• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akelabo 25 22.590 2.259,0 24.250 2.425,0 Kalarung 10 Total 155 10.368.0

Sumber : Hasil analisa RPJMD

RENCANA PENURUNAN KEBOCORAN

Berdasarkan Permen PU No. 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya. RI-SPAM dapat berupa RI-RI-SPAM dalam satu wilayah administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka perlindungan dan pelestarian air.

Di dalam RI-SPAM, hal yang perlu dikutip pada bagian ini untuk dijadikan arahan pengembangan kebijakan dan strategi pengembangan SPAM adalah bagian Rencana Pengembangan SPAM yang terdiri dari:

a. Kebijakan, Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah; b. Rencana Sistem Pelayanan;

c. Rencana Pengembangan SPAM; dan

93

Strategi Sanitasi Kota (SSK)

Kebijakan pembangunan sanitasi Kabupaten Sangihe mencakup upaya:

A. Pengelolaan Air Limbah

Bahan pencemar (polutan) yang dihasilkan oleh penduduk masuk ke dalam lingkungan melalui cairan limbah yang dilepaskan selama aktivitas berlangsung seperti mandi, mencuci, memasak dan sebagainya. Berdasarkan pedoman perencanaan sumber daya air wilayah sungai, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Sumber daya Air (2001), produksi cairan limbah (aliran balik) adalah 80-95 % dari jumlah air yang digunakan sesuai kebutuhan air yaitu kebutuhan air untuk kebutuhan semua sektor. Substansi yang paling penting yang masuk ke lingkungan dari sumber-sumber limbah rumah tangga adalah BOD, nitrogen dan fosfor, bakteri patogen (fecal coli). Sumber limbah rumah tangga dapat berperan sebagai sumber utama untuk polutan mikro organik. Rumah sakit terletak di bagian yang lebih tinggi dari Kota Tahuna untuk itu, apabila instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tidak berfungsi maksimal maka peluang mencemari kualitas air tanah dan air permukaan di daerah bagian bawah sangat besar. Bahan cemaran yang berasal dari kegiatan rumah sakit berupa cemaran organic, anorganik dan radioaktif.

Sistem penanganan air limbah yang diterapkan di daerah perencanaan masih tradisional yaitu dengan mengalirkan air limbah domestik ke selokan yang ada atau dengan mengalirkannya ke saluran peresapan setempat. Sistem yang ada sekarang ini perlu diperbaiki secara bertahap dengan meningkatkan fasilitas pengelolaan air limbah terutama di kota-kota besar seperti Tahuna, Ulu Siau.

Tujuan dan sasaran dari pengelolaan air limbah di kawasan perencanaan adalah untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh buangan air limbah tersebut. Rencana pengelolaan penanganan air limbah dapat menggunakan sistem on site, komunal dan off site. Dengan jumlah penduduk saat ini pengelolaan penanganan air limbah dapat mengembangkan sistem setempat (on-site) secara individual dan bertahap pada lima tahun kedepan dikembangkan sistem penanganan secara komunal kemudian pengelolaan ditingkatkan menjadi sistem terpusat (off-site). Pada daerah-daerah yang padat penduduk perlu dikembangkan sistem setempat yang dilengkapi dengan septictank dan bangunan resapan sehingga pencemaran terhadap air permukaan, air tanah dan tanah itu sendiri dapat dihindari.

B. Pengelolaan Persampahan

Di Kecamatan Tahuna telah tersedia tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang menggunakan sistem open dumping, yang terletak di Pensu, dekat Salu Mala. Pada umumnya penduduk di Kabupaten Sangihe melakukan penanganan sampah secara tradisional yaitu dengan membakar, menimbun sampah dengan tanah atau dengan membuang sampah ke sungai atau laut. Padahal laut perlu waktu dalam mencerna sampah. Data hasil penelitian

94 Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecl Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia bekerja sama dengan Forum bersama Gerakan Bersih Pantai dan Laut (2005) dikemukakan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh laut dalam mencerna sampah adalah tergantung pada jenis sampah. Data-data tersebut disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. 3 Jenis Sampah dan Waktu yang Dibutuhkan

No. Jenis sampah Waktu yang dibutuhkan

dalam mencerna sampah

1. Kertas tissue 1 bulan

2. Kertas Koran 1 bulan

3. Kulit buah dan dos pembungkus makanan 2 bulan

4. Kotak pembungkus susu 3 bulan

5. Bungkus rokok dan pembalut wanita 5 bulan

6. Tali sumbu 1 tahun

7. Kayu yang di catS 10-20 tahun

8. Ban mobil dan kaleng 50 tahun

9. Pelampung 80 tahun

10. Aluminium 200 tahun

11. Tas plastik kresek 400 tahun

12. Botol plastik dan sandal 400-500 tahun

13. Tali pancing 600 tahun

14. Botol dan gelas Belum diketahui

Sumber: Dit. Jen. Pesisir dan Pulau-pulau Kecl Dep. Kelautan dan Perikanan RI bekerja sama dengan Forum bersama Gerakan Bersih Pantai dan Laut (2005)

Oleh sebab itu perlu dilakukan peningkatan pengelolaan dan manajemen pengumpulan sampah tersebut secara terpusat. Untuk itu perlu dibentuk lembaga untuk menangani persampahan dan kebersihan.

Tujuan dan sasaran dari pengelolaan ini adalah untuk meningkatkan pengolahan dan penanganan sampah yang ramah lingkungan, menekan dampak negatif yang ditimbulkan dari cara penanganan sampah yang tidak akrab lingkungan serta meningkatkan daur ulang dan pengomposan.

Pengelolaan secara tradisional secara bertahap dilakukan pelayanan dan disempurnakan kemudian diganti dengan pengelolaan secara terpusat. TPA Pensu di Tahuna perlu dioptimalkan dengan penambahan sarana dan prasarana serta peningkatan sistem open

95 dumping menjadi sanitary Landfill. Daerah-daerah lain yang belum memiliki lokasi TPA perlu menyediakannya untuk menampung sampah yang ada.

Daerah perencanaan sebagian besar merupakan daerah perkebunan dan pertanian, sehingga banyak menghasilkan sampah organik. Oleh karena itu selain mengembangkan manajemen secara terpusat, juga perlu pengembangan pembuatan kompos secara berkelompok.

Pengelolaan sampah yang dikembangkan secara terpusat diharapkan hanya akan menangani sisa sampah, yang sebelumnya sudah dipilah untuk dilakukan daur ulang atau pemanfaatan kembali. Sehingga sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga masyarakat dan pihak yang berkepentingan.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan

pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan

lingkungan/kawasan.

Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi: a. Program Bangunan dan Lingkungan;

b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; c. Rencana Investasi;

d. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

RTBL dapat berupa rencana aksi/kegiatan komunitas, rencana penataan lingkungan, atau panduan rancang kota. Muatan RTBL yang perlu dikutip dan diacu dalam RPIJM yaitu Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan yang meliputi:

a. Visi Pembangunan;

b. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan; c. Konsep Komponen Perancangan Kawasan; dan

Dokumen terkait