara 1500 sampai 2499 gram pada kelompok kultur darah

positif yaitu 19 bayi (48.7%), sedangkan pada kelompok kultur darah

negatif berat bayi lahir terbanyak > 2500 gram sebanyak 7 bayi (63.6%).

Diagnosa terbanyak untuk kelompok bayi dengan kultur darah positif

adalah respiratory distress, yang berjumlah 19 bayi (48.7%) pada bayi dengan kultur darah negatif dengan diagnosa ASD sekundum dan TTN

(50)

Kultur Darah

Positif Negatif

n=39 n=11 Usia Gestasi, minggu, n (%)

Kurang bulan (< 37 minggu ) 27 (69.2) 4 (36.3)

Berat Bayi Lahir (gram) 1000-1499

Penelitian ini juga menilai jenis-jenis kuman yang sering

(51)

dari hasil pemeriksaan kultur darah adalah Klebsiella pneumonia, yaitu sebanyak 13 biakan (33.3 %) dari 10 jenis bakteri yang ditemukan

Tabel 4.2. Jenis Bakteri pada Kultur Darah

Tabel 4.3.Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Prokalsitonin terhadap

Kultur Darah

Sensitivitas prokalsitonin terhadap pemeriksaan kultur darah adalah

36/(36+3) = 92.3%, atau dengan kata lain terdapat 92.3% di antara

subyek penderita sepsis dapat dideteksi dengan prokalsitonin. Spesifisitas

(52)

penderita yang bukan sepsis dapat disingkirkan dengan pemeriksaan

prokalsitonin. Nilai duga positif (Positive Predictive Value) untuk uji diagnostik ini adalah 36/36+1 = 97.2 %, dengan Nilai Duga Negatif

(Negative Predictive Value) adalah 10/10+3 = 76.9%. Prevalensi penderita sepsis dalam penelitian ini adalah 39/50 = 78%.

Gambar 4.1.Kurva ROC (Receiver Operating Curve) untuk Prokalsitonin

Luas area di bawah kurva (area under curve) dengan menggunakan prokalsitonin pada penelitian ini adalah 0.929 (95%

Confidence Interval (CI) 0.713-0.953) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil ini menunjukkan akurasi uji diagnostik ini adalah sangat baik. Gambar 4.1

memperlihatkan kurva ROC (Receiver operating characteristics) yang merupakan nilai tawar menawar antara sensitifitas dan spesifisitas untuk

mencari cut off point terbaik untuk suatu pemeriksaan.

1 - Specificity0.61.00.8 0.40.2

0.0

Se

nsitivity

(53)

BAB 5. PEMBAHASAN

Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum merupakan penyebab

utama kematian pada neonatus.1Penelitian ini mendapatkan 39 pasien (78%) mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah dari

50 bayi sangkaan sepsis sebagai sampel penelitian. Dijumpai usia gestasi

yang bervariasi pada sampel penelitian dan yang paling banyak menderita

sepsis bakterialis yaitu usia gestasi kurang dari 37 minggu sebanyak 27

orang (69.2%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor risiko yang dapat

menyebabkan sepsis bakterialis yaitu meliputi prematuritas,karena bayi

prematur memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya

organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim.

Beberapa masalah yang dapat ditemui antara lain adalah masalah

pernapasan, asupan, resiko perdarahan, dan infeksi. Bayi prematur

memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya sepsis neonatorum

dibandingkan bayi aterm.4,6Disamping itu faktor risiko lainnya yang

menyebabkan sepsis yaitu berat lahir rendah, Respiratory Distress Syndrom (RDS), tindakan resusitasi yang agresif.21 Riwayat asfiksia berat mempermudah terjadinya infeksi karena cedera sel akibat hipoksia dan

akan memacu respon peradangan.21,22 Pada penelitian ini berat badan lahir rata-rata bayi yang mengalami sepsis ataupun tidak sepsis yaitu

(54)

Faktor risiko lain yang juga mempengaruhi terjadinya sepsis yaitu

jenis kelamin. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis

neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi

perempuan, hal ini disebabkan karena aktivitas dan metabolisme bayi laki

laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan sehingga kebutuhan

oksigen pada bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan,

karena oksigen yang kurang menyebabkan mudahnya berkembangbiak

bakteri anaerob yang hidup pada suasana kurang oksigen.6Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menemukan bahwa 25 orang (64.1%) bayi

laki-laki yang mengalami sepsis dibandingkan bayi perempuan yang

berjumlah hanya 14 orang (35.8%).

Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada

bayi. Di negara yang sedang berkembang jenis infeksi yang sering

ditemukan berturut-turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran

cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis dan meningitis.26 Diagnosis yang paling banyak dijumpai pada pasien sepsis dalam penelitian ini respiratory

distress yaitu sebanyak 19 orang (48.7%), hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 2008 yaitu penyebab terbanyak

sepsis berturut-turut berasal dari infeksi saluran pernapasan (38%),

saluran cerna (18%), infeksi pasca operasi (9%), meningitis (6%), infeksi

saluran kencing (5%) dan tidak teridentifikasi sebanyak (24%).49

(55)

antar satu negara dengan negara lain. perbedaan pola kuman ini akan

berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien.

Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa dan

komplikasinya. Sepsis juga disebabkan oleh infeksi nosokomial. Infeksi

nosokomial pada bayi baru lahir terutama berkembang dari flora yang

ditemukan dikulit, saluran nafas dan saluran cerna.20

Pada penelitian ini didapat bakteri hasil kultur yang terbanyak

adalah jenis Klebsiella pneumonia yaitu sebanyak 13 pasien (33.3%),

Klebsiella pneumonia merupakan jenis kuman gram negatif, mengenai jenis kuman terdapat perbedaan pada beberapa Rumah Sakit, tergantung

pola kuman setempat. Pola penyebab infeksi senantiasa berubah sejalan

dengan kemajuan teknologi. Demikian juga pola resistensinya yang

cenderung berubah sejalan dengan pemakaian antibiotik. Oleh karena itu

pengetahuan tentang pola penyebab, resistensinya dan faktor risiko perlu

terus dipantau sebagai landasan dalam pemilihan antibiotik yang tepat

bagi penderita bakteriemia khususnya pada neonatus. Untuk itu, masih

perlu dilakukan penelitian tentang pola kuman dan sensitivitasnya

terhadap antibiotik penyebab bakteremia pada neonatus di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas prokalsitonin 92.3%,

(56)

mendiagnosa sepsis bakterialis pada neonatus secara cepat dan tepat.

Untuk itu diperlukan sensitifitas yang tinggi untuk mencari subjek yang

sakit, oleh karena dengan sensitivitas yang tinggi maka akan semakin

kecil yang lolos dari penyakit, demikian pula dengan spesifisitas yang

tinggi akan didapatkan hasil bukan sepsis yang makin tinggi bila hasil

pemeriksaan menunjukkan hasil negatif.

Pada penelitian ini juga dibuat suatu uji dengan membuat kurva

ROC yang merupakan alat untuk tawar menawar hasil sehingga

didapatkan titik potong yang menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas

yang optimal. Pada penelitian ini didapatkan ROC 0.929 (95% CI

0.713-0.953) dengan taraf signifikansi 5% yang menujukkan akurasi uji

diagnostik ini adalah sangat baik.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di Amerika Serikat

tahun 2005 yang mendapatkan sensitivitas prokalsitonin sebesar 97% dan

spesifisitas sebesar 80% pada nilai cut off value 0.5 ng/mL,50 Penelitian di Spanyol tahun 2010 juga memperlihatkan hasil yang hampir sama,

dengan menggunakan cut off value 1.1 ng/mL didapatkan nilai sensitifitas 92% dan spesifisitas 76%.51 Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan di Meksiko pada tahun 2011 mendapatkan sensitifitas sebesar

(57)

yang cukup akurat dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil

kultur darah yang memerlukan waktu yang lama ataupun dibandingkan

dengan pemeriksaan marker sepsis yang lain seperti pemeriksaan CRP

(C-reaktif protein), sehingga diagnosis sepsis neonatorum dapat cepat

ditegakkan dan penatalaksanaan sepsis dapat segera dilakukan secara

tepat sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada

neonatus.42,50

Penurunan nilai prokalsitonin dapat digunakan sebagai panduan dari

pemantauan hasil terapi antibiotika pada neonatus dengan sepsis dan hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Jerman tahun 2010 dimana

pemeriksaan prokalsitonin dilakukan secara berkala selama pemberian

antibiotika sehingga waktu pemakaian antibiotika dapat dipersingkat.18 Keterbatasan dari studi adalah tidak melakukan analisa dan

pemantauan efek terapi antibiotika terhadap sampel penelitian sehingga

penurunan nilai prokalsitonin sebagai respon terhadap terapi pengobatan

antibiotika belum dapat dipantau. Studi lebih lanjut diperlukan

pemeriksaan prokalsitonin berkala untuk menilai efek terapi antibiotika

(58)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas pada neonatus. Baku emas untuk menegakkan diagnosis

sepsis adalah kultur darah namun membutuhkan waktu 3 sampai 5 hari

dan biaya yang tidak murah untuk memperoleh hasilnya, sehingga terjadi

keterlambatan pengobatan yang dapat memperburuk keadaan bayi

bahkan bisa menyebabkan kematian. Diperlukan suatu cara yang cepat

dan tepat untuk menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada

neonatus. Pada penelitian didapatkan bahwa Prokalsitonin merupakan

suatu cara yang cepat dan tepat untuk menegakkan diagnosis dini sepsis

bakterialis pada neonatus.

6.2. SARAN

Perlu dilakukan penelitian terutama dengan sampel bayi baru lahir untuk

menilai sepsis pada tahap awal sebelum terpapar dengan pemakaian

antibiotik. Oleh karena pola resistensi antibiotik berubah sejalan dengan

pemakaian antibiotik yang tidak tepat maka perlu dilakukan penelitian

lanjutan tentang pola kuman dan pola resistensi antibiotik terhadap

kuman penyebab sepsis bakterialis pada neonatus di Rumah Sakit Umum

(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kasim SM, Yunanto A, Dewi R, Sarosa IG, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 170-87

2. Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Infectious Disease. Dalam: Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Management, procedures, on-call problems, disease and drugs. New York: Mc Graw-Hill; 2007. h. 434-40

3. Polin RA, Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia; Elsevier Saunders;2005. h. 551-600

4. Klinger G, Levy I, Sirota L, Boyko V, Geva LL, Reichman B. outcome of early onset sepsis in neonatal cohort of very lowbirth weight infants. Pediatrics. 2010;125: e736-40

5. Jackson GL, Engle WD, Sendelbach DM, Vedro DA, Josey S, Vinson J. Are complete blood cell count useful in the evaluation of asymptomatic neonates exposed to suspected chorioamnitis. Pediatrics. 2004;113:1173-80

6. Stoll BJ. Infections of the neonatal. Dalam: Behrman RE, Kiegman RM, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia: Saunders Company; 2007. h. 794-811

7. Dear P. Infection in newborn. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. Elsevier Chrchill Livingstone; 2005. h. 1011-91

8. Bender L, thaarup J, Varming K, Krarup H, Eriksen SE, Ebbesen F. Early and late markers for detection of early onset neonatal sepsis. Dan Med Bull. 2008;55:219-23

9. Rodwell TE, Leslie AL, Tudehope DL. Early diagnosis of neonatal sepsis. J Pediatr. 2008;112:761-7

10. Hall R, Domenico H, Self W, hain P. Reducing the blood culture contamination rate in a pediatric emergency department and subsequent cost savings. Pediatrics. 2013; 131: e292-7

11. Arai T, Kumasaka K, Nagata K, Okita T, Oomura T, Hoshiai A et al. Prediction of blood culture results by measuring procalcitonin levels and other inflammatory biomarkers. American J of Emergency Medicine. 2014;32:330-3

12. Chan YL, Tseng CP, Tsay PK, Chang SS, Chiu TF, Chen JC. Procalcitonin as a marker of bacterial infection in the emergency department: an observational study. Crit Care Med. 2003; 8:R12-R20 13. Henriquez C, Losa J. Biomarkers for sepsis, Review article. Biomed

(60)

14. Faesch S, Cojocaru B, Hennequin C, Pannier S, Glorion C, Locour . Can procalcitonin measurement help the diagnosis of osteomyelitis and septic arthritis?A prospective trial. Italian J Pediatr. 2009;35:1-6 15. Zahedpasha Y, Kacho MA, Hajiahmadi M, Haghshenas M.

Procalcitonin as a marker sepsis of neonatal sepsis. Iran J Pediatr. 2009; 19:117-22

16. Sakha K, Husseini MB, Seyyedsadri. The role of the procalcitonin in diagnosis of neonatal sepsis and correlation between procalcitonin and C-reactive protein in these patients. Pak J Biol Sci. 2008; 14:1785-90 17. Alzahrani AJ, Hassan MI, Obeid EO, Diab AE, Qutub HO, Gupta RK.

Rapid detection of procalcitonin as an early marker of sepsis in intensive care unit in tertiary hospital. Int J. Med Med. Sci. 2009; 11:516-22

18. Stocker M, Fontana M, Helou S, Wegscheider K, Berger T. Use of procalcitonin-guided decision-making to shorten antibiotic therapy in suspected neonatal early-onset sepsis:prospective randomized intervention trial. Neonatal. 2010;97:165-74

19. Saputri DA. Pengaruh pemberian steroid dosis rendah terhadap hitung neutrofil pada sepsis tahap awal. Skripsi untuk sarjana kedokteran. Fakultas kedokteran universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010

20. Lubis CP. Infeksi nosokomial pada neonatus. Bagian kesehatan anak fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara.2003

21. Rinawati R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam: Badriul H, Partini PT, Evita BI, penyunting. Update in neonatal infection. Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLVII. h. 32-43

22. Aminullah A. Masalah terkini sepsis neonatorum. Dalam: Aminullah A, penyunting. Update in neonatal infection. Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. h. 17-31

23. Baltimore RS, Huie SM, Meek JI, Schuchat A, O’Brien KL. Early onset neonatal sepsis in the era of group B streptococcal prevention. Pediatrics. 2009;108:1094-8

24. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med. 2005: 6:545-9

25. Data based hasil kultur darah divisi perinatologi RSHAM 2008-2010 26. Osrin D, Vergnano S, Costello A. Serious bacterial infections in

newborn infants in developing countries. Curr Opin Infect Dis. 2004;17:217-24

(61)

29. Bochud PY, Calandra T. Clinical review: science, medicine, and the future pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ. 2003;326:262-6

30. Puopolo KM. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi 6. Philadelphia:Lippincott Williams & Willkins;2008. h. 274-80

31. Cornel TT, WynnJ, Shanley TP, Wheeler DS, Wong RH. Mechanisms and regulation of the gene-expression response to sepsis. J Pediatr. 2010;125:12-48-58

32. Mayor LK, Gonzales QV, O’Sullivan MJ, Hartstein AI, Roger S, Tamayo RN. Comparison of early-onset neonatal sepsis caused by eschericia coli and group B streptococcus. American J of Obstet and Gynecol. 2005;3192:143-7

33. Darmawan I. Sepsis Neonatorum. Dalam: Iyan I, penyunting. Update on sepsis. Jakarta: Farmedia, 2008. h.25-43

34. Dear P. Infection in the newborn. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. USA: Elsevier Churchill Livingstone, 2005. h.1011-92

35. Polin RA, Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2004. h.551-600

36. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med. 2003; 348:138-50

37. Maniaci V, Dauber A, Weiss S, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin in young febril infants for the detection of serious bacterial infections. J Pediatr. 2008; 122:701-10

38. Haque K. Management of bacterial infection in the newborn. J Arab Neonatal Forum. 2006; 3:41-5

39. Smith K, Bigham M. Biomarkers in Pediatric sepsis. The open inflammatory Journal. 2011; 4(Suppl 1-M4)24-30

40. Ratzinger F, Schuardt M, Eichbichler K, Tsirkinidau I, Bauer M, Haslacher H et al. Utility os sepsis biomarkers and the infection probability score to discriminate sepsis and systemic inflammatory response syndrome in standard care patients. Plos One. 2013; 8:1-9 41. Mishra UK, Jacobs SE, Doyle LW, Garland SM. Newer approaches to

diagnosis of early onset neonatal. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2006; 91:F208-F212

(62)

43. Viallon A, Guyomarch P, Tardy B, Robert F, Marjolllet O, Caricajo A. Decrease in serum procalcitonin levels over time during treatment of bacterial meningitis. Crit Care Med. 2005; 9:R344-R350

44. Sastre JBL, Solis DP, Serradilla VR, Colomer BF, Cotallo GDC, Castrillo GH. Evaluation of procalcitonin for diagnosis of neonatal sepsis of vertical transmission. BMC Pediatr. 2007; 7:1-9

45. Nafaa M, Makhoul B, Tobia A, Kaplan M, Aronson D, Azzam Z et al. Procalcitonin and interleukin 6 for predicting blood culture positivity in sepsis. American J of Emergency Medicine. 2014; 32: 448-51

46. Buchori, Prihatini. Diagnosis sepsis menggunakan prokalsitonin. Ind J Clin Path Med Lab. 2006; 12:131-7

47. Standar Operating Procedure. Instalasi Patologi Klinik RSUP.H.Adam Malik, April 2009

48. Pusponegoro HD, Wirya IW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta. Sagung Seto; 2008. h.193-216

49. Xavier XL, Vargas S, Guerra F, Coronado L. Aplication of new sepsis definition for evaluate outcomeof pediatric patient with severe systemic infection. J. pediatr. 2008: 14; 557-60

50. Vazzalwar R, Rodrigues EP, Puppala BL, Angst DB, Schweig L. Procalcitonin as a screening test for late-onset sepsis in preterm very low birth weight infants. J. of Pediatr. 2005; 25:397-402

51. Rey C, Arcos ML, Concha A. Procalcitonin as a diagnostic and prognostic marker in critically ill children. Eur J Pediatr. 2010; 4:62-5

(63)

LAMPIRAN

1. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

1. Bahan / perlengkapan : Rp. 10.000.000

2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000

3. Penyusunan / penggandaan : Rp. 2.000.000

4. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000

Jumlah : Rp. 20. 000.000

2. JADWAL PENELITIAN

WAKTU

KEGIATAN

April 2014

Mei - Juni 2014 Juli 2014

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan laporan Pengiriman Laporan

Gambar

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum22
Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis pada neonatus.22
Tabel 4.3.Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Prokalsitonin terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang diteliti meliputi bagaimana merangkai alat yang menghasilkan pirolisis lambat, berapa banyak minyak yang dihasilkan dari limbah plastik tersebut, bagaimana

Pengukuran isi tekanan angin dari ban menggunakan sensor tekanan, dimana sensor tekanan ini akan mengubah besaran tekanan menjadi tegangan dan tegangan ini akan dirubah

Selain dipengaruhi oleh pola dan ragam curah hujan, fluktuasi debit aliran sungai Citarum juga disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan yang sangat intensif,

Kegiatan ini ditujukan untuk guru, yaitu diadakan pertemuan mingguan bersama Pimpinan Pondok dan Direktur KMI yang biasanya dilakukan pada hari kamis (di Gontor

Hubungan komisaris independen terhadap nilai perusahaan adalah ketika dewan komisaris independen bertindak untuk kepentingan perusahaan dan tidak terafiliasi dengan manajemen di

[r]

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik dan korelasi sederhana dan korelasi ganda.Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) hubungan antara penguasaan bahasa figuratif

ini guru dapat mengetahui bagaimana cara penerapan metode Learning By Doing (belajar melalui pengalaman langsung) sebagai salah satu metode pembelajaran yang dapat